Definisi
Vertigo berasal dari kata “vertere” dari Bahasa latin yang artinya memutar. Ada beberapa
istilah yang artinya hampir sama yaitu : vertigo, dizziness, giddiness, unsteadiness. Umumnya
vertigo dianggap yang terberat sedangkan yang teringan unsteadiness yang teringan.
Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan sekitarnya.
Persepsi gerakan bisa berupa2 :
Vertigo vestibular adalah rasa berputar yang timbul pada gangguan vestibular
Vertigo non vestibular adalah rasa goyang, melayang, mengambang yang timbul pada
gangguan sistem propioseptif atau sistem visual.
Epidemiologi
Vertigo merupakan keluhan yang sangat umum setelah nyeri kepala dan batuk. Bahkan
pada praktek dokter umum rasa pusing merupakan keluhan yang terbanyak. Vertigo merupakan
15% penderita yang dikonsultasikan ke ahli saraf atau ahli THT. Pada orang dewasa, vertigo
adalah salah satu masalah kesehatan yang paling umum.
Di RSUP Dr.Kariadi vertigo berada pada urutan kelima dan gangguan / penyakit yang
dirawat di bangsal saraf. Dari pasien vertigo yang dikirim ke unit EMG untuk melakukan
pemeriksaan ABR, 20% memperlihatkan gangguan fungsi batang otak mungkin suatu
insufiensiensi vertebrobasiler.
Mabuk gerakan (MG) sebagai salah satu penyebab vertigo terjadi pada 3-4% pengendara
mobil dan kereta api. Mabuk laut(ML) dialami 90% orang yang belum berpengalaman berlayar.
Mabuk udara (MU) terjadi pada 8% penumpang pesawat terbang dengan cuaca buruk. Mabuk
angkasa (MA) terjadi pada 30 – 50% awak pesawat ruang angkasa luar.1
Sistem vestibular mempunyai fungsi sensorik yang penting, berperan dalam persepsi
gerakan seseorang, posisi kepala, orientasi ruang secara relatif terhadap gravitasi. Demikian juga
berperan penting bagi fungsi motorik, membantu dalam stabilisasi gaze, kepala dan penyesuaian
postur tubuh. Bagian perifer dari sistem vestibular termasuk strruktur telinga dalam yang
berfungsi sebagai miniature akselerometer dan alat penuntun internal, secara terus – mnerus
menyampaikan informasi tentang gerakan dan posisi dari kepala dan tubuh ke pusat integrase
dibatang otak, serebelum dan korteks sensorimotor. Bagian sentral sistem vestibular terdiri dari
nucleus vestibularis, yang mempunyai koneksi yang luas dengan struktur struktur batang otak
dan serebelum. Nucleus vestibularis juga langsung mempersarafi neuron motoric yang
mengontrol otot- otot ekstraokuler, servikal dan postural. Saat sistem vestibular bekerja secara
normal, biasanya kita tidak akan menyadarinya. Saat fungsinya terganggu, hasilnya dapat sangat
tidak menyenangkan.3
Alat keseimbangan tubuh (AKT) tersusun dari 3 organ vestibulum, visual dan propriosepsi.
