Anda di halaman 1dari 10

HIPERTENSI

1. DEFINISI
WHO dan The International Society of Hypertention (ISH) menetapkan bahwa
hipertensi merupakan kondisi ketika tekanan darah (TD) sistolik lebih besar dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Nilai ini merupakan
hasil rerata minimal dua kali pengukuran setelah melakukan dua kali atau lebih
kontak dengan petugas kesehatan. (Dosen KMB, 2016).
Hipertensi ialah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan
hipertensi merupakan sebuah kondisi di mana berlangsung gangguan pada
mekanisme pengaturan tekanan darah (Mansjoer, 2007 )

2. ETIOLOGI
 Usia
Hipertensi akan makin meningkat dengan meningkatnya usia hipertensi pada
yang berusia dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri
dan kematian premature.

 Jenis Kelamin
Berdasar jenis kelamin pria umumnya terjadi insiden yang lebih tinggi
daripada wanita. Namun pada usia pertengahan, insiden pada wanita mulai
meningkat, sehingga pada usia di atas 65 tahun, insiden pada wanita lebih
tinggi.

 Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang
berkulit putih.
 Pola Hidup
Faktor seperti halnya pendidikan, penghasilan dan faktor pola hidup pasien
telah diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan
rendah dan kehidupan atau pekerjaan yang penuh stress agaknya
berhubungan dengan insiden hipertensi yang lebih tinggi. Obesitas juga
dipandang sebagai faktor resiko utama. Merokok dipandang sebagai faktor
resiko tinggi bagi hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia
dan hiperglikemia adalah faktor faktor utama untuk perkembangan
arterosklerosis yang berhubungan dengan hipertensi.

3. EPIDEMILOGI
Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila
penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan
serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart
failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. Menurut WHO dan the
International Society of Hyperten-sion (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita
hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya.
Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara
adekuat.
Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk
menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004. Kelompok
Kerja Serebrokardiovaskuler FK UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi
hipertensi sebesar 17,6%, dan MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi
hipertensi di daerah urban adalah 31,7%. Sementara untuk daerah rural (Sukabumi)
FKUI menemukan prevalensi sebesar 38,7%.Hasil SKRT 1995, 2001 dan 2004
menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu penyebab
kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut disebabkan oleh
hipertensi. Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan
secara linear dengan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. (Rahajeng,
2009).
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi hipertensi menurut WHO (Kuswardhani, 2006)
Tabel 1. Definisi dan klasifikasi tingkat tekanan darah (mmHg).

Kategori Sistolik Diastolik

Optimal <120 <80

Normal < 130 < 85

Normal-tinggi 130-139 85-89

Hipertensi derajat 1
(ringan) 140-159 90-99

Subkelompok : 140 -
boderline 149 90 – 94

Hipertensi derajat 2
(sedang) 160-179 100-109

Hipertensi derajat 3
(berat) 180 110

Hipertensi sistolik
terisolasi 140 < 90

Subkelompok : 140 –
boderline 149 < 90

Jika tekanan darah sistolik dan diastolik berbeda kategori, dipakai kategori yang
lebih tinggi.
Klasifikasi hipertensi mcnurut JNC VIII dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan guideline line JNC VIII dengan guideline lainnya

(Muhadi, 2016)
Hipertensi berdasarkan penyebabnya bisa dibedakan menjadi 2 golongan
besar yakni :

a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ). Hipertensi primer merupaka jenis


hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Ini merupakan jenis hipertensi
paling banyak yaitu sekitar 90-95% dai insidensi hipertensi secara keseluruhan.
Hipertensi ini sering tidak disertai dengan gejala dan biasanya gejala baru
muncul saat hipertensi sudah berat atau sudah menimbulkan komplikasi. Hal
inilah yang kemudian menyebabkan hipertensi dijuluki sebagai sillent killer.
b. Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yg biasanya di sebabkan oleh
penyakit lain. Jumlah hipertensi sekunder hanya sekitar 5-10% dari kejadian
hipertensi secara keseluruhan. (Dosen KMB, 2016)

5. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh


darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada


sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Brunner & Suddarth, 2002).
6. MANIFESTASI KLINIS
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:

 Sakit kepala

 Kelelahan

 Mual

 Muntah

 Sesak nafas

 Gelisah

 Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.

 Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan


bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera

7. TATA LAKSANA MEDIS


1) Penatalaksanaan Non Farmakologis

 Diet Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat


menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
 Aktivitas. Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti
berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.

2) Farmakologi

Tabel 3. Obat antihipertensi yang direkomendasikan dalam JNC VIII

(Muhadi, 2016)

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang menurut Dosen Fakultas kedokteran USU, Abdul Madjid
(2004), meliputi :
a) Pemeriksaan laboratorium teratur yg dilakukan sebelum mengawali terapi
bertujuan memastikan adanya kerusakan organ & faktor resiko lain atau mencari
penyebab hipertensi. umumnya diperiksa urin analisa, darah perifer komplit, kimia
darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol keseluruhan, HDL,
LDL
b) Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (bisa
mengidentifikasi hipertensi, yang merupakan tambahan bisa dilakukan pemerisaan
lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH & ekordiografi.
c) Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM)
kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yg meningkat), kalsium serum
(peningkatan bisa menyebabkan hipertensi : kolesterol & tri gliserit (indikasi
pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa
protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (hal penyebab hipertensi)
d) Pemeriksaan radiologi : Photo dada & CT scan

9. REFERENSI
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC.
Indonesia, Dosen Keperawatan Medikal Bedah. (2016). Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah: Diagnosis Nanda-I 2015-2017 intervensi NIC hasil
NOC. Jakarta: EGC

Muhadi. (2016). JNC 8 Evidence Based Guide-line Penanganan Pasien Hipertensi


Dewasa. www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/download/11/9. Diakses pada
13 Juli 2017

Kuswardhani, R. T. (2006). Penatalaksanaan hipertensi pada lanjut usia. journal of


internal medicine, 7(2).
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Rahajeng, E., & Tuminah, S. (2009). Prevalensi hipertensi dan determinannya di
Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, 59(12), 580-587.

Anda mungkin juga menyukai