Anda di halaman 1dari 3

Masalah, Solusi, dan Tantangan Pelindungan Hukum Profesi Guru pada Era

Digital

Solusi
Pendahuluan
Guru merupakan sebuah profesi yang sangat vital dalam dunia pendidikan karena
pelaksana jalannya pendidikan dan pembelajaran sehingga tanpa adanya guru, tujuan
pendidikan akan sangat sulit dicapai. Dengan demikian profesi sebagai seorang guru
bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah sebab selalu menjalin hubungan sosial dengan
peserta didik dan orang tua peserta didik. Untuk itu tugas utama seorang guru adalah
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik guna terjadi pembentukan intelektual, karakter dan
keterampilan.
Saat ini profesi guru sering dihadapkan pada tantangan yang semakin
kompleks, seiring dengan adanya perkembangan teknologi digital yang
begitu pesat sehingga mampu mengubah cara pandang masyarakat yang
secara sadar terpengaruh oleh doktrin perlindungan hukum terhadap anak,
termasuk peserta didik. Namun di sisi lain, perlindungan hukum terhadap
profesi guru jarang diperhatikan padahal pada pasal 39 ayat (1) Undang-
Undang guru dan dosen menyebutkan bahwa “pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/ atau satuan pendidikan wajib
memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas.
Selanjutnya pada pasal (2) disebutkan bahwa “perlindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi,
serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Undang-Undang Undang-Undang guru dan dosen tersebut dipertajam
dengan dikeluarkan Peraturan Pemerintah yang melindungi guru dalam melaksanakan tugas
adalah Pearturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 Hal ini perlu diindahkan oleh Murid/Wali
Murid, kepolisian, kejaksaan, Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) Bunyi
Pasal/Ayat tentang guru... Pasal 39 ayat 1 berbunyi "Guru memiliki kebebasan memberikan
sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma
kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat
satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang
berada di bawah kewenangannya," Dalam ayat 2 disebutkan, sanksi tersebut dapat berupa
teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat
mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-
undangan. Pasal 40 berbunyi :"Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan
tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah
daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau masyarakat sesuai dengan
kewenangan masing-masing," Rasa aman dan jaminan keselamatan tersebut diperoleh guru
melalui perlindungan hukum, profesi dan keselamatan dan kesehatan kerja. Pasal 41 berbunyi
"Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan
diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta
didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

Masalah
Perilaku kekerasan yang kerap terjadi pada remaja berentang dari perilaku verbal
sampai tindakan fisik. Perilaku kekerasan (violent behavior) terwujud dalam buli,
gosip, mengancam, mengucilkan, mengolok-olokan, memanggil dengan nama
panggilan yang melecehkan, memukul, menendang dan sebagainya. Kenakalan seperti
ini bisa menimbulkan konflik, perkelahian, tekanan psikologis, sampai kepada bunuh
diri.
Perilaku kekerasan di kehidupan sekolah seperti ini acapkali dilakukan tidak hanya
oleh siswa ke siswa. Tapi juga oleh guru ke siswa. Perilaku kekerasan akan
menumbuhkan kultur kehidupan sekolah yang tidakaman dan damai dan tidak kondusif
bagi perkembangan kepribadian peserta didik.
Kultur sekolah semacam itu tidak akan mendukung penumbuhan karakter. Sementara
karakter tumbuh sebagai proses internalisasi nilai dan tidak sebatas tataran pemahaman
konsep secara kognitif.
Karakter dan perilaku damai tumbuh melalui dan di dalam atmosfir sekolah yang
dikembangkan melalui proses pembelajaran ataupun kegiatan di luar kelas.
Dalam konteks ini peran guru tidak bisa digantikan oleh teknologi, melainkan guru
harus mampu memanfaatkan teknologi sebagai alat bekerja di dalam mengembangkan
kultur pendidikan yang menumbuhkan kpribadian peserta didik.
Apa yang Terjadi dengan Gaya Kognitif Siswa?
Gaya kognitif dan tren perilaku kekerasan di antara anak kelas 4-5 menunjukkan
cenderung menjadi gaya yang tidak berdiferensiasi yang menggambarkan proses
berpikir linier, dikotomis, dan lebih menggunakan otak belahan kiri. Ada kepercayaan
normatif dalam gaya kognisi anak bahwa kekerasan dibenarkan untuk dibalas. Pola
perilaku atau tindakan balas dendam cenderung dilakukan dengan reaksi agresi dan
tindakan fisik.
Predisposisi pemikiran seperti yang dijelaskan di atas sangat berbahaya bagi persatuan
nasional, harmoni internasional dan kehidupan umat manusia. Kecenderungan dalam
perilaku kekerasan, radikalisme, dan konflik dapat dicegah melalui pengembangan
pemikiran nir-kekerasan yang saling tergantung melalui upaya pendidikan sejak masa
kanak-kanak

