Anda di halaman 1dari 17

Hirschsprung Disease

Definisi

Morbus Hirschsprung (MH) merupakan suatu kelainan kongenital dimana tidak dijumpainya
pleksus auerbach dan pleksus meissner pada kolon. sembilan puluh persen (90%) terletak pada
rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic
Aganglionois (TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan
peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang
berlebihan pada kolon yang lebih proksimal.

Insidensi

Hirschsprung merupakan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dimana
diperkirakan terjadi antara 1 : 5.000-10.000 tiap kelahiran. Kondisi ini lebih sering terjadi pada
laki-laki dibandingkan wanita.

Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya penyakit
hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai 17,6% dengan 130 kali
lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak perempuan. Penyakit
hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah.
Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami aganglionosis total pada colon (sindroma
Zuelzer-Wilson).

Patogenessis

Pada penyakit Hirschsprung terdapat absensi ganglion meissner dan ganglion aurbach dalam
lapisan dinding usus, mulai dari sfingter ani ke arah proximal dengan panjang yang bervariasi.
Tujuh puluh sampai delapan puluh persen terbatas di daerah rektosigmoid. 10% sampai seluruh
kolon dan sekitar 5% kurang dapat mengenai seluruh usus sampai pylorus.
Gambar 1. Gambaran segmen aganglion pada hirschprung disease

TIdak terdapatnya ganglion meissner dan aurbach mengakibatkan usus yang bersangkutan tidak
bekerja normal. Peristalsis tidak mempunyai daya dorong, sehingga usus bersangkutan tidak ikut
dalam proses evakuasi feses ataupun udara. Penampilan klinis penderita sebagai gangguan
pasase usus. Tiga tanda yang khas: keterlambatan evakuasi meconium, muntah hijau dan distensi
abdomen.

Penampilan makroskopik bagian usus tidak berganglion terlihat spastik, lumen terlihat kecil.
Usus di bagian proksimal disebut daerah transisi, terlihat mulai melebar dari bagian yang
menyempit. Usus di proksimalnya lagi lebih melebar lagi dan umumnya kembali mendekati
caliber lumen usus normal.

Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena. Tipe Hirschsprung
disease meliputi:

 Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari rectum.
 Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon.
 Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.
 Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan kadang
sebagian usus kecil.
Gambar 2. Gambaran Hirschsprung disease

Diagnosis

Gejala Klinik

Neonatus hampir selalu dengan berat badan normal dan jarang prematur. Datang ke rumah sakit
dengan tanda-tanda keterlambatan evakuasi meconium, distensi abdomen dan muntah hijau.
Obstruksi usus ini dapat mereda spontan, atau akibat colok dubur yang dilakukan pada waktu
pemeriksaan. Dikatakan mereda, neonatus dapat defekasi dengan keluar meconium bercampur
udara, abdomen kemps dan tidak muntah lagi. Kemudian dalam beberapa hari lagi neonates
menunjukkan tanda-tanda obstruksi usus berulang. Selanjutnya neonatus secara klinis
menunjukkan gejala sebagai obstruksi kronik dengan disertai abdomen yang buncit. Sering
neonatus meninggal akibat penyulit seperti enterokolitis atau peritonitis dan sepsis.
Gambar 3. Gambaran klinis pasien dengan hirschprung disease

