Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Asuhan Kehamilan

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan

dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari

pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi (Maryunani, 2016). Catatan perkembangan menggunakan SOAP yaitu

data subjektif, objektif, analisa dan penatalaksanaan. Dokumentasi SOAP

adalah cara yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menangani masalah

yang ada pada pasien.

Manajemen kebidanan pada kehamilan dilakukan dengan manajemen

Varney dan catatan perkembangan menggunakan SOAP , yaitu sebagai berikut:

1. Pengumpulan data dasar

a. Data Subjektif

Pada data subyektif identitas perlu dikaji salah satunya yaitu

nama, ditanyakan pada klien agar tidak keliru bila ada kesamaan nama

dengan klien lainnya. Sedangkan umur ditanyakan kepada klien untuk

mengetahui apakah klien termasuk ibu hamil dengan faktor risiko atau

tidak. Ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun dan kurang dari 17

tahun akan mempengaruhi proses persalinannya dan keadaan janin

(Maryunani, 2016).

9
10

Pengkajian yang dilakukan selanjutnya adalah keluhan ibu.

Biasanya pada ibu trimester III hal yang dikeluhkan adalah nyeri ulu

hati yang disebabkan karena adanya progesterone serta tekanan dari

uterus. Asuhan yang dapat dilakukan dengan memberi nasihat tentang

gizi, makan sedikit-sedikit, minum susu, hindari makanan yang pedas,

gorengan atau berminyak, tinggikan bagian kepala saat tidur. Keluhan

selanjutnya adalah konstipasi, yang disebabkan karena progesterone

usus yang terdesak oleh rahim yang membesar atau karena efek tablet

Fe. Asuhan yang dapat diberikan yaitu dengan makanan tinggi serat,

buah dan sayuran, ekstra cairan, hindari makanan berminyak, dan

olahraga. Keluhan selanjutnya ada hemoroid, asuhan yang dapat

diberikan adalah sama dengan asuhan untuk mencegah konstipasi

(Rukiyah dan Yulianti, dkk 2009).

Ketidaknyamanan ibu hamil pada trimester III sering buang

kecil terutama di malam hari yang disebabkan karena uterus atau rahim

pada kandung kemih meningkat didalam tubuh dan kadar natrium juga

meningkat. Hal ini mengakibatkan terdapat tanda-tanda infeksi saluran

kemih yaitu sakit ketika berkemih (disuria), kencing sedikit tapi sering

(oliguria). Cara mencegah hal tersebut dapat dilakukan perbanyak

minum air putih di siang hari, segera berkemih jika sudah terasa ingin

kencing, kurangi minum teh, kopi dan cola karena yang mengandung

kafein dapat merangsang keinginan untuk berkemih (Astuti, 2010).


11

Riwayat obstetri meliputi riwayat haid, riwayat kehamilan

sekarang. Riwayat kehamilan sekarang yang dikaji berupa hari pertama

haid terakhir (HPHT) untuk menghitung umur kehamilan (UK). UK

dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Naegle, perhitungan

kasarnya dengan menentukan HPHT ditambah 288 hari. Perkiraan

kelahiran dapat ditentukan bisa juga dihitung dengan cara tanggal

HPHT ditambah 7, bulan HPHT dikurangi 3, tahun HPHT ditambah 1

(Maryunani, 2016).

Pengkajian selanjutnya yaitu pengkajian psikologi yang meliputi

respon suami dan keluarga terhadap kehamilan, respon ibu terhadap

kehamilan, hubungan ibu dengan anggota keluarga yang lain, adat

istiadat yang dianut ibu berhubungan dengan kehamilan. Hal ini

berdasar penelitian Diani dan Susilawati (2013) yang berjudul

“Pengaruh Dukungan Suami terhadap Istri yang Mengalami Kecemasan

pada Kehamilan Trimester Ketiga di Kabupaten Gianyar” didapatkan

hasil bahwa dukungan suami sangat memiliki peran yang penting

terhadap istri yang mengalami kecemasan pada kehamilan trimester

ketiga. Ibu hamil trimester ketiga yang tinggal dengan suaminya telah

mendapatkan dukungan suami secara penuh dan optimal dalam bentuk

dukungan informasional, emosional, instrumental, dan penilaian.

Sedangkan ibu hamil trimester ketiga yang tidak tinggal dengan

suaminya kurang mendapatkan dukungan yang optimal karena suami


12

hanya bisa memberikan dukungannya melalui telpon, pesan pendek,

internet, dan memenuhi kebutuhan istri secara finansial saja.

Berdasar penelitian Rustikayanti, Kartika, Herawati (2016) yang

berjudul “Perubahan Psikologis pada Ibu Hamil Trimester III”

didapatkan hasil bahwa kehamilan mengakibatkan banyaknya

perubahan pada ibu hamil, baik perubahan secara fisik dan psikologis.

Hal itu di dipengaruhi juga oleh peningkatan hormon kehamilan

(progesterone, estrogen, Human Placental Lactogen, Human Chorionic

Gonadotrophin) pada ibu hamil, sehingga muncul keinginan untuk

banyak istirahat dan perasaan yang ambivalensi. Perubahan bentuk

tubuh juga dapat mempengaruhi respon emosional pada ibu hamil,

seperti perubahan bentuk citra tubuh, dan perasaan takut dan cemas

terhadap kehamilan.

Pada pengkajian riwayat kesehatan yang lalu, sekarang dan

keluarga hal yang ditanyakan adalah penyakit diabetes mellitus (DM),

masalah kardiovaskuler dan PMS (Pre Menstruasi Sindrom). Riwayat

kesehatan membantu bidan mengidentifikasi kondisi kesehatan yang

dapat mempengaruhi kehamilan atau bayi baru lahir. Menurut

penelitian Kurniasari dan Arifandini (2015) yang berjudul ”Hubungan

Usia, Paritas dan Diabetes Mellitus pada Kehamilan dengan Kejadian

Preeklamsia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbia

Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2014” didapatkan hasil bahwa ibu

dengan diabetes melitus memiliki risiko pre-eklamsia lebih besar bila


13

dibandingkan dengan ibu yang tidak dengan diabetes mellitus.

Preeklamsia yang terjadi pada ibu dengan DM terjadi karena adanya

peningkatan produksi deoksikortikosteron (DOC) yang dihasilkan dari

progesterone didalam plasma dan meningkat tinggi selama trimester

ketiga.

Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu meliputi

masalah pada kehamilan, jumlah kehamilan, jumlah abortus, usia

kehamilan, keadaan anak dan usia anak, ada tidaknya masalah pada

riwayat kehamilan ataupun persalinan seperti halnya melahirkan bayi

premature, cacat bawaan pada bayi, kematiam janin perdarahan, dan

juga data penolong persalinan, jenis persalinan, penyembuhan luka

persalinan, keadaan bayi saat bayi baru lahir ataupun berat badan bayi

(Maryunani, 2016).

Pengkajian selanjutnya tentang psikososial ekonomi dan

kebutuhan sehari–hari. Pengkajian sosial ekonomi dilakukan untuk

mengetahui sistem dukungan terhadap ibu dan mengambil keputusan

dalam keluarga sehingga bisa merencanakan persalinan yang lebih baik.

(Rukiyah dan Yulianti 2014).

Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang dikaji yaitu makan,

minum, istirahat, personal hygiene, aktivitas, hubungan seksual

sebelum dan selama hamil. Makanan meliputi frekuensi makan, jenis

makanan, jumlah ibu saat makan, pantangan makanan selama hamil dan

keluhan. Minuman meliputi frekuensi minum, banyaknya minum, jenis


14

minuman dan minuman kesukaan. Istirahat meliputi istirahat ibu di

siang dan malam hari. Personal hygiene meliputi frekuensi mandi, sikat

gigi, ganti baju, ganti celana dalam dan bra serta keramas. Aktifitas

meliputi aktifitas ibu di tempat kerja dan di rumah. Hubungan seksual

yang dikaji tentang frekuensi dan keluhan ibu selama berhubungan

(Astuti, 2010).

Pengetahuan ibu yang dikaji meliputi pemeriksaan kehamilan,

gizi ibu yang diperlukan selama hamil, tanda bahaya selama masa

kehamilan dan pengetahuan tentang imunisasi TT. Hal ini diperkuat

menurut Rismalinda (2015) tanda bahaya pada kehamilan trimester III

yaitu adanya perdarahan pervaginam, solusio plasenta, plasenta previa,

keluar cairan pervaginam, gerakan janin tidak terasa dan nyeri yang

hebat, keluar air ketuban sebelum waktunya (setelah kehamilan 22

minggu, sebelum proses persalinan berlangsung), kejang dan demam

tinggi.

Imunisasi tetanus toxoid (TT) diberikan kepada ibu hamil untuk

membangun kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi

tetanus. Selama kehamilan jika ibu statusnya T0 maka hendaknya

mendapatkan minimal 2 dosis yaitu TT1 dan TT2. Untuk jadwal

imunisasi TT1 diberikan pada ANC petama, TT2 diberikan 4 minggu

setelah TT1 dengan lama perlindungan 3 tahun, TT3 diberikan 6 bulan

setelah TT2 dengan lama perlindungan 5 tahun, TT4 diberikan1 tahun

setelahh TT3 dengan lama perlindungan 10 tahun dan TT5 diberikn 1


15

tahun setelah mendapat TT4 dengan lama perlindungan 25 tahun atau

seumur hidup (Astuti, 2010).

