Syok Pada Anak II
Syok Pada Anak II
PENDAHULUAN
Syok adalah suatu sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik, ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital tubuh. Kegagalan sistem sirkulasi dapat menyebabkan
metabolisme anaerob dan hipoksia jaringan sehingga mengganggu keseimbangan asam
basa. Pada akhirnya syok dapat mengakibatkan disfungsi dan kematian sel. Secara klinis
syok dibagi menjadi hipovolemik, distributif, kardiogenik, dan obstruktif.1,2
Di seluruh dunia, angka morbiditas dan mortalitas syok pada anak-anak lebih tinggi
daripada diagnosis yang lain. Syok merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada populasi anak. Morbiditas dari shock mungkin luas dan dapat mencakup gagal ginjal,
kerusakan otak, iskemia usus, gagal hati, gangguan metabolisme, menyebar koagulasi
intravascular (DIC), sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), gagal jantung, dan
kematian.Dehidrasi dan syok hipovolemik pada bayi atau anak-anak mengakibatkan 6-20
juta kematian setiap tahun
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Syok
Syok adalah suatu sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik, ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital tubuh. Kegagalan sistem sirkulasi dapat menyebabkan
metabolisme anaerob dan hipoksia jaringan sehingga mengganggu keseimbangan asam
basa. Pada akhirnya syok dapat mengakibatkan disfungsi dan kematian sel. Secara klinis
syok dibagi menjadi hipovolemik, distributif, kardiogenik, dan obstruktif.1,2
Di Amerika tercatat angka kejadian syok pada anak-anak dan dewasa diperkirakan
sekitar 400.000/tahun dengan tingkat mortalitas mencapai 50% dari kasus. Pada umumnya
pasien tidak meninggal akibat hipotensi atau hipoksia yang terjadi tetapi akibat komplikasi
yang ditimbulkan oleh keadaan syok. Multiple organ sistem failure (MOSF) yang terjadi
dapat menigkatkan resiko kematian (satu organ yang terlibat = 25%, 2 organ yang terlibat =
60%, dan 3 organ yang terlibat = > 85%).3
Secara klinis syok dapat dibagi menjadi 4 tipe dengan etiologi yang berbeda-beda,
yaitu:1,2
a. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik adalah tergganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah
dalam pembuluh darah yang berkurang. Keadaan ini dapat terjadi pada perdarahan
masif atau kehilangan plasma darah. Hipovolemik dapat dibagi menjadi dua
kelompok berdasarkan penyebab, yaitu hipovolemik absolut dan hipovolemik
relatif. Hipovolemik absolut terjadi akibat trauma, operasi, perdarahan saluran
cerna, luka bakar, muntah hebat, atau diare. Sedangkan hipovolemik relatif dapat
terjadi akibat limpa yang pecah, patah tulang, sepsis, obstruksi usus, sirosis.4
2
b. Syok distributif
c. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah gangguan sirkulasi yang terjadi akibat penurunan curah
jantung sistemik pada volume intravaskular normal sehingga menimbulkan hipoksia
jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat
pula terjadi pada keadaan dimana ventrikel kiri berfungsi cukup baik, seperti pada
infark miokard akut.
d. Syok obstruktif
Syok obstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami hambatan
secara mekanik. Pada umumnya didapati pada penyakit jantung congenital,
tamponade jantung, emboli paru masif, dan tension pneumothorax.
2.1.3. Patofisiologi2,5
a. Syok hipovolemik
Volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang dapat menimbulkan beberapa
kejadian sebagai berikut:
Mikrosirkulasi
Pada saat curah jantung menurun, tahanan vascular sistemik akan berusaha
untuk meningkatkan tekan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jantung dan otak melebihi organ tubuh yang lain. kebutuhan energi di jantung
dan otak sangat tinggi, namun kedua sel organ tersebut tidak mampu
menyimpan cadangan energi sehingga organ tersebut sangat rentan terjadi
iskemia. Ketika mean arterial pressure (MAP) ≤ 60mmHg, maka aliran darah
ke organ akan turun dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.