Pemeriksaan Radiologik

Pada pemeriksaan foto polos abdomen terlihat tanda-tanda obstruksi usus letak rendah.
Umumnya gambaran kolon sulit dibedakan dengan gambaran usus halus. Pada pemeriksaan foto
dengan enema barium terlihat lumen rektosigmoid kecil, bagian proksimalnya terlihat daerah
transisi dan kemudian melebar. Permukaan mukosa di bagian usus yang melebar tampak tidak
teratur karena proses enterokolitis. Enema barium tidak perlu diteruskan kearah proksimal bila
tanda-tanda penyakit hirschsprung yang khas seperti diatas sudah terlihat. Apabila tanda-tanda
yang khas tersebut tidak dijumpai pemeriksaan enema barium diteruskan untuk mengetahui
gambaran kolon proksimal, mungkin ditemukan penyebab yang lain. Pada penyakit hirschsprung
dengan gambaran foto enema barium yang tidak jelas dapat dilakukan foto retensi barium. Foto
dapat dibuat 24 sampai 48 jam setelah foto enema barium pertama. Pada foto retensi, barium
masih terlihat di kolon proksimal, tidak menghilang atas terkumpul di daerah distal, dan
mungkin dijumpai tanda-tanda khas penyakit hirschprung yang lebih jelas.
Gambar 4. Gambaran radiologis morbus hirschprung AP dan Lateral

Biopsi Rektum

Praktik klinis dapat bervariasi, tetapi karena adanya kemungkinan untuk mendapatkan jaringan
yang tidak memadai untuk diagnosis atau kemungkinan mengambil biopsi dari wilayah
aganglionik, sebagian besar praktisi dapat memperoleh 2-3 rektal spesimen biopsi per prosedur.
suction rectal biopsy bisa dapat dilakukan di samping tempat tidur tanpa penggunaan anestesi
umum meskipun jaringan spesimen yang dihasilkan dibandingkan dengan biopsi ketebalan
penuh (FTB), tindakan FTB membutuhkan anestesi umum di ruang operasi dan penutupan
jahitan dari situs biopsi.

Suction Rectal Biopsy

Berbagai teknik dan perangkat untuk mendapatkan SRB telah dijelaskan. Prosedur yang
disederhanakan adalah sebagai berikut: posisi pasien dalam posisi litotomi, masukkan instrumen
biopsi yang telah dilumasi sepanjang dinding posterior rektum, posisikan pembukaan pisau
pemotong 2 cm di atas garis dentate dan arahkan pisau ke posterior, aktifkan daya hisap, dan
arahkan pisau pemotong untuk mendapatkan spesimen jaringan (Tabel 2). Set instrument yang
berbeda dikomendasikan jumlah pengisapan yang berbeda diterapkan untuk mendapatkan biopsi.
Instrumen khusus kami, rbi2 (Aus Systems, Australia), merekomendasikan kalibrasi ke 300 mm
H2O sebelum digunakan, lalu tarik plunger ke 3-5 mL (menggunakan 10 mL syringe), atau
idealnya 150 cm H2O saat menggunakan manometer. Ini relative menggunakan tekanan yang
lebih kecil dari perangkat sebelumnya yang secara klasik membutuhkan 20 mL tarikan kembali
dalam 60 mL syringe, biasanya 2-3 spesimen diperoleh di masing-masing sesi. Suction dapat
diterapkan secara manual melalui syringe (disukai) atau secara mekanis melalui dinding suction.

Perangkat biopsi mekanis memiliki keuntungan dalam hal memperoleh volume standar jaringan
sampel yang diambil. Perangkat modern telah menjadi sederhana untuk dioperasikan, beberapa
menawarkan kapsul dengan berbagai ukuran untuk mengakomodasi anak-anak yang lebih besar.
Hampir semua perangkat SRB masih membutuhkan dua orang untuk dapat melakukan prosedur:
satu untuk yang memposisikan pembukaan perangkat 2 cm proksimal ke garis dentate,
menggunakan tekanan ringan menuju dinding rektum posterior, dan pemotongan daerah tepi
setelah daya hisap diaktifkan oleh asisten pertama. Solo model telah dikembangkan yang dapat
digunakan oleh satu operator, tetapi model ini belum tersedia banyak.
Endoscopic Rectal Biopsy

Biopsi rektum diperoleh secara endoskopi dengan forcep seperti yang telah dijelaskan sebagai
alternatif untuk SRB. Prosedur endoskopi membutuhkan setidaknya prosedur sedasi, meskipun
untuk prosedur anestesi jangka pendek teknik inhalasi mungkin cukup, dan tidak menawarkan
keuntungan yang nyata untuk biopsi terbuka tradisional dalam hal ini (Tabel 2). Meskipun lebih
kecil, spesimen yang diperoleh secara endoscopic yang tidak adekuat secara standar patologis
karena ketiadaan submukosa, untuk tujuan praktis, dapat dijadikan diagnosis ketika ditemukan
sel ganlion yang menempel pada mukosa. memungkinkan diagnosis MH dapat dihilangkan.