Pengetahuan tentang imunisasi TT penting dilakukan bagi ibu

hamil untuk kekebalan pada ibu terhadap infeksi tetanus, dalam

penelitian yang dilakukan Ayuningrum dan Murdiati (2013)

mengatakan bahwa tingkat pengetahuan ibu mempengaruhi ketaatan

ibu dalam melakukan imunisasi TT. Semakin rendah tingkat

pengetahuan ibu tentang imunisasi TT maka status imunisasi

kebanyakan tidak lengkap.

b. Data Objektif

Data obyektif merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi

pemeriksaan. Pemeriksaan fisik dari kepala sampai dengan kaki,

pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang (Heryani, 2011).

Pemeriksaan pada klien meliputi pemeriksaan umum yang terdiri dari

keadaan umum (baik, sedang, lemah), kesadaran (composmentis, apatis,

delirium, somnolen, sopor, semi koma, koma). Tanda - tanda vital

terdiri dari tekanan darah, suhu, pernapasan, dan nadi. Data yang

mendukung selain tanda-tanda vital yaitu pengukuran berat badan,

tinggi badan dan lingkar lengan atas (LILA) (Maryunani, 2016).

Pengukuran LILA dilakukan untuk mengetahui status gizi ibu

hamil. Ukuran LILA wanita dewasa atau usia reproduksi adalah 23,5

cm, jika kurang dari 23,5 cm interprestasinya kekurangan energi kronis

(KEK) yang dapat mengakibatkan abnormalitas kehamilan dan bayi


16

dengan berat badan lahir rendah (Walyani, 2015). Status gizi dapat

diukur juga dengan menggunakan IMT. Kategori IMT ada 4 jenis,

pertama kategori KEK nilainya < 18,5 kedua kategori normal nilainya

18,5 - 25, ketiga kategori BB berlebihan nilainya > 26 - 29, dan terakhir

Obesitas nilanya > 29 (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Pemeriksaan fisik terdiri dari status present (head to toe) dan

status obstetrik. Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah

pemeriksaan konjungtiva untuk mengetahui apakah ibu hamil

mengalami anemia atau tidak. Berdasarkan penelitian Yuristin (2014)

yang berjudul “Hubungan Anemia dengan Kejadian Intrauterine Fetal

Death (IUFD) di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Provinsi Riau pada

Tahun 2011-2012” didapatkan hasil bahwa ibu yang anemia

mempunyai risiko 2,76 kali lebih besar mengalami IUFD daripada ibu

yang tidak anemia. Sehingga ada hubungan yang signifikan anemia

dengan kejadian IUFD.

Pemeriksaan obstetri yang dilakukan adalah pemeriksaan leopold

I, untuk menentukan tinggi fundus uteri dan meraba bagian janin yang

berada dalam fundus uteri dengan kedua tangan, leopold II kedua

tangan menekan uterus dari kiri-kanan untuk menentukan bagian janin

yang berada pada kedua sisi uterus, biasanya punggung janin atau

kepala akan teraba keras. Leopod III satu tangan meraba bagian janin

apa yang terletak dibagian bawah dan tangan lainnya menahan fundus

untuk menentukan bagian janin yang berada pada bagian bawah.


17

Leopold IV kedua tangan menekan bagian bawah uterus dari kiri ke

kanan untuk menentukan presetasi dan engangement. Pemeriksaan

obstetri yang dilakukan selanjutnya yaitu TFU (Tinggi Fundus Uteri)

menggunakan pita ukur dal am senti meter yaitu jarak fundus uteri

dengan atas simfisis. Pemeriksaan DJJ (Denyut Jantung Janin)

mengunakan Linex atau Dopler yang ditempelkan pada daerah

punggung janin dan TBJ (Tafsiran Berat Janin) berdasarkan TFU

(Maryunani, 2016).

Salah satu pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan

laboratorium ada pemeriksaan Hb, urine protein dan urine reduksi,

golongan darah. Pemeriksaan haemoglobin (Hb) dilakukan secara rutin

selama kehamilan untuk mendeteksi anemia. Perubahan fisiologis yang

terjadi selama kehamilan mengakibatkan penurunan Hb secara progesif

sekitar minggu ke 30 yang secara fisiologis masih dianggap normal.

Pemeriksaan Hb dilakukan minimal 2x selama kehamilan yaitu

trimester I dan trimester III. Pada standar pelayanan kebidanan yang

keenam membahas tentang pengelolaan anemia pada kehamilan yang

bertujuan untuk menemukan anemia pada kehamilan secara dini dan

melakukan tindak lanjut yang memadai untuk mengatasi anemia

sebelum proses persalinan. Selain menggunakan metode Sahli

pemeriksaaan HB dapat pula dilakukan dengan menggunakan kertas

Talquis (Rukiyah dan Yulianti, 2014).


18

Pemeriksaan protein urine, dilakukan untuk mengetahui adanya

pre eklamsia pada ibu hamil yang seringkali menyebabkan masalah

dalam kehamilan maupun persalinan dan terkadang menyebabkan

kesakitan dan kematian ibu dan bayi bila tidak segera di antisipasi.

Pemeriksaan protein urine adalah pemeriksaan protein dengan

menggunakan asam asetat 5% dan apabila setelah dipanaskan urine

menjadi keruh berarti ada protein dalam urine. Standar kadar keluhan

protein urine adalah yaitu jika urine jernih maka urine protein negatif.

Jika ada keruahan maka urine protein positif satu. Jika kekeruhan

mudah dilihat dan ada endapan maka urine protein positif dua. Jika

urine lebih keruh dan endapan lebih jelas maka urine protein positif

tiga. Jika urine sangat keruh disertai endapan yang menggumpal maka

urine protein positif empat. Pada pemeriksaan urine reduksi dilakukan

untuk melihat adanya kosa dalam urine. Urine normal biasanya tidak

mengandung glukosa. Dalam kasus tertentu urine mengandung glukosa

seperti pada ibu yang memiliki riwayat DM (Rukiyah dan Yulianti,

2014).

2. Interpretasi data

Pada langkah ini melakukan interpretasi data untuk mengidentifikasi

diagnose, masalah dam kebutuhan. Berdasarkan interpretasi data yang

akurat atas data yang dikumpulkan. Contoh diagnosa Ny.. G..P...A… umur

… tahun usia kehamilan ... minggu dengan kehamilan normal (Heryani,

2011).
19

3. Merencanakan Rencana Asuhan yang menyeluruh

Merencanakan asuhan yang menyeluruh merupakan lanjutan

manajemen terhadap diagnosa. Rencana asuhan yang akan dilakukan pada

pasien adalah memberi tahu ibu tentang hasil pemeriksaan, memberi

pendidikan kesehatan tentang tanda bahaya trimester III, kebutuhan nutrisi,

persiapan persalinan (P4K), memberitahu pasien tentang kunjungan ulang

(Rukiyah dan Yulianti, 2014).

Ibu hamil perlu mengetahui tentang tanda bahaya pada trimester III

dan segera periksa ke bidan agar segera dilakukan penanganan. Menurut

Rahman (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan

Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil dalam Mengenal Tanda Bahaya

Kehamilan dan Persalinan di Puskesmas Managaisaki” didapatkan hasil

bahwa semakin baik pengetahuan ibu hamil maka akan lebih mengenal

tanda bahaya kehamilan dan persalinan. Dengan banyaknya pengetahuan

ibu maka semakin cepat pula ibu mengetahui tanda bahaya kehamilan dan

persalinan.

Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)

adalah kegiatan yang di fasilitasi oleh bidan dalam rangka meningkatkan

peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam merencanakan

persalinan yang aman dan persiapan dalam menghadapi kemungkinan

terjadinya komplikasi pada saat hamil, bersalin dan nifas, termasuk

perencanaan menggunakan metode Keluarga Berencana (KB) pasca

persalinan dengan menggunakan stiker P4K sebagai media pencatatan


20

sasaran dalam rangka meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan

kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir.

Berdasarkan penelitian Pramasanthi (2016) yang berjudul

“Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil dan Dukungan Suami dengan

Kepatuhan Melaksanakan Program Perencanaan Persalinan dan

Pencegahan Komplikasi (P4K) di Kota Salatiga” di dapatkan hasil bahwa

terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan kepatuhan

dalam melaksanakan P4K. Pemahaman ibu hamil tentang perencanaan

persalinan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu. Dengan latar

belakang pendidikan ibu yang rendah maka menyulitkan berlangsungnya

suatu penyuluhan kesehatan terhadap ibu karena ibu kurang menyadari

akan pentingnya informasi-informasi yang diberikan.