Masing- masing terdiri atas bagian perifer kanan dan kiri serta bagian sentral. Bagian perifer dari
sistem vestibulum kanan atau kiri terdiri atas tiga buah reseptor yang disebut krista ampularis
dari ketiga buah kanalis semisirkularis, dan dua buah reseptor yang disebut organ otolitik makula
dari inkulus dan sakulus. Bagian perifer dari sistem vestibulum tersusun dari vestibulum, seperti
tersebut diatas dan ganglion vestibularis serta nervus vestibularis.1
System non vestibularis terdiri dari sistem visual, dan sistem propiosepsi. Bagian perifer
dari sistem visual adalah reseptor di retina, sedangkan bagian perifer dari system propiosepsi
adalah reseptor propiosepsi di tendon dan sendi serta sensibilitas dalam.1
Bagian sentral dari AKT terdiri atas : nuklei vestibularis batang otak, serebelum, formasio
retikularis batang otak termasuk lokus seruleus, sistem limbik, korteks prefrontal dan
hipotalamus.1
Stimulus gerakan diterima oleh reseptor – reseptor AKT, kemudian melalui proses
transduksi stimulus tersebut diubah menjadi implus saraf. Selanjutnya dengan proses transmisi
implus saraf tersebut disalurkan melalui nervus vestibularis, nervus optikus dan nervus
spinovestibularis kebagian sentral AKT. Dibagian AKT terjadi proses modulasi dimana implus saraf
diintegrasikan, dikoordinasi,dikomperasi, diredam dan diperkuat, dipersepsi dan disimpan untuk
kemudian dijawab sebagai respon. Outputnya dikirim ke kortek serebri memberikan kesadaran
terhadap gerak kepala/ tubuh, yang ke medulla spinalis dan serebelum memberikan control
keterampilan motorik dan sikap tubuh dan yang dikirim ke fasikulus longitudinalis medialis
memberikan kontrol gerakan mata 1
Fisiologi keseimbangan3
Persepsi
Thalamus
Integrasi/ koordinasi
Gangguan keseimbangan (dizziness) timbul apabila satu atau lebih dari ketiga sistem
yang mengaturnya yaitu sistem vestibular, visual atau somatosensorik terganggu. Manifestasi
klinis dari dizziness ada 4 jenis yaitu vertigo vestibular, vertigo non vestibular, presinkope dan
disequilibrium. Karakteristik dari masing -masing jenis dizziness sebagai berikut3:
Secara lebih jelas lagi perbedaan antara vertigo vestibular dan non vestibular sebagai
berikut3:
Etiologi
Vertigo bukan penyakit namun gejala. Etiologi dari vertigo dapat bekerja pada tahap
transduksi, transmisi, atau modulasi. Stimulasi yang menyebabkan vertigo dapat berupa :
stimulus fisiologi terhadap sistem keseimbangan ini akan menimbulkan fisiologik, disfungsi
patologik ini akan menimbulkan dizziness patologik. Ada dua Jenis dizziness patologik yaitu
dizziness vestibular (true vertigo, vertigo vestibular) dan dizziness non vestibular ( pseudo vetigo
, vertigo non vestibular).1
Sentral
- Lesi di otak, batang otak, cerebelum
- contoh :infark batang orak, Migraine
vertebrobasiler, neoplasma, multiple
sclerosis, meningitis tuberkulosa, epilepsy
vestibular, perdarahan serebelum dll.
Gangguan saraf vestibularis ada hubungannya dengan sentral dapat menyebabkan
terjadinya vertigo, rasa tidak stabil, kehilangan keseimbangan, nystagmus, salah tunjuk (past
pointing). Pada pemeriksaan vestibularis, gangguan vestibular dapat menyebabkan antara lain
vertigo, nistagmus, kehilangan keseimbangan dan salah tunjuk (past pointing). Gejala ini
menunjukan adanya gangguan pada reseptor vestibular, saraf vestibular atau hubungan
sentralnya.4 nistagmus dapat dideteksi waktu memeriksa gerak bola mata, namun kadang –
kadang dibutuhkan test lain untuk memeperjelasnya.
Contoh penyakit yang dapat menimbulkan syncope adalah aritmia jantung, hipotensi
postural, sinkop vasovagal, dan hipoglikemia. Contoh penyakit yang menyebabkan dekuilibrium
adalah apraksia dari gait, parkinsonisme, dan atrofi multisystem. Contoh penyakit yang dapat
menyebabkan dizziness ill defines adalah hiperventilasi, neurosis anxietas, neurosis histerik,
agoraphobia, dan depresi.1 Terdapat juga vertigo psikogenik yang seringkali disebabkan oleh
gangguan kecemasan atau serangan panik. Dikatakan terdapat komorbiditas yang signifikan
antara serangan panik dengan sindroma hiperventilasi. Sindrom hiperventilasi dikatakan sebagai
respon umum yang terjadi pada kecemasan bahkan disebut sebagai a universal human reaction
to anxiety, yang merupakan bagian dari respon otonom untuk mengatasi situasi. Pada sindroma
hiperventilasi terjadi serangan episode hiperventilasi berulang yang akan mengakibatkan
gangguan pada keseimbangan oksigen dan karbondioksida pada paru yaitu terjadi penurunan
PCO2 yang mengakibatkan menurunnya aliran darah otak, dapat menurun sampai 40% sehingga
mengakibatkan hipoksia cerebral yang mengakibatkan gejala antara lain gangguan keseimbangan
yang menyebabkan vertigo, bahkan pada kasus yang berat dapat terjadi kejang maupun
gangguan kesadaran.1
Penyakit Meniere3
Penyakit Meniere adalah suatu gangguan kronis telinga dalam, tidak fatal namun
mengganggu kualitas hidup. Menurut guidelines of the American Academy of Otolaryngology –
Head and Neck Surgery (AAO-HNS), penyakit meniere ditandai:
a. Vertigo : episodik, vertigo berputar spontan selama minimal 20 menit, bisa
bercampur disekuilibrium yang berlangsung berhari-hari dan disertai
nistagmus dan nausea.
