Anda di halaman 1dari 27

KERANGKA ACUAN PROGRAM KIA

DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA


UPTD PUSKESMAS PUCANGSAWIT
1. PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan
kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan perikemanusiaan,
pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan
manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan antara lain ibu, bayi,
anak, manusia usia lanjut (manula), dan keluarga miskin.
Perhatian khusus harus diberikan terhadap peningkatan kesehatan ibu termasuk
bayi baru lahir, bayi dan balita dengan menyelenggarakan berbagai upaya
terobosan yang didukung oleh kemampuan manajemen tenaga pengelola dan
pelaksana program KIA.

2. LATAR BELAKANG
Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama
pembangunan kesehatan di Indonesia. Program KIA termasuk satu dari enam
program pokok Puskesmas yang bertujuan untuk memantabkan dan
meningkatkan mutu pelayanan secara efektif dan efisien.
Program ini bertanggung jawab dalam kegiatan pelayanan sebagai berikut :
pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan
keluarga berencana, neonatus, bayi baru lahir dengan komplkasi, bayi dan balita.
Angka kematian Ibu (AKI), Angka kematian neonatus (AKN) Angka Kematian bayi
(AKB), dan angka kematian balita (AKABA) merupakan beberapa indikator status
kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
Menurut data survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 per
100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000
kelahiran hidup, AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup.
Berdasarkan kesepakatan Global Development Goals/MDGS pada tahun 2015
diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-perempatnya dalam kurun
waktu 1990 sd 2015 dan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita
menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990 -2015. Berdasarkan hal itu
Puskesmas Pucangsawit mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu menjadi 102/100.000 kelahiran hidup, Angka kematian bayi dari 68
menjadi 23/1.000 kelahiran hidup, dan Angka kematian Balita 97 menjadi 32/1.000
kelahiran hidup pada tahun 2015.
Penyebab langsung kematian ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan
segera setelah setelah persalinan.
Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (28%), eklamsia (24%) dan
infeksi (11%). Penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain krang energi
kronis (KEK) pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%).
Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan resiko terjadinya kematian
ibu dibanding dengan ibu yang tidak anemia.
Menurut RISKESDAS 2007, penyebab kematian neonatal 0 sd 6 hari adalah
gangguan pernapasan (#&%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%),
kelainan darah / ikterus (6%) postmatur (3%) dan kelainan kongenital (1%).
Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1980-
an melalui program Safe Motherhood initiative yang mendapat perhatian besar
dan dukungan dari bebagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada akhir
tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan lagi untuk menajamkan
strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI melalui Making Pregnancy Safer
(MPS) yang dicanangkan oleh pemerintahpada tahun 2000.
Sejak tahun 1985 pemerintah merancang Child Survival (CS) untuk penurunan
AKB.
Kedua strategi tersebut diatas telah sejalan dengan Grand Strategi DEPKES tahun
2004.
Rencana Strategi Making Pregnancy Safer (MPS) terdiri dari 3
pesan kunci dan 4 strategi.
Tiga pesan kunci MPS adalah :
1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
2. Setiap komplikasi obsetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
3. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap upaya pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Empat strategi MPS adalah :
1. Peningkatan kualitas dan akses pelayanan kesehatan Ibu dan Bayi dan Balita
di tingkat dasar dan rujukan.
2. Membangun kemitraan yang efektif.
3. Mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat.
4. Meningkatkan Sistem Surveilans, Pembiayaan, Monitoring dan informasi KIA.
Rencana Strategi Child Survival (CS) terdiri dari 3 pesan kunci dan 4 strategi.
Tiga pesan kunci CS adalah:
1. Setiap bayi dan balita memperoleh pelayanan kesehatan dasar paripurna.
2. Setiap bayi dan balita sakit ditangani secara adekuat.
3. Setiap bayi dan balita tumbuh dan berkembang secara optimal.
Empat strategi CS adalah:
1. Peningkatan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan
balita yang berkualitas berdasarkan bukti ilmiah
2. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas
sektor dan mitra lainnya dalam melakukan advokasi untuk memaksimalkan
sumber daya yang tersedia serta memantapkan koordinasi perencanaan kegiatan
MPS dan child survival.
3. Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui kegiatan peningkatan
pengetahuan untuk menjamin perilaku yang menunjang kesehatan ibu, bayi baru
lahir dan balita serta pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tersedia.
4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita.
Sehubungan dengan penerapan sistim desentralisasi dan memperhatikan PP
38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan PP
41/2007 tentang Struktur Organisasi Pemerintah di Daerah, maka pelaksanaan
strategi MPS di daerahpun diharapkan dapat lebih terarah dan sesuai dengan
permasalahan setempat. Dengan adanya variasi antar daerah dalam hal
demografi dan geografi maka kegiatan dalam program Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) perlu disesuaikan.
Agar pelaksanaan program KIA dapat berjalan lancar, aspek peningkatan mutu
pelayanan program KIA tetap diharapkan menjadi kegiatan prioritas ditingkat
Kabupaten/Kota. Peningkatan mutu program KIA juga dinilai dari besarnya
cakupan program di masing-masing wilayah kerja. Untuk itu, besarnya cakupan
pelayanan KIA di suatu wilayah kerja perlu dipantau secara terus menerus, agar
diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah kerja
tersebut yang paling rawan. Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu dan
anak, maka wilayah kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan
pemecahan masalahnya.

