Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

E DENGAN
NEFROLITIASIS
DI GEDUNG A LANTAI 4 ZONA B RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO

Disusun oleh kelompok 5


Andika Prameswari (P171200160)
Nadira Nur Malasari (P17120016067)
Nia Oktafiana (P17120016069)
Putu Dian Weniarti L (P17120016072)

Dibimibing Oleh
Bara Mira Dwiyana

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta 1


Jurusan Keperawatan
Jl. Wijaya Kusuma Raya 47-48 Cilandak Barat- Jakarta Selatan (12430)
Jakarta

2018
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-
Nya serta usaha yang dilakukan, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Tn. E dengan Nefrolitiasis di Lantai 4 RSUPN Cipto Mangunkusumo”.
Telah banyak bantuan yang diberikan kepada kami, baik dalam bentuk moril maupun materil.
Tanpa bantuan tersebut, makalah ini tidak dapat diwujudkan. Maka, kami menyampaikan
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga makalah ini terselesaikan
dengan baik. Rasa terima kasih kami sampaikan terutama kepada :

1. Ibu Drg. Ita Astit Karmawati, MARS selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Jakarta 1
2. Ibu dr. Lies Dina Liastuti, Sp. JP (K), MARS RSUPN Cipto Mangunkusumo
3. Ibu Mumpuni, S. Kep, M.Biomed selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Jakarta 1
4. Ibu Uun Nurulhuda, S.Kep, Ners, M. Kep, Sp, KMB selaku Koordinator Praktik Klinik
Keperawatan Medikal Bedah 1.
5. Ibu Bara Miradwiyana, S.Kp., MKM yang telah membimbing kelompok kami
6. Bapak Enung Nanang Sutisna, AMK selaku Kepala Ruangan Lantai 4
7. Tn. E dan keluarga klien yang telah membantu dalam pemenuhan tugas kami
8. Kakak - kakak perawat RSUPN Cipto Mangunkusumo yang telah mengajarkan kami
banyak hal sehingga kami dapat mengerti tentang tindakan keperawatan secara
langsung

9. Orang tua yang telah banyak memberikan semangat, bantuan, doa, cinta dan kasih
sayangnya hingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
10. Teman-teman yang telah memberi motivasi serta saling mendukung kami

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik kepada semua pihak yang telah
disebutkan di atas. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
Akhir kata, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna dan memperluas
wawasan kita semua. Atas segala perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Jakarta, Oktober 2018


Kelompok 5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-batu
tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium fosfat,
struvit dan sistin). Ukuran batu tersebut bervareasi dari yang granular (pasir dan krikil)
sampai sebesar buah jeruk. Batu sebesar krikil biasanya dikeluarkan secara spontan, pria
lebih sering terkena penyakit ini dari pada wanita dan kekambuhan merupakan hal yang
mungkin terjadi (Mutaqqin, 2011).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan prevalensi
Nefrolitiasis di Indonesia berdasarkan kategori yang pernah didiagnosis yaitu 0,6% dari
penyakit tidak menular (PTM) dan merupakan penyakit peringkat terbanyak ke-2
dibagian urologi. Prevalensi tertinggi di DIY (1,2%), Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa
Tengah, Sulawesi Tengah masing-masing sebesar 0,8%, sedangkan prevalensi
berdasarkan kategori hasil wawancara langsung pada pasien meningkat seiring dengan
bertambahnya umur tertinggi pada kelompok umur 55-64 tahun (1,3%), menurun sedikit
pada kelompok umur 65-74 tahun (1,2%) dan ≥75 tahun (1,1%). Prevalensi lebih tinggi
pada laki-laki (0,8%) dan perempuan (0,4%) (Kemenkes RI, 2013).
Penatalaksanaan pada klien dengan Nefrolitiasis diantaranya adalah dengan
pemberian obat diuretik thiazid (misalnya trichlormetazid) yang akan mengurangi
pembentukan batu yang baru, klien dianjurkan untuk minum banyak air putih (8-10
gelas/hari), diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat, diberikan
kalium sitrat untuk meningkatkan kadar sitrat di dalam air kemih, Mengurangi konsumsi
makanan yang mengandung kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih karna akan
menyokong terbentuknya batu kalsium (Tucker, 2007).
Peran perawat dalam memberi askep pada klien dengan Nefrolitiasis yaitu
melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif meliputi
pemberian pendidikan kesehatan tentang penyakit nefrolitiasis atau batu ginjal, upaya
preventif yaitu mencegah terjadinya batu ginjal, upaya kuratif dengan perawat mampu
memberikan layanan asuhan keperawatan secara professional seperti memberikaan
pengobatan dan menganjurkan klien untuk mematuhi terapi, memberikan dukungan
positif kepada pasien supaya memiliki perasaan yang baik pada diri sendiri, serta dapat
mengendalikan ketegangan dan rasa cemas dalam proses sebelum maupun sesudah
operasi yang bertujuan untuk pengeluaran batu. Upaya rehabilitatif meliputi perawatan
luka operasi di rumah bila dilakukan operasi dan menganjurkan klien meneruskan terapi
yang telah diberikan.
Berdasarkan latar belakang, kelompok tertarik untuk membuat Makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn. E dengan Nefrolitiasis di Lantai 4 Zona B
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo” sebagai laporan tugas kelompok Praktik Klinik
Keperawatan Medikal Bedah 2.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan umum
Setelah menyelesaikan penulisan makalah ini diharapkan penulis mampu
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Nefrolitiasis secara tepat dan
benar.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini, adalah untuk mengetahui proses asuhan
keperawatan pada klien dengan Nefrolitiasis, yaitu agar penulis mampu :
a. Mengerti dan memahami konsep penyakit Nefrolitiasis sebagai landasan teori
dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien dengan Nefrolitiasis secara
benar.
b. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Nefrolitiasis
c. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Nefrolitiasis
d. Menentukan rencana keperawatan yang tepat pada klien dengan Nefrolitiasis
e. Melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan Nefrolitiasis
f. Melakukan evaluasi hasil dari tindakan keperawatan pada klien dengan
Nefrolitiasis
g. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Nefrolitiasis

1.3 Manfaat penulisan


1.3.1 Bagi rumah sakit
Diharapkan dapat memberikan informasi secara objektif mengenai penyakit
Nefrolitiasis pada klien sehingga dapat menjadi pedoman dalam memberikan asuhan
keperawatan.
1.3.2 Bagi institusi
Sebagai tolak ukur penilaian terhadap kemampuan yang telah diberikan oleh
dosen.
1.3.3 Bagi mahasiswa
Untuk menambah wawasan dan keterampilan kepada mahasiswa dalam
mengetahui Asuhan keperawatan Klien Nefrolitiasis, serta menjadi suatu kesempatan
yang berharga bagi mahasiswa untuk dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah
diperoleh selama masih kuliah.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Nefrolitiasis
2.1.1 Anatomi Fisiologi Ginjal

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal


Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi
untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur
kesetimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada
manusia, masing-masing di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak
retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain itu sepasang ginjal tersebut
dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-buli/kandung
kemih) dan uretra yang membawa urine ke lingkungan luar tubuh (Pearce, 2011).