3
Neuroendokrin
Kardiovaskular
Tiga variable yang berperan dalam menghasilkan stroke volume (SO), yaitu:
pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi), dan kontraktilitas miokard.
cardiac output (CO) merupakan hasil kali antara SO dan frekuensi jantung
berperan sebagai penentu utama dalam perfusi jaringan. Pada keadaan
hipovolemia terjadi penurunan pengisian ventrikel sehingga menurunkan SO.
Hal ini diikuti dengan peningkatan frekuensi jantung, namun memiliki
keterbatasan dalam mempertahankan curah jantung. Penyebab syok kardiogenik
antara lain: gagal jantung kongestif, penyakit jantung iskemik (umum pada
orang dewasa, jarang pada anak), cardiomyopathy, jantung tamponade,
keracunan darah, obat-obatan.
Gastrointestinal
Ginjal
Gagal ginjal akut merupakan salah satu komplikasi syok hipovolemik, namun
kejadian ini jarang terjadi karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Secara
fisiologi ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air.
Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat
untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus serta aktivasi aldosteron dan
vasopressin untuk mengurangi produksi urin.
4
b. Syok distributif
c. Syok Kardiogenik
5
penurunan responsivitas katekolamin, merangsang vasodilatasi sistemik.
d. Syok obstruktif
Syok abstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel terhambat secara mekanik.
Hal ini sering ditemukan pada penyakit jantung congenital, tamponade jantung,
emboli paru masif, dan tension pneumothorax.
6
Meningkatkan denyut jantung dan kontraksi miokard
Jantung memburuk sampai tidak dapat memompa darah dan kematian terjadi
7
Gambar: clinical stage of shock
Sumber: http://i214.photobucket.com/albums/cc111/schizo28/1-3.jpg
8
a. Syok hipovolemik2
Gejala dan tanda yang ditemukan pada syok hipovolemik akibat non perdarahan dan
perdarahan adalah sama, meskipun ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok.
Respon fisiologi normal mempertahankan perfusi otak dan jantung sambil memperbaiki
volume darah dalam sirkuasi dengan efektif.
Ringan (<20% volume Sedang (<20-40% volume Berat (>40% volume darah)
darah) darah)
9
Waktu pengisian kapiler Takikardia Hemodinamik tidak stabil
meningkat
b. Syok distributif2
Syok distributif dapat terjadi pada keadaan anafilaksis, sepsis, ataupun akibat pengaruh
neurologi.1
Umum Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar dilukiskan, rasa tak
enak di perut dan dada, rasa gatal di hidung dan palatum.
Pernafasan
Edema
lidah
10
darah, peristaltic usus meninggi
c. Syok Kardiogenik2
Pada syok kardiogenik, keluhan yang muncul berkaitan dengan etiologi terjadinya syok.
Pasien dengan infark miokard datang dengan keluhan tipikal nyeri dada akut, dan
kemungkinan telah memiliki riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya. Pada pasien
aritmia akan datang dengan keluhan palpitasi, presinkop, sinkop, atau merasakan irama
jantung yang berhenti sejenak. Selain itu pasien juga merasakan letargi.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tekanan darah sistolik menurun sampai < 90
mmHg, bahkan dapat turun sampai <80mmHg. Denyut jantung akan meningkat akibat
stimulasi simpatik dan laju pernafasan juga meningkat akibat kngesti di paru. Pada leher
akan terlihat distensi vena. Pemeriksaan dada menunjukkan adanya ronki, letak impuls
apical dapat bergeser pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi. Irama gallop yang timbul
menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kiri. Sedangkan regurgutasi mitral atau defek
septal ventrikel, bunyi bising atau murmur dicurigai kelainan atau komplikasi mekanik.
