Anda di halaman 1dari 11

A NEW APPROACH FOR CERUMENOLYTIC TREATMENT IN CHILDREN: IN-

V˙IVO AND IN-VITRO STUDY

Introduction

Cerumen (kotoran telinga) adalah masalah umum yang dapat menyebabkan

gangguan pendengaran konduktif, iritasi, nyeri, tinnitus, pusing, dan vertigo. Dalam

kebanyakan kasus, kotoran telinga tidak menyebabkan gejala sama sekali.

Cerumen merupakan hasil kombinasi sekresi kelenjar keringat dan kelenjar

serumenosa yang berasal dari sepertiga bagian luar dari kanal auditori eksternal dan epitel

skuamosa yang terkelupas, yang biasanya bermigrasi keluar dari saluran telinga melalui

mekanisme normal yang biasa terjadi pada saat pergerakan rahang. Kegagalan mekanisme

normal tersebut dapat menyebabkan penumpukan dari serumen. Roland et al, mendefinisikan

pedoman praktik klinis dalam akumulasi kotoran telinga yang menyebabkan gejala,

pencegahannya dapat dilakukan dengan cara melakukan penilaian dari saluran telinga /

membran timpani atau sistem audiovestibular, ataupun keduanya. Ada berbagai cara atau

teknik yang digunakan untuk mengangkat cerumen secara mekanis: syringing, irigastion, dan

suction. Cerumenolytics adalah agen topikal yang digunakan untuk membantu penghapusan

cerumen. Cerumenolytics dapat dibagi menjadi agen yang berbahan dasar minyak dan

bebahan dasar rair. Cerumenolytics bekerja dengan cara menghidrasi lembaran keratinosit

dengan menginduksi keratolisis dan juga menyebabkan disintegrasi serumen. Banyak

Cerumenolytics yang dapat kita jumpai, tetapi dalam prakteknya atau penggunaannya masih

belum pasti mana yang paling efektif.

Nyeri merupakan permasalahan umum yang sering dijumpai pada anak-anak yang

dimulai sejak bayi. Karena rasa sakit atau nyeri yang ditimbulkan pada anak-anak sering

menyulitkan proses pemeriksaan dan pada saat dilakukannya pengeluaran kotoran telinga,
sehingga pemilihan Cerumenolytics yang efisien akan membantu untuk memfasilitasi

aspirasi dan pemeriksaan.

Dalam penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan efek dari berbagai

cerumenolytic yang diteliti secara in vivo dan secara in vitro untuk mengukur perubahan

tingkat nyeri sakit setelah perawatan.

Metode

Di antara 1243 pasien anak dengan sumbatan yang parsial ataupun total diperiksa di

klinik penyakit THT antara tanggal 01/01/2011 dan 01/01/2015, mereka yang menerima

pemeriksaan telinga endoskopi dan pembersihan melalui aspirasi, setidaknya 10 hari setelah

perawatan dimasukkan dalam penelitian. Tingkat nyeri sebelum perawatan dan pasca

perawatan pasien dinilai menggunakan skala kontinu kromatik Analog (ACCS). Temuan

demografi, klinis dan sosial pasien dicatat. Data demografi dilaporkan sendiri oleh pasien,

termasuk usia, jenis kelamin, ras dan / atau etnis, pendapatan rumah tangga tahunan dan

terakhir dilakukannya pengelurana kotoran telinga. Temuan klinis diidentifikasi sebagai

alasan untuk pasien yang datang ke klinik (kehilangan pendengaran, tinnitus, batuk, ruam).

Penelitian ini dilakukan sebagai studi single-center, prospektif dan double-blind. Penelitian

ini disetujui oleh komite etika kedokteran.

Anak-anak berusia 5-16 tahun yang memiliki penyumbatan setidaknya 90%. Pasien

yang melakukan irigasi serumen dalam satu bulan terakhir, memiliki operasi telinga

sebelumnya, otitis dalam sebulan terakhir, kelainan anatomis atau penyakit sinonasal,

kelainan anatomi cranio-wajah, penyakit genetik (misalnya sindrom Down), penyakit

neurologis atau kardiovaskular dan insufisiensi imun tidak termasuk dalam penelitian ini.

