Anda di halaman 1dari 26

REFLEKSI KASUS AGUSTUS 2017

DIARE AKUT TANPA DEHIDRASI

Disusun Oleh :
LYA ANGRAENI RUSDIN
N 111 15 020

Pembimbing :
dr. H. ERWIN K. PUTRA B.
dr. DIAH MUTIARASARI, MPH

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit diare merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang
masih tinggi. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,
setiap tahunnya ada sekitar 1,7 miliar kasus diare dengan angka kematian 760.000
anak dibawah 5 tahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun
rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. [1]
Setiap episodenya, diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang
dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama
malnutrisi pada anak dan menjadi penyebab kematian kedua pada anak berusia
dibawah 5 tahun. Berdasarkan data United Nation Children’s Fund (UNICEF) dan
World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, secara global terdapat dua
juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Di Indonesia, diare
adalah pembunuh balita nomor dua setelah Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).[2]
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) menunjukkan insidens diare
pada kelompok umur balita adalah paling tinggi yaitu 6,7%. Lima provinsi
dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta
(8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita
tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%).[3]
Penyebab diare bersifat multifaktorial, disamping adanya agen penyebab,
unsur kerentanan dan perilaku hospes serta faktor lingkungan berpengaruh, oleh
karenanya program pencegahan dan pemberantasan diare diarahkan untuk
memperkuat daya tahan tubuh hospes, mengubah lingkungan dan perilaku ke
arah yang kondusif untuk kesehatan. [2]

1
Kondisi lingkungan yang buruk adalah salah satu faktor meningkatnya
kejadian diare karena status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, dan penyediaan air bersih. Hal ini dapat
menyebabkan masalah kesehatan lingkungan yang besar karena dapat
menyebabkan mewabahnya penyakit diare dan mempengaruhi kondisi
kesehatan masyarakat.[4]
Kebersihan anak maupun kebersihan lingkungan memegang peranan penting
pada tumbuh kembang anak baik fisik maupun psikisnya. Kebersihan anak yang
kurang, akan memudahkan terjadinya penyakit cacingan dan diare pada anak. Oleh
karena itu pendidikan yang cukup harus ditunjukan untuk bagaimana cara membuat
lingkungan yang baik dan layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga
meningkatkan rasa aman bagi anak untuk bagaimana cara mengeksplorasi
lingkungan. [4]
Diare melanjut dapat menyebabkan malnutrisi, defisiensi mikronutrien,
meningkatkan risiko morbiditas, dan mortalitas penyakit lain terkait diare serta
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan.[5]
Dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat diare, upaya
rehidrasi oral telah digunakan secara luas di Indonesia. Disamping upaya
tersebut, terdapat strategi lain yang digunakan untuk menurunkan morbiditas
dan mortalitas yaitu suplementasi mikronutrien, menurunkan kerentanan
pejamu terhadap infeksi, dan meningkatkan kemampuan regenerasi usus. [6]
Menurut data UPTD Puskesmas Lembasada angka kejadian diare pada
tahun 2016 sebanyak 994 kasus dengan angka kejadian tertinggi di Desa
Watutu dengan angka kejadian diare 124 kasus. Penyakit Diare merupakan
salah satu penyakit yang berpotensi untuk terjadinya kejadiaan luar biasa
(KLB) dan kasus ini masih menduduki urutan ke-4 dari 10 pola terbesar
penyakit rawat inap di UPTD Puskesmas Lembasada.[7]

2
1.2. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan laporan refleksi kasus ini meliputi :
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
2. Sebagai gambaran penyebaran penyakit diare dan beberapa resiko
penyebarannya di wilayah kerja UPTD Puskesmas Lembasada

3
BAB II
PERMASALAHAN

2.1 Kasus
A. Identitas Pasien
Nama : An. N
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : -
Agama : Islam
Alamat : Desa Lera, Kec Banawa Selatan
Tanggal Pemeriksaan 21 Juni 2017

B. Identitas Orang Tua


Nama : Tn.A
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Agama : Islam
Alamat : Desa Lera, Kec Banawa Selatan

Nama : Ny.R
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Desa Lera, Kec Banawa Selatan