3. TUJUAN
a. Tujuan Umum

 Meningkatnya kemampuan ibu baik pengetahuan, sikap, dan perlaku dalam


mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi
tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga, dasa wisma,
penyelenggaraan posyandu dan sebagainya.
 Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak pra sekolah
secara mandiri di dalam lingkungan keluarga, dasa wisma, posyandu,
PAUD serta sekolah di TK
 Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak, balita, ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas dan ibu menyusui.
 Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan bagi bagi ibu hamil, ibu bersalin,
ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita.
 Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan
seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak
prasekolah, teutama melaluipeningkatan peran ibu dalamkeluarganya.

b. Tujuan Khusus

 Meningkatnya pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di


semua fasilitas kesehatan.
 Meningkatnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten
diarahkan ke fasilitas kesehatan.
 Meniningkatnya pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
 Meningkatnya pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
 Meningkatnya deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan
neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
 Meningkatnya penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara
adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
 Meningkatnya pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di
semua fasilitas kesehatan.
 Meningkatnya pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai
standar di semua fasilitas kesehatan.
 Meningkatnya pelayanan KB sesuai standar.

4. KEGIATAN
a. Kegiatan Pokok
1) Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan
sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai
standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan),
pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan
khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan).
Dalam penerapannya terdiri atas:
a) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
b) Ukur tekanan darah.
c) Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
d) Ukur tinggi fundus uteri.
e) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
f) Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus
g) Toksoid (TT) bila diperlukan.
h) Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
i) Test laboratorium (rutin dan khusus).
j) Tatalaksana kasus
k) Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah,
hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus
dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berrisiko,
pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria,
tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut
lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar
tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah
minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian
pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
- Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
- Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
- Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin
perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko,
pencegahan dan penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan
antenatal kepada Ibu hamil adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter,
bidan dan perawat.

2) Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan
persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong
persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan
akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas
pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a) Pencegahan infeksi
b) Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
c) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang
lebih tinggi.
d) Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
e) Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan
pertolongan persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan
bidan.

3) Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas


Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan.
Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan
pemeriksaan terhadap ibu nifas dan meningkatkan cakupan KB Pasca
Persalinan dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali
dengan ketentuan waktu :
a) Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan
b) 3 hari setelah persalinan.
c) Kunjungan nifas ke dua dalam waktu hari ke-4 sampai dengan
d) hari ke-28 setelah persalinan.
e) Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu hari ke-29 sampai dengan hari
ke-42 setelah persalinan.

Pelayanan yang diberikan adalah :


a) Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
b) Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
c) Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
d) Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
e) Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali , pertama
segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian
kapsul Vitamin A pertama.
f) Pelayanan KB pasca salin adalah pelayanan yang diberikan kepada Ibu
yang mulai menggunakan alat kontrasepsi langsung sesudah
melahirkan (sampai dengan 42 hari sesudah melahirkan).
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan ibu
nifas adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

4) Pelayanan Kesehatan Neonatus


Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai
standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada
neonatus sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah
lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :
a) Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6-48 Jam
setelah lahir.
b) Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3
sampai dengan hari ke 7 setelah lahir.
c) Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8
sampai dengan hari ke 28 setelah lahir.
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila
terdapat kelainan/masalah kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar
kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu
pertama dan bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di
fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas
kesehatan selama 24 jam pertama.
Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar dilakukan secara komprehensif
dengan melakukan pemeriksaan dan perawatan Bayi baru Lahir dan
pemeriksaan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda
(MTBM) untuk memastikan bayi dalam keadaan sehat, yang meliputi :
a) Pemeriksaan dan Perawatan Bayi Baru Lahir
b) Perawatan Tali pusat
c) Melaksanakan ASI Eksklusif
d) Memastikan bayi telah diberi Injeksi Vitamin K1
e) Memastikan bayi telah diberi Salep Mata Antibiotik
f) Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0
g) Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM
h) Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus,
diare, berat badan rendah dan Masalah pemberian ASI.
i) Pemberian Imunisasi Hepatitis B0 bila belum diberikan pada waktu
perawatan bayi baru lahir
j) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif,
pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di
rumah dengan menggunakan Buku KIA.
k) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan
neonatus adalah : dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat.

5) Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat.
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi
kebidanan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi
tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi.
Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat
tentang adanya faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang
adekuat sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan
angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.
Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
a) Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Anak lebih dari 4.
c) Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.
d) Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5
cm, atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.
e) Anemia dengan dari Hemoglobin < 11 g/dl.
f) Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul
dan tulang belakang
g) Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum
kehamilan ini.
h) Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis,
kelainan jantung-ginjal-hati, psikosis, kelainan endokrin (Diabetes
Mellitus, Sistemik Lupus Eritematosus, dll), tumor dan keganasan
i) Riwayat kehamilan buruk: keguguran berulang, kehamilan ektopik
terganggu, mola hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat
kongenital
j) Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio
sesarea, ekstraksivakum/ forseps.
k) Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan paska persalinan, Infeksi
masa nifas, psikosis post partum (post partum blues).
l) Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan
riwayat cacat kongenital.
m) Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster.
n) Kelainan besar janin : pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.
o) Kelainan letak dan posisi janin: lintang/oblique, sungsang pada usia
kehamilan lebih dari 32 minggu.
Catatan : penambahan berat badan ibu hamil yang normal adalah
9-12 kg selama masa kehamilan
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain :
a) Ketuban pecah dini.
b) Perdarahan pervaginam :
c) Intra Partum : robekan jalan lahir
d) Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio plasenta
e) Post Partum : atonia uteri, retensio plasenta, plasenta inkarserata,
kelainan pembekuan darah, subinvolusi uteri
f) Hipertensi dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi (sistolik > 140
mmHg, diastolik > 90 mmHg), dengan atau tanpa edema pretibial.
g) Ancaman persalinan prematur.
h) Infeksi berat dalam kehamilan : demam berdarah, tifus abdominalis,
sepsis.
i) Distosia: persalinan macet, persalinan tak maju.
j) Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat
penanganan yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu
dan transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk
kasus risiko tinggi. Oleh karenanya deteksi faktor risiko pada ibu baik oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya
penting dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu.
Faktor risiko pada neonatus adalah sama dengan faktor risiko pada ibu
hamil. Ibu hamil yang memiliki faktor risiko akan meningkatkan risiko
terjadinya komplikasi pada neonatus. Deteksi dini untuk Komplikasi pada
Neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gejala-gejala sebagai berikut :
a) Tidak Mau Minum/menyusu atau memuntahkan semua
b) Riwayat Kejang
c) Bergerak hanya jika dirangsang/Letargis
d) Frekwensi Napas < = 30 X/menit dan >= 60x/menit
e) Suhu tubuh <= 35,5 C dan >= 37,5 C
f) Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
g) Merintih
h) Ada pustul Kulit
i) Nanah banyak di mata
j) Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
k) Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat
l) Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat
m) Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian
ASI
n) BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram
o) Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
Komplikasi pada neonatus antara lain :
a) Prematuritas dan BBLR (bayi berat lahir rendah < 2500 gr)
b) Asfiksia
c) Infeksi Bakteri
d) Kejang
e) Ikterus
f) Diare
g) Hipotermia
h) Tetanus neonatorum
i) Masalah pemberian ASI
j) Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan kongenital, dll.

6) Penanganan Komplikasi Kebidanan

Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan


komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar
oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan
rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi
kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat
diduga sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh
tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan
ditangani.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi
kebidanan maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan yang
mampu memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi secara
berjenjang mulai dari polindes/poskesdes, puskesmas mampu PONED
sampai rumah sakit PONEK 24 jam.
Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED
meliputi :
a) Pelayanan obstetri :
- Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
- Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan (pre-
eklampsi dan eklampsi)
- Pencegahan dan penanganan infeksi.
- Penanganan partus lama/macet.
- Penanganan abortus.
- Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi
rujukan.
b) Pelayanan neonatus :
- Pencegahan dan penanganan asfiksia.
- Pencegahan dan penanganan hipotermia.
- Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
- Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus,
ikterus ringan sedang .
- Pencegahan dan penanganan gangguan minum.
- Stabilisasi komplikasi neonatus untuk dirujuk dan transportasi
rujukan.