Pemeriksaan jaringan dan prosedur pembersihan pada anak-anak yang termasuk

dalam penelitian dilakukan menggunakan endoskopi 2,1 mm. Tidak ada pasien yang
menerima intervensi manual sebelum perawatan. Semua pemeriksaan endoskopi direkam

oleh kamera Karl-Storz (Jerman). Penelitian yang direncanakan untuk in vitro, sampel

cerumen yang dikumpulkan pada jumlah yang sama dari 20 pasien dirawat di 36-400C dalam

6 tabung yang berbeda dalam kondisi solutio yang sama dan derajat pemecahan dari serumen

dinilai selama periode 5 hari (Pada 6 Jam, 12 Jam, 48 Jam, 72 Jam, 92 Jam, dan 120 Jam).

Selain itu, tingkat resolusi dalam tabung yang diperlakukan dengan air suling dianggap

sebagai referensi kontrol. Larutan cerumenolitik ditentukan sebagai berikut: Golongan 1

(gliserin 40 cc), Golongan 2 (3% hidrogen peroksida 40 cc), Golongan 3 (3% hidrogen

peroksida 20 cc + gliserin 20 cc), Golongan 4 (10% larutan bikarbonat - 4 g bikarbonat + 40

cc air suling) dan Kelompok 5 (gliserin 10 cc + 3% hidrogen peroksida 10 cc).

Pada bagian penelitian in vivo, 1243 pasien yang dilakukan pemeriksaan adanya

penyuumbatan akibat cerumen dimasukkan dalam penelitian. Pasien dibagi menjadi 5

kelompok yang sama. 5 kelompok larutan cerumenolitik dengan botol anonim dibagikan

kepada masing-masing pasien. Serumen dengan konsistensi lunak dan keras merata ke

semua kelompok. Cerumenolytics digunakan oleh pasien 3 kali sehari dengan 10 tetes.

Setelah dilakukan penetesan Cerumenolytics, pasien diminta untuk melakukan kunjungan

kontrol pada hari ke 3, 4, 5, 6 dan 10. Selama kunjungan kontrol, cerumen pasien dihilangkan

menggunakan aspirator standar sedemikian rupa sehingga memiliki tekanan yang sama untuk

setiap pasien. Visualisasi total membran timpani ditentukan sebagai target prosedur

penghilangan serumen. Kemanjuran Cerumenolytics ditentukan melalui seberapa efisien

penghapusan atau pengangkatan serumen (removal co-efficient ) oleh Cerumenolytics.

removal co-efficient (jumlah sesi dalam kelompok / jumlah pasien). Semakin dekat nilai dari

removal co-efficient , semakin efektif prosedur penghilangan dipertimbangkan.

Skor nyeri sebelum perawatan dan pasca perawatan dari pasien diperiksa

menggunakan Analogue Chromatic Continuous Scale. Analogue Chromatic Continuous


Scale (ACCS) adalah versi VAS yang dikembangkan untuk anak-anak. Pita warna

ditempatkan di sisi lain dari skala yang dibagi ke slot 100 mm dari 0 hingga 10 cm dengan

warna merah muda menunjukkan yang paling sakit (0) dan merah gelap menunjukkan tingkat

yang paling menyakitkan (100 mm). Ini adalah metode yang sederhana dan dapat diandalkan

untuk penilaian yang realistis dan konversi numerik tingkat nyeri pada anak-anak. Tingkat

tinggi dalam ACCS menunjukkan pengaruh negatif.

Statistik: Data dianalisis menggunakan SPSSv19. Perubahan skor ACCS pasien

dihitung untuk semua pasien sebelum dan sesudah perawatan. Uji parametrik digunakan

untuk membandingkan data. Analisis varians dilakukan untuk pengukuran berulang. Untuk

nilai yang menunjukkan interaksi yang signifikan, uji dua kelompok independen digunakan

untuk 2 kelompok dan uji One way ANOVA digunakan untuk 3 atau lebih kelompok untuk

membandingkan nilai pra-perlakuan kelompok. T-Test digunakan untuk pasangan sampel

dalam analisis perbedaan pra dan pasca perawatan dalam kelompok. Untuk perbandingan

nilai pasca perawatan di antara kelompok, analisis kovarian dilakukan melalui koreksi sesuai

nilai pra-perawatan. Mengenai nilai non-parametrik, tes Mann-Whitney dilakukan untuk

perbandingan nilai pra-perlakuan antara dua kelompok dan uji Kruskal-Wallis untuk tiga dan

lebih banyak kelompok. Analisis biner dilakukan untuk menilai perubahan antar kelompok

diperiksa menggunakan metode Bonferroni.