Open Rectal Biopsy

teknik rektal biopsi terbuka, yang membutuhkan tindakan pembedahan eksisi segmen dinding
rektal, membutuhkan pasien untuk dilakukan anestesi umum untuk penggunaan anoscopy
speculum, memposisikan pasien untuk lapang pandang langsung daerah biopsi, penutupan defek
biopsi. Teknik ini bertujuan untukmendapatkan volume jaringan yang lebih banyak. Biopsi
terbuka sering dilakukan saat biopsi sebelumnya tidak adekuat atau pada anak.

Pemeriksaan Patologi Anatomik

Pemeriksaan patologi anatomik dimaksudkan untuk mendeteksi adanya ganglion di lapisan sub-
mukosa dan di antara dua lapisan otot serta melihat serabut-serabut saraf. Apabila sediaan untuk
pemeriksaan patologi anatomik didapat dari biopsy hisap dari mukosa rectum, pemeriksaan
hanya untuk melihat ganglion meissner di lapisan sub-mukosa dan melihat penebalas serabut-
serabut saraf. Pada penyakit hirschprung tidak dijumpai ganglion dan terdapat penebalan serabut
saraf.
Gambar 5. Lokasi pengambilan sampel biopsy pada penyakit hirschprung

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari penyakit hirschsprung didasarkan pada beberapa penyakit yang
mempunyai gejala obstruksi letak rendah yang mirip penyakit hirschsprung. Pada neonatal gejala
yang mirip dengan penyakit hirschsprung dapat berupa meconium plug syndrome, stenosis anus,
prematuritas, enterokolitis nekrotikans, dan fisura ani. Sedangkan pada anak-anak yang lebih
besar diagnosis bandingnya dapat berupa konstipasi oleh karena beberapa sebab, stenosis anus,
tumor anorektum, dan fisura anus.

Tatalaksana

Preoperatif

a. Diet
Pada periode preoperatif, neonatus dengan MH terutama menderita gizi buruk disebabkan
buruknya pemberian makanan dan keadaan kesehatan yang disebabkan oleh obstuksi
gastrointestinal. Sebagian besar memerlukan resulsitasi cairan dan nutrisi parenteral.
Meskipun demikian bayi dengan MH yang didiagnosis melalui suction rectal biopsy
danpat diberikan larutan rehidrasi oral sebanyak 15 mL/ kg tiap 3 jam selama dilatasi
rectal preoperative dan irigasi rectal.
b. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan MH dimaksudkan untuk
mempersiapkan usus atau untuk terapi komplikasinya. Untuk mempersiapkan usus adalah
dengan dekompresi rectum dan kolon melalui serangkaian pemeriksaan dan pemasangan
irigasi tuba rectal dalam 24-48 jam sebelum pembedahan. Antibiotik oral dan intravena
diberikan dalam beberapa jam sebelum pembedahan.

Operatif

a. Tindakan Bedah Sementara


Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah berupa
kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan ini
dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai
salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah menurunkan
angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber
usus pada penderita penyakit Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan
dilakukan anastomosis.

Gambar 6. Teknik pembedahan pada penyakit hirschprung

b. Tindakan Bedah Definitif


1. Prosedur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan operasi
tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit
Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi
dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari
linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik, sehingga
dalam pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang
ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun
1964) dengan melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya
menyisakan 2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior.