4
C. Deskripsi Kasus
Anamnesis :
Keluhan Utama :
BAB cair
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke puskesmas dibawa oleh ibunya dengan keluhan BAB
cair sejak 1 hari yang lalu. BAB cair dengan frekuensi sebanyak 6 kali,
berwarna kekuningan, tidak berbau, konsistensi cair tidak berampas, tidak
disertai berlendir maupun darah. Riwayat demam 1 hari sebelum BAB cair.
Tidak ada mual dan muntah sebelumnya. Keinginan minum pasien seperti
biasa namun nafsu makannya menurun. Tidak ada yang menderita diare di
dalam rumah.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :
 Pasien makan 3 kali sehari secara teratur. Menu makanan pasien yaitu
nasi, lauk pauk, sayuran dan buah. Porsi sekali makan pasien yaitu
sepiring nasi berisi 1-2 sendok nasi, lauk yang dikonsumsi berupa ikan,
tahu atau tempe yang digoreng. Sayuran yang biasanya dikonsumsi
oleh pasien yaitu bayam dan kangkung. Buah yang sering dikonsumsi
oleh pasien yaitu pisang dan jeruk.
 Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan ketiga saudaranya.
 Rumah tinggal pasien terdiri dari 2 ruang tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang
keluarga, 1 dapur dan tidak memiliki kamar mandi di dalam rumah,
sehingga aktivitas MCK dilakukan di sumur belakang rumah dan
sungai. Dinding rumah terbuat dari papan, tidak terdapat plafon,
ventilasi kurang dan lantai rumah terbuat dari semen.

5
 Rumah pasien berdekatan dengan kandang hewan, tidak ada
pekarangan.
 Pendapatan keluarga berasal dari ayahnya, dengan total 50.000-60.000
rupiah per hari

Riwayat Antenatal :
Ibu rutin memeriksakan kandungan selama kehamilan ke bidan desa, dan
tidak ada penyakit selama hamil.
Riwayat Natal :
Pasien lahir normal di bidan, cukup bulan, dengan berat badan lahir 2700
gr, dan panjang badan lahir 48 cm, langsung menangis.

Riwayat Imunisasi :
Jenis Vaksin Keterangan
HB O ( 0-7 hari) Diberikan
BCG (0-1 bulan) Diberikan
Polio (0, 2, 4, 6 bulan) Diberikan
DPT/HB (2, 4, 6 bulan) Diberikan
Campak (9 bulan) Diberikan

Riwayat Imunisasi Tambahan : tidak ada

6
Genogram

Keterangan : = Pasien = Ayah pasien


= Laki-laki = Ibu pasien
= Perempuan

Sosial Ekonomi
Pasien memiliki hubungan baik dengan keluarganya dan tetangga sekitar.
Pasien tergolong ekonomi sedang ke bawah, ayahnya bekerja sebagai petani
dengan penghasilan berkisar Rp. 50.000,- per hari dan ibunya sebagai ibu
rumah tangga.

7
PEMERIKSAAN FISIK
Kondisi Umum : Sakit ringan Berat Badan : 16 kg
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis Tinggi Badan : 95 cm
Status Gizi : Gizi Baik

Tanda Vital

Nadi : 95 kali/menit (kuat angka, reguler)


Suhu : 37.20C
Pernapasan : 24 kali/menit
Kulit : Warna sawo matang, lapisan lemak di bawah kulit
cukup.
Kepala : Normosefal, rambut berwarna hitam, tipis dan tidak
mengkilap, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterus, pupil bulat isokor (diameter 3 mm). Tidak
terdapat sekret pada hidung, tidak terdapat pernapasan
cuping hidung. Tidak ada sekret pada telinga, bibir
tidak sianosis.
Tenggorokan- : Tonsil dan faring tidak tampak kelainan.
Leher Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.

Thoraks
Paru : Inspeksi : permukaan dada simetris, penggunaan
otot-otot bantu pernapasan (-).
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-) taktil
fremitus kiri = kanan.
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : bronkovesikuler +/+,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tampak
Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V linea
midclavicula sinistra
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, reguler,

8
bising jantung (-).
Abdomen : Inspeksi : permukaan datar, seirama gerak napas
Auskultasi : peristaltik kesan meningkat
Perkusi : hypertimpani
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba.
Turgor : Turgor kembali segera
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, edema (-)
Bawah : Akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

Diagnosis Kerja
Diare akut tanpa dehidrasi

Diagnosis Banding
Diare akut et causa Rotavirus
Diare akut et causa salmonella
Demam Dengue

Anjuran Pemeriksaan
1) Pemeriksaan darah rutin
2) Pemeriksaan feses

Terapi
 Medikamentosa :
Zink 20 mg (1 tablet) per hari
Oralit diberi 200 ml setiap kali BAB Cair.
Paracetamol syrup 3x1 (KP)

