PENDAHULUAN
1
4. Apa saja patofisiologi ?
5. Apa saja manifestasi klinis ?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik ?
7. Apa saja penatalaksanaan ?
8. Apa saja dari komplikasi ?
9. Apa saja konsep teori asuhan keperawatan thypoid ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.2 Etiologi
Penyebab dari Typoid yaitu Bakteri Salmonella Typhi wujud dari bakteri
tersebut adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-
41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah
lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang
terkontaminasi, fomitus.
3
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Pencernaan
1) Anatomi Pencernaan
2) Fisiologi Pencernaan
a) Usus Halus (Usus Kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus : lapisan mukosa (sebelah
dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M
longitidinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan
usus penyerapan (ileum).
4
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang
bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
c) Jejenum (Usus Kosong)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)
adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari
(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang
seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.
Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara
histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya
kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus
penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit
untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam
bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus,
yang berarti "kosong".
d) Ileum (Usus Penyerapan)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
5
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
e) Absorbsi
Absorbsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung
didalam usus halus melalui 2 saliran yaitu pembuluh darah kapiler dalam
darah dan saluran limfe disebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili
berisi laktat, pembuluh darah epithelium dan jaringan otot yang diikat
bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan
ditutupi oleh epithelium.
f) Fungsi Usus Halus
(1) Menerima zat-zat makanan yang sudah di cernah untuk di serap
melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
(2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino dan karbohidrat dalam
bentuk monosakarida.
(3) Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus
yaitu :
(a) Enterokinase , mengaktifkan enzim proteolitik.
(b) Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
(c) Laktase mengubah lactase manjadi monosakarida.
(d) Maltose mengubah maltase menjadi monosakarida.
(e) Sukrose mengubah sukrosa manjadi monosakarida.
g) Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
6
di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
(h) Rektum Dan Anus
Rektum (Bahasa Latin: Regere, "meluruskan, mengatur") adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf
yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.
Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke
usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi
tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami
kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus
diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses
defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus. Dan
fungsi Usus Besar
7
2.1.4 Patofisiologi
1) Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusnahkan oleh asam HCL lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus.
Jika respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka basil
Salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya menuju
lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum
distal dan kelejar getah bening mesenterika.
2) Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotalial tubuh, terutama
hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
3) Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa
(splenomegali). Di organ ini, kuman S. Thypi berkembang biak dan masuk
sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai
tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
4) Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini
dapat berlangsung hinga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan
perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan
dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu
pertama timbulnya penyakit, terjadi jyperplasia (pembesaran sel-sel) plak
peyeri. Disusul kemudian, terjadi nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi
plak peyeri pada minggu ketiga. Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan
terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan
parut).
8
2.1.5 Pathway Thypoid
Salmonella Typhi
Inflamasi pada hati dan limfa Masuk kealiran darah (Bakterimia Sekunder)
Endotoksin
Hepatomegaly
Nyeri Akut
Proes infeksi
Pembesaran limfa
Mempengaruhi pusat thermogulator
Splenomegali
Hipertermi
Mual muntah
Anoreksia
9
2.1.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa
tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan.
Sedangkan, masa tunas terlama berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui
minuman. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala prodomal, yaitu
perasaan tidak enak badan, nyeri kepala, lesu, pusing, dan tidak bersemangat,
yang kemudian disusul dengan gejala-gejala klinis seperti demam, gangguan pada
saluran pencernaan seperti napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut
kembung, hati dan limpa membesar, disertai nyeri pada perabaan dan terjadi
gangguan kesadaran seperti apatis sampai somnolen.
10
2.1.8 Penatalaksanaan
1) Perawatan
a) Bedrest kurang lebih 14 hari : mencegah komplikasi perdarahan usus
b) Mobilisasi sesuai dengan kondisi
c) Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam sekali untuk mencegah dekubitus
2) Diet
Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan
penderita. Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar
sesuai dengan keadaan penderita. Makanan disesuaikan baik kebutuhan kalori,
protein, elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta diusahakan makan yang
rendah/bebas selulose, menghindari makanan yang iritatif. Pada penderita
gangguan kesadaran maka pemasukan makanan harus lebih di perhatikan.
3) Obat-obatan
Obat pilihan adalah kloramfenikol, hati-hati karena mendepresi sum-sum
tulang, dosis 50-100 mg/kgBB dibagi 4 dosis, efek sampingnya adalah
Anaplastik anemia
Obat lain : - Kotrimoksazol ( TMP 8-10 mg/kgBB dibagi 2 dosis)
a) Ampisilin
b) Amoxicillin
2.1.9 Komplikasi
1) Perdarahan usus
2) Miokarditis
3) Peritonitis → biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang.
4) Meningitis ensefalopati
5) Bronkopneumonia
6) Anemia
11
2.3 Konsep Teori Asuhan Keperawatan Thypoid
2.3.1 Pengkajian
a) Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. registrasi,
status perkawinan, agama, pekerjaan, TB, BB, dan tanggal masuk RS.
b) Riwayat Keperawatan Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apati sampai
somnolen, dan gangguan saluran cerna seperti perut kembung atau tegang
dan nyeri pada perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah
dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
c) Riwayat penyakit sekarang.
Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau
terkontaminasi dengan minuman.
d) Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun
menurun.
e) Riwayat kesehatan keluarga.
Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita
demam tifoid dan menularkan kepada janin melalui darah. Umumnya
bersifat fatal.
f) Riwayat kesehatan lingkungan.
