Anda di halaman 1dari 3

RESUME JURNAL

IT'S LIKE ONE OF THOSE PUZZLES: CONCEPTUALISING GENDER


AMONG BUGIS
*Sharyn Graham

 Jurnal ini mengkaji pengertian tentang gender di Sulawesi Selatan, Indonesia.


 Di Sulawesi Selatan, terdapat bermacam-macam gender yang didasarkan oleh faktor-
faktor seperti jenis kelamin biologis, spiritualitas, peran, perilaku, pekerjaan, pakaian,
seksualitas, ideologi pemerintah dan agama.
 Di Sulawesi Selatan, terdapat 5 gender yaitu : Laki-laki, perempuan, calalai’, calabai’
dan bissu.
 Laki-laki dan perempuan : Merupakan manusia yang normal secara biologis dan
memiliki peran, perilaku, pekerjaan, pakaian dan seksualitas yang normal sesuai jenis
kelaminnya. Contohnya adalah Puang Sulai (laki-laki) dan istri Rani (perempuan)
 Calalai’ : Merupakan gender dimana secara biologis merupakan perempuan namun
memiliki peran, perilaku, pekerjaan, pakaian dan seksualitas seperti laki-laki.
Contohnya adalah Rani.
 Calabai’ : Merupakan gender dimana secara biologis merupakan laki-laki namun
memiliki peran, perilaku, pekerjaan, pakaian dan seksualitas seperti perempuan.
Contohnya adalah Santi.
 Bissu : Seseorang bergender bissu tidak dianggap sebagai laki-laki atau perempuan,
melainkan kombinasi antara keduanya. Dalam tradisi Bugis, bissu dilahirkan ke bumi
oleh dewa pencipta dan merupakan instrumen penting dalam membawa kehidupan ke
bumi. Bissu mendapatkan kekuatan mereka melalui perwujudan unsur perempuan dan
laki-laki. Contohnya adalah Mariani.
 Dalam kajiannya, penulis menganalisa hal-hal yang mempengaruhi sesorang dalam
pembentukan identitas gendernya pada suku Bugis di Sulawesi Selatan dengan
membaginya berdasarkan empat faktor : 1) Tubuh dan jenis kelamin, 2) spiritualitas
dan rasa diri, 3) peran, pekerjaan, perilaku dan pakaian, 4) Jenis kelamin dan
seksualitas.
 1) Tubuh Secara Biologis
Dalam pemahaman suku bugis, gender memiliki pengertian yang lebih luas
dibanding hanya sekedar bentuk tubuh . Tubuh tetap menjadi pertimbangan mendasar
dalam identitas gender, namun tubuh manusia terbentuk oleh berbagai kombinasi laki-
laki dan perempuan sehingga berbagai jenis identitas gender memungkinkan untuk
terjadi. Akibatnya, suku bugis berpemahaman bahwa menjadi laki-laki tidak berarti
bahwa seseorang harus berperilaku dan bertingkah seperti seorang pria, atau menjadi
perempuan tidak harus selalu berperilaku dan bertingkah seperti seorang wanita.
Namun sekeras apapun mereka mencoba berperilaku berlawanan dengan tubuh
mereka, namun secara biologis tubuh yang mereka miliki tidak bisa diubah meskipun
melalui operasi sekalipun.

2) Spiritualitas dan Rasa Diri


Spiritualitas dan rasa diri berhubungan dengan kehendak Tuhan atau dalam hal
ini disebut kodrat atau nasib. Dalam suku bugis, mereka percaya bahwa sudah
menjadi kodrat , nasib atau kehendak Tuhan bahwa mereka menjadi calalai’, calabai;
atau bissu. Kelainan seperti ini dianggap merupakan bawaan dari lahir walaupun
beberapa dari mereka menganggap hal ini tidak permanen. Ini dikarenakan terdapat
beberapa kasus dimana seorang calalai’ atau calabai’ yang akhirnya menikah dan
memiliki anak dari darah daging mereka sendiri.
Selain itu faktor lain disebut merupakan faktor x yang mempengaruhi sikap
seseorang dan dianggap memiliki gender calalai’ atau calabai’. Faktor tersebut
dikatakan dapat berupa jiwa atau roh seorang calabai’ atau calalai’ yang memang ada
sejak lahir. Ada juga yang menjadi calabai’ atau calalai’ karena perlakuan sejak kecil
yang berlawanan dengan jenis kelaminnya (perlakuan orang tua/ lingkungan sekitar)
dimana anak laki-laki diperlakukan seperti perempuan atau anak perempuan
diperlakukan seperti laki-laki.

3) Peran, Pekerjaan, Perilaku dan Pakaian


Peran, pekerjaan, perilaku dan pakaian merupakan faktor penting dalam
penentuan gender di Sulawesi Selatan. Contohnya adalah Rani yang secara biologis
merupakan wanita. Namun dia menikah dengan seorang perepuan dan memiliki peran
sebagai suami diaman Rani mencari nafkah dan istrinya mengurus anak adopsinya.
Karena peran tersebut, Rani dianggap sebagai calalai’.
Contoh lain adalah Maman, yang secara biologis merupakan perempuan
namun bekerja sebagai pandai besi yang merupakan pekerjaan laki-laki. Karena
pekerjaan tersebut, ditambah penampilannya yang seperti laki-laki, Maman disebut
sebagai calalai’.
Perilaku juga merupakan faktor penentu gender di Sulawesi Selatan. Sebagai
contoh , ada seorang calabai’ yang dipaksa menikah dengan perempuan nornal.
Namun karena perilakunya, dia masih dikatakan calabai’.
Cara berpakaian juga merepresentasikan gender di Sulawesi Selatan. Sebagai
contoh adalah Ance yang secara biologis merupakan perempuan namun tidak suka
dengan pakaian perempuan yang ketat dan terbuka. Maka dari itu dia selalu
berpakaian seperti laki-laki dan dianggap sebagai calalai’.

4) Seksualitas
Dalam suku Bugis, gender dan seksualitas merupakan hal yang saling
keterikatan. Keinginan seksual dan peran dalam hubungan seks merupakan faktor
penting dalam menentukan gender seseorang di suku Bugis. Seseorang dikatakan
calabai’ jika dia memiliki keinginan seksual terhadap laki-laki dan seseorang
dikatakan calalai’ jika dia memiliki keinginan seksual terhadap perempuan. Jika tidak,
mereka dianggap bukan calabai’asli atau calalai’ asli.

 Kesimpulan : Konsep gender di suku Bugis, Sulawesi Selatan merupakan sesuatu


yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti jenis kelamin
biologis, spiritualitas, peran, perilaku, pekerjaan, pakaian, seksualitas, ideologi
pemerintah dan agama. Penulis berharap, melalui jurnal ini pembaca dapat memahami
dan meningkatkan kesadaran akan keragaman dan kompleksitas gender serta identitas
gender.

PERTANYAAN
Bagaimanakan seharusnya seorang sipir pemasyarakatan menanggapi kelainan seksual seperti
yang dijelaskan pada jurnal diatas ?
Apakah kelainan seksual harusnya ditentang atau dimaklumi ?

Anda mungkin juga menyukai