7) Pelayanan neonatus dengan komplikasi


Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus
dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan,
kecacatan dan kematian oleh dokter/bidan/perawat terlatih di polindes,
puskesmas, puskesmas PONED, rumah bersalin dan rumah sakit
pemerintah/swasta.
Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi
neonatal. Hari Pertama kelahiran bayi sangat penting, oleh karena banyak
perubahan yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan
di dalam rahim kepada kehidupan di luar rahim. Bayi baru lahir yang
mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila tidak
ditangani dengan adekuat dapat terjadi kematian. Kematian bayi sebagian
besar terjadi pada hari pertama, minggu pertama kemudian bulan pertama
kehidupannya.
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas
penanganan komplikasi neonatus tersebut antara lain penyediaan
puskesmas mampu PONED dengan target setiap kabupaten/kota harus
mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas mampu PONED.
Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki
kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan
pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas serta kegawatdaruratan
bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas
rujukan kader/masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan melakukan
rujukan ke RS/RS PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani.
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU
Kabupaten/Kota mampu melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi komprehensif (PONEK) yang siap selama 24 jam.
Dalam PONEK, RSU harus mampu melakukan pelayanan emergensi dasar
dan pelayanan operasi seksio sesaria, perawatan neonatus level II serta
transfusi darah.
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka
kasus kasus komplikasi kebidanan dan neonatal dapat ditangani secara
optimal sehingga dapat mengurangi kematian ibu dan neonatus.

8) Pelayanan Kesehatan Bayi

Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar


yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama
periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi :
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari 2 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 5 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 8 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 11 bulan.
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap
pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat
kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan,
imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh
kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan
terpenuhi. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
- Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1,2,3,4, DPT/HB
1,2,3, Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun.
- Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK).
- Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 - 11 bulan).
- Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda
tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan
Buku KIA.
- Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi
adalah : dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat.

9) Pelayanan kesehatan anak balita


Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual
berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden
period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir,
berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal
pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk
mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan
pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat
dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang
lebih berat .
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan
mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh
Kembang Anak (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di
puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh
kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan
anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat
kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan
balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat pelayanan
kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS), di tingkat pelayanan kesehatan dasar.
Bank Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang
cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan
oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi
dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita,
Departemen Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah
mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan
implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit
dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar
yang meliputi :
a) Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang
tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah
pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada
b) Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut
atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke
sarana pelayanan kesehatan.
c) Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan
perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan
kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan).
d) Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan
kesehatan) maupun di luar gedung.
e) Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
f) Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
g) Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan
pendekatan MTBS.

10) Pelayanan KB Berkualitas


Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan
menghormati hak individu dalam merencanakan kehamilan sehingga
diharapkan dapat berkontribusi dalam menurunkan angka kematian Ibu dan
menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan) bagi pasangan yang telah cukup
memiliki anak (2 anak lebih baik) serta meningkatkan fertilitas bagi
pasangan yang ingin mempunyai anak .
Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan) kehamilan. Bagi
Pasangan Usia Subur yang ingin menjarangkan dan/atau menghentikan
kehamilan, dapat menggunakan metode kontrasepsi yang meliputi :
- KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi, coitus
interuptus).
- Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
- Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan
tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif (Contraceptive
Prevalence Rate/CPR) mencapai 61,4% (SDKI 2007) dan angka ini
merupakan pencapaian yang cukup tinggi diantara negara-negara
ASEAN. Namun demikian metode yang dipakai lebih banyak menggunakan
metode jangka pendek seperti pil dan suntik. Menurut data SDKI 2007
akseptor KB yang menggunakan suntik sebesar 31,6%, pil 13,2 %, AKDR
4,8%, susuk 2,8%, tubektomi 3,1%, vasektomi 0,2% dan kondom 1,3%. Hal
ini terkait dengan tingginya angka putus pemakaian (DO) pada metode
jangka pendek sehingga perlu pemantauan yang terus menerus. Disamping
itu pengelola program KB perlu memfokuskan sasaran pada kategori PUS
dengan 4 terlalu (terlalu muda, tua, sering dan banyak).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu
diupayakan pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan
aspek kualitas, teknis dan aspek manajerial pelayanan KB. Dari aspek
kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai standard dan variasi
pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan
klinis dan non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek
manajerial, pengelola program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi
analisis situasi program KB dan sistem pencatatan dan pelaporan
pelayanan KB.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB kepada
masyarakat adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

Dari sepuluh (10) kegiatan pokok KIA dibuatlah jenis jenis kegiatan
KIA untuk Usaha Kesehatan Masyarakat sebagai berikut :