Menurut Smeltzer (2002) Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
a. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distalis.
b. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
c. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
d. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf
atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul
dan calix minor.
g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara calix major dan ureter.
j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Fungsi utama ginjal yaitu memelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan
bahan-bahan organik dalam tubuh melalui proses filtrasi, reabsopsi, dan sekresi
Sintesis hormon eritropoietin serta sekresi renin dan aldosteron. Mengubah vitamin D
menjadi bentuk aktif, dan degradasi berbagai jenis hormon (Smeltzer, 2002).

2.1.2 Pengertian Nefrolitiasis


Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-batu
tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium
fosfat, struvit dan sistin). Ukuran batu tersebut bervareasi dari yang granular (pasir
dan krikil) sampai sebesar buah jeruk. Batu sebesar krikil biasanya dikeluarkan secara
spontan, pria lebih sering terkena penyakit ini dari pada wanita dan kekambuhan
merupakan hal yang mungkin terjadi (Mutaqqin, 2011).
Nefrolitiasis merujuk pata batu ginjal, atau batu kalkuli dibentuk di dalam
saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi
ekskresi di dalam urine (Nursalam, 2011).
Nefrolitiasis adalah batu ginjal yang ditemukan didalam ginjal, yang
merupakan yang merupakan pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik,
misalnya nanah,darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli terdiri atas
garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat (Baradero,
2009).

2.1.3 Etiologi Nefrolitiasis


Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin,gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) (Muttaqin, 2011).
Menurut Wijayaningsih (2013) Secara epidemiologik terdapat beberapa faktor
yang mempermudah terbentuknya batu pada saluran kemih pada seseorang. Faktor
tersebut adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri
dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Faktor intrinsik antara lain :

a. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.


b. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
c. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan
Faktor ekstrinsik diantaranya adalah :
a. Geografis : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai
daerah stonebelt.
b. Iklim dan temperature/
c. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi.
d. Diet : Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu.
e. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.

2.1.4 Patofisiologi Nerolitiasis


Nefrolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dan matriks seperti pus darah,
jaringan yang tidak vital dan tumor. Komposisi dari batu ginjal bervariasi, kira-kira
tiga perempat dari batu adalah kalsium, fosfat, asam urin dan cistien.peningkatan
konsentrasi larutan akibat dari intake yang rendah dan juga peningkatan bahan-bahan
organic akibat infeksi saluran kemih atau urin ststis sehingga membuat tempat untuk
pembentukan batu. Ditambah dengan adanya infeksi meningkatkan kebasaan urin oleh
produksi ammonium yang berakibat presipitasi kalsium dan magnesium pospat
(corwin, 2009).
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
kemudian dijadikan dalam beberapa teori ;
a. Teori supersaturasi
Tingkat kejenuhan kompone-komponen pembentuk batu ginjal mendukung
terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya
agresi kristal kemudian timbul menjadi batu.
b. Teori matriks
Matriks merupakan mukoprotein yang terdiri dari 65% protein, 10% heksose, 3-5
heksosamin dan 10% air. Adapun matriks menyebabkan penempelan kristal-
kristal sehingga menjadi batu.
c. Teori kurang inhibitor
Pada kondisi normal kalsium dan fosfat hadir dalam jumlah yang melampui daya
kelarutan, sehingga diperlukan zat penghambat pengendapat. Phospat
mukopolisakarida dan dipospat merupakan penghambatan pembentukan kristal.
Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.
d. Teori epistaxis
Merupakan pembentukan baru oleh beberapa zat secra- bersama-sama, salauh
satu batu merupakan inti dari batu yang merupakan pembentuk pada lapisan
luarnya. Contohnya ekskresi asam urayt yanga berlebihan dalam urin akan
mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti
pengendapan kalsium.
e. Teori kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari berbagai macam teori di atas (Corwin,
2009).
www.pathwaypostopbatuginjakkiri.com

2.1.5 Manifestasi Klinis Nefrolitiasis


Beberapa tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien dengan
nefrolitiasis adalah:
1. Nyeri dan pegal di daerah pinggang
Lokasi nyeri tergantung dari
dimana batu itu berada. Bila pada piala ginjal rasa nyeri adalah akibat
dari hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul dan

sifatnya
konstan.
Terutama timbul pada
costoverteral.
2. Hematuria
Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena
adanya trauma yang disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik.
3. Infeksi
Batu dapat mengakibatkan gejala infeksi traktus urinarius maupun infeksi
asistemik yang dapat menyebabkan disfungsi ginjal yang progresif.
4. Kencing panas dan nyeri
5. Adanya nyeri tekan pada daerah ginjal (Nursalam, 2011).
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Urin
1) PH lebih dari 7,6
2) Sediment sel darah merah lebih dari 90%
3) Biakan urin
4) Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b. Darah
1) Hb turun
2) Leukositosis
3) Urium krestinin
4) Kalsium, fosfor, asam urat
c. Radiologist
Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
d. USG abdomen (Baradero, 2008).

2.1.7 Komplikasi

Menurut Nursalam (2009) komplikasi yang disebabkan dari batu nefrolitiasis:


a. Sumbatan: Akibat pecahan batu
b. Infeksi: Akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi
c. Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan
pengangkatan
d. Hidronefrotis.

2.1.8 Penatalaksanaan
Menurut Tucker (2007) menjelaskan penatalaksanaan pada nefrolitiasis terdiri
dari :
a. Obat diuretik thiazid(misalnya trichlormetazid) akan mengurangi pembentukan
batu yang baru.
b. Dianjurkan untuk minum banyak air putih (8-10 gelas/hari).

c. Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat.


d. Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentukan batu kalsium)
di dalam air kemih, diberikan kalium sitrat.
e. Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang menyokong terbentuknya batu
kalsium, merupakan akibat dari mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat
(misalnya bayam, coklat, kacang-kacangan, merica dan teh). Oleh karena itu
sebaiknya asupan makanan tersebut dikurangi.
f. Kadang batu kalsium terbentuk akibat penyakit lain, seperti
hiperparatiroidisme, sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus renalis
atau kanker. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan pengobatan terhadap penyakit-
penyakit tersebut. Batu asam urat.
g. Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena
makanan tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam air
kemih.
h. Untuk mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan allopurinol.
i. Batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena itu untuk
menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan kalium sitrat.
j. Dianjurkan untuk banyak minum air putih.