Demam tifoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang
berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan
lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Pengaruh cuaca
terutama pada musim hujan sedangkan dari kepustakaan barat dilaporkan
terutama pada musim panas.
g) Pola-Pola Fungsi Keperawatan
(1) Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan Perubahan penatalaksanaan
kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
(2) Pola nutrisi dan metabolisme adanya mual dan muntah, penurunan
nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan
sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
12
(3) Pola aktifitas dan latihan, pasien akan terganggu aktifitasnya akibat
adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan g
erak akibat penyakitnya. Pola eliminasi Kebiasaan dalam buang BAK
akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi,
konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
(4) Pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah
akan terjadi perubahan.
(5) Pola persepsi dan pengetahuan perubahan kondisi kesehatan dan gaya
hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam
merawat diri.
(6) Pola persepsi dan konsep diri didalam perubahan apabila pasien tidak
efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
h) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan umum biasanya pada pasien typhoid mengalami badan
lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.
(2) Kepala dan leher kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak
mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema,
pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi
pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid.
(3) Dada dan abdomen dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur,
didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
(4) Sistem respirasi apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan,
dan tidak terdapat cuping hidung.
(5) Sistem kardiovaskuler biasanya pada pasien dengan typoid yang
ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan
tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
(6) Sistem integumen kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat,
berkeringat banyak, akral hangat.
(7) Sistem eliminasi pada pasien typoid kadang-kadang diare atau
konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang
dari normal).
13
(8) Sistem muskuloskolesal apakah ada gangguan pada extrimitas atas
dan bawah atau tidak ada gangguan.
(9) Sistem endokrin apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran
kelenjar toroid dan tonsil.
(10) Sistem persyarafan apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen
dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
14
2) Ketidakseimbangan nurtrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Anoreksia.
Tujuan : Selama dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Pasien mampu
mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, Pasien mampu menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang diberikan
a) Observasi intake output.
R/: Mengetahui intake output pada pasien
b) Berikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi
protein, dan tidak menimbulkan gas.
R/: Mempertahankan nutrisi pada pasien
c) Jika kesadaran klien masih membaik Berikan makanan lunak dengan lauk
pauk yang dicincang (hati dan daging), dan sayuran labu siam/wortel yang
dimasak lunak sekali. Boleh juga diberikan tahu, telur setengah matang
atau matang yang direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas/lebih, jika makanan
tidak habis berikan susu extra.
R/: Mempertahankan nutrisi pada pasien
d) Jika kesadaran klien menurun, berikan makanan cair per sonde dan
berikan kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3
jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah atau bubur kacang hijau
yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik, makanan dialihkan secara
bertahap dari cair ke lunak.
R/: Mempertahankan nutrisi pada pasien
e) Pasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien payah
(memburuk), seperti menderita delirium. Jika keadaan sudah
tenang berikan makanan per sonde, disamping infus masih diteruskan.
Makanan per sonde biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori,
sementara setengahnya lagi masih perinfus. Secara bertahap dengan
melihat kemajuan pasien, bentuk makanan beralih ke makanan biasa.
R/: Nutrisi pada pasien etap terjaga.
f) Konsul dengan ahli diet untuk menentukan kalori/kebutuhan nutrisi.
R/: Mengetahui nilai normal nutrisi pada pasien
15
3) Nyeri Akut berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Selama dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, nyeri pada
pasien berkurang.
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks dan mampu
tidur dan istirahat dengan tepat.
a) Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga
merelaksasikan otot-otot.
b) Ajarkan tehnik nafas dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi
nyeri
c) Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya
visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
d) Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
16
2.3.3 Discharge Planning
1) Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
2) Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
3) Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
4) Penderita memerlukan istirahat
5) Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat
6) Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
7) Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
8) Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus
dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
9) Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan
2.3.4. Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplimentasikan intervensi
keperawatan. (Kozier, 2011). Implementasi merupakan langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam
rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan
dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan.
(Zaidin Ali,2014).
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku
keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter &
Perry 2010, dalam Haryanto, 2013).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 2009, dalam Potter & Perry, 2011).
17
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan. (Mubarak, dkk., 2011).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam
Wardani, 2013).
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data
sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati, 2011)
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demam tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak
diperkirakan 800/100.000 penduduk per tahun, tersebar dimana-mana, dan
ditemukan hamper sepanjang tahun.
Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering
pada anak besar, umur 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini, adalah penting
melakukan pengenalan dini demam tifoid, yaitu adanya 3 komponen utama :
Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari), Gangguan susunan saraf pusat /
kesadaran.
3.2 Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan maka kami dapat memberikan
saran untuk selalu menjaga kebersih lingkungan , makanan yang dikonsumsi
harus higiene dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.
19
DAFTAR PUSTAKA
Prince and Willson. (2005). Patofisiologi Vol.2. Penerbit Buku Kedokteran ECG:
Jakarta.
Muhammad Ardiansyah. (2012). Medikal Bedah.Penerbit Diva Press: Jogjakarta.
Arif Muttaqin dan Kumala Sari. (2011). Gangguan Gastrointestinal. Salemba
Medika: Jakarta.
Suddarth&Brunner. (2002). Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8 Vol. 2.Suzanne
C. Smeltzer. ECG: Jakarta.
Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Gastrointestinal
&Hepatobilier. Salemba Medika: Jakarta.
Doenges Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC:Jakarta
Judith M. Wilkinson . (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi Nic dan Kriteria Hasil Noc. EGC : Jakarta.
Sylvia & Lorraine. (2005). Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Suratun. (2010). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal.CV. Trans Info Media: Jakarta.
20