Result

589 laki-laki, 654 perempuan, 1243 pasien mengamuk pada usia 3-16 (usia rata-rata

= 8,64) dilibatkan dalam penelitian. Perbedaan antar kelompok yang signifikan secara

statistik tidak ditemukan untuk karakteristik demografi, temuan klinis, temuan-kejadian

sosial. (Tabel 1)
Serumen yang dibersihkan pada musim semi dan musim panas di sebagian besar

pasien (n = 77; 62,5%) (Gambar 1). 76,7% (n = 954) dari pasien tidak memiliki visualisasi

membran timpani. Serumen pada kedua telinga didapatkan pada sebagian besar pasien (n =

943; 75,8%). 62,6% dari pasien memiliki cerumen keras dan 37,4% memiliki serumen lunak.

Tidak ada nilai signifikan secara statistik yang diperoleh berdasarkan penilaian pasien di

antara kelompok-kelompok sesuai konsistensi serumen (p = 0,348). Distribusi antar grup

homogen di semua kelompok. Gejala yang paling sering dari pasien dalam penelitian ini

adalah kehilangan pendengaran (n = 749; 60,2%). Selama prosedur pengeluaran serumen,

benda asing yang dikelilingi oleh serumen didapatkan pada 45 pasien (3,6%). Pada hari ke-

10, penyumbatan serumen pada semua pasien dihilangkan menggunakan aspirator.

Pada penelitian secara in vitro, pelarutan terbaik diamati pada Grup 2. Namun,

pemecahan serumen tidak dijumpai pada salah satu kelompok dalam 24 jam pertama.

Resolusi penuh dijumpai pada Kelompok 1 pada 72 Jam, Grup 2 pada 48 Jam, Grup 3 pada

72 Jam, di Grup 4 pada 72 Jam, Grup 5 pada 48 Jam dan Kelompok 6 pada 120 Jam.

Pada penelitian secara in vivo, visualisasi total TM diamati pada Kelompok 1 pada

50,2% (Hari 3), pada Grup 2 sebesar 57,1%, di Grup 3 sebesar 62,3%, di Grup 4 sebesar

44,3% dan di Grup 5 pada 73,5%. Kelompok dengan removal co-efficient terendah adalah

pada Kelompok 5 (removal co-efficient = 1,623) (Tabel 2) Pasien yang penyumbatannya

tidak dapat diangkat pada sesi pertama diminta untuk kembali pada kunjungan kontrol pada

Jam ke 96. Pada Jam 96, tingkat penghilangan tertinggi ada di Grup 5 (76%). Pada Jam 120,

sumbatan telah hilang di 92,1% dari pasien di Grup 5.

Dalam referensi ke skor nyeri ACCS pasien, perubahan antar grup sebelum dan

sesudah pengobatan ditemukan signifikan secara statistik untuk semua kelompok (p = 0,008;

p = 0,0222; p = 0,005; p = 0,026; p = 0,018). Dengan kata lain, ada perubahan signifikan

pada semua kelompok pasien. Kami membandingkan nilai pra-perlakuan menggunakan One
Way ANOVA dan tidak ada hasil yang signifikan secara statistik yang ditemukan (p =

0,547). Untuk perbandingan pasien setelah pengobatan, koreksi dibuat sesuai dengan nilai

pra-perawatan menggunakan analisis co-varians. Setelah analisis co-varians, perbedaan

signifikan secara statistik diperoleh antara kelompok cerumenolitik dan ACCS. Korelasi

antara kelompok cerumenolitik setelah analisis co-varians diperiksa menggunakan tes

Bonferroni. Perbedaan antara Kelompok 5 dan kelompok lain ditemukan signifikan secara

statistik (Tabel 3) (p = 0,002; p = 0,026; p = 0,044; p = 0,034).

Discussion

Beberapa metode dan alat sering digunakan untuk menghilangkan serumen pada

saluran telinga luar seperti penggunaan kuret, hook, hisap, forceps dan syringe. Penggunaan

alat dan cara tersebut merupakan prosedur yang aman pada umunya, Namun, telah dilaporkan

sering menyebabkan trauma otologis.

