Tugas BBLR 1
Tugas BBLR 1
LatarBelakang
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan prediktor tertinggi angka kematian bayi, terutama
dalam satu bulan pertama kehidupan. Berdasarkan studi epidemiologi, bayi BBLR mempunyai
risiko kematian 20 kali lipat lebih besar di bandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat
badan normal.
Lebih dari 20 juta bayi di seluruh dunia lahir dengan BBLR dan 95.6% bayi BBLR lahir
di negara yang sedang berkembang, contohnya di Indonesia. Menurut Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2002-2003, angka prevalensi BBLR di Indonesia masih tergolong
tinggi yaitu 9% dengan sebaran yang cukup bervariasi pada masing-masing provinsi. Angka
terendah tercatat di Bali (5,8%) dan tertinggi di Papua (27%), sedangkan di Provinsi Sumatera
Barat berkisar 7%.
BBLR disebabkan oleh usia kehamilan yang pendek (prematuritas), IUGR (Intra Uterine
Growth Restriction) yang dalam bahasa Indonesia disebut Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)
atau keduanya. Kedua penyebab ini dipengaruhi oleh faktor risiko, seperti faktor ibu, plasenta,
janin dan lingkungan. Faktor risiko tersebut menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrisi pada
janin selama masa kehamilan.
Bayi dengan berat badan lahir rendah umumnya mengalami proses hidup jangka panjang
yang kurang baik. Apabila tidak meninggal pada awal kelahiran, bayi BBLR memiliki risiko
tumbuh dan berkembang lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan
normal.
Pada masa sekarang ini, sudah dikembangkan tatalaksana awal terhadap bayi BBLR
dengan menjaga suhu optimal bayi, memberi nutrisi adekuat dan melakukan pencegahan infeksi.
Meskipun demikian, masih didapatkan 50% bayi BBLR yang meninggal pada masa neonatus
atau bertahan hidup dengan malnutrisi, infeksi berulang dan kecacatan perkembangan
neurologis. Oleh karena itu, pencegahan insiden BBLR lebih diutamakan dalam usaha menekan
Angka Kematian Bayi.
Dalam rangka mencapai target Millenium Development Goals yang ke IV yaitu
menurunkan angka kematian anak terutama di negara berkembang, perlu dilakukan upaya
pencegahan kejadian BBLR di masa mendatang.
2.1. Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya
pada saat lahir < 2500 gram. Bayi berat lahir rendah dibagi menjadi 2 golongan :
Prematuritas murni
Bayi lahir dengan umur kehamilan , 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai
dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan –
Sesuai Masa Kehamilan (NKB – SMK)
Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
kehamilan. Dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini
dapat juga:
Neonatus Kurang Bulan – Kecil Untuk Masa Kehamilan (NKB – KMK)
Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NCB-KMK)
Neonatus Lebih Bulan Kecil Masa Kehamilan (NLB – KMK).
2.2 Etiologi
1. Faktor ibu
a. Penyakit
Penyebab lainnya adalah diabetes mellitus, penyakit jantung, bacterial vaginosis,
chorioamnionitis atau tindakan operatif dapat merupakan faktor etiologi
prematuritas.
b. Usia
Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah pada usia dibawah 20 tahun dan
pada multi gravida yang jarak antar kelahirannya terlalu dekat. Pada ibu-ibu
yang sebelumnya telah melahirkan lebih dari 4 anak juga sering ditemukan.
Kejadian terendah adalah pada usia antara 26-35 tahun.
2.3 Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di
dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau
sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara
berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir
lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas
dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupannya dimasa depan.
Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain,
yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan
rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5
%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi
menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.
2.4. Patofisiologi BBLR
c. Imaturitas imunologis
Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui plasenta
selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke
janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan
pembentukan antibodi menjadi terganggu. Selain itu kulit dan selaput lendir membran
tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah menderita
infeksi.
e. Imaturitas hati
Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan timbulnya
hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi perdarahan. Kurangnya enzim
glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin direk belum sempurna dan kadar
albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar
berkurang.
f. Hipoglikemi
Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu
karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian
glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam
pertama dalam kadar 40 mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum
mencukupi. Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress dingin
akan direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi
paru. Efektifitas ventilasi paru menurun sehingga kadar oksigen darah berkurang. Hal ini
menghambat metabolisme glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat
pada penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi hipoglikemi. Nutrisi yang tak
adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori yang rendah juga dapat memicu timbulnya
hipoglikemi.
a. Termoregulasi suhu
Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan
untuk konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal. suhu aksilar optimal
bagi bayi dalam kisaran 36,0°C – 36,5°C. Menghangatkan dan mempertahankan
suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu :
1) Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan
ibunya.
2) Pemancar pemanas
3) Ruangan yang hangat
4) Inkubat
b. Dukungan respirasi
Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk
memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi
surfaktan dan periadik apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan
jalan nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi,
posisikan tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi
yang lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit
bayi.
e. Penghematan energi
Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko tinggi adalah menghemat energi,
Oleh karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin. Bayi yang dirawat di dalam
inkubator tidak membutuhkan pakaian , tetapi hanya membutuhkan popok atau
alas. Dengan demikian kegiatan melepas dan memakaikan pakaian tidak perlu
dilakukan. Selain itu, observasi dapat dilakukan tanpa harus membuka pakaian.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi bayi preterm dan menghasilkan
oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, pola tidur-istirahatnya
lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi lebih
sedikit bila diposisikan telungkup.
f. Stimulasi sensori
Mainan gantung yang dapat bergerak dan mainan- mainan yang diletakkan dalam
unit perawatan dapat memberikan stimulasi visual. Suara radio dengan volume
rendah, suara kaset, atau mainan yang bersuara dapat memberikan stimulasi
pendengaran. Rangsangan suara yang paling baik adalah suara dari orang tua atau
keluarga, suara dokter, perawat yang berbicara atau bernyanyi.
1. I.D.A.I. Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah, artikel tanggal 13 Januari 2005. Dalam:
http://www.idai.or.id/web/topik/detil.asp?IDTopics=71
2. Current : Pediatric Diagnosis and Treatment: Neonatal Intensive Care, page 22-30.
Edition 15 Th 2001 Mc Graw Hill Companies.
3. Avery Gordon B : Neonatologi, Pathology and Management Of The New Born, Page
182-200. Second Edition.JB Lippincott Company Philadelphia1981.
4. Antonius H, Badriul H, Setyo H, Nikmah S, Ellen P. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI
2009.
5. Gomela T, Douglas C, Fabien G. Management, procedures, on-call problems, diseases,
and drugs. Lange. 2013
6. Cloherti B, Eichenwald E, Hansen A, Stark A. Manual of Neonatal Care. Lippincot
William & Wilkins. 2012