Sedangkan menurut Purnomo (2003), penatalaksanaan nefrolitiasis adalah :


a. Terapi Medis dan Simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu. Tetapi
simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan
minum yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik.
b. Litotripsi
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk
membawa tranduser melalui sonde ke batu yang ada di ginjal. Cara ini disebut
nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan
adaah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang adalah
tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan
gelombang kejut.
c. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor tindakan bedah lain
adalah niprolithomy adalah pengangkatan batu ginjal dengan adanya sayatan di
abdomen dan pemasangan alat, alat gelombang kejut, atau bila cara non bedah
tidak berhasil.
2.2 Asuhan Keperawatan Apendiktomi
2.2.1 Pengkajian
a. Identitas
Data yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,
pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal masuk MRS dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling menggangu ketidak nyamanan dalam
aktivitas atau yang menggangu saat ini.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Dimana mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke
RS.
d. Riwayat Kesehatan Penyakit Dahulu
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari
orang tua.
f. Riwayat psikososial
Siapa yang mengasuh klien, bagaimana hubungan dengan keluarga, teman
sebaya dan bagaimana perawat secara umum.
Pola-pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu
ginjal dalam menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana
hidup sehat.
a. Pola nutrisi dan metabolism
Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun karena
adanya luka pada ginjal.
b. Pola aktivitas dan latihan
Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan
karena adanya luka pada ginjal.
c. Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK
sedikit karena adanya sumbatan atau bagu ginjal dalam perut, BAK
normal.
d. Pola tidur dan istirahat
Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena
adanya penyakitnya.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan dilakukan
dan bagaimana dilakukan operasi.
f. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama
di rumah sakit.
g. Pola reproduksi sexual
Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat
melakukan dan selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan
dengan produksi sexual.
h. Pola hubungan peran
Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak
ada gangguan.
i. Pola penaggulangan stress
Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal yang
positif jika stress muncul.
j. Pola nilai dan kepercayaan
Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya penyakit yang di derita ada obat
dan dapat sembuh.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Klien biasanya lemah.
2) Kesadaran komposmetis.
3) Adanya rasa nyeri.
b. Kulit
1) Teraba panas.
2) Turgor kulit menurun.
3) Penampilan pucat.
c. Pernafasan: Pergerakan nafas simetris.
d. Cardio Vaskuler
1) Takicardi.
2) Irama jantung reguler.
e. Gastro Intestinal: Kurang asupan makanan nafsu makan menurun.
f. Sistem Integumen: Tampak pucat.
g. Geneto Urinalis
1) Dalam BAK produksi urin tidak normal.
2) Jumlah lebih sedikit karena ada penyumbatan. (Doengoes, 2000).
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Pada kasus nefrolitiasis didapatkan diagnosa keperawatan yang sering
muncaul adalah :
a. Nyeri bd peningkatan kontraksi ureteral, trauma jaringan pembentukan udema
b. Ganguan istirahat dan tidur bd nyeri
c. Resti infeksi bd tindakan invasive
d. Perubahan eliminasi urin bd irirtasi ginjal, obstruksi, inflamasi
e. Kurang perawatan diri.bd pemasangan alat pada tubuh
f. Kurangnya pemngetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajang/mengingat, salah interpretasi informasi.

2.2.3 Intervensi Keperawatan


1. Nyeri bd peningkatan kontraksi ureteral, trauma jaringan pembentukan udema
Tujuan : nyeri berkurang, spasme terkontrol
KH : klien tampak rileks
Intervensi :
1) Kaji nyeri dengan PQRST
2) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melapor jika nyeri dan perubahannnya
3) Ajarkan teksnik relaksasi dan distraksi
4) Beri kompres hangat pada daerah nyeri
5) Kolaborasi analgetik
2. Ganguan istirahat dan tidur bd nyeri
Tujuan : istirahat tidur terpenuhi
KH : identifikasi teksnik induksi tidur, faktor penyebab gangguan tidur
Intervensi :
1) Beri lingkungan yang tenang untuk pasien
2) Atur prosedur agar tidak mengganggu waktu istirahat pasien
3) Kaki penyebab gangguan tidur
3. Resti infeksi bd tindakan invasive
Tujuan : tidak terjadi infeksi
KH : tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1) Pertahankan aseptic dalam tindakan
2) Monitor TTV
3) Periksa laboratorium tanda-tanda infeksi
4) Kolaborasi pemberian antibiotic
4. Perubahan eliminasi urin bd irirtasi ginjal, obstruksi, inflamasi
Tujuan : berkemih dengan normal
KH : tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1) Awasi intake dan output cairan dan karakteristik urin
2) Kaji pola berkemih pasien
3) Dorong pemasukan cairan agar meningkat
4) Kaji keluhan kandung kemih
5) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium
5. Kurang perawatan diri.bd pemasangan alat pada tubuh
Tujuan : kebersihan terpenuhi
KH : dapat perawatan diri secara mandiri
Intervensi :
1) Kaji penyebab kkurang perawatan diri
2) Dorong pasien melakukan personal hygiene
3) Dorong pasien menggunakan alat bantu yang ada
6. Kurangnya pemngetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajang/mengingat, salah interpretasi
informasi.
a. Kaji ulang proses pemnyakit dan harapan masa depan
b. Tekankan pentingnya pemasukan cairan
c. Diskusikan program pengobatan (Doengoes, 2000).

2.2.4 Evaluasi
Dari intervensi yang dilakukan beberapa hasil yang kitaharapkan adalah
sebagai berikut :
a. Nyeri hilang/terkontrol
b. Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan
c. Mencegah Komplikasi
d. Proses penyekit/prognosis dan program terapi dipahami (Ali, 2009).

2.3 Konsep Tindakan

Gambar 2.3 gambar PCNL


PCNL (Percutaneous Nephrolithotripsy) yang merupakan salah satu tindakan
invasif minimal. Luka operasi PCNL sangat minimal dikarenakan sayatan yang dibuat
untuk masuknya alat PCNL hanya ± 2 sentimeter. Alat endoskopi yang digunakan,
nantinya akan langsung masuk ke ginjal untuk dapat melakukan terapi langsung ke
lokasi adanya batu ginjal. Batu ginjal yang berukuran lebih dari dua sentimeter dapat
dengan mudah dihancurkan dan dikeluarkan dengan teknik PCNL. Selama tindakan
PCNL pasien dalam keadaan dibius dan pasca operasi pasien menjalani rawat inap
dimana waktu rawatnya akan relatif lebih singkat dibanding dengan pasien batu ginjal
yang diterapi dengan operasi bedah terbuka. Keuntungan dari tindakan ini, angka
bebas batu yang lebih besar dapat digunakan pada batu kaliks imperior yang sulit
diterapi dengan ESWL nyeri pasca operasi yang lebih ringan dan masa perawatan
pasca operasi yang lebih singkat (www.Urologi-rscmfkui.com).