Sekitar 8000 pasien yang pernah diteliti sering djumpai beberapa komplikasi

termasuk telinga keluar cairan (berair), perforasi membran timpani, kehilangan pendengaran,

nyeri, vertigo, sinkop. (13) Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menilai

penggunaan serumenolitik pada pemecahan serumen secara parsial ataupun total untuk

mengurangi komplikasi yang mungkin dapat terjadi selama dilakukanya prosedur irigasi

serumen. Cerumenolytics, yang diperiksa dalam 2 kelompok yang berbasis minyak dan

berbasis air, dimana dapat menghidrasi lapisan desquamated dan keratinocytes, menginduksi

keratolysis dan menghasilkan disintegrasi serumen.

Penelitian yang dilakukan umumnya in vitro dalam literatur menyebutkan aktivitas

cerumenolitik berbahan dasar air dapat menghidrasi lapisan keratinocytes yang terbentuk dan

cerumenolitik yang berbahan dasar minyak melunakkan serumen. (14-15) Penelitian yang

dilakukan oleh Hand et al. menyatakan bahwa serumonolitik berbasis air dan minyak sama
efektifnya dalam penghapusan kotoran telinga (21% untuk air berbasis dan 23% untuk

persiapan berbasis minyak). Dalam review yang sama, dinyatakan bahwa persiapan non-air,

non-minyak secara signifikan lebih efektif dalam penghapusan kotoran telinga dibandingkan

dengan serumenolitik berbasis minyak (non-air non-minyak 39%, 23% berbasis minyak).

Saxby et al. melakukan studi in vitro pada tahun 2013 di mana mereka menyimpan serum

homogen dalam jumlah yang sama dalam 4 agen serumenolitik berbasis air yang berbeda

selama 12 jam pada suhu kamar: air suling, natrium bikarbonat, Sofradex (Dexamethasone

0,05%, framycetin sulfat 0,5% dan gramicidin 0,005 %) dan metasone visa (0,1%

betamethasone sodium phosphate) dan 2 agen berbahan dasar minyak yang berbeda: minyak

zaitun dan (urea + 5% hidrogen peroksida + gliserol). Mereka mengamati pada Menit 30, Jam

3 dan Jam 12. Menurut hasil penelitian ini, agen-agen berbasis air, terutama air suling dan

bikarbonat menghasilkan disintegrasi serumen yang signifikan sementara agen-agen berbasis

minyak tidak memiliki efek pada disintegrasi serumen. (16). Dalam penelitian ini, tidak ada

agen berbasis minyak yang digunakan. Pembubaran penuh dari cerumens diamati dengan

agen berbasis air dan non-air, agen berbasis non-minyak serta agen yang merupakan

campuran dari berbagai agen. Pemecahan serumen tahap awal dan dan total pada akhir Jam

48 diamati pada Grup 1 dengan gliserin (gliserol), pelarut berbasis alkohol, dan juga terjadi

pada Grup 5 (campuran pada jumlah yang sama dari gliserol, 3% hidrogen peroksida, asam

lemah, natrium bikarbonat, garam alkali ringan, dan air suling).

Pothier dkk dalam penelitian mereka dijumpai pada pengangkatan cerumen dengan

endoskopi lebih cepat dibandingkan dengan metode mikroskopis konvensional. Nair et al.

memeriksa 82 telinga dari 56 pasien yang memiliki penyumbatan serumen yang keras dan

kanal auditori eksternal yang tertutup sepenuhnya di salah satu bagian telinga, penelitian

mereka diterbitkan pada tahun 2009. Setelah penggunaan empat agen cerumenolitik yang

berbeda, mereka mendapatkan visualisasi TM secara total di semua kelompok setelah 3 hari
paling lama. Menurut salah satu hasil penelitian tersebut, agen ceruminolytic yang paling

efektif adalah 2% paradichlorobenzene karena tidak hanya mengurangi kebutuhan akan

syringing, tetapi juga memastikan pelonggaran signifikan dalam struktur cerumen. Pelunakan

yang diberikan agen cerumenolytic sebelum syringing dihitung secara statistik signifikan (p =

0,004). Dalam penelitian ini, aspirasi cerumen juga menggunakan metode otoendoscopic

setelah pengobatan minimal 3 hari (3*10 tetes). Dan dilakukan pada semua pasien anak yang

TM tidak dapat tervisualisasi karena penutupan kotoran telinga. Pada kunjungan kontrol

pertama, tingkat tertinggi visualisasi TM diamati pada 73,5% pasien di Grup 5. Jumlah rata-

rata sesi kontrol untuk penghapusan penuh kotoran adalah sebagai berikut untuk semua

pasien: Grup 5 (1623), Grup 3 (2034), Grup 2 (2035), Grup 1 (2309) dan Grup 4 (2578).