4. Implementasi

Pada langkah implementasi dilakukan tindakan asuhan sesuai dengan

kebutuhan pasien atau klien yang dilakukan secara efektif. Pemeriksaan

yang dilakukan yaitu bagaimana keadaan pasien, apakah ibu dalam keadaan

normal atau tidak. Memberi pendidikan kesehatan tentang tanda bahaya

trimester III, yaitu nyeri kepala yang hebat, hipertensi, bengkak di wajah,

tangan dan kaki, penglihatan kabur, perdarahan pada jalan lahir, dan

gerakan janin tidak terasa. Konseling selanjutnya adalah nutrisi pada ibu

hamil, makanan yang dapat dikonsumsi oleh ibu diantaranya susu, keju,

daging, kacang-kacangan, telur, sayur, buah, nasi, sereal. Pada kunjungan

ibu hamil trimester III yaitu memberitahu pasien tentang kunjungan ulang
21

pada ibu hamil trimester III yaitu dua kali, dan segera periksa jika ada

keluhan (Rismalinda, 2015).

Trimester III merupakan trimester akhir kehamilan , dalam trimester

ini ibu harus melakukan pemeriksaan secara teratur . Kepatuhan ibu hamil

melakukan pemeriksaan secara teratur di pengaruhi oleh tingkat

pengetahuan ibu hamil. Hal ini sesuai pengan penilitian Febyanti dan

Susilawati (2012) yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil

Tentang Antenatal Care Terhadap Perilaku Kunjungan Kehamilan “ yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil trimester 3

tentang pentingnya ANC terhadap perilaku kunjungan ANC. Dengan

demikian pemberian pendidikan kesehatan tentnag pemeriksaan kehamilan

sangat penting untuk dilakukan serta ibu hamil diharapkan untuk

menyadari pentingnya pemeriksaan ANC sehingga berusaha menambah

pengetahuannya yang menjadikannya patuh dalam pelaksanaannya.

5. Evaluasi

Hasil evaluasi ini dilakukan untuk mengevaluasi yang meliputi

terpenuhinya atau tidaknya kebutuhan dan mengatasi diagnosis serta

masalah yang telah diidentifikasi, rencana asuhan, masalah teratasi,

masalah berkurang, timbul masalah baru, dan kebutuhan telah terpenuhi

(Heryani, 2011).
22

B. Manajemen Kebidanan Persalinan

Asuhan persalinan adalah mencegah terjadinya komplikasi yang

bertujuan untuk mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat

kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya

meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan secara optimal. Persalinan

dibagi menjadi 4 tahap yaitu Kala I (kala pembukaan), Kala II (kala

pengeluaran), Kala III (kala uri) dan Kala IV (kala pengawasan) (Ilmiah,

2015).

Manajemen kebidanan persalinan adalah metode pendekatan dan

pemecahan masalah kesehatan ibu dan anak yang dilakukan oleh bidan dalam

memberikan asuhan kebidanan pada individu, keluarga maupun masyarakat

(Asri dan Clervo, 2012). Asuhan persalinan ini menggunakan dokumentasi

SOAP yaitu subjektif, objektif, analisa dan penatalaksanaan. Persalinan

terbagi menjadi 4 kala yaitu kala I, kala II, kala III dan kala IV dengan

penjelasan sebagai berikut:

1. Persalinan Kala I (Kala Pembukaan)

a. Subyektif

Data subyektif berisi informasi yang diceritakan ibu tentang apa

yang dirasakan dan dialaminya saat ini, dapat juga berisi informasi

tambahan yang diceritakan oleh keluarga tentang status ibu. Terutama

jika ibu merasa sangat nyeri atau sangat sakit. Nyeri persalinan pada

kala I disebabkan oleh pembukaan dan penipisan serviks. Berdasarkan

hasil penelitian Tazkiyah dan Yanti (2014) nyeri persalinan pada kala I
23

dapat dikurangi dengan cara melakukan massage. Hal tersebut

dikarenakan adanya pengaruh pemberian teknik massage pada ibu

inpartu kala I fase aktif. Teknik massage diberikan dengan cara

merangsang pada kulit abdomen dan punggung dengan melakukan

usapan menggunakan telapak tangan dengan arah gerakan melingkar

pada daerah abdomen selama ada kontraksi. Message dapat

mempengaruhi hipotalamus dan pintu gerbang nyeri. Hipotalamus

merangsang hipofise anterior untuk menghasilkan endorphin yang

dapat menimbulkan perasaan nyaman dan enak. Usapan lembut pada

abdomen mengakibatkan nyeri yang ditransmisikan akan dihambat

dengan cara menutup sumber nyeri di sel substansia gelatinosa

sehingga mengakibatkan rangsangan pada sel T menjadi lemah, korteks

serebri tidak menerima pesan nyeri sehingga respon nyeri menurun.

Kala I persalinan dimulai dari adanya his yang adekuat sampai

pembukaan lengkap. Kala I dibagi dalam dua fase yaitu fase laten

(pembukaan serviks 1-3 cm kurang dari 4 cm) berlangsung k6urang

dari 8 jam, dan fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm atau lengkap),

membutuhkan waktu 6 jam. Fase aktif sendiri dibagi menjadi 3 fase

yaitu akselerasi (selama 2 jam pembukaan menjadi 4cm), dilatasi

maksimal (selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat dari 4 menjadi 9

cm), diselerasi (berlangsung lambat dalm waktu 2 jam pembukaan 9 cm

menjadi 10 cm) (Walyani dan Endang, 2016).


24

Lama kala I fase aktif dapat di percepat dengan cara melakukan

pijat endorphin. Hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian yang

dilakukan oleh Astuti dan Masruroh (2016) dengan hasil ada perbedaan

lama kala I fase aktif pada ibu bersalin yang dilakukan dan yang tidak

dilakukan pijat endorphin. Endorphin massage merupakan teknik

sentuhan serta pemijatan ringan, yang dapat menormalkan denyut

jantung dan tekanan darah, serta meningkatkan kondisi rileks dalam

tubuh ibu hamil dan bersalin dengan memicu perasaan nyaman

melalui permukaan kulit.

b. Obyektif

Data Obyektif diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik (pemeriksaan

abdomen dan pemeriksaan dalam), yang digunakan untuk membuat

keputusan klinik (menentukan diagnosa, mengembangkan rencana

pemberian asuhan yang sesuai). Menurut Asri dan Clervo (2012).

Pemeriksaan fisik dilakukan bertujuan untuk menilai kondisi kesehatan

ibu dan bayinya serta tingkat kenyamanan fisik ibu saat bersalin. Pada

pemeriksaan fisik yang perlu dikaji adalah keadaan umum ibu, tingkat

kegelisahan atau nyeri kontraksi, warna konjungtiva, kebersihan, status

gizi, kecukupan cairan, tanda–tanda vital, pemeriksaan abdomen dan

pemeriksan dalam. Pada pemeriksaan abdomen digunakan untuk

menentukan TFU, memantau kontaksi, memantau DJJ, menentukan

presentasi, menetukan penurunan bagian terendah janin. Pemeriksaan

dalam digunakan untuk menilai vagina, cairan vagina, pembukaan dan


25

penipisan servik, penurunan bagian terendah janin, dan menentukan

bagian terendah sudah masuk panggul atau belum.

Tanda dan gejala menjelang persalinan antara lain penipisan dan

pembukaan serviks, kontraksi uterus, blood show (Ilmiah, 2015).

Menurut Asri dan Clervo (2012), kemajuan persalinan ditentukan

dengan hasil pemeriksaan dalam untuk menilai dinding vagina apakah

ada yang menyempit, pembukaan dan penipisan servik, yang dilakukan

setiap 4 jam sekali atau lebih sering jika ada tanda-tanda penyulit atau

indikasi kala II. VT (Vaginal Toucher) untuk menilai dinding vagina

(apakah ada bagian yang menyempit), pembukaan dan penipisan

serviks, kapasitas panggul, ada tidaknya penghalang jalan lahir,

keputihan, pecah tidaknya ketuban, presentasi, penurunan kepala janin.

c. Analisa

Setelah didapatkan data subyektif dan data obyektif dapat

ditentukan diagnosa kebidanan yaitu Ny. … umur ... tahun hamil ...

Minggu G ... P ... A..., janin tunggal, hidup intrauteri, letak membujur,

puka atau puki, presentasi kepala, inpartu kala I fase laten atau aktif

(Heryani, 2011)

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dalam kala I meliputi memantau perubahan tubuh

ibu untuk menentukan persalinan dalam kemajuan yang normal,

memeriksa perasaan ibu dan respon terhadap persalinan, memeriksa

reaksi bayi saat persalinan dan membantu ibu memahami keadaan saat
26

persalinan berlangsung. Hal yang harus di masukkan dalam pemantauan

rencana asuhan kala I secara terus menerus yaitu kemajuan persaliann

dengan partograf, tanda vital, keadaan bayi, kebutuhan hidrasi,

menganjurkan ambulasi, memberikan tindakan yang membantu ibu

mendapatkan rasa nyaman, menganjurkan keluarga memberikan

dukungan.