b. Tanpa atau dengan tuli saraf yang berfluktuasi atau menetap disertai
disekuilibrium dengan episode tidak menentu.
c. Penyebab vertigo lain dapat disingkirkan.
PROBABLE:
1. Satu episode vertigo yang definitive
2. Audiometri: tuli sensoris minimal satu kali
3. Tinnitus atau rasa penuh pada telinga yang sakit
4. Penyebab vertigo lain dapat disingkirkan
DEFINITE:
1. Minimal 2 episode vertigo yang definitive dengan durasi minimal 20 menit
2. Audiometri: tuli sensoris minimal satu kali
3. Tinnitus atau rasa penuh pada telinga yang sakit
4. Penyebab vertigo lain dapat disingkirkan
CERTAIN:
Memenuhi kriteria definite ditambah dengan konfirmasi histopatologi
postmortem.
Neuritis Vestibularis3
Neuritis vestibularis adalah sebagai defisit unilateral yang terjadi secara tiba-tiba pada
organ vestibular perifer tanpa disertai gangguan pendengaran dan tanda disfungsi batang otak.
Terdapat beberapa istilah yang sinonim dengan neuritis vestibularis, yaitu: neurolabirintis
viral, vestibulopati unilateral perifer akut, vestibular neurolabirintis, neuropati vestibularis,
vertigo episodik, vertigo epidemik.
Karakteristik sindrom klinis neuritis vestibular adalah:
- Vertigo rotatorik dan nausea spontan yang berat, onset dalam beberapa jam,
menetap lebih dari 24 jam.
- Nistagmus horizontal rotatorik spontan dengan arah ke non lesional, dengan ilusi
gerakan sekitarnya (oskilopsia)
- Gangguan keseimbangan saat berdiri dan berjalan
- Defisit fungsi kanalis horizontal unilateral, yang dapat dideteksi dengan tes VOR
dan irigasi kalorik.
- Pemeriksaan otoskopi dan pendengaran normal.
- Tak didapatkan deficit neurologis.
Gejala vertigo muncul mendadak sering terjadi waktu malam dan saat bangun
tidur pagi, biasanya berlangsung sampai 2 minggu. Dengan gejala yang berat ini
pasien harus berbaring dengan mata tertutup serta posisi miring dengan sisi
telinga yang terganggu di bawah.
Diagnosis neuritis vestibularis adalah berdasar diagnosis klinis. Maka bila seorang pasien
sudah sesuai gambaran klinisnya dengan karakteristik klinis neuritis vestibularis, pemeriksaan
penunjang khusus tidak diperlukan. Pemeriksaan yang masih dibutuhkan untuk menunjukkan
gangguan fungsi vestibular unilateral dan monitor perbaikan adalah elektronistagmografi dan tes
kalori.
Untuk menunjukkan adanya gangguan pendengaran sebagai bagian klinis dari diagnosis
banding seperti penyakit Meniere, fistel perilimfe, atau infark labirintin maka dapat dilakukan
pemeriksaan audiometri. Sedangkan MRI dapat diindikasikan pada kondisi klinis yang melibatkan
batang otak dan serebelum, atau dengan faktor risiko vaskular.
Beberapa tes rutin atau alat penunjang yang diperlukan untuk menunjukkan masih
adanya gejala sisa gangguan vestibular perifer antara lain kaca Frenzel, oftalmoskopi, head-
shaking, head-thrust, dan tandem-Romberg.
