Anda di halaman 1dari 2

Waktu itu hujan turun dengan deras, seakan-akan langit ikut bersedih dengan apa yang sedang terjadi.

Walaupun begitu, banyak orang yang hadir di upacara pemakaman anggota top class di agensi
detektif Undertaker–agensi detektif paling terkenal di daerah ini. Baik anggota dari agensi, klien,
maupun orang luar hadir di sini. Hal tersebut membuktikan bahwa orang yang meninggal ini sangat
dihormati.
Isak tangis terdengar di seluruh penjuru ruangan di gedung ini. Banyak yang tidak percaya
bahwa orang yang ada di dalam peti telah meninggal. Bagaimana tidak, orang ini terkenal dengan
kemampuannya yang luar biasa. Dia merupakan anggota paling kuat, cepat, dan pintar di agensi ini.
Itulah sebabnya dia berhasil menjadi detektif peringkat S+ di usianya yang masih muda. Dengan
kemampuannya itu, dia juga terkenal sebagai anggota detektif yang selalu berhasil selamat dari maut.
Sangat aneh rasanya orang seperti itu kini terbaring kaku di dalam peti mayat. Kematian
memang tidak ada yang tahu kapan datangnya.
Di barisan paling depan lautan hitam ini, ada seorang laki-laki cantik yang tidak bisa berhenti
menangis. Tiga temannya sibuk menenangkannya. Dua di antaranya terlihat berusaha menahan air
mata mereka, tapi gagal dan seorang lagi raut wajahnya terlihat sangat sedih, tapi entah kenapa
matanya kering.
Saat akan prosesi penutupan peti, laki-laki yang tidak bisa menangis tadi menyela pendeta
dan maju ke depan peti. Dia membungkukkan badan, kemudian mengeluarkan setangkai bunga
berwarna merah dari dalam jasnya dan menyelipkannya di telinga mayat di dalam peti itu. “Baju putih
bersih seperti itu tidak cocok untukmu. Orang sadis tanpa ekspresi sepertimu itu cocoknya dengan
warna darah. Oh ya, kau pernah bilang kan kalau kau suka bunga anyelir? Ini aku bawakan. Sebelum
datang ke sini, aku menyempatkan diri untuk mencari dan memetik bunga itu sendirian, lho. Jadi
jangan menghajarku atas ketidak sopananku ini ya. Bekas tendanganmu di mukaku waktu itu masih
terasa sakit. Walaupun begitu, sepertinya aku akan kangen dihajar olehmu,” katanya sambil
memaksakan diri untuk tertawa, lalu memberi hormat kepada tubuh kaku itu dan segera kembali ke
barisannya.
Banyak orang yang berbisik. Mengatakan bahwa laki-laki itu tidak sopan. Memang bukan
hanya sikapnya tadi yang tidak sopan, saat ini dia menggunakan jas berwarna merah, bukannya hitam.
Padahal, untuk hadir di sebuah pemakaman seseorang seharusnya mengenakan pakaian serba hitam
untuk menunjukkan rasa empati dan berbelasungkawa. Tapi laki-laki itu tidak peduli, dia
menghiraukan semua bisikan-bisikan itu.
“Ken!”
Seorang laki-laki dengan rambut hitam legam membuka matanya dengan tersentak,
menghirup napas dengan terengah-engah. Keringat bercucuran di wajah, leher, dan punggungnya,
membuat rambutnya lengket di dahinya dan kulitnya terasa basah dan menjijikkan.
Dia menatap ke sekelilingnya. Dinding dengan cat berwarna biru muda dengan poster
Di depan matanya, terdapat seorang perempuan dengan rambut pirang panjang. Raut wajah
perempuan itu terlihat sangat khawatir. Ken menatapnya dengan bingung, “… sejak kapan
rambutmu… panjang?”
Perempuan itu menatapnya dengan lebih heran. Rambutnya kan dari dulu memang panjang.
Apa yang dia mimpikan? Tadi dia tidur dengan keringat yang bercucuran, sekarang dia bangun dan
mengatakan hal yang tidak masuk akal.
Laki-laki berambut hitam itu–Ken, bangkit dan memegang kepalanya. Dia berusaha untuk
mencerna apa yang sedang terjadi. Tadi, dia sedang berada di sebuah pemakaman seseorang – siapa?
– dan sekarang dia berada di atas tempat tidurnya, di kamarnya.

Anda mungkin juga menyukai