Tabel 2.1 Tabel Pemantauan Kala I


No Parameter Fase Laten Fase Aktif
1 Tekanan Darah Setiap 4 jam Setiap 4 jam
2 Suhu badan Setiap 4 jam Setiap 2 jam
3 DJJ Setiap 1 jam Setiap 30 menit
4 Kontraksi Setiap 1 jam Setiap 30 menit
5 Pembukaan Serviks Setiap 4 jam Setiap 4 jam
6 Penurunan Setiap 4 jam Setiap 4 jam
7 Nadi Setiap 30 – 60 menit Setiap 30 – 60 menit
Sumber: Walyani dan Endang (2016)

Menurut penelitian Missiyati, Titik, Asih (2015) mengatakan

bahwa dukungan keluarga berpengaruh terhadap lama kala 1. Dimana

suami dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada istri, sehingga

mentalnya cukup kuat dalam menghadapi proses persalinan. Lama kala 1

yang di dukung oleh suami atau keluarga lebih cepat dibandingkan tanpa

dukungan suami atau keluarga. Pada kala I anjurkan suami dan anggota

keluarga yang lain untuk menemani ibu selama persalinan dan kelahiran.

Menciptakan suasana kekeluargan dan rasa aman seperti mengucapkan

kata-kata yang membesarkan hati dan pujian kepada ibu, membantu ibu

bernafas pada saat kontraksi, memijat punggung atau kaki ibu menyeka

muka ibu dengan lembut.


27

Rencana asuhan sayang ibu dalam proses persalinan menurut

Ilmiah (2015) yaitu menawarkan pendamping saat melahirkan untuk

dukungan emosional an fisik, memberitahu informasi mengenai hasil

asuhan yang diberikan, memberikan penawaran pada ibu untuk memilih

posisi persalinan yang nyaman bagi ibu, menjelaskan proses persalinan

dan kemajuan pada ibu dan keluarga, menganjurkan ibu untuk makan

makanan ringan bila menginginkannya.

2. Persalinan Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

Dalam memberikan asuhan kebidanan persalinan kala II

menggunakan catatan perkembangan dalam bentuk SOAP meliputi data

subjektif, objektif, analisa dan penatalaksanaan.

a. Subyektif

Pada kala II ibu akan merasakan ingin meneran dan rasa sakit yang

semakin sering. Ibu ingin mengejan karena kepala telah masuk ruang

panggul. Pada kala II ini biasa ditandai dengan ibu merasakan ingin

meneran, karena adanya tekanan pada rectum atau vagina, perium

menonjol, vulva membuka, mengeluarkan lendir darah. Kala II biasa

berlangsung pada primi sekitar 1,5 – 2 jam dan multi 0,5 – 1 jam (Ilmiah,

2014).

Pada kala II dilakukan pemantauan ibu dari kontraksi, tanda-tanda

kala II yaitu ibu merasakan ingin meneran dengan adanya kontraksi,

adanya tekanan pada rectum atau anus , perinium menonjol, vulva,


28

vagina, dan spingter ani membuka, meningkatnya pengeluaran lendir

darah (Asri dan Clervo, 2012).

b. Obyektif

Data objektif pada persalinan kala dua pemeriksaan yang dilakukan

adalah pemeriksaan umum ibu meliputi keadaan umum, kesadaran ibu,

dan dilakukan pemeriksaan kontaksi, denyut jantung janin, dan

pemeriksaan dalam. Yang dinilai dalam pemeriksaan dalam yaitu dinding

vagina, portio, pembukaan, ketuban, presentasi, penurunan, posisi dari

janin. Tanda gejala yang di lihat oleh bidan atau tenaga kesehatan yang

menolong persalinan, yaitu ada dorongan meneran dengan terjadinya

kontraksi, adanya tekanan pada anus, perineum menonjol, vulva-vagina

dan sfingter ani membuka dan meningkatnya pengeluaran lendir

bercampur darah (Sondakh, 2013).

c. Analisa

Diagnosa kala II dapat ditegakkan atas dasar hasil pemeriksaan

dalam yang menunjukkan pembukaan serviks telah lengkap dan terlihat

bagian kepala bayi pada interoitus vagina atau kepala janin sudah tampak

di vulva (Ilmiah, 2015). Setelah di dapatkan data subyektif dan data

obyektif dapat ditentukan diagnosa kebidanan yaitu Ny. … umur ... tahun

hamil ... minggu G ... P... A..., janin tunggal, hidup intra uteri, letak

membujur, puka atau puki, presentasi kepala, inpartu kala II.


29

d. Penatalaksanaan

Melakukan asuhan yang efisien dan aman yaitu menyiapkan

persiapan penolong meliputi sarung tangan, perlengkapan perlindungan

diri, persiapan tempat, peralatan dan bahan serta penyiapan tempat dan

lingkungan untuk kelahiran bayi. Kemudian memberitahu ibu dan

keluarga untuk membantu proses persalinan. Lakukan amniotomi jika

pembukaan sudah lengkap dan ketuban belum pecah. Setelah pembukaan

lengkap bimbing ibu cara meneran yang efektif apabila timbul dorongan

spontan, anjurkan ibu untuk beristirahat jika tidak sedang kontraksi,

berikan posisi ibu yang di inginkan dan nyaman bagi ibu, pantau kondisi

janin, jika pembukaan belum lengkap sarankan ibu untuk bernafas cepat

ataupun biasa, upayakan untuk tidak meneran hingga pembukaan lengkap

(Walyani, 2016).

Dalam menolong persalinan teknik meneran juga perlu

diperhatikan untuk mengurangi risiko laserasi jalan lahir. Hal ini sesuai

dengan penelitian Mujab, Rusmiyati, Purnomo (2014) yang berjudul

“Pengaruh Tehnik Meneran terhadap Laserasi Jalan Lahir pada Ibu

Inpartu Primigravida di Rumah Bersalin Semarang” didapatkan hasil

bahwa hubungan tehnik meneran terhadap laserasi jalan lahir pada ibu

bersalin. Ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila pembukaan

sudah lengkap. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam memimpin

ibu bersalin yaitu melakukan meneran dengan benar untuk mencegah

terjadinya laserasi diantaranya menganjurkan ibu untuk meneran sesuai


30

dengan dorongan alamiah selama ada kontraksi, tidak menganjurkan ibu

untuk menahan nafas pada saat meneran.

3. Persalinan Kala III (Kala Uri)

a. Subyektif

Pasien mengatakan bayinya telah lahir spontan, namun ari-arinya

belum lahir, ibu merasa mules pada perut dan ingin meneran. Waktu

yang paling kritis untuk mencegah perdarahan postpartum adalah ketika

plasenta lahir. Ketika plasenta lepas tetapi tidak keluar, maka perdarahan

dapat terjadi di belakang plasenta sehinngga uterus tidak dapat

berkontraksi karena plasenta masih ada di dalam (Prawirohardjo, 2010).

b. Obyektif

Data obyektif yang dapat dikaji yaitu palpasi uterus untuk

menentukan apakah ada janin kedua atau tidak, kontraksi uterus, dan

perdarahan (Asri dan Clervo, 2012). Menurut Sondakh (2013) data

objektif diperoleh dari pemeriksaan fisik yang bertujuan untuk menilai

kondisi kesehatan ibu dan bayi serta tingkat kenyamanan fisik ibu

bersalin serta mendeteksi dini adanya komplikasi. Pada persalinan kala I

dilakukan pengkajian untuk mendapatkan data tentang kemajuan

persalinan, kondisi ibu dan kondisi janin serta komplikasi yang terjadi.

Data tentang kemajuan persalinan didapatkan dari riwayat persalinan,

yaitu permulaan timbulnya kontraksi uterus atau his, selaput ketuban

utuh atau robek, perdarahan, masalah yang pernah ada dalam kehamilan
31

terdahulu misal perdarahan, terakhir kali makan dan minum, lama

istirahat.

Pada pemeriksaan abdomen dilakukan pemeriksaan TFU, tanda

bekas operasi, kontraksi yaitu frekuensi, lama, kekuatannya, penurunan

kepala. Pada vagina dilakukan pemeriksaan adanya pembukaan serviks,

penipisan serviks, ketuban, anggota tubuh bayi yang sudah tampak. Pada

pemeriksaan kondisi ibu dilakukan dengan mengkaji pemeriksaan umum

yaitu tanda vital, edema, kondisi puting susu, kandung kemih, pemberian

makan dan minum, pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan psikososial

meliputi perubahan perilaku, kebutuhan, dan dukungan (Sondakh, 2013).

c. Analisa

Diagnosa pada persalinan kala III dapat dilihat dari tanda dan

gejala diantaranya uterus menjadi globular atau bundar, perdarahan,

adanya pancaran darah mendadak, uterus naik di abdomen, tali pusat

lebih memanjang. Setelah di dapatkan data subyektif dan data obyektif

dapat ditentukan diagnosa kebidanan yaitu Ny. … umur ... tahun hamil ..

minggu P... A ..., inpartu kala III (Heryani, 2011).

d. Penatalaksanaan

Rencana asuhan persalinan pada kala III yaitu melakukan

manajemen aktif kala III dengan menjepit dan menggunting tali pusat

secepat mungkin, memberikan oksitosin untuk merangsang kontraksi

uterus, oksitosin 10 intra unit (IU) secara IM dapat diberikan ketika

kelahiran bahu depan bayi 2 menit setelah kelahiran bayi dan hanya ada
32

bayi tunggal. Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT) (Asri

dan Clervo, 2012). Penundaan penjepitan tali pusat satu sampai tiga

menit dapat mencegah anemia sampai usia dua bulan dan meningkatkan

cadangan zat besi sampai usia enam bulan. Hal ini telah dibuktikan

dalam penelitian yang dilakukan oleh Agustini dan Roeslani (2016) yang

mengatakan bahwa penundaan penjepitan tali pusat dapat mencegah

anemia pada bayi baru lahir.