Pada pasien gagal jantung kanan dapat ditemukan pembesaran hati, pulsasi di liver akibat
regurgutasi tricuspid atau terjadinya asites akibat gagal jantung kanan yang sulit untuk
diatasi. Pulsasi arteri di ekstremitas yang teraba dingin menunjukkan penurunan perfusi ke
jaringan. 1
d. Syok obstruktif2
Pada syok obstruktif dapat ditemukan keluhan seperti syok hipovolemik, namun gagal
menunjukkan perbaikan setelah resusitasi cairan yang agresif.
11
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang4
Meskipun keadaan klinis secara keseluruhan sangat penting dalam menentukan ada
atau tidak adanya syok, tanda-tanda obyektif tertentu dapat membantu memperkuat atau
membantu penegakan diagnosis. Ini termasuk berikut:
Keseimbangan asam-basa
Pada pasien syok dihasilkan asam laktat yang menyebabkan keadaan metabolik
asidosis, yang dapat dideteksi oleh penurunan bikarbonat serum atau diukur
secara langsung dengan mendapatkan nilai laktat serum.
Pemeriksaan darah lengkap
Dalam menilai darah lengkap, konsentrasi hemoglobin sangat penting karena
menentukan kapasitas darah yang mengikat oksigen. Pada pasien dengan anemia
yang mengalami shock berat, pertimbangkan transfusi sesegera mungkin.
Jumlah leukosit secara signifikan tinggi atau depresi, bersama dengan hitung
jenis sel putih mengarah ke infeksi, dapat mendukung diagnosis syok septik.
Demikian pula, trombositopenia mungkin menandakan gangguan pendarahan
yang dapat mengakibatkan perdarahan internal atau koagulasi intravaskular
diseminata yang mungkin menyertai syok septik.
Kimia klinik
Pemeriksaan fungsi liver ataupun fungsi ginjal untuk mengetahui adanya
kerusakan multi organ.
B-type natriuretic peptide (BNP)
B-type natriuretic peptide (BNP) adalah hormon yang diproduksi oleh miosit
ventrikel yang dilepaskan saat stres dinding miokard. Kadar plasma BNP pada
dewasa dan anak akan meningkat saat sepsis dan gagal jantung kongestif dengan
syok kardiogenik. Peningkatan kadar BNP mencerminkan stres miokard, dan
perbaikan fungsi jantung berhubungan dengan normalisasi kadar BNP.
Radiologi
Pada keadaan darurat, jangan pernah menunda resusitasi pasien syok untuk
melakukan radiografi dada atau radiografi lainnya. Namun, evaluasi siluet
jantung pada rontgen dada dapat membantu menggambarkan syok kardiogenik,
12
yang dapat menampilkan kardiomegali atau dari syok hipovolemik, dimana
ukuran jantung tampak kecil.
Near infrared spectroscopy (NIRS) yang ditempatkan di atas kulit pasien, seperti
dahi selama otak, pinggang (ginjal), atau perut, mengirim sinyal inframerah
melalui kulit dan laporan dikumpulkan-jaringan saturasi oksigen. Karena
sebagian besar darah di setiap wilayah yang diberikan adalah terutama vena,
saturasi oksigen yang mendekati saturasi oksigen jaringan vena di wilayah itu.
Darah arteri memberikan kontribusi tertentu dengan nilai yang dilaporkan oleh
unit NIRS, dengan demikian, nilai yang dilaporkan adalah sedikit lebih tinggi
dari saturasi vena oksigen. Namun, nilai yang dilaporkan telah terbukti
berkorelasi dengan saturasi oksigen vena, memungkinkan untuk pengukuran
noninvasif saturasi oksigen di otak, ginjal, atau wilayah mesenterika.
13
Gambar: Near infrared spectroscopy (NIRS)
Sumber: http://www.haskins.yale.edu/learn/images/nirs.png
2.1.8. Tatalaksana5,7
Tujuan utama tatalaksana pasien syok adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi
terutama di otak, jantung, dan ginjal. Oksigenasi dan perfusi dapat diperbaiki dengan
memperhatikan 4 variabel, yaitu:
14
noninvasif yang sesuai seperti oksimeter pulsa dan monitor kardiorespirasi, dan
memperoleh pengukuran glukosa samping tempat tidur sederhana.