Table. Perbedaan vertigo perifer dan sentral.3
Patofisiologi
Teori sinaps 1
Rangsangan gerakan menimbulkan stress fisik dan stress psikik yang menyebabkan
pelepasan CRF di hipotalamus melalui, peningkatan influx kalsium. Corticotropin releasing factor
(CRF) selanjutnya bekerja pada lokus seruleus, limfosit, hipofisis, hipokampus, kortek serebri dan
sistem limbik. Produksi steroid meningkat melalui aksis hipotalamus- hipofisis – korteks adrenal.
Selanjutnya peningkatan steroid menimbulkan respon jaringan. Mekanisme terjadinya vertigo
berasal dari pengaruh CRF terhadap lokus seruleus dan sistem saraf sentral.
Pada lokus sereleus dan sistem saraf sentral CRF menyebabkan dominasi kegiatan sistem
saraf simpatik yang menimbulkan respon jaringan berupa vertigo, pallor (pucat), sweat cold
(keringat dingin), nausea (mual). Tapi kemudian melalui reciprocal inhibition terjadi keadaan
yang sebaliknya yaitu dominasi kegiatan sistem saraf parasimpatik yang menimbulkan respon
jaringan berupa : vomitus, retching dan hipersalivasi. Selanjutnya kembali digantikan oleh
dominasi simpati yang akan diikuti oleh dominasi parasimpatis demikian seterusnya berulang
ulang melalui penurunan influx kalsium. Maka terjadilah penurunan respons jaringan yang
menunjukan adanya adaptasi / habituasi sebagai perwujudan dari plastisitas sistem saraf pusat.
Paparan yang berlebihan misalnya dengan agonisnya suatu neuro hormon, akan menyebabkan
perubahan – perubahan mekanisme sinaps atau plastisitas sistem saraf pusat : 1) reseptornya
menjadi hiposensitif 2) reseptor menjadi down regulated (jumlahnya menurun) 3) terjadinya
penutupan channel kalsium secara progresif sehingga influx kalsium menurun. Hal ini
menyebabkan respons jaringan yaitu gejala – gejala sindrom vertigo menurun lalu menghilang
maka terjadilah adaptasi/habituasi.
Stimulus gerakan dengan paparan sejumlah waktu akan menyebabkan sindrom vertigo yang
terdiri atas vertigo, cold sweat, mual, nistagmus, unsteadiness, muntah dan hipersalivasi.
Peningkatan aktivitas simpatis menimbulkan vertigo, cold sweat, pallor, dan mual lalu diikuti dan
diganti oleh peningkatan aktivitas parasimpatis yang menimbulkan muntah dan hipersalivasi.1
Anamnesis
Pasien vertigo biasanya mengatakan kalau ruangannya berputar. Akan tetapi diskripsi
lain seperti bergoyang, miring, jungkir balik atau menurun dalam elevator dapat juga digunakan
untuk mendiskripsikan vertigo. Pasien dengan pusing psikofisiologi biasanya mengatakan kalau
mereka merasa seakan akan telah meninggalkan raganya atau rasa melayang atau mengambang
(floating atau swimming). Beberapa pasien akan mengatakan sensasi berputar didalam
kepalanya. Tetapi tidak seperti vertigo tipe pusing ini tidak disertai dengan ilusi bergerak
terhadap lingkungannya, dan dari pemeriksaan tidak ditemukan nistagmus. Pada beberapa kasus
pasien mungkin tidak dapat mendeskripsikan pusingnya dengan kata -kata selain pusing.6
- Apakah pernah mengalami riwayat trauma kepala
Karena BPPV umumnya mengenai usia lanjut. Pada usia muda perlu ditanyakan adanya
riwayat trauma kepala Karena trauma kepala dapat melepaskan otolith dari macula utrikulus
sehingga masuk ke kanalis semisirkularis.6
Diplopia, disatria, disfagia, abnormalitas gaya berjalan, atau keluhan – keluhan neurologis
fokal lainnya menunjukan adanya penyebab sentral dari vertigo atau pusing
Pasien harus ditanyakan mengenai penyakit virus yang baru dialaminya, yang sering
berhubungan dengan labirinitis dan neuritis vestibularis.6