a) Pelayanan DDTK di posyandu


Rincian kegiatan :
Mengingat pentingnya Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK),
Puskesmas Pucangsawit memiliki program khusus yang dilakukan rutin
setiap 1 tahun 2 kali, yaitu setiap 6 bulan sekali pada Februari dan
Agustus.
Pemeriksaan ini dilakukan di posyandu di tiga kelurahan.
Pemeriksaan ini bertujuan menemukan secara dini adanya
penyimpangan tumbuh kembang pada balita di posyandu. Dengan
ditemukannya secara dini penyimpangan atau masalah tumbuh
kembang pada anak, maka intervensi yang dilakukan tenaga kesehatan
menjadi lebih mudah dalam membuat rencana tindakan yang sesuai
masalah tumbuh kembang yang terjadi.
Pada bulan Februari dan Agustus , kegiatan DDTK pada posyandu di
wilayah UPTD Puskesmas Pucangsawit dilaksanakan bersamaan
dengan pemberian vitamin A. Diharapkan kegiatan DDTK ini dapat
membantu anak-anak menjadi generasi yang sehat, cerdas, produktif,
kreatif, mandiri dan berkepribadi
b) Pelayanan DDTK untuk PAUD dan TK
Rincian kegiatan :
Mengingat pentingnya Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK),
Puskesmas Pucangsawit memiliki program khusus yang dilakukan rutin
setiap 1 tahun 2 kali, yaitu setiap 6 bulan sekali pada Februari dan
Agustus.
Kegiatan ini biasa dilakukan di Taman Kanak-kanak (TK) dan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Pemeriksaan ini bertujuan menemukan secara dini adanya
penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak pra sekolah.
Dengan ditemukannya secara dini penyimpangan atau masalah tumbuh
kembang pada anak, maka intervensi yang dilakukan tenaga kesehatan
menjadi lebih mudah dalam membuat rencana tindakan yang sesuai
masalah tumbuh kembang yang terjadi.
Pada bulan Februari dan Agustus ini, kegiatan DDTK pada TK di
wilayah UPTD Puskesmas Pucangsawit dilaksanakan bersamaan
dengan pemberian vitamin A. Diharapkan kegiatan DDTK ini dapat
membantu anak-anak menjadi generasi yang sehat, cerdas, produktif,
kreatif, mandiri dan berkepribadi

c) Pelayanan Kelas Ibu hamil


Rincian kegiatan : Untuk menurunkan AKI dan AKB maka
Puskesmas Pucangsawit mempunyai program inovatif Usaha
Kesehatan Masyarakat salah satunya adalah Kelas Ibu Hamil dengan
sasaran Ibu hamil resiko tinggi di wilayah kerja Puskesmas
Pucangsawit.

Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama


tentang kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam
kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, perawatan kehamilan,
persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit
menular dan akte kelahiran.

Rincian kegiatan sebagai berikut:

1. Menciptakan interaksi dan berbagi pengalaman antar peserta (ibu hamil dengan
ibu hamil) dan ibu hamil dengan bidan/tenaga kesehatan tentang kehamilan,
perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan kehamilan,
persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi, mitos/kepercayaan/adat istiadat
setempat, penyakit menular dan akte kelahiran.
2. Menciptakan pemahaman, perubahan sikap dan perilaku ibu hamil tentang:
 kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan (apakah kehamilan itu?, perubahan
tubuh selama kehamilan, keluhan umum saat hamil dan cara mengatasinya, apa
saja yang perlu dilakukan ibu hamil dan pengaturan gizi termasuk pemberian
tablet tambah darah untuk penanggulangan anemia).
 perawatan kehamilan (kesiapan psikologis menghadapi kehamilan, hubungan
suami istri selama kehamilan, obat yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh
ibu hamil, tanda bahaya kehamilan, dan P4K(perencanaan persalinan dan
pencegahan komplikasi).
 persalinan (tanda-tanda persalinan, tanda bahaya persalinan, dan proses
persalinan).
 perawatan Nifas (apa saja yang dilakukan ibu nifas agar dapat menyusui
ekslusif?, bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas, tanda-tanda bahaya dan
penyakit ibu nifas).
 KB pasca persalinan.
 perawatan bayi baru lahir (perawatan bayi baru lahir, pemberian K1 injeksi,tanda
bahaya bayi baru lahir, pengamatan perkembangan bayi/anak dan pemberian
imunisasi pada bayi baru lahir).
 mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat yang berkaitan dengan kesehatanibu
dan anak.
 penyakit menular (IMS, informasi dasar HIV-AIDS dan pencegahan dan
penanganan malaria pada ibu hamil).
 akte kelahiran

d) Pelayanan Kelas Ibu balita


Rincian kegiatan :

Kelas ibu balita adalah kelas dimana para ibu mempunyai anak berusia
antara 0 sampai 5 tahun secara bersama-sama berdiskusi , tukar
pendapat, tukar pengalaman akan pemenuhan pelayanan kesehatan,
gizi dan stimulasi pertumbuhan dan perkembangannya dibimbing oleh
fasilitator dengan menggunakan buku KIA

1. Tujuan Umum :

Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dengan


menggunakan buku KIA dalam mewujudkan tumbuh kembang Balita
yang optimal

2. Tujuan Khusus :

 Meningkatkan kesadaran pemberian ASI secara eksklusif


 Meningkatkan pengetahuan ibu akan pentingnya imunisasi pada
bayi
 Meningkatkan pengetahuan ibu dalam pemberian MP-ASI dan gizi
seimbang kepada Balita
 Meningkatkan kemampuan ibu memantau pertumbuhan dan
melaksanakan stimulasi perkembangan Balita
 Meningkatkan pengetahuan ibu tentang cara perawatan gigi balita
dan mencuci tangan yang benar
 Meningkatkan pengetahuan ibu tentang penyakit terbanyak, cara
pencegahan dan perawatan balita.