Berdasarkan penelitian Djami (2013) untuk mencegah anemia pada

bayi dapat dilakukan Lotus Birth. Lotus Birth adalah proses persalinan

pada kala III yang tidak langsung dilakukan pemotongan tali pusat, tetapi

dibiarkan tetap terhubung antara bayi dan plasenta hingga puput dengan

sendirinya manfaatnya yaitu penambahan aliran darah pada bayi untuk

mencegah anemia.

Berdasarkan penelitian Herlyssa, Sri, Rus (2015) didapatkan hasil

salah satu faktor yang membantu pertumbuhan bayi baru lahir secara

optimal yaitu dengan cara Lotus Birth yaitu tanpa menjepit ataupun

memotong plasenta sehingga tidak memberikan peluang kuman untuk

masuk ke dalam tubuh bayi melalui tali pusat. Metode lotus birth ini

dapat menambah kekebalan tubuh pada bayi yang baru lahir. Dengan

lotus birth, bayi mendapatkan lebih banyak darah yang mengandung

oksigen, makanan dan antibodi sehingga memberikan waktu bagi tali

pusat untuk terpisah dari bayi secara alamiah.


33

Tujuan dari manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan

kontraksi uterus yang lebih efektif, sehingga dapat mempersingkat

waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III

persalinan jika di bandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.

Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia

disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar

disebabkan oleh atonia uteri dan retensio placenta yang sebenarnya

dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala III (Sondakh,

2013).

4. Asuhan Persalinan Kala IV (Kala Pengawasan)

a. Data Subyektif

Pada persalinan kala IV, pasien mengetahui bahwa ari-ari sudah

lahir, perutnya terasa mules, ibu merasa lelah dan capek, namun bahagia

karena kelahiran anaknya secara spontan dan normal (Walyani, 2016).

b. Data Obyektif

Setelah plasenta lahir diberikan asuhan diantaranya periksa TTV

(tekanan darah, nadi, dan pernapasan, suhu), kontraksi uterus, kandung

kemih, robekan perineum, dan lochea (Walyani, 2016). Robekan

perineum dapat disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak kelahiran dan

berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya,

riwayat persalinan.
34

Hal ini sesuai dengan penelitian Prawitasari, Yugistyowati, Sari

(2015) yang didapatkan hasil bahwa ruptur perineum dapat disebabkan

karena kurangnya komunikasi yang baik antara penolong persalinan dan

ibu bersalin, seperti pada saat belum ada pembukaan lengkap ibu

sebenarnya tidak dianjurkan untuk mengejan tetapi ibu terus saja

mengejan sehingga pada saat waktunya harus mengejan ibu sudah

kelelahan sehingga ibu tidak kooperatif saat proses persalinan

berlangsung. Selain itu pada saat penelitian ini di lakukan respondennya

lebih banyak primipara dan pada umumnya mereka belum mempunyai

pengalaman dengan proses kelahiran sebelumnya, belum mengetahui

teknik mengejan yang benar, posisi persalinan yang benar dan perineum

pada primipara cenderung kaku dan tidak elastis sehingga mudah sekali

terjadi ruptur.

c. Analisa

Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan data subyektif dan data

obyektif yaitu Ny. … umur…tahun P…A… inpartu kala IV (Heryani,

2011).

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada kala IV yaitu memeriksa tinggi fundus uteri,

menganjurkan ibu untuk makan dan minum untuk mencegah dehidrasi,

membersihkan ibu, menganjurkan ibu untuk istirahat dan, mengajari ibu

dan anggota keluarga untuk memeriksa fundus dan menimbulkan

kontraksi serta tanda bahaya bagi ibu dan bayi (Ilmiah, 2015).
35

Salah satu tanda bahaya bagi ibu adalah perdarahan. Ibu dikatakan

mengalami perdarahan apabila darah yang dikeluarkan ibu >500 cc.

Perdarahan pada kala IV ini dapat dicegah dengan cara melakukan pijat

endorphin. Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan

Koriah, dkk (2013) yang menyatakan bahwa pijat endorphin dapat

mengurangi jumlah total pengeluaran darah pada kala IV persalinan

normal. Pada proses persalinan terdapat pengeluaran hormon oksitosin

yang meningkatkan kontraksi uterus, pada kala empat hormon oksitosin

mulai berkurang sehingga pengeluaran darah pada kala IV lebih banyak

dan tidak diketahui penyebabnya, namun bila dilakukan pemijatan

endorphin akan meningkatkan hormon oksitosin. Pijat endorphin, teknik

sentuhan dan pemijatan ringan yang dapat dilakukan oleh pasangan pada

pinggang yaitu melakukan pijatan lembut dari arah leher membentuk

huruf V terbalik, kearah luar menuju sisi tulang rusuk. Sedangkan kala

IV dengan penyulit yaitu sub involusi uterus tidak keras, posisi di atas

umbilicus, dan perdarahan atonia uteri, laserasi, bagian plasenta

tertinggal (Ilmiah, 2015).

Perdarahan antonia uteri adalah perdarahan yang terjadi pada bekas

penempelan plasenta akibat pembuluh darah yang terbuka. Ibu dengan

faktor resiko umur dan paritas berisiko lebih besar mengalami perdarahan

antonia uteri. Hal ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh

Purwanti dan Trisnawati (2015) yang mengatakan bahwa ibu dengan

paritas lebih dari 3 dan ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih
36

dari 35 tahun berisiko lebih besar mengalami perdarahan antonia uteri.

Hal ini disebabkan karena pada umur kurang dari 20 tahun rahim dan

panggul ibu belum berkembang dengan baik dan belum cukup dewasa

untuk menjadi ibu, sedangkan pada umur 35 tahun keatas elastisitas otot-

otot panggul dan sekitarnya serta alat-alat reproduksi pada umumnya

telah mengalami kemunduran sehingga dapat mempersulit persalinan dan

selanjutnya dapat menyebabkan kematian pada ibu

C. Manajemen Kebidanan Pada Masa Nifas

Nifas adalah masa setelah persalinan yang terhitung dari segera

setelah persalinan sampai pulihnya kembali rahimnya ke keadaan sebelum

melahirkan (Maryunani, 2016). Masa nifas adalah masa dimulai sesudah

lahirnya placenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Sulistyawati,

2015).

Manajemen kebidanan nifas adalah pendekatan yang digunakan oleh

bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis

pada asuhan kebidanan ibu nifas (Anggraini, 2010).

Asuhan yang dilakukan pada masa nifas yaitu pengkajian data,

melakukan pemeriksaan, menentukan diagnosa berdasarkan data yang ada

serta melakukan perencanaan dan penatalaksanaan sesuai dengan kasus

yang terjadi.
37

Hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Masa Nifas 6 Jam

a. Subyektif

Data subyektif dapat digunakan sebagai penguat diagnosa.

Data subyektif dalam masa nifas 6 jam seperti menanyakan riwayat

kesehatan dan keluhan ibu seperti riwayat mobilisasi, buang air

kecil, buang air besar, nafsu makan, reaksi terhadap proses

melahirkan dan kelahiran (Maryunani, 2016)

b. Obyektif

Pemeriksaan pada ibu meliputi TTV (suhu, nadi, pernapasan,

tekanan darah) dan dilakukan pemeriksaan fisik yaitu keadaan

payudara (simetris atau tidak, ada pembengkakan atau tidak, puting

menonjol atau lecet atau tidak), pemeriksaan abdomen (uterus dan

kandung kemih), pemeriksaan genetalia (lochea, keadaan

perineum, anus, keadaan ekstremitas) dan pemeriksaan penunjang

(Anggraini, 2010).

c. Analisa

Analisa didapatkan berdasarkan data subyektif dan obyektif

yang telah didapatkan dari hasil pemeriksaan. Contoh Diagnosa :

nama, umur, P... A... 6 jam post partum fase taking in (Anggraini,

2010).
38

d. Penatalaksanaan

Asuhan yang diberikan pada ibu nifas 6-8 jam yaitu

mencegah perdarahan pada masa nifas karena atonia uteri,

mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan rujuk jika

perdarahann berlanjut, memberikan konseling pada ibu atau salah

satu anggota keluarga cara mencegah perdarahan masa nifas karena

atonia uteri, memberikan ASI awal, menjaga bayi tetap sehat

dengan cara mencegah terjadinya hipotermi, menganjurkan ibu

untuk melakukan early ambulation dan bounding attachment.