Untuk BPPV episodenya berlangsung selama beberapa detik untuk TIA atau infusiensi
vertebrobasilar, episodenya berlangsung beberapa menit untuk penyakit meniere dan migrain
episodenya berkangsung selama beberapa jam dan untuk neuritis vestibularis dan labirintis
episodenya berlangsung selama beberapa hari. Pada pasien BPPV dengan memiliki episode
vertigo yang berlangsung selama beberapa detik setiap kali serangan dan disebabkan oleh
gerakan kepala. Akan tetapi pasien dapat mendeskripsikan kalau dirinya mengalami banyak
serangan sepanjang hari. Labirintis dan neuritis vestibularis sebaliknya cenderung terus menerus
dan berakhir dalam beberapa hari dan hal ini dapat atau tidak dapat diperburuk oleh gerakan
kepala. Sehingga bila pasien mengatakan keluar ruangannya seperti berputar dan kepalanya
tetap diam kemungkinana diagnosanya adalah bukan BPPV.6
Kunci diagnosis penyakit meniere adalah fluktiasu fungsi pendengaran pada pasien
dengan vertigo yang episodic. Pendengaran juga terpengaruhi pada labirinitis, yang
memebdakan dengan neuritis vestibularis. Sumbatan serumen, otitis media dan tumor sudut
serebelopontin dapat juga menyebabkan gangguan pendengaran. Tinitus (persepsi suara tanpa
adanya stimulus akustik) terjadi pada meniere, neuroma akustik, dan intoksikasi obat.
Disaritmia jantung menghasilkan episode spontan dari pusing yang terjadi pada berbagai
posisi dan dapat disertai dengan keluhan jantung yang lain seperti palpitasi, dan nyeri dada.
Hipotensi ortostatik biasanya disebabkan kehilangan darah yang akut, dehidrasi, diuresis
berlebihan atau obat antihipertensi. Terkumpulnya darah di kaki akibat gravitasi terjadi ketika
pasien berdiri. Keluhan – keluhan yang memberat dengan pergerakan kepala, berbaring atau
berguling ditempat tidur lebih mengesankan adanya vertigo. Diskuilibrium adalah secara khas
memberat bila berjalan atau berdiri tetapi pasien secara relative tidak ada keluhan bila duduk
atau berbaring.6
Banyak obat – obatan yang besifat vestibulotoksik. Contoh yang sering termasuk aspirin
dan aminoglikosida. Akan tetapi vertigo itu sendiri jarang disebabkan oleh obat – obatan Karena
biasanya kedua sisi terkena bersamaan.6
Defisist neurologis : Diplopia, disartria, disfagia, abnormalitas gaya berjalan, keluhan – keluhan
neurologis fokal lainnya menunjukan adanya penyebab sentral dari vertigo.6
Pemeriksaan fisik
Gambaran umum
Gambaran umum pasien pusing sangat bervariasi, dari dewasa muda yang sehat sampai
pasien lanjut usia. Pasien yang pusing dan muntah – muntah umumnya tampak sangat tidak
nyaman dan bahkan pucat dan berkeringat.6
Tanda – tanda vital dan status interna6
Tekanan darah
Denyut jantung
Baik takikardi ataupun bradikardi dapat menganggu output jantung dan menyebabkan
kondisi hampir pingsan melalui hipoperfusi serebral.
Laju pernafasan
Suhu
Demam sendiri dapat menghasilkan sensasi pusing dan juga dapat menyertai infeksi SSP.
Mata
Pasien disini diminta untuk melirik ke kanan dan kekiri untuk memeriksa adanya
nistagmus. Hindari meminta pasien untuk memfiksasi pandangannya pada satu obyek seperti
pulpen atau jari pemeiksa, Karena pandangan yang terfiksasi dapat menghambat nistagmus.
Setelah itu diperhatikan bentuk nistagmus. Dilihat bentuk nistagmus (horizontal, rotary,
horizontal rotary, vertical, vertical – rotary) arahnya (berdasarkan arah dari komponen cepat)
dan durasinya. Pada penyakit vestibular, komponen cepatnya biasanya menujuk pada sisi lesi.