KEGIATAN KELAS IBU BALITA

PERSIAPAN KEGIATAN

1. Pertemuan persiapan

Peserta

Peserta kelas ibu balita adalah kelompok belajar ibu-ibu yang mempunyai anak usia
antara 0-5 th dengan pengelompokan 0-1 th, 1-2 th, 2-5 th. Peserta kelompok belajar
terbatas, paling banyak 15 orang

Fasilitator dan narasumber

Fasilitator kelas ibu balita adalah bidan/perawat/tenaga kesehatan lainnya yang


mendapat pelatihan fasilitator kelas ibu balita

Narasumber adalah tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian bidang


tertentu, misalnya di bidang gizi, gigi, PAUD, penyakit menular dan sebagainya.

2. Pengkajian kebutuhan dasar

3. Merancang penyelenggaraan: Pelatihan bagi pelatih (TOT), Pelatihan bagi fasilitator,


dan Pendekatan pada tokoh agama dan tokoh masyarakat

PELAKSANAAN KELAS IBU BALITA

Persiapan

Identifikasi sasaran: Mendata semua sasaran balita 0-5 th dan mengelompokkkannya


jadi kelompok usia 0-1 th, 1-2 th, 2-5 tahun
Mempersiapkan tempat dan sarana belajar: Tempat belajar sebaiknya tidak jauh dari
rumah warga belajar dan ada sarana antara lain, kursi, tikar, karpet, alat peraga, dan
alat-alat praktek/demo, APE, alat tulis menulis, buku KIA, lembar balik kelas ibu balita

 Mempersiapkan materi

Kelompok A (5 Modul): Pemberian ASI secara eksklusif, Pemberian imunisasi pada


bayi, Pemberian MP-ASI usia 6-12 bulan, Tumbuh kembang bayi, Penyakit terbanyak
pada bayi.

Kelompok B (5 Modul): Perawatan gigi anak, Pemberian MP-ASI, Tumbuh kembang


anak, Penyakit pada anak, Permainan Anak

Kelompok C (6 M0dul): Tumbuh kembang, Pencegahan kecelakaan, Gizi


seimbang, Penyakit pada anak, Obat pertolongan pertama, Perilaku hidup bersih dan
sehat

 Mengundang ibu yang mempunyai anak yang berusia antara 0-5 tahun
 Mempersiapkan tim fasilitator dan narasumber
 Menyusun rencana anggara

PENYELENGGARAAN KELAS IBU BALITA

 Jarak pertemuan
o Kelompok A (usia 0-1 th) 2x pertemuan dengan jarak pertemuan 1-3 bulan
o Kelompok B (usia 1-2 th) 2x pertemuan dengan jarak 3-6 bulan
o Kelompok C (usia 2-5 th) 2x pertemuan dengan jarak 6 bl-1 th
 Pindah ke kelompok berikutnya sesuai dengan usia balita
 Jarak pertemuan kelas ibu balita dapat disesuaikan dengan kesepakatan
masing-masing wilayah.

e) Pemantauan dan pengawasan Bumil resti

Rincian kegiatan :
Pengelolaan program KIA pada prinsipnya bertujuan: memantapkan dan
meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan
efisien.Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai
berikut:
Peningkatan pelayanan antenatal di Puskesmas Pucangsawit dengan mutu yang baik
serta jangkauan yang seluas luasnya di wilayah kerja Puskesmas Pucangsawit.
Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada peningkatan
pertolongan oleh tenaga kesehatan professional secara berangsur.
Peningkatan deteksi dini resiko tinggi ibu hamil,baik oleh tenaga kesehatan maupun di
masyarakat oleh kader serta penanganannya dan pengamatan secara terus menerus.