BAB 3
TINJAUAN KASUS

Pada bab ini penulis akan menguraikan pelaksanaan “Asuhan Keperawatan Tn. E
yang mengalami Post OP PNCL Hari ke-0” di Gedung A Lt 4 RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Asuhan keperawatan dilakukan selama 3 hari mulai tanggal 9 sampai 11 Oktober 2018 yang
disusun berdasarkan tahapan proses keperawatan meliputi: Pengkajian Keperawatan,
Perumusan Masalah Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan Keperawatan,
Evaluasi Keperawatan.

3.1 Pengkajian
Nama Tn. E berjenis kelamin laki-laki, usia 61 tahun, Agama Islam, status sudah
menikah, pendidikan terakhir SLTA, pekerjaan wiraswasta, alamat di Bulak Jaja RT 015
RW 008 Cakung-Jakarta Timur. Berdasarkan pemeriksaan tenaga kesehatan, klien di
diagnosa menderita Batu Ginjal Kiri, klien dirawat di Gedung A Lt 4 RSUPN Cipto
Mangunkusumo dengan nomor registrasi 425-16-20. Tanggal masuk 8 Oktober 2018
dengan keluhan : pada saat berkemih pancuran dari saluran kencing bercabang.
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit, pada bulan Desember 2017 klien
tertabrak motor dan mengalami cedera kepala. Terdapat perdarahan dan mengalami
kelumpuhan paraplegi selama 2 bulan. Setelah dirawat, pasien dipulangkan dengan
keadaan terpasang kateter silikon yang mampu bertahan selama + 1 bulan. Setelah 2
minggu dirumah, klien mengalami demam dan nyeri saat berkemih. Kemudian pasien
dibawa kembali ke RSUPN Cipto Mangunkusumo, pasien di diagnosa mengalami Infeksi
Saluran Kemih. Saat di lakukan USG, juga terdapat Batu di ginjal bagian kiri, terdapat
batu dengan ukuran 50x25x20 mm. Namun pasien meminta dilakukan tindakan
pembedahan setelah lebaran. Pasien masuk ke IGD RSUPN Cipto Mangunkusumo pada
tanggal 08 Oktober 2018 dengan keluhan nyeri saat berkemih, pancuran saat berkemih
pasien menjadi bercabang. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, klien disarankan
untuk dirawat di ruangan untuk proses penyembuhan. Klien masuk ke Gedung A Lantai 4
RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tanggal 8 Oktober 2018 pukul 14.30 WIB. Setelah
dilakukan pengkajian dan pemeriksan laboratorim, pada tanggal 9 Oktober 2018 pukul
09.00 WIB klien menjalani operasi Percutaneous Nephrolithotomy (PNCL) dengan
menggunakan anastesi spinal. Klien selesai operasi dan kembali ke ruangan pukul 12.15
WIB.
Pada tanggal 9 September 2018 pukul 14.00 WIB kelompok melakukan
pengkajian dan didapatkan data dengan keluhan klien mengeluh mual, lemas, gemetar,
menggigil dan muntah sudah 4 kali. Dan setelah operasi klien tidak mampu makan
apapun karna mual. Dilakukan pemeriksaan fisik pada klien dan didapatkan data
abnormalitas pada tanda-tanda vital yaitu 76/51 mmHg, nadi 69 x/mnt, suhu 36,3 0, RR
18x/mnt. Pada sistem urologi yang hasilnnya secara makroskopis terdapat hematuria pada
urin bag. Klien tampak lemah.
Kelompok melakukan pengkajian pada sistem integumen dengan hasil turgor kulit
elastis, kulit teraba dingin, warna kulit pucat, capilary refill 4 detik, keadaan kulit terdapat
luka post op PNCL dibagian pinggang kiri bawah dan luka tertutup perban, terpasang
vemflon pada tangan kiri sejak tanggal 8 Oktober 2018, rambut klien terdapat sedikit
ketombe.
Kelompok juga melakukan pengkajian pada sistem urogenital klien mengatakan
kesulitan dalam mengeluarkan urin,
Data penunjan yang diperoleh pada tanggal 3 Oktober 2018 terdapat hasil
Radiologi abdomen dengan deskripsi preperitoneal fat line baik, psoas line simetris,
kontur ginjal kanan baik, tampak bayangan radioopak di proyeksi ginjal kiri setinggi L2-
L3, morfologi kesan mengikuti kontur sistem pelviokalises, distribusi udara usus
mencapai pelvis minor, tulang-tulang kesan intak. Kesimpulannya adalah Sugestif
Satghom Calculi Kiri. Pada tanggal 9 Oktober 2018 (BNO) dengan kesan Nefrolithiasis
kiri, jumlah dan ukuran berkurang, DJ Stent di hemiabdomen kiri dengan hip proximal
setinggi vertebra L2-3 proyeksi ginjal kiri dan hip distal di pelvis minorproyeksi buli..
Hasil laboratorium pada tanggal 9 Oktober 2018 Ureum darah: 41,0 mg/dL (18,0 –
55,0) Hemoglobin: 10,1 g/dL ↓(13,0 – 16,0), Hematocrit : 30,1% ↓(40,0 – 48,0),
Eritrosit: 3,55 10^6/ L ↓ (4,50 – 5,50) , Jumlah leukosit : 15,29 10^3/ L ↑(5,00-
10,00), Jumlah trombosit : 333 10^3/ L (150-400), Natrium (Na) darah: 135 mEq/L ↑
(136 -145),kreatinin darah 1,30 mg/dL, K darah 3,5 mEq/L, Cl darah 104,7 mEq/L,
eGFR : 59,3 mL/min/1,73m^2 ↓ (66,00 – 96,00)
Terapi berupa cairan infus Nacl 0.9% 500 cc/12 jam, dan dextrose 5% . Diit DM
1900 kkal. Terapi obat Inpepsa 3x 5ml oral (6, 12, 18) PO, Paracetamol 3x500mg PO (6,
12, 18), Fosfomicyn 1x1 gr IV (6), Metronidazole 3x500 mg IV (6,1 2,18).

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang muncul adalah:
1. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis (anastesi) di buktikan dengan
klien mengeluh mual, muntah seebanyak 4x dalam 2 jam post op, klien tidak berminat
untuk makan, klien tampak pucat, saliva meningkat, nadi 102x/menit, klien
mengatakan merasa asam di mulut dan merasa kedinginan.
2. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan hipoglikemia disfungsi
ginjal kronis, efek samping agen farmakologis ditandai dengan GDS 72 g/dL, klien
terlihat kurang koordinasi dan berkomunikasi, klien mengantuk, terlihat gemetar dan
berkeringat, serta ada rasa berdebar-debar.
3. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan.