Pada vertigo perifer nistagmus yang spontan biasanya menetap pada satu arah walaupun arah
lirikan berubah. Sebaliknya vertigo sentral (seperti infark atau perdarahan serebelum atau
batang otak) menghasilkan nistagmus yang arahnya berubah dengan perubahan arah lirikan.
Nistagmus dari vertigo perifer secara khas dapat lelah (menghilang dengan pemeriksaan yang
berulang), sedangkan nystagmus dari vertigo sentral tidak demikian. Tetapi ada pengecualian,
seperti BPV yang disebabkan oleh cupulolithiasis, yang menghasilkan nystagmus yang tidak dapat
lelah. Sebagai tambahan, dapat terjadi nystagmus dengan lirikan yang berlebihan yang terlihat
pada 60% orang normal.1
Telinga
Kanalis auditorius eksternal harus diperiksa untuk mencari vesikel (sindroma ramsay
hunt) serumen, kolesteatoma. Membrana timpani harus dillihat untuk mencari tanda -tanda
otitis media. Membrana timpani yang perforasi atau bekas luka mengindikasikan suatu fistula
perilimfatik. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan otoskopi pneumatic. Pendengaran juga harus
dites. Dengan menggunakan detik jam tangan atau gesekan jari didekatkan telinga pasien.
Gangguan pendengaran unilateral mengesankan adanya labirinitis, sumbatan serumen, penyakit
meniere atau neuroma akustik, walaupun yang terakhir biasanya muncul dengan gangguan
pendengaran yang gradual. (pelan – pelan menurun)
Pemeriksaan neurologi2
Kesadaran : kesadaran baik untuk vertigo vestibular perifer dan vertigo non vestibular,
namun dapat menurun pada vertigo vestibularis sentral.
Nervus kranialis : pada vertigo vestibularis sentral dapat mengalami gangguan pada
nervus kranialis III IV,VI,V sensorik, VII,VIII,IX,X,XI,XII
Motorik : kelumpuhan satu sisi (hemiparesis)
Sensorik : gangguan sensorik pada satu sisi (hemihipestesi)
Keseimbangan (pe,eriksaan khusus neuro- otologi.
Keseimbangan khusus neurologi2
Tes Romberg
Jika pada keadaan mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan kelainan pada
serebelum. Jika pada mata tertutup pasien cenderung jatuh kesatu sisi kemungkinan
kelainan pada sistem vestibular atau propioseptif
Test romberg dipertajam
Pemeriksa berada dibelakang pasien. Tumit pasien berada didepan ibu jari kaki
laiinnya. Pasien diamati dalam keadaan mata terbuka selama 30 menit. Kemudian pasien
menutup mata dan diamati 30 detik.4
Jika pada keadaan mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan kelainan pada
serebelum. Jika pada mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi, kemungkinan
kelainan pada system vestibular atau propioseptif.2
Test jalan tendem
Pasien diminta berjalan pada sebuah garis lurus dengan menempatkan tumit
didepan jari kaki sisi yang lain secara bergantian. Pada gangguan serebelar pasien tidak
dapat melakukan jalan tendem dan Jatuh kesatu sisi. Pada kelainan vestibular, pasien
akan mengalami deviasi ke sisi lesi.3
Test past pointing
Pada posisi duduk pasien diminta untuk mengangkat satu tangan dengan jari
mengarah keatas. Jari pemeriksa diletakkan ke depan pasien. Pasien diminta dengan
ujung jari nya menyentuh ujung jari pemeriksa beberapa kali dengan mata terbuka.
Setelah itu dilakukan dengan cara yang sama dengan mata tertutup. Pada kelainan
vestibular ketika mata tertutup maka jari pasien akan deviasi kearah lesi. Pada kelainan
serebelar akan terjadi hipermetri atau hipometri.3
Pemeriksaan nistagmus
Pemeriksaan penunjang6
EKG juga dapat dilakukan bila dicurigai penyebab cardiac pada pasien pusing, terutama
jika anamnesa mengarah pada near syncope. Dilihat apakah adanya disaritmia atau aritia
jantung.