Pelayanan Antenatal
Adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa
kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal, walaupun pelayanan
antenatal selengkapnya mencakup banyak hal yang meliputi anamesa,pemeriksaan fisik
(umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi,serta intervensi dasar
dan khusus sesuai resiko yang ada, namun dalam penerapan operasionalnya dikenal
standar minimal “10T” untuk pelayanan antenatal,yang terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus
Toksoid (TT) bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Untuk menjamin mutu pelayanan ditetapkan frekuensi pelayanan minimal 4
kali,dengan ketentuan sebagai berikut:
Minimal 1 kali pada triwulan I (1-3 bln)
Minimal 1 kali pada triwulan II (4-6 bln)
Minimal 2 kali pada triwulan III (7-6 bln)
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut ditentukan untuk menjamin mutu
pelayanan,khususnya dalam memberi kesempatan yang cukup dalam menangani kasus
resiko tinggi yang ditemukan.
Deteksi Dini Ibu Hamil Beresiko
Untuk menurunkan angka kematian ibu secara bermakna,deteksi dini kehamilan
beresiko perlu lebih digalakan baik di fasilitas pelayanan KIA maupun masyarakat.dalam
rangka itulah deteksi ibu hamil beresiko perlu difokuskan kepada keadaan yang
menyebabkan kematian ibu bersalin di rumah dengan pertolongan dukun bayi.semua
kehamilan mempunyai resiko, resiko kehamilan yng tidak langsung,namun meningkatkan
kematian,disebut sebagai “FAKTOR RESIKO”, yaitu:
 Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
 Anak lebih dari 4.
 Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang 2 tahun.
 Tinggi badan kurang dari 145 cm.
 Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5
cm.
 Riwayat keluarga menderita kencing manis,hipertensi,dan riwaya cacat
congenital.
 Kelainan bentuk tubuh,misalnya kelainan tulang belakang atau panggul.
Semakin banyak ditemukan factor resiko pada ibu hamil,maka semkin tinggi resiko
kehamilannya.
Resiko tinggi kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dari normal,yang
secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi, resiko tinggi
pada kehamilan meliputi:
 Hb kurang dari 8 gr%.
 Tekanan darah tinggi(systole > 140 mmHg,diastole > 90 mmHg).
 Oedema yang nyata.
 Eklampsia.
 Perdarahan pervaginam.
 Ketuban pecah dini.
 Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu.
 Letak sungsang pada primigravida.
 Infeksi berat / sepsis.
 Persalinan premature.
 Kehamilan ganda.
 Janin yang besar.
 Penyakit kronis pada ibu:jantung,paru,ginjal,dll.
 Riwayat obstetric buruk,riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan.

f) Pelayanan MTBS di posyandu dan fasilitas kesehatan di Puskesmas


Pucangsawit
Rincian kegiatan :

A. Pengertian Manajemen Terpadu Balita Sakit


MTBS singkatan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit atau Integrated
Management of Childhood Illness (IMCI dalam bahasa Inggris) adalah suatu pendekatan
yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan
anak usia 0-5 tahun (balita) secara menyeluruh (Bessenecker, 2002).
MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara
menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk
menurunkan kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan anak balita di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas, Pustu,
Polindes, Poskesdes, dll (Depkes, 1999).

B. Komponen –komponen dalam MTBS


WHO memperkenalkan konsep pendekatan MTBS dimana merupakan
strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian
dan kesakitan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang.
Ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS yaitu:
1. Komponen I : meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus
balita sakit (dokter, perawat, bidan, petugas kesehatan)
2. Komponen II : memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada
balita lebih efektif
3. Komponen III : Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di
rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan
pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai “Manajemen Terpadu
Balita Sakit berbasis masyarakat”(A.Aziz.Alimul, 2008).

C. Tujuan MTBS
Menurunkan secara bermakna angka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit
tersering pada balita.
Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak.
Penyakit-penyakit terbanyak pada balita yang dapat di tata laksana dengan
MTBS adalah penyakit yang menjadi penyebab utama kematian, antara lain:
pneumonia,
diare,
malaria,
campak
dan kondisi yang diperberat oleh masalah gizi (malnutrisi dan anemia).

D. Cara penatalaksanaan balita sakit dengan pendekatan MTBS


Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh Petugas kesehatan
yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut Algoritma MTBS Untuk melakukan
penilaian/pemeriksaan dengan cara:
Menanyakan kepada orang tua/wali, apa saja keluhan-keluhan/masalah anak
Memeriksa dengan cara 'lihat dan dengar' atau 'lihat dan raba'.
Mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya-jawab dan pemeriksaan.
Berdasarkan hasil klasifikasi penyakit, petugas akan menentukan tindakan/pengobatan,
misalnya anak dengan klasifikasi Pneumonia Berat atau penyakit sangat berat akan
dirujuk ke dokter Puskesmas.
Sebagai gambaran, untuk penilaian dan tindakan/pengobatan bagi setiap balita sakit,
pendekatan MTBS memakai 1 set bagan MTBS .
Ketika anak sakit datang berobat, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang
tua/wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti:
a. Apakah anak bisa minum/menyusu?
b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
c. Apakah anak menderita kejang ?
Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak letargis/tidak sadar?
Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain:
a. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
b. Apakah anak menderita diare?
c. Apakah anak demam?
d. Apakah anak mempunyai masalah telinga?
e. Memeriksa status gizi
f. Memeriksa anemia
g. Memeriksa status imunisasi
h. Memeriksa status pemberian vitamin A
i. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain (Depkes RI, 1999).
Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan mengklasifikasi
keluhan/penyakit anak, setelah itu petugas melakukan langkah-langkah
tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/klasifikasi. Tindakan yang
dilakukan dapat berupa:
a. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah
b. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah
c. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di rumah, misalnya
aturan penanganan diare di rumah
d. Memberikan konseling bagi ibu, misalnya: anjuran pemberian makanan selama anak
sakit maupun dalam keadaan sehat
e. Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan.