9
 Nonmedikamentosa :
 Menganjurkan ibu melakukan kompres hangat bila anak demam.
 Menganjurkan ibu utuk memberi minum air matang atau susu yang biasa di
minum atau makanan yang mengandung air seperti kuah sayur.
 Mengedukasi ibu tata cara pemberian oralit dan zink serta mengingatkan
kembali untuk menghabiskan konsumsi zink selama 10 hari walaupun BAB
sudah tidak cair.
 Memberi makanan bergizi pada anak secara teratur untuk membantu
meningkatkan daya tahan tubuh anak.
 Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan
selama 2 minggu.
 Nasihati ibu untuk membawa kembali anak apabila BAB cair lebih sering,
muntah berulang, sangat haus, makan dan minum sedikit, timbul demam,
berak berdarah atau tidak membaik dalam 3 hari.
 Istirahat yang cukup.

2.2 Analisis Kasus


Pasien merupakan anak yang aktif, sering bermain di lingkungan luar
rumah, pasien sering bermain dan kontak dengan tanah dan setelahnya jarang
mencuci tangan. Pasien juga belum pernah di ajari cara mencuci tangan yang
baik.

2.3 Identifikasi Masalah pada Pasien


1. Bagaimana masalah Diare di Wilayah kerja Puskesmas Lembasada?
2. Faktor resiko apa saja yang mempengaruhi masalah Diare di Wilayah kerja
Puskesmas Lembasada khususnya Desa Lera?
3. Bagaimana pelaksanaan program puskesmas terkait Diare di Wilayah kerja
Puskesmas Lembasada khususnya Desa Lera?

10
BAB III
PEMBAHASAN

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena ketidakseimbangan faktor-faktor


utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup
sehat yang diperkenalkan oleh H.L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor
genetik/biologis, faktor perilaku individu atau masyarakat, faktor lingkungan dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Berdasarkan kasus di
atas, jika dilihat dari segi konsep kesehatan masyarakat, maka ada beberapa yang
menjadi faktor risiko yang mempengaruhi derajat kesehatan Diare, yaitu:
1. Faktor genetik
Berdasarkan teori diare bukanlah penyakit keturunan.
2. Faktor perilaku
Faktor perilaku yang mempengaruhi pada kasus ini yaitu kebiasaan main
di lingkungan luar rumah dan tidak mencuci tangan setelahnya, aktivitas MCK
dilakukan di sungai.
3. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pasien dengan Diare yaitu lokasi
rumah yang berdekatan dengan kandang hewan ternak dan kondisi rumah yang
tidak sehat.

Menurut Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal menurut Keputusan Menteri


Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999: [8]
1. Bahan bangunan,
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut :
 Debu Total tidak lebih dari 150 µg m3
 Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4jam
 Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg

11
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
 Rumah pasien merupakan rumah semi permanen dimana rumah tersebut
berbahan papan/kayu.

2. Komponen dan penataan ruang rumah. Komponen rumah harus memenuhi


persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut:
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
b. Dinding
 Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi
untuk pengaturan sirkulasi udara
 Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah
dibersihkan
c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
d. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus
dilengkapi dengan penangkal petir
e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu,
ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi dan
ruang bermain anak
f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.
 Rumah pasien memiliki sirkulasi yang kurang, beberapa ruangan tidak
tertata rapi, dapur tidak dilengkapi saran pembuangan asap.

3. Pencahayaan
Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat menerangi
seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.
 Rumah pasien tidak memiliki akses untuk pencahayaan alam yang cukup,
dimana terdapat beberapa jendela namun tidak pernah dibuka sehingga
setiap waktu di dalam rumah menggunakan lampu.

12
4. Kualitas Udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :
b. Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C
c. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%
d. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam
e. Pertukaran udara
f. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam
g. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3
 Kualitas udara dirumah pasien dapat dikatakan kurang, dinilai dari
pertukaran udara kurang baik karena ruangan pengap, dan tidak langsung
terpapar cahaya matahari.

5. Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari
luas lantai
 Dirumah pasien dapat dikatakan cukup dimana terdapat jendela di tiap
sudut ruangan.

6. Binatang penular penyakit


Tidak ada tikus bersarang dalam rumah
 Rumah pasien bersebelahan dengan kandang hewan ternak, terkadang
terdapat tikus di dalam rumah.

7. Air
a. Tersedia air bersih dengan kapasitas minimal 60 lt/hari/orang
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air
minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Dirumah pasien menggunakan sumur suntik, kadang air berwarna keruh
saat hujan namun tidak berbau dan tidak berpasir.