3.3 Perencanaan Keperawatan


Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 9 Oktober 2018 ada beberapa
masalah keperawatan yang muncul pada Tn.E. Dari masalah yang muncul tersebut kami
menyusun beberapa intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah tersebut.
Masalah keperawatan yang pertama adalah nausea berhubungan dengan efek agen
farmakologis. Tujuan dan kriteria hasil yang harus dicapai adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan, diharapkan masalah risiko ketidakseimbangan cairan teratasi
dengan kriteria hasil : pasien mengatakan mual berkurang, pasien mengatakan tidak
muntah, tidak ada peningkatan sekresi saliva, klien dapat mengatasi penyebab nausea
dengan baik, nafsu makan baik. Rencana keperawatan untuk mengatasi masalah nausea
adalah lakukan pengkajian lengkap rasa mual termasuk frekuensi, durasi, tingkat mual,
dan faktor yang menyebabkan pasien mual dengan rasional mengidentifikasi keefektifan
intervensi yang diberikan. Evaluasi efek mual terhadap nafsu makan pasien, aktivitas
sehari-hari, dan pola tidur pasien dengan rasional mengidentifikasi pengaruh mual
terhadap kualitas hidup pasien. Anjurkan makan sedikit tapi sering dan dalam keadaan
hangat dengan rasional memenuhi nutrisi pasien dan mencegah mual. Anjurkan pasien
mengurangi minum yang bisa menimbulkan mual, minum sedikit-dikit dan air hangat
dengan rasional untuk memenuhu kebutuhan cairan dan menghindari terjadinya mual.
Berikan istirahat dan tidur yang adekuat untuk mengurangi mual, dengan rasional untuk
menghindari efek mual Kolaborasi pemberian antiemetik : inpepsa 3x5ml PO sebelum
makan, dengan rasional mengurangi mual dengan terpi obat.
Masalah keperawatan yang kedua adalah ketidakstabilan glukosa darah
berhubungan dengan hipoglikemia disfungsi ginjal kronis, efek asam farmakologis.
Tujuan dan kriteria hasil yang harus dicapai adalah setelah dilakukan tindakan
keperawatan, diharapkan masalah risiko ketidakseimbangan cairan teratasi dengan
kriteria hasil: gemetar tidak ada, tidak ada kelemahan, tidak terjadi penurunan kadar
glukosa darah. Rencana keperawatan untuk mengatasi masalah ketidakstabilan glukosa
darah adalah identifikasi klien yang berisiko mengalami hipoglikemia, dengan rasional
untuk mengidentifikasi faktor pencetus hipoglikemia. Pantau kadar glukosa dalam darah,
dengan rasional untuk mengetahui kondisi glukosa dalam darah apakah ada peningkatan
atau penurunan. Monitor tanda-tanda vital, dengan rasional hipoglikemia menandakan
tanda-tanda vital yang tidak stabil. Kolaborasi dalam pemberian cairan : dextrose 10%
IV/12 jam, dengan rasional untuk meningkatkan glukosa dalam darah dan memenuhi
kebutuhan glukosa dalam tubuh.
Masalah keperawatan yang ketiga adalah risiko ketidakseimbangann cairan
berhubungan dengan prosedur pembedahan. Tujuan dan kriteria hasil yang harus dicapai
adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan masalah risiko
ketidakseimbangan cairan teratasi dengan kriteria hasil: mempertahankan urin dan output
sesuai dengan usia dan BB, tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab. Rencana keperawatan
untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan cairan adalah : monitor tanda-tanda vital,
dengan rasional perubahan ttv menindikasian adanya perubahan status keehatan klien ;
monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian, dengan rasional untuk
mengurangi risiko kekurangan volume cairan semakin bertambah; monitor status hidrasi
(kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), dengan rasional
untuk mengetahi perkembangan hidrasi ; dorong masukan oral, dengan rasional untuk
membantu memenuhi kebutuhannutrisi klien ; kolaborasikan pemberian cairan IV : NaCl
0,9% dan dextrose, dengan rasional agar rehidrasi optimal.

3.4 Implementasi
Penulis mengimplementasikan rencana keperawatan yang telah disusun pada hari
Selasa tanggal 9 Oktober 2018 pukul 13.45 WIB sampai 11 Oktober 2018 pada pukul
06.00 WIB. Perawat dan kelompok mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan, mengobservasi tanda-tanda vital dengan respon klien siap untuk diperiksa,
mengganti cairan infus NaCl 0,9% 500cc/12 jam dengan hasil cairan terpasang, tetesan
lancar 14 tpm; memberikan air minum hangat 50 ml dengan respon klien dapat minum
dan mengatakan mual ingin muntah; membantu menggantikan pakaian klien dan laken
setelah muntah dengan respon klien mengatakan lebih nyaman setelah diganti dan
mengatakan sudah muntah sebanyak 4 x; melakukan pemeriksaan GDS dengan hasil
GDS klien 72 gr/dL; membantu membersihkan pakaian klien setelah muntah dengan
respon klien mengatakan sangat mual, muntah + 100cc; mengambil darah vena sebanyak
5cc untuk pemeriksaan darah lengkap dengan hasil klien tampak sedikit meringis, tidak
terdapat pembengkakan dan hematoma; melakukan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat inpepsa 5ml PO sebelum makan, dengan hasil obat sudah diminum,
klien tampak mual berkurang dan minum masuk sebanyak 100cc; membantu
memberikan makan peroral diit DM 1900 kkal (makanan lunak) dengan respon klien
mampu menghabiskan 1/3 porsi makanan, menghabiskan 1 potong pepaya dan minum
sebanyak 100cc; membantu memberikan terpai obat paracetamol 500 mg PO,
metoclopiramide 10 mg IV dengan hasil obat sudah diminum, tidak ada mual muntah,
metoclopiramide sudah diberikan dn klien minum sebanyak 50 cc. Pada shift malam
mengobservasi TTV dengan respon klien minum sebanyak 100cc, mengatakan mual,
kedinginan. Hasil TTV TD : 90/70 mmHg, N : 88x/menit, RR : 20x/menit, S : 37 0 C ;
mengganti cairan infus Nacl 0,9% 500cc/ 12 jam, dengan hasil tidak ada udara di selang
infus, tetesan lacar; mengecek keadaan pasien dan mengitung intake output dengan
respon klien muntah sebanyak 250 cc, intake air putih selama 17 jam post op 835 cc,
output urin sebanyak 350 cc, klien tampak pucat dan lemah; mengecek GDS dengan
hasil GDS klien 72 gr/dL, klien tampak lemas, klien mengatakan masih mual;
menganjurkan minum keluarga untuk memberikan teh manis, dengan hasil teh masuk 50
cc , dan dimuntahkan; memberikan obat inpepsa 5 ml Po sebelum makan, dengan respon
klien mual; memberikan obat PCT 500 gr PO, metronidazole 500mg IV, fosfomicyn 1 fr
IV dengan hasil obat sudah diberikan. Pada hari rabu, menggantikan cairan infus
dextrose 10% 500cc/8 jam, dengan hasil tidak ada udaha dan tetesan lancar 21 tpm;
mengubah posisi klien dari supine menjadi semifowler, dengan respon klien mengatakan
lebih nyaman dan rasa mual berkurang; mengobservasi pengeluaran urin dengan hasil
klien terpasang kateter, urin sebanyak 350cc/8 jam ; menghitung balance cairan per
shift , dengan hasil intake : 805 cc output 800 cc balance cairan +5cc. Melakukan
pengkajian lengkap rasa mual klien dengan respon pasien mengatakan mual muntah
hilang timbul, muncul sewaktu-waktu dan menyebabkan muntah; menganjurkan klien
makan sedikit tapi sering dan dalam keadaan hangat dengan hasil pasien menghabiskan
makanan sebanyak 5 sendok makan; memonitor status hidrasi dengan respon pasien
mengatakan tubuhnya masih terasa lemas, mukosa tampak kering, bibir pucat serta
pecah-pecah, nadi teraba lemah; melepas kateter dengan hasil kateter sudah lepas, tidak
ada tanda-tanda infeksi ; membantu menggambil spesimen urin untuk pemeriksaan
kultur urin dan urin lengkap ; mengobservasi pengeluaran urin dengan hasil klien sudah
tidak terpasang kateter, keluarga mengatakan sudah 3x BAK sejak 8 jam yang lalu + 800
cc berwarna coklat muda jernih ; menghitung balance cairan per shift dengan hasil
inntake 860 cc output 830 cc balance cairan : +30 cc pasien tidak nampak tanda-tanda
dehidrasi.
3.5 Evaluasi
Kelompok telah melakukan implementasi selama tiga hari yaitu tanggal 9 Oktober 2018
sampai 11 Oktober 2018 dan dilakukan evaluasi sebagai berikut:
1. Nausea berhubugan dengan efek agen farmakologis (anastesi) S: klien mengatakan
mual sudah berkurang, nafsu makan sudah membaik walaupun belum bisa makan
banyak, O: keadaan umum sedang, kesadaran composmentis, GCS 15, tdak ada mual
muntah . Tanda-tanda vital klien, tekanan darah : 110/70 mmHg, suhu: 37,90C, nadi:
100x/menit, pernapasan: 18x/menit, A: masalah nausea belum teratasi, P: intervensi
dihentikan.
2. Ketidakstabilan glukosa dalam darah berhubungan dengan hipoglikemia disfungsi
ginjal kronis. S: klien mengatakan sudah merasa lebih baik dan tidak lemas O: klien
tidak nampak lesu, tanda-tanda vital klien, tekanan darah : 110/70 mmHg, suhu:
37,90C, nadi: 100x/menit, pernapasan: 18x/menit, hasil GDS : 98 gr/dL, A: masalah
ketidakstabilan glukosa darah sudah teratasi, P: intervensi dihentikan.
3. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan proses pembedahan. S : klien
mengatakan tubuhnya sudah terasa lebih segar, tidak ada keluhan. O : tanda-tanda
vital klien, tekanan darah : 110/70 mmHg, suhu: 37,90C, nadi: 100x/menit,
pernapasan: 18x/menit, balance cairan 100 cc/ 24 jam, tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, turgor kulit elastis, capilary refill 3 detik. A : masalah risiko
ketidakseimbangan elektrolit tidak menjadi aktual. P : intervensi dihentikan.