Gambar 7. Teknik pembedahan pada penyakit hirschprung

Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra abdomen, melakukan biopsi


eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan cara
diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum
diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi
terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah
direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan
pemotongan rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan
0,5-1 cm pada bagian posterior, selanjunya dilakukan anastomose end to end
dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan
dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan seromuskuler. Setelah anastomose selesai,
usus dikembalikan ke kavum pelvik/ abdomen. Selanjutnya dilakukan
reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup (Kartono,1993; Swenson
dkk,1990).

2. Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan
diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik
kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum
yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik
dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk
rongga baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud dkk,1997). Prosedur
Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering terjadi stenosis,
inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum yang
ditinggalkan apabila terlalu panjang.

Gambar 8. Teknik pembedahan dengan prosedur Duhamel


3. Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk
tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun
1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitive Penyakit Hirschsprung.
Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang
aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk
kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.
4. Prosedur
5. Rahbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan
anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot
levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang
dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting
melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.

Post Operatif

Pada awal periode post operatif sesudah PERPT (Primary Endorectal pull-through),
pemberian makanan peroral dimulai sedangkan pada bentuk short segmen, tipikal, dan
long segmen dapat dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan beberapa bulan kemudian
baru dilakukan operasi definitif dengan metode Pull Though Soave, Duhamel maupun
Swenson. Apabila keadaan memungkinkan, dapat dilakukan Pull Though satu tahap
tanpa kolostomi sesegera mungkin untuk memfasilitasi adaptasi usus dan penyembuhan
anastomosis. Pemberian makanan rata-rata dimulai pada hari kedua sesudah operasi dan
pemberian nutisi enteral secara penuh dimulai pada pertengahan hari ke empat pada
pasien yang sering muntah pada pemberian makanan. Intolerasi protein dapat terjadi
selama periode ini dan memerlukan perubahan formula. ASI tidak dikurangi atau
dihentikan.
Komplikasi

Hirschsprung’s-associated enterocolitis (HAEC) adalah salah satu komplikasi yang paling


penting dari Hirschsprung’s disease. Hirschsprung’s disease pertama kali diperkenalkan oleh
Harold Hirschsprung pada tahun 1886, dan pada saat yang sama HAEC juga disebutkan sebagai
komplikasi paling rumit dari Hirschsprung’s disease.

Deskripsi pertama dari Hirschsprung’s-associated enterocolitis dilakukan oleh Bill dan


Chapman pada tahun 1962. Pada serial laporan awal kasus ini dilaporkan angka kematian
mencapai 33% pada bayi dengan enterocolitis yang terjadi sebelum tindakan operasi. Literatur-
literatur yang ada selanjutnya menunjukkan bahwa enterocolitis dapat terjadi sebelum maupun
setelah tindakan operasi definitif.

Insidensi enterocolitis sebelum diagnosis Hirschsprung’s disease ditegakkan berkisar antara 15


sampai 50%, dengan angka kematian mencapai 20 sampai 50%. Setelah dilakukannya
pembedahan rekonstruksi insidensi enterocolitis berkisar antara 2 sampai 33%, dengan angka
kematian antara 0 sampai 30%.

Enterocolitis didefinisikan sebagai kondisi klinis dengan diare, muntah, distensi abdominal,
pireksia, nyeri kolik abdomen, letargi, dan keluarnya feses dengan darah.

Gambar 9. Gejala pada HAEC


Kejadiran diare merupakan hal patogmonik pada HAEC, dan dilaporkan kejadian ini
terjadi hingga 93% pasien. Sulit makan pada bayi juga dapat menjadi gejala awal pada HAEC.
Pada kondisi yang telah lanjut syok dapat terjadi.

Tampakan klinis dapat bersifat sangat fulminan dengan progresi yang cepat, syok dan
prostrasi, dan kematian. Enterocolitis dapat terjadi bahkan bertahun-tahun setelah pembedahan.
Tampakan klinis enterocolitis dapat berkembang menjadi perforasi kolon jika penanganan segera
tidak dilakukan.