13
8. Tersediannya sarana penyimpanan makanan yang aman dan hygiene
 Penyimpanan makanan pasien di atas meja makanan, dengan
menggunakan penutup makanan yang terbuat dari plastik.

9. Limbah
a. Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, tidak
menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah.
 Jarak antara rumah pasien dan tempat sampah umum ±10 meter, dan
keluarga pasien selalu membuang limbah di lokasi pembuangan sampah
yang kemudian di bakar.

10. Kepadatan hunian ruang tidur


Luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua
orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.
 Ruang tidur dirumah pasien berjumlah 2 kamar dengan masing-masing
ukuran 4x4 m2, berisi 1 tempat tidur. Kebersihan kamar tidur dirumah
pasien dapat dikatakan kurang karena tempat tidur tidak tertata rapi.

Menurut Penilaian Rumah Tangga Sehat yang terdiri dari 7 indikator PHBS
dan 3 indikator GHS keluarga pasien tidak memenuhi rumah tangga sehat. 9

Adapun 7 indikator PHBS yang dinilai adalah:

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan


2. Bayi diberi asi eksklusif
3. Mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan
4. Ketersediaan air bersih

14
5. Ketersediaan Jamban Sehat
6. Kesesuaian Luas lantai dengan jumlah penghuni
7. Lantai Rumah bukan tanah

3 Indikator Gaya hidup Sehat (GHS)

1. Tidak merokok dalam rumah


2. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
3. Makan buah dan sayur setiap hari

4. Faktor pelayanan kesehatan


Pelayanan kesehatan masyarakat terkait kinerja puskesmas untuk
menanggulangi Diare mulai dari pelayanan UKP berbasis pelayanan di polik
MTBS, melakukan pengukuran TB, BB, menilai status gizi serta penyuluhan
terkait diagnosa penyakit pasien, melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
diagnosa, apotik sebagai penyedia obat yang sesuai dengan diagnosa, juga
pelayanan UGD jika ditemukan kondisi buruk terkait komplikasi diare seperti
dehidrasi dan lain sebagainya, perlunya juga ditingkatan mengenai pelayanan
kesehatan lingkungan yang sangat berperan penting dalam mengendalikan
masalah diare di lingkungan kerja Puskesmas Lembasada.
Pada pelayanan kesehatan yakni Puskesmas Lembasada, terdapat 1 orang
pemegang program dan beberapa kader yang mengurusi masalah PM khususnya
penyakit diare. Selain itu, tersedianya sarana rehidrasi yang juga dikenal sebagai
pojok oralit dan terdapat media untuk penyuluhan tentang penyakit diare.
Adapun kendala dalam penanganan diare di puskesmas ini yaitu tidak ada
fasilitas pemeriksaan feses untuk mengetahui penyebab diare.
Pada kasus ini, faktor yang berperan dalam penularan diare ialah faktor
perilaku, lingkungan dan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, sangat penting
bagi kita untuk waspada dengan jalan menjaga perilaku hidup bersih dan sehat

15
untuk meminimalisir resiko tertular diare serta untuk pelayanan kesehatan agar
lebih meningkatkan koordinasi antara bagian konseling dengan bagian pelayanan
kesehatan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhan yang
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).

Pasien

Apotik Poli MTBS/Anak


Memberikan (ukur TB, BB,Tanda
obat sesuai Vital, anamnesis -
resep dokter penatalaksanaan )

POJOK ORALIT
memberikan
penyuluhan
terkait DIARE

Alur Pelayanan UPTD Puskesmas Lembasada

16
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan refleksi kasus ini adalah diare masih menempati posisi
ke empat dari 10 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Lembasada. Diare
merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian ASI ekslusif,
imunisasi lengkap, penerapan gaya hidup sehat, mengaplikasikan perilaku
hidup bersih dan sehat, serta menjaga kebersihan rumah agar tetap sehat.
Kejadian penyakit diare pada kasus ini di pengaruhi faktor perilaku dan faktor
lingkungan.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.
1. Promosi kesehatan (health promotion)
 Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)
 Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air
bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.
 Edukasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, salah satunya
pentingnya mencuci tangan dengan sabun.
 Pendidikan kesehatan
Dalam hal ini perlu untuk memberikan promosi kesehatan tentang
makanan sehat dan cukup, bagaimana menjaga higinitas dan sanitasi
lingkungan serta penyuluhan kesehatan tentang diare di tingkat
masyarakat dan sekolah-sekolah di wilayah Puskesmas Lembasada.