BAB 4
PEMBAHASAN

Pada bab ini, kelompok akan menguraikan bahasan tentang asuhan keperawatan yang
telah dilakukan selama 3 hari, mulai tanggal 9 - 11 Oktober 2018 di ruang lantai 4 gadung A
RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan Post OP PCNL e.c. Batu Ginjal Kiri. Pembahasan ini
bertujuan untuk menganalisis kesenjangan yang mungkin ditemukan antara teori dan kasus.
Kelompok melakukan terhadap semua komponen asuhan keperawatan yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi.
4.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan, merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dan berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tujuan untuk mengumpulkan informasi dan
membuat data dasar serta sebagai dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan individu (Potter dan Perry, 2007).
Pengkajian yang dilakukan kelompok meliputi pengkajian identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan
11 pola Gordon serta pemeriksaan fisik head to toe (Potter dan Perry, 2007).
Klien di diagnosa menderita nefrolithiasis karena menunjukkan keluhan nyeri
pada pinggang sebelah kiri,myeri saat berkemih, dan tidak puas saat berkemih, dan
berdasarkan pemeriksaaan BNO terdapat kesan sugestif staghom calculi kiri.
Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-batu tersebut
dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium fosfat, struvit
dan sistin). Ukuran batu tersebut bervareasi dari yang granular (pasir dan krikil) sampai
sebesar buah jeruk. Batu sebesar krikil biasanya dikeluarkan secara spontan, pria lebih
sering terkena penyakit ini dari pada wanita dan kekambuhan merupakan hal yang
mungkin terjadi (Mutaqqin, 2011). Keluhan utama penyakit nefrolithiasis menurut teori
adalah nyeri dan pegal di daerah pinggang, hematuria, infeksi, kencing panas dan nyeri,
adanya nyeri tekan pada daerah ginjal (Nursalam, 2011).

. Menurut Wijayaningsih (2013) Secara epidemiologik terdapat beberapa


faktor yang mempermudah terbentuknya batu pada saluran kemih pada seseorang.
Faktor tersebut adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh orang itu
sendiri dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di
sekitarnya. Faktor intrinsik antara lain herediter (keturunan), umur, dan jenis kelamin.
Faktor ekstrinsik diantaranya adalah asupan air, diet tinggi purin, dan pekerjaan.

Data pengkajian fisik yang mungkin muncul pada klien nefrolithiasis menurut
teori yang sudah dijelaskan di BAB II adalah pada system integument, yaitu teraba
panas, turgor kulit menurun, penampilan pucat. System pernapasan yaitu ergerakan
nafas simetris. System kardiovskuler yaitu rama jantung reguler dan takikardi. System
gastrointestinal yaitu kurang asupan makanan nafsu makan menurun. System urologi
yaitu dalam BAK produksi urin tidak normal dan jumlah lebih sedikit karena ada
penyumbatan. (Doengoes, 2000).
Sedangkan data pengkajian fisik yang ditemukan pada klien Tn. E tekanan
darah 76/51 mmHg, nadi 69x/menit, suhu 36,3°C, pernafasan 18x/menit, terpasang
infus NaCl 0,9% 500cc 14 tetes permenit. Ditemukan adanya mual dan muntah pasca
operasi selama 4 kali dalam 2 jam, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada nyeri dada.
Pola eliminasi, sebelum dilakukan operasi klien BAK 4-5 kali/hari, berwarna kuning
keruh, rasa tida puas saat berkemih dan tidak menggunakan alat bantu untuk BAK.
BAB 1 kali/hari, waktunya pagi hari, berwarna coklat, konsistensi setengah padat dan
tidak ada penggunaan laxatif. Setelah dilakukan operasi untuk BAK terpasang kateter
pada tanggal 8 Oktober 2018, warna urin merah saat pengkajian kantong urine berisi
volume 350cc. BAB selama di Rumah Sakit 1x/hari (sebelum operasi), setelah operasi
belum BAB. Pola aktivitas dan latihan, klien mengatakan hanya tiduran dan juga
terpasang selang di saluran kencingnya. Sehingga klien hanya tiduran ditempat tidur.
Sebelum sakit klien melakukan aktivitas secara mandiri.Pola istirahat dan tidur,
sebelum sakit klien tidur 7 jam/hari. Lalu setelah sakit klien mengatakan selama di RS
tidur ± 5 jam dimalam hari dan 1/2 jam disiang hari, karena tidak ada yang dilakukan
klien. Ekstermitas atas: tampak tangan kiri terpasang infus, tidak ada oedem, turgor
kulit baik. Ektremitas bawah: kaki kiri dan kanan tidak oedem, reflek patela baik,
turgor kulit baik.