Terlepas dari beragam investigasi dan penelitian, pemahaman yang penuh mengenai
etiologi HAEC masih belum ada. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyumbatan usus yang
disebabkan oleh Hirschsprung’s disease dan perubahan lainnya yang terjadi akibat penyakit ini
membuat bakteri tumbuh lebih cepat sehingga menyebabkan proses infeksi dan peradangan.

Gambar 10. Kelainan usus pada HAEC


Gambar 11. Daftar panduan diagnosis HAEC

Penelitian yang dilakukan oleh Menezes & Puri (2006) menyimpulkan bahwa pasien HAEC
berlanjut untuk memiliki gangguan usus sampai bertahun-tahun setelah terjadinya penyakit ini.
Beberapa pasien berlanjut mengalami soiling, dan sekitar 14% masih mengalami episode
enterocolitis berulang. Jika dibandingkan kepada pasien Hirschsprung’s disease tanpa
enterocolitis, pasien dengan enterocolitis secara statistic signifikan menunjukkan fungsi usus
yang jauh lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Murphy, F., & Puri, P. (2005). New insights into the pathogenesis of Hirschsprung ’ s
associated enterocolitis. Arbor Ciencia Pensamiento Y Cultura, 773-779.
doi:10.1007/s00383-005-1551-1

2. Swenson, O. (2002). Hirschsprung’s disease: A review. Pediatrics.


doi:10.1542/peds.109.5.914

3. Kessmann, J. (2006). Hirschsprung’s Disease: Diagnosis and Management. Am Fam


Physician, 74:1319-22,1327-28.

4. Nurko, Samuel, (n.d.). Hirschsprung’s disease, 1-10.

5. Amiel, J., Sproat-Emison, E., Garcia-Barcelo, M., Lantieri, F., Burzynski, G.,
Borrego, S., Pelet, a, et al. (2008). Hirschsprung disease, associated syndromes and
genetics: a review. Journal of Medical Genetics, 45(1), 1-14.
doi:10.1136/jmg.2007.053959

6. Izadi, M., Mansour-Ghannaei, F., Jafarshad, R., Bagherzadeh, A. H., Tareh, H.,
(2007). Clinical manifestations of Hirschsprung’s disease: A 6-year course review on
admitted patients in Guilan, north Province of Iran, 25-31.

7. Marty, B. T. L., Seo, T., Sullivan, J. J., Matlak, M. E., Black, R. E., & Johnson, D. G.
(1995). Rectal Irrigations for the Prevention of Postoperative Enterocolitis in
Hirschsprung’s Disease. Journal of Pediatric Surgery, 30(5), 652-654.

8. Kerr, S. J. (2012). Hirschsprung’s-associated Enterocolitis. EBSCO Publishing


Society, 1-3.

9. Fragoso, A. C., Campos, M., Soares-oliveira, M., & Carvalho, L. (2006). An


approach to minimize postoperative enterocolitis in Hirschsprung ’ s disease. Journal
of Pediatric Surgery, 1704-1707. doi:10.1016/j.jpedsurg.2006.05.041

10. Murthi, G.V.S. & Raine, P.A.M. (2003). Preoperative Enterocolitis Is Associated
With Poorer Long-Term Bowel Function After Soave-Boley Endorectal Pull-Through
for Hirschsprung’s Disease. Seminars in Pediatric Surgery, 69-72.
doi:10.1053/jpsu.2003.50013

11. Andrassy RJ, Isaacs H, Weitzman JJ. Rectal suction biopsy for the diagnosis of
Hirschsprung's disease. Ann Surg 1981;193:419-424.

12. Wilschanski M, Faber J, Goldberg M, Branski D. Rectal biopsy in the investigation of


constipation. Arch Dis Child. 1999;81:189

Anda mungkin juga menyukai