Setelah jalan napas stabil dan ventilasi yang memadai, segera lakukan peningkatan
sirkulasi dan pemberian oksigen sistemik (DO2). Perbaikan sirkulasi dicapai melalui
ekspansi volume. Jika perlu, terapi farmakologis dengan vasopressors dan agen inotropik
jantung.
15
pertama resusitasi, sering dalam 15 menit pertama.
Dalam salah satu penelitian terhadap kelangsungan hidup pada anak dengan syok
septik, anak yang menerima rata-rata dari 65 mL/kg volume di jam pertama mengalami
peningkatan kelangsungan hidup dibandingkan dengan mereka yang menerima kurang dari
40 mL/kg pada jam pertama. Secara sederhana, anak-anak yang menerima resusitasi cairan
yang tepat namun agresif awal memiliki kesempatan terbaik untuk bertahan hidup syok
septik atau syok dan dehidrasi.
Selain pemberian cairan resusitasi yang adekuat, terapi inotropik juga dapat
diberikan tertama pada kondisi syok kardiogenik dan decompensated shock. Beberapa jenis
inotropik yang dapat digunakan antara lain:
Simpatomimetik
Dopamine merupakan katekolamin endogen yang pada dosis rendah (2-
5g/kgBB/menit) bekerja pada reseptor dopaminergic di ginjal dan limpa
sehingga terjadi vasodilatasi. Pada dosis intermediate (5-15g/kgBB/menit)
dopamine bekerja di reseptor adrenergic untuk meningkatkan denyut jantung
dan kontraktiklitas miokard, menibgkatkan CO, dan mempertahankan konduksi
SA di jantung. Dopamin dosis tinggi (15-20g/kgBB/menit) bekerja pada
reseptor adrenergic untuk meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik
dan tekanan darah. Dosis pemberian awal 1-4g/kgBB/menit setiap 10-30menit
sampai mencapai respon optimal.
Dobutamin merupakan simpatomimetik amin yang berkerja lebih maksimal
pada reseptor beta1 dari pada beta2 dan alfa adrenergic. Sehingga dobutamin
menjadi pilihan utama untuk pasien syok kardiogenik. Dosis pemberian mulai
dari 5g/kgBB/menit IV dan dinaikan secara bertahap sampai
20g/kgBB/menit.
Epinefrin meningkatkan kontraksi miokardium dan rensistensi pembuluh darah
perifer. Epinefrin biasanya digunakan pada anak yang tidak respon terhadapt
penggunaan dopamine atau pada keadaan sepsis (vasodilatasi perifer). Dosis
awal yang digunakan 0.05-0.1 g/kgBB/menit dan dapat ditingkatkan sesuai
kebutuhan.
Norepinefrin berkerja pada reseptor beta1 dan alfa-adrergik yang dapat
16
meningkatkan kontraktilitas miokardium dan vasokonstriksi sehingga
meningkatkan tekanan darah sistemik serta aliran darah arteri koroner.
Phosphodiesterase enzyme inhibitor
Inamrinone/amrinone (0.75 mg/kgBB/menit) dan milrinone (25-50
g/kgBB/menit) merupakan Phosphodiesterase enzyme inhibitor yang
meningkatkan cyclic adenosine monophophate (cAMP), sehingga terjadi
peningkatan kalsium intraselular, kontraktilitas miokardium, dan vasodilatasi
perifer. Phosphodiesterase enzyme inhibitor digunakan pada keadaan
compensated shock, dimana volume darah central blood pressure dalam batas
normal.
Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid dalam menangani syok masih kontrovesial. Akan
tetapi, penggunaan hidrokortison pada pasien sepsis yang mengalami penurunan
glukokortikoid masih dapat dipertimbangkan.