Bounding attachment adalah kontak awal antara ibu dan bayi

setelah kelahiran, untuk memberikan kasih sayang yang merupakan

dasar interaksi antara keduanya secara terus menerus. Dengan kasih

sayang yang diberikan terhadap bayinya maka akan terbentuk

ikatan batin antara orang tua dan bayinya (Anggraini, 2010).

Setelah bidan melakukan pertolongan persalinan, maka bidan

harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam pertama setelah kelahiran

atau sampai keadaan ibu dan bayi baru lahir dalam keadaan baik.

Dalam pemberian ASI awal dukungan dari suami sangat membantu

keberhasilan proses ini. Partisipasi suami meliputi keterlibatan

suami menjalankan peran secara psikologis, ekonomi dan

instrumental dalam mencapai keberhasilan proses menyusui. Hal

ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Erawati,

Wiwin, Handayani (2014) yang mengatakan bahwa keberhasilan


39

pemberian ASI dipengaruhi oleh dukungan suami. Keluarga dan

suami diharapkan dapat memberikan partisipasi psikologi terutama

pada perubahan fisik dan emosional ibu menyusui, misalnya

dengan memberikan perhatian dan kasih sayang, mendorong ibu

agar memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.

Early ambulation (Mobilisasi dini) merupakan aktivitas

segera yang dilakukan secepat mungkin setelah beristirahat

beberapa jam dengan beranjak dari tempat tidur ibu pada

persalinan normal. Karena mobilisasi dini penting untuk proses

penurunan TFU dan mempercepat proses penyembuhan pada ibu

nifas. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Prihartini (2014) yang mengatakan bahwa setelah dilakukan

mobilisasi dini ibu nifas mengalami penurunan TFU secara

bertahap. Mobilisasi dini dapat langsung dilakukan setelah

melahirkan asalkan dapat menahan rasa nyeri dan menjaga

keseimbangan tubuh. Hal ini akan mencegah kekakuan otot dan

sendi sehingga dapat mengurangi nyeri, menjamin kelancaran

peredaran darah, memperbaiki pengaturan metabolism tubuh,

mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital yang pada

akhirnya akan mempercepat penurunan TFU.


40

2. Masa Nifas 6 hari

a. Data Subyektif

Melakukan pengkajian riwayat ibu yang meliputi perasaan ibu

saat ini, keluhan atau masalah yang dirasakan saat ini, biasanya ibu

belum BAB (Buang Air Besar) karena takut jahitannya membuka,

konsumsi tablet penambah darah, pemberian ASI ada masalah atau

tidak (Sulistyawati, 2015).

b. Data Obyektif

Pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan fisik meliputi

keadaan umum ibu, tanda-tanda vital, pemeriksaan payudara

(kekenyalan, suhu, warna merah, nyeri puting atau pecah-pecah pada

ujungnya), pemeriksaan abdomen (tinggi fundus uteri, kekokohan,

kelembutan), lochea (warna, banyak, bau, bekuannya), perineum

(nyeri, edema, peradangan, jahitan, pus atau nanah, infeksi) dan

tungkai atau betis (tanda-tanda homan, gumpalan darah pada otot yang

menyebabkan nyeri). Penatalaksanaan nyeri perineum dapat di

lakukan dengan 2 cara yaitu bisa dengan cara farmakologis dengan

obat-obatan dan non farmakologis yang terdiri dari berbagai tindakan

stimulasi fisik maupun perilaku kognitif. Intervensi perilaku kognitif

meliputi tindakan distraksi, teknik relaksasi dan sentuhan terapeutik

(Anggraini, 2010).

Cara untuk mengurangi nyeri secara alamiah yaitu dengan

memberikan kompres dingin pada luka, ini merupakan alternatif


41

pilihan alamiah dan sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa

nyeri selain dengan memakai obat-obatan. Terapi dingin menimbulkan

efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf

sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit hal ini telah

dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2013)

yang menyatakan bahwa setelah diberikan kompres dingin sebagian

besar ibu nifas mengalami tingkat nyeri ringan. Penggunaan kompres

dingin terbukti dapat menghilangkan nyeri. Terapi dingin

menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan

hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih

sedikit.

Infeksi perineum adalah peradangan yang terjadi pada luka

bekas sayatan episiotomy atau jahitan yang disebabkan karena

masuknya kuman. Hal ini dapat terjadi jika pengetahuan ibu mengenai

cara perawatan luka bekas jahitan. Terbukti dalam penelitian yang

dilakukan oleh Jati dan Fatmawati (2014) yang menyatakan bahwa

infeksi masa nifas dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu

mengenai cara perawatan luka.

c. Analisa

Analisa yang bisa ditegakkan yaitu nama... umur... tahun P... A..

6 hari post partum fase taking hold (Heryani, 2011).


42

d. Penatalaksanaan

Memastikan proses involusi uterus berjalan normal (ditandai

dengan uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada

perdarahan abnormal dan tidak berbau), menilai adanya tanda-tanda

demam, infeksi atau perdarahan abnormal, memastikan ibu

mendapatkan asupan nutrisi yang cukup, memastikan ibu menyusui

dengan baik, memberikan konseling pada ibu (tentang asuhan pada

bayi, tali pusat, menjaga bayi agar tetap hangat dan perawatan bayi

sehari-hari), menganjurkan ibu melakukan latihan senam nifas dengan

bimbingan (Marmi, 2015).

Involusi uterus adalah kembalinya uterus pada kondisi sebelum

hamil. Proses involusio uterus dapat dipercepat dengan cara

mengkonsumsi daun ubi jalar. Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian

yang dilakukan oleh Suwanti dan Kuswati (2014) yang mengatakan

bahwa percepatan involusio dapat dipercepat dengan cara

mengkonsumsi daun ubi jalar bagi ibu nifas. Daun ubi jalar dapata

digunakan sebagai makanana terutama sayur. Karena di dalam daun

ubi jalar mengandung laktagogum yang bisa meningkatkan produksi

ASI, dengan meningkatnya produksi ASI maka ibu akan lebih sering

menyusui sehingga menyebabkan uterus sering berkontraksi dan

terjadi percepatan involusio uteri.

Senam nifas juga berpengaruh terhadap proses involusio uterus,

hal ini telah dibuktikan oleh Indriyastuti, Kusumastuti, Aryanti (2014)


43

dalam penelitiannya dengan hasil senam nifas dapat mempercepat

involusi uterus pada ibu nifas. Senam nifas yang dilakukan setelah

melahirkan merupakan bentuk ambulasi dini untuk mengembalikan

perubahan fisik dan mengembalikan tonus otot-otot perut bagian

bawah.

Selain senam nifas ibu nifas juga bisa melakukan senam kegel

yaitu senam yang dilakukan untuk menguatkan otot panggul,

membuat jahitan pada perineum menjadi lebih merapat, mempercepat

penyembuhan luka dan meredakan hemoroid yang telah dibuktikan

oleh Kurniati, Wulan, Hikmawati (2014) dalam penelitiannya yang

menyebutkan bahwa penyembuhan luka perineum dapat dipercepat

dengan cara melakukan senam kegel. Melakukan senam kegel akan

membuat adanya kontraksi dan relaksasi otot-otot, membantu

penyembuhan luka perineum dan mengurangi edema.

3. Masa Nifas 2 minggu

a. Subyektif

Ibu mengatakan sudah merasa segar, tidak pusing lagi dan sudah

bisa melakukan aktifitas sehari-hari walaupun masih dibantu keluarga.

Ibu mengatakan ASI sudah keluar banyak dan bayi minum ASI dengan

kuat (Sulistyawati, 2015).


44

b. Obyektif

Pemeriksaan yang dilakukan pada masa nifas 2 minggu yaitu

pemeriksaan fisik pada ibu meliputi kesehatan atau keadaan umum ibu,

tanda-tanda vital, pemeriksaan payudara (kekenyalan, suhu, warna

merah, nyeri puting atau pecah-pecah pada ujungnya), pemeriksaan

abdomen (tinggi fundus uteri, kontraksi uterus), lochea (warna, banyak,

bau, bekuannya), perineum (edema, peradangan, jahitan, pus atau nanah),

dan tungkai atau betis (tanda-tanda homan, gumpalan darah pada otot

yang menyebabkan nyeri) (Sulistyawati, 2015).

c. Analisa

Analisa meliputi nama... umur... P... A... 2 minggu post partum

fase letting go (Heryani, 2011).

d. Penatalaksanaan

Fokus asuhan nifas 2 minggu yaitu memberikan konseling pada

ibu mengenai asuhan pada bayi, menjaga bayi agar tetap hangat dan

merawat bayi sehari-hari, penyulit dalam proses menyusui, ibu

mendapatkan makanan, minuman dan istirahat yang cukup, tidak ada

tanda-tanda infeksi, atau perdarahan abnormal, involusi uterus, dan

kontraksi uterus baik, tidak ada perdarahan abnormal (Sulistyawati,

2015). Kebutuhan nutrisi pada massa menyusui meningkat 25% yaitu

untuk memproduksi ASI dan memenuhi kebutuhan cairan yang

meningkat 3 kali dari biasanya. Nutrisi pada masa nifas erat kaitannya

dengan kualitas produksi ASI yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh


45

kembang bayi. Kuantitas dan kualitas makanan ibu yang baik pada

saat hamil maupun pada saat nifas akan mempengaruhi produksi ASI

hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2016)

yang mengatakan bahwa pemenuhan nutrisi pada ibu nifas

mempengaruhi produksi ASI.