Pada pembedahan PCNL luka sayatan yang dibuat biasanya sepanjang 2 cm


pada daerah McBurney. Pada klien sendiri, sayatan yang dibuat sepanjang 6-7cm
pada daerah McBurney. Jadi, luka yang harus diperhatikan perawat adalah sepanjang
6-7 cm dengan jahitan berlapis.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah pertanyaan yang menguraikan respon actual atau
potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respon aktual dan potensial klien didapatkan
dari data dasar pengkajian, tinjauan literature ynag berkaitan, dan catatan medis (Potter
dan Perry, 2007).
Dalam penyusunan diagnosa keperawatan, kelompok mengacu pada rumusan
diagnosa menurut PPNI (2016). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
dengan Post PNCL menurut teori yang sudah disebutkan dalam BAB II, adalah:
a. Nyeri bd peningkatan kontraksi ureteral, trauma jaringan pembentukan udema
b. Ganguan istirahat dan tidur bd nyeri
c. Resti infeksi bd tindakan invasive
d. Perubahan eliminasi urin bd irirtasi ginjal, obstruksi, inflamasi
e. Kurang perawatan diri.bd pemasangan alat pada tubuh
f. Kurangnya pemngetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajang/mengingat, salah interpretasi informasi.
Dari hasil pengkajian dan pengelompokkan data penulis menemukan beberapa
masalah kesehatan dan memfokuskan pada fungsi kesehatan fungsional yang
membutuhkan dukungan dan bantuan pemulihan sesuai dengan kebutuhan hierarki
Maslow (Potter dan Perry, 2007). Dari hasil pengkajian dan analisa data kelompok
mengangkat diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. E dengan Post Op PNCL
e.c. batu ginjal kiri dan sesuai dengan teori konsep penyakit Nefrolithiasis yang sudah
dijabarkan pada BAB II, yaitu meliputi:
1. Nausea
Menurut PPNI (2016), nausea adalah perasaan tidak nyaman pada bagian
belakang tenggorokan atau lambung yang dapat mengakibatkan muntah. Diagnosa
ini muncul karena pada saat pengkajian, penulis mendapatkan data-data yang
menunjang untuk ditegakkannya diagnosa nausea sebesar yaitu klien mengatakan
mual dan muntah sebanyak 4 kali selama 2 jam setelah operasi, klien tidak
berminat makan, klien tampak pucat, klien banyak membuang air liur, nadi 102
x/menit, klien mengatakan merasa asam di mulut, dan klien merasa kedinginan
serta menggigil.
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (Hipoglikemia)
Menurut PPNI (2016), ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah variasi
kadar glukosa naik/turun dari rentang normal. Diagnosa ini muncul karena pada
saat pengkajian, penulis mendapatkan data-data yang menunjang untuk
ditegakkannya diagnosa gangguan integritas jaringan sebesar 100% data mayor
yaitu terdapat klien terdapat gangguan koordinasi dalam berbicara saat dilakukan
anamnesa klien menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan, kadar
gula darah sewaktu 72 gr/dl, klien menngantuk, klien tampak gemetar dan
berkeringat, dan klien merasa berdebar-debar.
3. Risiko keseimbangan cairan
Menurut buku PPNI (2016), risiko ketidakseimbangan cairan adalah
berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan perpindahan cairan
dari intravaskuler, intertisial, atau intraselular. Diagnosa ini muncul karena pada
saat pengkajian, penulis mendapatkan data-data yang menunjang untuk
ditegakkannya diagnosa risiko keseimbangan cairan yaitu klien prosedur
pembedahan PNCL.
Masalah keperawatan yang ditemukan tidak sesuai dengan teori dikarenakan
dilakukan pengkajian pada klien post PNCL.
4.3 Perencanaan Keperawatan
Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan. Pada tahap
pertama dilakukannya perencanaan penentu prioritas masalah, tujuan keperawatan dan
penentuan rencana keperawatan yang akan dilakukan (Potter & Perry, 2007).
Tujuan dari perencanaan adalah suatu sasaran yang menggambarkan perubahan
yang diinginkan pada setiap kondisi atau perilaku klien dengan criteria hasil yang
diharapkan perawat. Pedoman penulisan berdasarkan SMART (Specific, Measurable,
Achieveble, Reasonable, dan Time). Specific adalah berfokus pada klien. Measurable
dapat diukur, dilihat, diraba, dirasakan, dan dicium. Achievable adalah tujuan yang harus
dicapai. Reasonable merupakan tujuan yang harus dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Time adalah batasan pencapaian dalam rentang waktu tertentu, harus jelas batasan
waktunya (Dermawan, 2012).
Kelompok mengambil 3 diagnosa dengan urutan prioritas yaitu Nausea
berhubungan dengan efek agen farmakologis, kestabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan hipoglikemia disfungsi ginjal kronis, efek samping agen
farmakologis, risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan mekanism regulasi
seperti DM, dan efek samping prosedur pembedahan.