Prostaglandin
Penggunaan prostaglandin (0.05-0.1 g/kgBB/menit) sebagai terapi awal pada
neonatus yang mengalami paten duktus arteriosusmenghambat terjadinya
agregasi tombosit dan memperbaiki perfusi perifer.
Neonatus dan bayi memiliki cadangan glikogen terbatas, yang mana akan cepat
habis selama keadaan syok sehingga menimbulkan hipoglikemia. Atau, tingginya kadar
katekolamin endogen dan eksogen sehingga terjadi keadaan resisten insulin relatif dapat
menyebabkan hiperglikemia serum. Jika tingkat glukosa rendah, memberikan terapi dengan
dekstrosa IV. Dosis dekstrosa adalah 0.5-1 g/kg IV. Hipokalsemia juga sering terjadi
terutama pada pasien yang mendapat resusitasi cairan dalam jumlah besar, hal ini dapat
dikoreksi dengan menggunakan calsium gluconate 10% 1mL/kg BB.7
Pada syok hipovolemik harus dilakukan evaluasi maksimal kehilangan cairan atau
perdarahan yang terjadi. Keadaan syok distributif, seperti yang terjadi pada sepsis dapat
17
dilakukan kultur darah untuk mengetahui etilogi dan memberikan antibiotik yang adekuat.
Usia Patogen Terapi Dosis
(mg/kg)
0-1 bulan Grup B streptokokus Ampicllin + 50
Enterobacteriaceae gentamicin atau 2.5
Stapilokokus aureus cefotaxime 50
Listeria meningtidis
1-24 bulan H. influenza Cefotaxime atau 50
Strept. penumoniae Ampicillin + 50
S aureus, N. meningtidis Chloramphenicol 25
Strep. grup B
>24 bulan S penumoniae Cefotaxim atau 50
H influenza Ceftriaxone atau 50
S aureus Ampicillin + 50
N meningtidis Chloramphenicol 25
Imuno compromized S aureus Vancomycin + 25
proteus pseudomonas Ceftazidine + 50
enterobacteriaceae Ticarcillin 75
2.1.9. Komplikasi
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
2. Sastroasmoro S. Panduan pelayanan medis separtemen ilmu kesehatan anak. 1st ed.
RSCM; 2007.
3. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatric. 16th ed. USA:
W.B Sauders Company; 2000.
4. Hypovolemic shock. [cited: 28 march 2012]; available from:
http://www.ccri.edu/nursing/pdfs/2040volemicshock.pdf
5. Corden TE, et al. Shock In Pediatrics. 2011 Nov 16; [cited 2012 february 27]; available
from: http://emedicine.medscape.com/article/1833578-overview#aw2aab6b2b3
6. Stages of Shock. [cited: 29 march 2012]; Available from:
http://www.spcollege.edu/hec/nip/nursing_handouts/SHOCK_NSG_II.pdf
7. Chloherty JP, et al. Manual of Neonatal Care. Sixth ed. Philladelpia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008.
8. Nathan BM, Kroeger A, Ehrenberg J, Prasittisuk C, Martin JLS, Drager RD, et al.
Dengue guidline for diagnosis, prevention, and control. Switzerland: World Health
Organization; 2009.
9. Kalayanarooj S, Nimmannitya S. Guidline for dengue hemmorhagic fever case
management. Thailand: Bangkok medical publisher; 2004.
10. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRH, Satari HI. Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis. 2nd ed. Jakarta: badan penerbit IDAI; 2010.
11. Hadinegoro SRH, Satari HI. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2004.
19
12. Gonzales LAM, Banez MAP, Paralta LU, Lim BT, Zamora NV, Lagamayo M, et al.
2010 Interim Guidelines on Fluid Management of Dengue Fever and Dengue
Hemmorhagic fever. 2010 oct 18; [cited 2012 february 15]; available from:
http://ppsstc.com/files/2010%20PPS%20Guidelines%20on%20Dengue.pdf
20