E. Penilaian
Untuk menilai napas cepat atau tidak dengan patokan:
Hitung napas dalam 1 menit:
Bila umur anak 2 bulan - < 12 bulan : napas cepat bila 50 x atau lebih per menit
Bila umur anak 12 bulan - < 5 tahun : napas cepat bila 40x atau lebih per menit

Untuk menilai klasifikasi status gizi


Sangat kurus : BB/PB(TB) < -3SD
Kurus : BB/PB (TB) < -2SD
Normal : BB/PB (TB) -+ 2SD
Memeriksa status imunisasi
Jadwal Imunisasi
Jadwal
imunisasi Umur Jenis Vaksin Tempat
Bayi lahir di 0-7 HB 0 Rumah
rumah hari BCG, Polio 1 Posyandu
1 bulan DPT/HB/HIB 1+Polio 2 Posyandu
2 bulan DPT/HB/HIB 2+Polio 3 Posyandu
3 bulan DPT/HB/HIB 3+Polio 4 Posyandu
4 bulan Campak Posyandu
9 bulan
Bayi lahir di 0 bulan HB 0, BCG, Polio 1 RS/RB/Bidan
RS/RB/BPS 2 bulan DPT/HB/HIB 1+Polio 2 RS/RB/Bidan/Posyandu
3 bulan DPT/HB/HIB 2+Polio 3 RS/RB/Bidan/Posyandu
4 bulan DPT/HB/HIB 3+Polio 4 RS/RB/Bidan/Posyandu
9 bulan Campak RS/RB/Bidan/Posyandu

Jadwal pemberian vitamin A


Jadwal suplementasi : setiap Februari dan Agustus
Umur 6 bulan sampai 11 bulan : 100.000 IU (kapsul biru)
Umur 12 bulan sampai 59 bulan : 200.000 IU (Kapsul merah)
Jika seorang anak belum mendapatkannya dalam 6 bulan terakhir, berikan satu dosis
sesuai umur.

Referensi
1. Modul MTBS
2. Varney, Midwifery, 1997

1. Sasaran

a. Pelayanan DDTK di posyandu. Sasaran : Balita di posyandu

b. Pelayanan DDTK PAUD dan TK. Sasaran : siswa TK dan PAUD

c. Pelayanan Kelas Ibu hamil. Sasaran : ibu hamil di tiga kelurahan

d. Pelayanan Kelas ibu balita. Sasaran : ibu balita ditiga kelurahan

e. Pemantauan dan pengawasan Bumil resti. Sasaran: seluruh ibu hamil resiko tinggi
di 3 Kalurahan.

f. Pelayanan MTBS di Posyandu

Sasaran : seluruh balita yanng datang ke posyandu


2. Jadwal pelaksanaan kegiatan

KEGIATAN JADWAL PELAKSANAAN RENCANA SERAPAN ANGGARAN

Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

a.Pelayanan
DDTK di
Posyandu

b.Pelayanan
DDTK PAUD
dan TK
c.Pelayanan
Kelas Ibu hamil
d.Pelayanan
Kelas ibu balita
e.Pemantauan
dan
pengawasan
Bumil resti
f. Pelayanan
MTBS di
Posyandu

3. Pencatatan, Pelaporan dan evaluasi kegiatan

a. Pelayanan DDTK di posyandu


b. Pelayanan DDTK PAUD dan TK
c. Pelayanan Kelas Ibu hamil
d. Pelayanan Kelas ibu balita

e. Pemantauan dan pengawasan Bumil resti


f. Pelayanan MTBS di Posyandu

Evaluasi pelaksanaan program akan dilakukan sebagai berikut :

Evaluasi terhadap ketepatan pelaksanaan kegiatan, Semua data dikunci tanggal 29


atau pada akhir bulan, dihitung sesuai definisi operasional masing-masing kegiatan dan
dimasukkan ke SIK

a. Waktu : maksimal 1 minggu setelah pelaksanaan kegiatan

b. Pelaksana

1. Kepala Puskesmas

2. Penanggungjawab program

c. Dokumen laporan yang berisi : notulen, rencana tindak lanjut, rekomendasi,


hasil olah dan analisis data, laporan evaluasi (laporan hasil kegiatan)
ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan. (format laporan terlampir)

Anda mungkin juga menyukai