Ibu menyusui harus minum sedikitnya 3 liter air setiap hari

(anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui). Keberhasilan

pemberian ASI eksklusif juga di pengaruhi oleh pengetahuan ibu

mengenai manfaat ASI. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Astuti (2013) bahwa keberhasilan pemberian ASI

eksklusif dipengaruhi oleh pengetahuan ibu. Pengetahuan ibu yang

kurang mengenai ASI eksklusif faktor utama yang menyebabkan

kegagalan pemberian ASI eksklusif.

Penatalaksanaan selanjutnya yaitu menganjurkan ibu untuk

melakukan senam nifas, memberitahu ibu mengenai imunisasi dasar yang

wajib diberikan untuk bayi hal ini harus diberitahukan kepada ibu karena

tingkat pengetahuan ibu mengenai imunisasi dasar lengkap pada bayi

mempengaruhi keberhasilan pemberian imunisasi dasar pada bayi. Hal

ini di buktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Pusparini dan

Santhini (2014) yang mengatakan bahwa pengetahuan ibu mempengaruhi

keberhasilan pemberian imunisasi dasar.

Memberikan pendidikan kesehatan tentang keluarga berencana.

Pasien pasca bersalin tidak perlu khawatir untuk segera ber KB. Banyak
46

cara untuk ber KB misalnya menganjurkan ibu nifas untuk sesering

mungkin memberikan ASI kepada bayinya, karena ibu yang sering

memberikan ASI masa infertilitas lebih lama tetapi kesuburan tidak dapat

diperkirakan. KB yang aman digunakan untuk ibu menyusui yaitu MAL

(Metode Amenorea Laktasi), mini pil, suntik progestin, implan, dan IUD

(Intra Uterine Device).

MAL merupakan kontrasepsi dengan cara terus menyusui anaknya

secara eksklusif, tanpa ada makanan tambahan atau minuman. Bagi ibu

yang sering memberikan ASI maka masa infertilitas lebih lama namun

kesuburan tidak dapat diperkirakan (Purwoastuti dan Walyani, 2015).

Mini pil, suntik progestin dan implant adalah kontrasepsi hormonal

yang hanya mengandung progesteron, sehingga pada masa laktasi aman

untuk digunakan karena tidak berpengaruh pada produksi ASI. IUD

merupakan jenis kontrasepsi non hormonal sehingga tidak mempengaruhi

proses laktasi yang berjangka panjang. Menganjurkan ibu untuk sesegera

mungkin ber KB setelah 6 minggu post partum.

D. Manejemen Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42

minggu dengan berat lahir antara 2500-4000 gram ( Sondakh, 2013).

Sedangkan menurut Marmi dan Rahardjo (2014) Bayi Baru Lahir

(Neonatus) adalah bayi yang lahir berusia 0-28 hari.


47

Manejemen Kebidanan pada bayi baru lahir adalah pendekatan yang

digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah

secara sistematis mulai dari pengkajiandata sampai evaluasi.

1. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir 1 Jam

a. Pengumpulan Data

1) Data subjektif

Data subjektif pada bayi data yang dikaji adalah biodata

bayi, dari nama bayi, tanggal lahir, jenis kelamin, umur, alamat.

Data lain yang juga dikaji adalah identitas orang tua, keluhan

utama, riwayat natal, riwayat post natal (APGAR), serta pola

nutrisi, eliminasi, istirahat, pola aktifitas, riwayat alergi, riwayat

kesehatan, riwayat imunisasi yang pernah diberikan (Sondakh,

2013).

Salah satu faktor kematian bayi dapat disebabkan oleh

factor ibu yaitu dalam riwayat kesehatan, riwayat persalinan.

Hal ini terbukti dalam penelitian Wandira dan Indawati (2012)

yang berjudul “Faktor Penyebab Kematian Bayi di Kabupaten

Sidoarjo” bahwa factor ibu dapat menyebabkan kematian bayi

yaitu karena kondisi ibu saat hamil dan riwayat kesehatan yang

lalu (alergi, hipertensi) dan juga riwayat kesehatan keluarga (

hipertensi, diabetes mellitus, riwayat keturunan kembar).

Riwayat kehamilan yang berisiko seperti umur ibu saat hamil,

kelahiran anak yang keberapa dan jarak kelahiran.


48

2) Data objektif

Data objektif pada bayi baru lahir adalah melakukan

pemeriksaan fisik dan tanda vital bayi (suhu, nadi, dan

pernafasan), menjaga kehangatan bayi. Ciri-ciri dari BBL

normal yaitu berat badan 2500-4000 gr, panjang badan 48-52

cm, lingkar dada 30-38 cm, frekuensi jantung 120-160

kali/menit, pernafasan 40-60 kali/menit, kulit kemerahan,

rambut lanugo tidak terlihat, kuku agak panjang, jari lemas.

Pada genetalia perempuan labia mayora sudah menutupi labia

minora, sedangkan pada genetalia laki-laki testis sudah turun

skrotum sudah ada. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk

dengan baik, reflek morrow atau gerak memeluk bila di

kagetkan sudah baik, reflek graps atau menggenggam sudah

baik. Pada pola eliminasi baik, mekonium akan keluar 24 jam

pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan (Sondakh,

2013).

b. Interpretasi Data

Pada interpretasi data melakukan identifikasi yang benar

terhadap diagnosis, masalah dan kebutuhan tumbuh kembang anak

berdasarkan data yang telah dikumpulkan pada langkah pertama.

Contoh By… umur 1 jam fase tidur (Marmi dan Rahardjo, 2012).
49

c. Merencanakan asuhan yang menyeluruh

Rencana asuhan yang diberikan adalah mempertahankan

suhu tubuh bayi agar tetap hangat, pemberian salep mata,

pemberian vitamin K1, memfasilitasi kontak dini pada ibu dengan

IMD (Marmi dan Rahardjo, 2012). Menurut Penelitian Marlina dan

Harnani (2015) yang berjudul “Analisa Peran Suami Terhadap

Perawatan Bayi Baru Lahir Di RB Taman Sari Wilayah Kerja

Puskesmas Harapan Raya Tahun 2013” didapatkan hasil bahwa ada

hubungan peran suami terhadap perawatan bayi baru lahir. Suami

yang berpengetahuan rendah mempunyai peluang 5 kali lebih besar

untuk tidak berperan terhadap perawatan bayi baru lahir

dibandingkan yang berpengetahuan tinggi.

d. Melaksanakan perencanaan

Pada penatalaksanaan mempertahankan suhu tubuh bayi

dengan cara membungkus bayi dengan kain kering, memeriksa

suhu tubuh bayi apabila telapak kaki teraba dingin. Melakukan

perawatan mata dengan pemberian salep mata tetrasiklin 1% pada

bayi. Memberikan vit K dalam waktu 24 jam dan memberikan

imunisasi Hb0 (Kemenkes RI, 2015).

e. Evaluasi

Cara mengevaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan,

yaitu dengan mengulangi kembali proses manajemen dengan benar

terhadap setiap aspek asuhan yang sudah di laksanakan.


50

Mengevaluasi dilakukannya IMD, pemberian vitamin K, salep

mata, imunisasi Hb0.

Kebijakan nasional untuk memberikan ASI eksklusif

selama 6 bulan telah ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan No.

450/Menkes/SK/IV/2004. ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu

yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa

diberikan makanan dan minuman, kecuali obat dan vitamin.

Gentlebirth adalah metode persalinan yang tenang, lembut,

santun, dan memanfaatkan semua unsur alami dalam tubuh

seorang manusia. Gentlebirth antara lain dilaksanakan dengan

menggunakan metode Hypno-Breastfeeding dan Inisiasi Menyusu

Dini (IMD). Ibu yang melaksanakan gentlebirth dengan latihan

relaksasi Hypno-Breastfeeding secara rutin dan IMD pada saat

persalinan dapat memproduksi ASI lebih lancar. Hal ini terbukti

dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2013) yang

mengatakan bahwa gentlebirth dengan metode hypnobirthing dan

IMD efektif terhadap pemberian ASI Eksklusif.

IMD berfungsi untuk mencegah terjadinya hipotermi pada

bayi hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh

Apriastuti & Tinah (2015) dengan hasil hipotermi pada bayi baru

lahir dapat dicegah dengan cara melakukan IMD. Pemberian ASI

Eksklusif juga dipengaruhi oleh seringnya pemberian penyuluhan

tentang ASI Eksklusif pada orang tua bayi. Hal ini telah dibuktikan
51

oleh penelitian yang dilakukan oleh Merdhik, Mardji, Devi (2014)

yang menyatakan bahwa penyuluhan mengenai ASI Eksklusif yang

diberikan kepada orang tua mempengaruhi kesuksesan pemberian

ASI Eksklusif terhadap bayi.