Pada pasien dengan defisit neurologis fokal harus menjalani CT scan otak atau MRI bila
memungkinkan. Pemeriksaan CT Scan kepala umumnya memiliki keterbatasan penggunaannya
dalam mengevaluasi fossa posterior. Hasil CT scan yang negative pada pasien dengan deficit
neurologis fokal membutuhkan pemeriksaan lanjutan MRI atau konsultasi subspesialis. MRI
kepala pemeriksaanya lebih baik dalam mendeteksi infark batang otak atau serebelum inferior
yang tidak tampak.
Tatalaksana8
Terapi Rehabilitasi
Terapi rehabilitasi vestibuler pada BPPV:
Tujuan latihan ini untuk mengeluarkan debris dari kanalis posterior.
1. Manuver Epley3
- Disebut juga reposisi partikel atau canalith repotition. Manuver ini
ditemukan oleh Dr John Epley
- Identik dengan manuver Hallpike. Pasien dipertahankan pada posisi kepala
menggantung ke sisi kanan selama 20-30 detik.
- Kepala diputar 90o ke depan selama 20-30 detik.
- Memutar kepala ke sisi lain sebesar 90o sehingga kepala mendekati posisi
menunduk selama 20-30 detik.
- Pasien diangkat ke posisi duduk.
Gambar 2. Manuver Epley
2. Prosedur Semont3
- Disebut juga liberatory maneuver bentuk latihan berupa pasien digerakkan
secara cepat pada posisi berbaring pada satu sisi ke sisi lain.
- Kepala penderita diputar 45o ke sisi kiri kemudian pasien secara cepat
berbaring ke sisi kanan.
- Setelah mempertahankan selama 30 detik pada posisi awal ini kemudian
pasien melakukan gerakan yang sama ke posisi yang berlawanan. Cara ini
berlawanan dengan latihan dari Brant-Daroff yang berhenti sejenak pada
saat penderita duduk dan kemudian memutar kepala bersama badan pada
saat perubahan posisi.
Prognosis2
Pasien datang berjalan sendiri dengan keluhan pusing berputar sejak 3 jam SMRS. Pusing
terus menerus. Keluhan pusing tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi, pasien juga merasa
pusing bertambah saat dikeramaian. Pasien juga mengeluhkan mual (+) muntah (-). Berdasarkan
anamnesis pasien ini vertigo non vestibular walaupun dari keluhan utama pasien mengaku pusing
nya berputar namun disini pasien masih dapat berjalan sendiri ke IGD.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis dengan tanda-tanda vital
tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 66x/ menit, frekuensi nafas 22x/menit suhu 36,5.
Pada status generalis tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan status neurologis, GCS E4M6V5,
Pada pemeriksaan motorik diberi nilai 5, refleks fisiologis keempat ekstremitas (++). Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium sebagai gejala dyspepsia. Pada
pemeriksaan status neurologi didapatkan sesuai pada pemeriksaan pada vertigo non vestibuler
yaitu tidak ada gangguan pada pemeriksaan koordinasi,past pointing, heel to knee dan saat
dilakukan manuver Dix-Hallpike tak ada nistagmus.
Berdasarkan penatalaksanaan
1.Jenie MN. Tinjauan umum vertigo dalam buku vertigo. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro; 2006.h.1-18, 1-7.
2. Kurniawan, Suharjanti, Pinzon RT. Acuan panduan klinik neurologi. PERDOSSI. Jakarta :
2016;h.150-5.
3. Amar A, Suryamihardja A dkk. Pedoman tatalaksana vertigo. PERDOSSI Jakarta : 2012;h.43-7.
5.Bintoro CA . Benign paroxysmal positional vertigo dalam buku vertigo. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro; 2006.h.1-18, 11 - 3.
6.Purnomo hari, Rahayu M, Rahmawati D. Workshop diagnosis dan penatalaksanaan
dizziness/vertigo dilayanan primer dalam buku Continuing neurological education 4. Malang: UB
Pres;2016.h.1 -24.
7. Ginsberg Lionel. Neurologi. Ed 8. Jakarta : Erlangga;2007.h. 37
8. Dewanto George, Suwono WJ, Riyanto budi, Turana Yuda. Panduan praktis diagnosis dan
tatalaksana penyakit saraf. Jakarta : EGC;2009.h.114