17
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu
(general and specific protection)
 Pembuangan tinja di tempat yang aman, terutama yang berasal dari
penderita diare, baik penderita bayi, anak ataupun dewasa;
 Cuci tangan setelah buang air besar, setelah membersihkan kotoran
bayi/anak, sebelum makan, menyuapi atau menyiapkan makanan;
 Menjaga agar air minum terbebas dari pencemaran, baik di rumah
maupun di sumbernya.
 Memastikan kebersihan tempat penyimpanan makanan sehingga tidak
dihinggapi serangga ataupun tercemari oleh debu.
3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat (early diagnosis and prompt treatment)
Jika ada didapatkan penderita diare segera dilakukan penegakkan diagnosa
dan pengobatan yang cepat dan tepat.
4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)
Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak
terjadi komplikasi, sehingga apabila telah ditegakkan diagnosa diare
diberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan dianjurkan untuk ke faskes
terdekat untuk mendapatkan penanganan awal apabila didapatkan diare
dengan dehidrasi.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
Pada tingkat ini, pasien diberikan konseling tentang jika munculnya gejala
baru atau bertambah parah agar segera dibawa kepuskesmas, misalnya
BAB cair lebih banyak, lebih sering, disertai darah, muntah, anak
rewel/gelisah, tidak mau minum, dan sebagainya.

18
DAFTAR PUSTAKA

[1] Christy, M.Y. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dehidrasi
Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kalijudan. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Vol.2, No.3, 297-308. [Cited : 31 Juli 2017]. Diakses pada :
<http:// e-journal.unair.ac.id/index.php/JBE/article/download/1232/1005>.

[2] Lolopayung, M., dkk. 2014. Evaluasi Penggunaan Kombinasi Zink dan
Probiotik pada penanganan pasien diare anak di Instalasi Rawat Inap RSUD
Undata Palu Tahun 2013. Online Jurnal of Natural Science, Vol. 3 (1): 55-64.
[Cited 2 Agustus 2017]. Diakses dari
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/ejurnalfmipa/article/view/2210/1418.

[3] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar.
Kementerian Kesehatan RI : Jakarta.

[4] S. Fiesta O., Dharma S & Marsaulina, I. 2012. Hubungan Kondisi Lingkungan
Perumahan Dengan Kejadian Diare Di Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk
Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012. [Cited 3 Agustus 2017].
Diakses dari <http//jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk/article/download/3282/1609>

[5] Marlia, D.L., Dwipoerwantoro, P.G & Adwani N. 2015. Defisiensi Zinc
sebagai Salah Satu Faktor Risiko Diare Akut menjadi Diare Melanjut. Sari
Pediatri, Vol.16, No.5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/RS Dr. Cipto Mangunkusumo : Jakarta.

[6] Pramitasari, A.I., Bakri, A & Pardede, N. 2012. Pengaruh Pemberian Vitamin A
terhadap Kadar Vitamin A dalam Darah dan Lama Diare pada Pasien Diare
Akut di Bagian Anak RS Muh. Hoesein Palembang. Sari Pediatri, Vol 3, No.2.
Bagian IKA FK-UNSRI/RS Moh. Hoesein : Palembang.

19
[7] Anonim, 2016. Profil Kesehatan Pemerintah Kabupaten Donggala UPT
Puskesmas Lembasada Tahun 2016.

[8] Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829 Menkes SK/VII/1999 Tentang


Persyaratan Kesehatan Perumahan.

[9] Seksi Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan, 2015. Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat di Rumah Tangga, Bakti Husada, Jakarta.

20
LAMPIRAN DOKUMENTASI RUMAH PASIEN

Gambar 1. Tampak depan rumah pasien.

Gambar 2. Tampak langit rumah tanpa plafon.

21
Gambar 3. Tampak kamar tidur dilengkapi jendela.

Gambar 4. Tampak kamar tidur tidak tertata dengan rapi.

22
Gambar 5. Tampak dapur bagian belakang rumah.

Gambar 6. Tampak rumah bagian belakang.

23
Gambar 7. Tampak kandang ternak disisi belakang rumah.

Gambar 8. Tampak sisi belakang pekarangan rumah, tempat menjemur


pakaian dan tumpukan kayu bakar.

24
Gambar 9. Tampak jamban disertai sumur suntik dengan kedalaman 5-10 m.

25

Anda mungkin juga menyukai