Menurut analisis statistik intra-grup jumlah sesi, jumlah sesi di Grup 5 diamati secara

signifikan lebih rendah daripada di kelompok lain (p <0,05).

Penilaian nyeri pada usia kanak-kanak adalah salah satu hal yang paling bermasalah

dalam praktik medis pediatrik. Penilaian gejala nyeri anak-anak menurut informasi yang

dinilai dari keluarga adalah salah satu kesalahan yang paling sering dilakukan dalam hal itu.

Studi yang berkaitan dengan perkembangan kognitif di masa kanak-kanak telah

mendefinisikan perilaku yang berhubungan dengan rasa sakit yang berbeda pada berbagai

periode usia. Dengan demikian, anak-anak dapat menyatakan tingkat keparahan rasa sakit

dan mengembangkan metode penanganan berbasis informasi pada usia 5-7, menjelaskan

alasan dan jenis rasa sakit pada usia 7-10 dan memberikan informasi tentang karakteristik

nyeri di atas usia 11. Dalam merencanakan praktik pengobatan, anak-anak juga perlu diberi

dukungan emosional. Menginformasikan kepada anak-anak dan orang tua tentang perawatan

kesehatan adalah hal yang sangat penting untuk mengurangi ketakutan dan kekhawatiran.

Dalam penelitian ini, keluarga diberi informasi yang cukup sebelum dilakukannya aspirasi,

pada saat dilakukannya prosedur aspirasi anak ditemani oleh satu anggota keluarga dan juga
dipastikan anak dalam keadaan situasi yang nyaman pada saat prosedur. Dalam penelitian ini,

dijumpai penurunan yang signifikan setelah pengobatan sesuai analisis perubahan nyeri

sebelum dan sesudah perawatan yang dinilai dengan ACCS (p = 0,008; p = 0,0222; p =

0,005; p = 0,026; p = 0,018). Menurut perbandingan nyeri pasca perawatan, perbedaan antara

Kelompok 5 dan kelompok lain ditemukan signifikan secara statistik (Tabel 3) (p = 0,002; p

= 0,026; p = 0,044; p = 0,034). Sejauh ini, belum ada penelitian yang dilakukan pada anak-

anak yang membandingkan dengan skor nyeri selama prosedur pembuangan serumen.

Sempitnya telinga anak-anak membuat penghapusan dengan kuret sulit dilakukan, dan juga

meningkatkan potensi kerusakan saluran telinga luar. Oleh karena itu, rasa sakit atau nyeri

yang dirasakan oleh anak-anak akan mengurangi kunjungan pemeriksaan kesehatan telinga

pada anak-anak. Karena alasan itulah sangat penting pemggunaan serumenolitik khususnya

serumenolitik yang digunakan pada grup 5 sebelum dilakukannya pembuangan serumen pada

anak-anak. Dalam penelitian ini, risiko untuk terjadinya komplikasi menurun pada saat

dilakukannya pembuangan serumen yang dinilai dengan penggunaan otoendoskopi selama

aspirasi.

Conclusion

Cerumen pada kanal auditori eksternal sebenarnya tidak perlu dikeluarkan dengan

tindakan kecuali sudah menyebabkan masalah. Pada kasus yang diperlukan prosedur

pembuangan serumen akan lebih nyaman apabila menggunakan agen cerumenolytic sebelum

dilakukan pembuangan serumen. Dalam penelitian ini, agen cerumenolitik yang terbaik

dijumpai pada Grup 5 (gliserin 10cc + 3% hidrogen peroksida 10 cc + 10% natrium

bikarbonat 10 cc + air suling 10 cc). Khususnya penggunaan campuran gliserin 10 cc + 3%

hidrogen peroksida 10 cc + 10% natrium bikarbonat 10 cc + air suling 10 cc memberikan

kemudahan dalam hal pencegahan rasa sakit bagi pasien dan dalam hal waktu dan
kenyamanan bagi dokter selama prosedur pembuangan. Selain adanya keuntungan tersebut,

juga dapat disimpulkan bahwa aspirasi dapat dilakukan dengan nyaman dengan agen

serumenolitik dan juga menghindari kunjungan yang berulang bagi pasien dalam

pembuangan kotoran telinga.

Anda mungkin juga menyukai