Tantangan Guru
Tantangan pelindungan hukum profesi guru pada era digital adalah
krisis etika dan moral anak bangsa, dan tantangan masyarakat global diera digital. Persoalan
etika dan moral anak bangsa, sesungguhnya bukan hanya permasalah guru. Namun, jika yang
dibidiknya adalah moral pelajar, maka tidak ada alasan guru tidak dilibatkan. Guru sebagai
pengajar dan pendidik, memang tidak hanya harus "membina" para murid dari segi kognitif
dan psikomotoriknya demi peningkatan nilai angka. Akan tetapi, seorang guru sangat dituntut
agar apa yang ia ajarkan dipraktekan oleh para muridnya dalam kehidupan. Disamping itu,
yang terpenting seorang guru harus bisa mengubah pola pikir dan perilaku para siswa agar
lebih baik dan mampu menciptakan pelajar yang etis-moralis. Guru adalah orang yang
bertanggung jawab atas peningkatan moral pelajar juga kemorosotannya. Dengan demikian,
tugas guru tidak terbatas pada pengajaran mata pelajaran, tapi yang paling urgen adalah
pencetakan karakter murid. Tantangan persoalan ini memang sangat sulit bagi para guru,
keterbatasan kontroling guru pada murid kerap membuatnya kecolongan. Sehingga tidak
sedikit murid didikannya yang trebawa arus perilaku amoral diluar pengetahuannya.
Persoalan pertama ini, memang selalu menjadi persoalan utama yang harus diperbaiki dan
diperbaikai oleh para guru. Tantangan etika moral siswa adalah tantangan guru dari masa
kemasa, mungkin karena pendidikan dipandang sebagai proses memanusiakan manusia.
Maka, untuk mensukseskan proses itu guru harus lebih sibuk dan teliti dalam mengajar,
mengontrol dan menjaga etika moral siswa kearah perbaikan. Disamping masalah besar
pertama tersebut, guru juga harus menghadapi permasalahan lainnya yaitu tantangan
masyarakat global. Di era globalisasi, guru sangat dituntut meningkatkan profesionalitasnya
sebagai pengajar dan pendidik. Disamping profesionalitas, guru juga harus menghadapi
beberapa kata kunci dunia pendidikan yaitu, kompetisi, transparansi, efisiensi, dan kualitas
tinggi. Dari segi sosial, masayarakat global akan menjadi sangat peka dan peduli terhadap
masalah-masalah demokrasi, hak asasi manusia, dan isu lingkungan hidup. Kendala tersebut
harus dihadapi guru dengan sangat arif. Maka tidak heran jika pemerintah mengadakan
sertifikasi guru, agar profesionalitas guru terwujud. Perhatian pemerintah memberi solusi
terhadap persoalan dunia pendidikan khsusunya guru, di implementasikan dengan sertifikasai
guru dan meningkatkan kesejahteraanya dengan peningkatan tunjangan pendidikan. Dengan
demikian, kulaitias mutu pendidikan harus sangat diperhatikan bagi para guru untuk
menyelamatkan profesinya. Menanggapi persoalan tersebut, dalam peningkatan kualiatas
pengajaran, guru harus bisa mengembangkan tiga intelejensi dasar siswa. Yaitu, intelektual,
emosional dan moral. Tiga unsur itu harus ditanamkan pada diri murid sekuat-kuatnya agar
terpatri didalam dirinya. Hal lain yang harus diperhatikan guru adalah dimensi spiritual siswa.
Intelektual murid harus luas, agar ia bisa menghadapi era globalisasi dan tidak ketinggalan
zaman apalagi sampai terbawa arus. Selain itu, dimensi emosional dan spiritual pelajar harus
terdidik dengan baik, agar bisa melahirkan perilaku yang baik dan murid bisa bertahan di
antara tarik-ulur pengaruh demoralisasi diera globalisasi dengan prinsip spiritualnya.
Disamping itu, untuk mempertahankan profesinya, guru juga harus memiliki
kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan
bidang yang ditekuninya, mampu berkomunikasi baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa
kreatif dan produktif, dan mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya.
Dengan demikian, tantangan guru di era glbalisasi tidak akan menggusurnya pada posisi yang
tidak baik,

Anda mungkin juga menyukai