Pemberian vitamin K merupakan suatu standar pelayanan

yang harus diberikan kepada semua bayi baru lahir atau hanya

diberikan pada bayi yang memiliki resiko saja. Pengetahuan bidan

mengenai pemberian vitamin K pada bayi dilakukan dengan sesuai

standar pelayanan bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan dalam

penelitian Kasmawati (2012) yang didapatkan hasil bahwa ada

hubungan pengetahuan bidan terhadap pemberian vitamin K.

2. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir 6 Jam

a. Subyektif

Data subyektif diperoleh dari anamnesa pada ibu ataupun pada

keluarga. Pengkajian yang dilakukan adalah pemenuhan kebutuhan

dasar seperti pola minum (berapa frekuensi bayi menyusu), BAB dan

BAK, pola tidur. Dalam pola minum yang dikaji apakah bayi sudah

dapat menghisap dan sesuaikan dengan kehendak bayi atau keinginan

bayi setiap 2-3 jam (paling sedikit 4 jam), pola BAB yang dikaji

frekuensi (4-5X dalam sehari), konsistensi (lunak), warna (kuning),

untuk pola tidur (16 jam dalam sehari) (Marmi dan Rahardjo, 2014).
52

b. Obyektif

Data obyektif dapat didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik (head

to toe) dilakukan setelah kondisi bayi stabil, biasanya 6 jam setelah

kelahiran bayi. Hal yang dikaji adalah keadaan umum bayi dan tanda-

tanda vital seperti frekuensi napas (40-60 kali per menit), frekuensi

jantung menggunakan stetoskop (120-160 kali per menit), dan suhu

tubuh (36,5-37,2 derajat celcius).

c. Analisa

Analisa pada bayi baru lahir dapat ditegakkan dari data subyektif

dan data obyektif. Didapatkan diagnose bayi cukup bulan , kelahiran

spontan, dan tidak ada masalah. Bidan dapat menyimpulkan diagnose

asuhan kebidanan bayi baru lahir, By. … usia 6 jam fase reaktivitas II

(Marmi dan Rahardjo, 2012).

d. Penatalaksanaan

Asuhan yang diberikan sebelum ibu dan bayi kembali ke rumah

adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang menjaga kehangatan

bayi, pola menyusui (on demmand), bounding attachment, menjelaskan

tanda-tanda bahaya, perawatan tali pusat, pola hygiene (menjaga

kebersihan bayi), imunisasi yang diberikan pada bayi dan menjelaskan

kepada ibu tentang konsisi bayi, menganjurkan suami berperan pada

perawatan bayi baru lahir (Marmi dan Rahardjo, 2012).


53

3. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir 6 Hari

a. Subyektif

Menurut Marmi dan Rahardjo (2012) pengkajian data subyektif

didapatkan dari ibu, suami, keluarga, atau yang mengantar bila rujukan

dari bidan, dukun, maupun lainnya. Biasanya bayi usia 6 hari sudah

mulai banyak menyusu, dan sering buang air kecil serta buang air besar

masih jarang, konsistensi cair dan berwarna kuning.

b. Obyektif

Data objektif pada bayi baru lahir 6 hari adalah melakukan

pemeriksaan fisik dan tanda vital bayi termasuk pemeriksaan tali pusat

dan tanda vital bayi, dan mendeteksi adanya tanda bahaya pada bayi

yang salah satunya ada pada keadaan tali pusat (Marmi dan Rahardjo,

2012).

Menurut penelitian Redjeki dan Husein (2013) yang berjudul

“Perbedaan Lama Pupus Tali Pusat Dalam Hal Perawatan Tali Pusat

Antara Penggunaan Kasa Steril Dengan Kasa Alkohol 70% Di Bps Hj.

Maria Olfah Tahun 2012” didapatkan hasil bahwa perawatan tali pusat

bayi dengan kasa steril lebih cepat pupus daripada dengan kasa alkohol.

Maka perlunya perhatian ibu dalam perawatan dan pemilihan cara

perawatan agar cepat pupus dan terhindar dari infeksi yang diakibatkan

oleh bakteri.
54

c. Analisa

Analisa didapatkan dari data yang terkumpul dan interpretasi yang

benar. Bidan dapat menyimpulkan, By.. usia 6 hari sehat (Marmi dan

Rahardjo, 2012).

d. Penatalaksanaan

Menurut Marmi dan Rahardjo (2012) asuhan yang diberikan pada

neonatus usia 2-6 hari meliputi pemberian ASI saja sesering mungkin

sesuai kehendak bayi atau kebutuhan bayi setiap 2-3 jam (paling sedikit

setiap 4 jam), melatih bayi anda agar mengerti bahwa malam hari adalah

waktu tidur dan siang hari adalah waktu bangun, menjaga selalu

kebersihan kulit, muka, pantat, dan tali pusat bayi, cuci tangan sebelum

dan sesudah memegang bayi, mengajari ibu cara memandikan bayi baru

lahir, dan menjaga keamanan bayi dengan tidak sekali-kali

meninggalkan bayi tanpa ada yang menunggu.

4. Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir 2 Minggu

a. Subyektif

Data subyektif didapat dari hasil anamnesis pada ibu atau

keluarga. Kunjungan neonatus pada usia 2 minggu masih sama dengan

kunjungan sebelumnya. Bayi usia 2 minggu biasanya sudah aktif

menyusu, sering BAK 7 – 10 kali, BAB 2 –3 hari sekali dengan warna

kuning dan berbentuk cair, waktunya dihabiskan untuk tidur, semua

reflek positif (Marmi dan Rahardjo, 2012).


55

b. Obyektif

Data obyektif didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik yang telah

dilakukan meliputi keadaan umum bayi, kesadaran, denyut nadi,

pernapasan, reflek menghisap dan menelan. Pemeriksaan fisik secara

head to toe, serta pemeriksaan antropometri. Perubahan fisiologis

masa neonatus yaitu pada tanda-tanda vital. Suhu tubuh normal pada

neonatus yaitu 36,5-37,5 0C yang dilakukan pengukuran melalui aksila

dan rektum. Apabila suhu tubuh bayi dibawah 36,5 0C maka bayi

mengalami hipotermia (Marmi dan Rahardjo, 2012).

Perubahan fisiologis bayi yaitu bayi akan kehilangan berat

badan selama 7-10 hari pertama yaitu sampai 10% untuk bayi dengan

berat lahir lebih dari 1500 gram, 15% untuk bayi dengan berat lahir

kurang dari 1500 gram dan pada minggu ke dua berat badan bayi akan

bertambah. Penurunan berat badan bayi karena akibat dari kehilangan

cairan dalam tubuh, bila 2 minggu bayi tidak ada kenaikan berat badan

berarti asupan nutrisinya masih kurang (Sondakh, 2013).

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menaikkan berat

badan bayi yaitu dengan melakukan pemijatan pada bayi untuk

merangsang nervus vagus. Saraf ini akan meningkatkan peristaltik

usus, sehingga pengosongan lambung lebih cepat dengan demikian

akan merangsang nafsu makan bayi untuk makan lebih lahap

dalam jumlah yang cukup. Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian

yang dilakukan oleh Kalsum (2014) bahwa berat badan bayi


56

meningkat setelah dilakukan pemijatan yang dilaksanakan secara

teratur pada bayi pada kaki, perut, dada, tangan, punggung dan

gerakan peregangan dapat meningkatkan berat badan bayi.

c. Analisa

Pengkajian data subyektif dan obyektif dikumpulkan kemudian

dilakukan analisis data, neonatus lanjut cukup bulan umur 2 minggu

dalam keadaan normal (Marmi dan Rahardjo, 2012).

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada bayi berumur 2 minggu meliputi

memberitahu ibu hasil pemeriksaan bayi, pemberian ASI eksklusif

selama minimal 6 bulan dan imunisasi dasar wajib untuk bayi.

Imunisasi dasar adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu

penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi sesorang.

Dengan pengertian lain, imunisasi merupakan cara untuk

meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu

Antigen (Marmi dan Rahardjo, 2012)

Tabel 2.2 Jadwal Imunisasi pada Bayi


Jenis Usia Pemberian Jumlah Interval
Imunisasi Pemberian Minimal
Hepatitis B 0-7 hari 1 -
BCG 1 bulan 1 -
Polio/ IPV 1,2,3,4 bulan 4 4 minggu
DPT-HB- 2,3,4 bulan 3 4 minggu
HIB
Campak 9 bulan 1 -
Sumber : Kementrian Kesehatan RI (2014)
57

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dompas (2014) manfaat

imunisasi bagi anak, keluarga dan negara adalah untuk mencegah

penderitaan yang di sebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat

atau kematian, menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan

apabila anak sakit. Manfaat untuk negara adalah untuk mamperbaiki

tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk

melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa

Indonesia diantara segenap bangsa di dunia.

Anda mungkin juga menyukai