Diagnosa 1: Beberapa intervensi yang kelompok rencanakan untuk mengatasi


diagnosa pertama adalah lakukan pengkajian lengkap rasa mual termasuk frekuensi,
durasi, tingkat mual, dan faktor yang menyebabkan pasien mual (rasional :
mengidentifikasi keefektifan intervensi yang diberikan). Evaluasi efek mual terhadap
nafsu makan pasien, aktivitas sehari-hari, dan pola tidur pasien (rasional :
mengidentifikasi pengaruh mual terhadap kualitas hidup pasien). Anjurkan makan sedikit
tapi sering dan dalam keadaan hangat (rasional: memenuhi nutrisi pasien dan mencegah
mual). Anjurkan pasien mengurangi minum yang bisa menimbulkan mual, minum sedikit-
dikit dan air hangat (rasional: untuk memenuhu kebutuhan cairan dan menghindari
terjadinya mual). Berikan istirahat dan tidur yang adekuat untuk mengurangi mual,
(rasional : untuk menghindari efek mual. Kolaborasi pemberian antiemetik : inpepsa
3x5ml PO sebelum makan (rasional : rasional mengurangi mual dengan terpi obat).
Diagnosa 2: Beberapa intervensi yang kelompok rencanakan untuk mengatasi
diagnose kedua untuk mengatasi masalah ketidakstabilan glukosa darah adalah
identifikasi klien yang berisiko mengalami hipoglikemia (rasional : untuk
mengidentifikasi faktor pencetus hipoglikemia). Pantau kadar glukosa dalam darah
(rasional : untuk mengetahui kondisi glukosa dalam darah apakah ada peningkatan atau
penurunan). Monitor tanda-tanda vital (rasional : hipoglikemia menandakan tanda-tanda
vital yang tidak stabil. Kolaborasi dalam pemberian cairan : dextrose 10% dan 5 % IV/12
jam (rasional: untuk meningkatkan glukosa dalam darah dan memenuhi kebutuhan
glukosa dalam tubuh.
Diagnosa 3: Beberapa intervensi yang kelompok rencanakan untuk mengatasi
diagnose ketiga masalah ketidakseimbangan cairan adalah : monitor tanda-tanda vital,
(rasional : rasional perubahan ttv menindikasian adanya perubahan status keehatan
klien), monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian, (rasional :
untuk mengurangi risiko kekurangan volume cairan semakin bertambah), monitor status
hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) (rasional
untuk mengetahi perkembangan hidrasi), dorong masukan oral, (rasional: untuk
membantu memenuhi kebutuhannutrisi klien), kolaborasikan pemberian cairan IV : NaCl
0,9% dan dextrose (rasional : agar rehidrasi optimal).

4.4 Implementasi keperawatan


Impelementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
ynag telah disusun pada tahap perencanaan. Focus dari intervensi antara lain,
mempertahankan daya tubuh, mencegah komplikasi, menemukan perubahan sistem
tubuh, menatap hubungan klien dengan lingkungan, implementasi pesan kolaborasi
(Setiadi, 2012).
Setelah kelompok melakukan rangkaian rencana yang dibuat, faktor pendukung
dari keberhasilan kami menjalankan rencana adalah keluarga sangat kooperatif, klien
mampu mengikuti dan memahami semua arahan yang kelompok berikan. Namun,
adapula hambatan dalam memonitor hasil laboratorium terakhir untuk memantau URCR
karena pasien pulang dan data belum terkaji oleh kelompok.
4.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan criteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan (Nikmatur dan Saiful, 2012).
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, kelompok
berhasil mengatasi 3 masalah keperawatan yang terdapat pada klien yaitu masalah nausea
ketidakstabilan kadar glukosa darah dan risiko ketidakseimbangan cairan. Masalah nausea
sudah teratasi karena kriteria hasil sudah tercapai yaitu, nafsu makan baik, klien
mengatakan mual dan muntah berkurang. ketidakstabilan kadar glukosa darah sudah
teratasi karena kriteria hasil sudah tercapai yaitu, klien tidak gemetar, tidak berkeringat
yang berlebihan, tidak terjadi penurunan kadar glukosa darah, klien mengatakan sudah
merasa lebih baik dan tidak merasa lemas,dan TTV dalam rentang normal (tekanan darah
110-130/70-90 mmHg, nadi 60-100x/menit, pernapasan 16-24x/menit, suhu 36,5˚C-
37,5˚C). Dan masalah risiko ketidakseimbangan cairan tidak menjadi aktual berpacu pada
kriteria hasil yang sudah tercapai yaitu TTV dalam rentang normal, tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab.

BAB 5
PENUTUP

Setelah kelompok melakukan pengkajian , analisa data, penentuan diagnosa, implementasi,


dan evaluasi kepada Tn. E dengan Post OP PCNL e.c. Batu Ginjal Kiri dilantai 4 zona A
gadung A RSUPN Cipto Mangunkusumo, maka dapat disimpulkan

5.1 Kesimpulan
1. Pengkajian terhadap masalah yang dialami Tn.
E dengan Post OP PCNL e.c. Batu Ginjal Kiri telah dilakukan secara komprehensif
dan diperoleh hasil yaitu klien mengeluh mual dan muntah pasca operasi selama 4 kali
dalam 2 jam dan nafsu makan yang menurun . Klien tampak hanya menghabiskan ¼
porsi makannya.
2. Diagnose yang mungkin terdapat pada klien
dengan Post OP PCNL tidak dapat kelompok munculkan semua. Sesuai dengan data
yang didapat dari pengkajian, ditemukan tiga diagnosa yang dapat ditegakkan pada
kasus, diagnosa tersebut antara lain, Nausea berhubungan dengan efek agen
farmakologis (anastesi Bupivacain), Ketidakstablian kadar glukosa darah:
hipoglikemia berhubungan dengan disfungsi ginjal kronis, dan Risiko
ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan.
3. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien
Post OP PCNL dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun.
4. Dalam melakukan perawatan pada klien dengan
Post OP PCNL, kelompok telah berusaha melaksanakan tindakan keperawatan sesuai
rencana keperawatan dan ditujukan untuk mencegah masalah yang dialami klien.
5. Evaluasi yang telah diterapkan selama 3 x 24
jam sesuai dengan tujuan, dan kriteria hasil, serta seluruh diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada pasien berhasil diatasi.

5.2 Saran
1. Bagi profesi keperawatan
Perawat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang
asuhan keperawatan Post OP PCNL, baik dalam proses pengkajian, diagnosa
keperawatan, intrvensi, implementasi maupun evaluasi. Sehingga dalam melakukan
proses keperawatan dapat mencapai hasil yang optimal.

2. Bagi Institusi Rumah sakit


Rumah sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerjasama yang baik antara tenaga kesahatan, klien, dan
keluarga klien. Sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan
yang optimal . rumah sakit juga diharapkan menyediakan fasilitas sarana dan prasarana
kesehatan yang dapat mendukung kesembuhan klien.
3. Bagi Institusi pendidikan
Institusi hendaknya dapat menambah dan memperbarui koleksi buku-buku di
perpustakaan kampus, serta memberi tambahan ilmu atau wawasan tentang berbagai
metode pelaksanaan prosedur bedah, sehingga dapat tercapai hasil karya tulis ilmiah
yang maksimal dan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2009. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.


Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku.Edisi 3. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS 2013.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf [Diakses pada tanggal 9 oktober 2018 pukul 20.00]
Mutaqqin, Arif dan Kumala Sari. 2001. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika.
Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Purnomo. 2003. Dasar-dasar Urologi. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Smeltzer, Suzane C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddart.
Edisi 8. Volume 3 Jakarta: EGC..
Tucker, Susan Martin. 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan Kolaboratif dan
Intervensi Keperawatan. Jakarta. EGC.
.Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: Trans
InfoMedika.
www.Urologi-rscmfkui.com . Diakses pada tanggal 08-10-2018. Pukul 19.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai