Anda di halaman 1dari 31

8

ketidak berwujudan dari fenomena itu sendiri. Oleh karena tinggi derajat

ketidak berwujudannya maka jasa sangat sulit dievaluasi oleh pelanggan.

2. Tak Terpisahkan (Inseparability)

Karena jasa bukan benda tetapi merupakan suatu seri aktivitas atau proses

dimana produksi dan konsumsi dilakukan secara simultan. Dengan

demikian, pada suatu tingkatan sangat sulit untuk mengontrol kualitas dan

melakukan pemasaran dengan cara tradisional.

3. Bervariasi (Variability)

Karena proses produksi dan proses penyampaian dilakukan oleh manusia.

Oleh karena manusia mempunyai sikap tidak konsisten sehingga

penyampaian suatu jasa belum tentu sama terhadap tiap pelanggan lain.

4. Dapat musnah (Perishability)

Karakteristik yang menyatakan bahwa tidak memungkinkan untuk

menyimpan jasa seperti barang. Walaupun jasa tidak dapat disimpan tetapi

pelanggan dapat diusahakan untuk disimpan.

2.1.1 Klasifikasi Jasa

Jasa dapat diklasifikasi berdasarkan beragam kriteria. Menurut Lovelock

(dalam Tjiptono 2005) , jasa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan sifat tindakan jasa

Jasa dikelompokan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu,

dimana sumbu vertikalnya menunjukan sifat tindakan jasa (tangible


9

actions dan intangible actions), sedangkan sumbu horizontalnya

merupakan penerima jasa (manusia dan benda)

Gambar 2.1 Klasifikasi Jasa Berdasarkan Sifat Tindakan Jasa

Sumber : Tjiptono (2005)

2. Berdasarkan hubungan dengan pelanggan

Jasa dikelompokan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu,

dimana sumbu vertikalnya menunjukkan tipe hubungan antara perusahaan

jasa dan pelanggannya (status keanggotaan dan hubunggan temporer).

Sumbu horizontalnya sifat penyampaian jasa ( secara kontinu dan

penyampaian diskrit)
10

Gambar 2.2 Klasifikasi jasa Berdasarkan Hubungan dengan Pelanggan

Sumber : Tjiptono (2005)

3. Berdasarkan tingkat customization dan kemampuan mempertahankan

standar konstan dalam penyampaian jasa

Jasa diklasifikasi berdasarkan dua sumbu utama, yaitu tingkat

customization karakteristik jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan

individual (tinggi dan rendah) dan tingkat kemampuan penyediaan jasa

dalam mempertahankan standar yang konstan (tinggi dan rendah).


11

Gambar 2.3 Berdasarkan tingkat customization dan kemampuan

mempertahankan standar konstan dalam penyampaian jasa

Sumber : Tjiptono (2005)

4. Berdasarkan sifat permintaan dan penawaran jasa

Jasa diklasifikasi ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu, di

mana sumbu vertikalnya menunjukkan sejauh mana penawaran jasa

menghadapi masalah sehubungan dengan terjadinya permintaan puncak

dan sumbu horizontalnya adalah tingkat fluktuasi permintaan sepanjang

waktu (tinggi dan rendah ).


12

Gambar
G 2.4 Klasifikasi
K J
Jasa Berdasaarkan Sifat Permintaan
P d Penawaran
dan

Jaasa

Sumber : Tjitono(2005
T )

5. Berdasarkan
B metode pennyampaian jaasa

Jasa
J dikelom d sumbu, di
mpokan kedaalam sebuahh matriks yaang terdiri dua

mana
m sumbu vertikalnya menunjukkaan sifat interraksi antara pelanggan
p d
dan

perusahaan
p jasa (pelangggan mendataangi perusahhaan jasa, peerusahaan jaasa

mendatangi
m p
pelanggan, serta pelangggan dan peerusahaan jaasa melakukkan

trransaksi melalui surat atau


a media eletronik.
e Unntuk sumbu horizontalnnya

adalah
a keterssediaan outleet jasa.
13

Gambar 2.5
2 Klasifikaasi jasa Berddasarkan Mettode Penyam
mpaian Jasa

Sumbber : Tjiptonoo (2005)

Menu
urut Doyle (dalam buuku Tjiptonno 2005) jaasa ditinjau dari sumbber

p
pendapatany
ya yaitu :

1. Jasa
J yang sum
mber dana utamanya
u berrasal dari pelanggan

Contoh
C : peruusahaan pennerbangan , Dry
D cleanerss , restoran dan
d lain-lain..

2. Jasa
J yang sum
mber dana teerutama beraasal dari donnasi

Contoh
C : yayyasan sosial.

3. Jasa
J uang sum
mber dana utamanya
u darri pajak

Contoh
C : insttansi pemerinntah.
14

2.2 Harga

Menurut Tjiptono (2006 :p178), secara sederhana istilah harga dapat diartikan

sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non moneter) yang

mengandung utilitas atau kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan

suatu jasa. Utilitas merupakan atribut atau faktor yang berpotensi memuaskan

kebutuhan dan keinginan tertentu.

Menurut Kotler(2002,p195), harga adalah nilai yang diperlukan konsumen

untuk suatu manfaat atas pengkonsumsian, pengunaan atau kepemilikan barang dan

jasa. Menurut bayangan orang-orang harga adalah uang yang dibayarkan atas suatu

barang atau layanan jasa yang diterima.

Proses Keputusan pembelian konsumen di[engaruhi oleh faktor ekternal dan

faktor internal. Faktor internal yang sering disebut sebagai kotak hitam konsumen

memberikan pengaruh yang signifikat. Psikologi konsumen seperti terhadap kualitas

produk, kualitas layanan, harga terbukti mempengaruhi keputusan pembelian hingga

kesetiaan konsumen (Bei & Chiao, 2001).

2.2.1 Peranan Harga

Harga mempunyai peranan penting dalam keberhasilan pemasaran produk dan

kelangsungan hidup perusahaan. Peranan itu adalah sebagai berikut:

1. Harga adalah satu faktor penentu jumlah permintaan produk dipasar.

Dalam kehidupan sehari-hari permintaan produk dapat bersifat elastic

atau tidak elastic terhadap perubahan harga. Permintaan dapat dikatakan


15

elastic terhadap harga apabila permintaan berubah setiap kali harga turun

atau bahkan naik. Sedangkan harga dikatakan tidak elastic apabila

permintaan tidak berubah karena adanya perubahan harga itu sendiri.

2. Termasuk dalam kategori produk yang elastic terhadap perubahan harga

adalah barang atau jasa yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan

sekunder, misalnya: barang atau jasa rekreasi, hiburan dan barang atau

jasa kebutuhan rumah tangga oleh karena itu sifat kebutuhan akan barang

atau jasa tidak mendesak apabila terjadi kenaikan harga sehingga

konsumen akan menunda, mengurangi atau menghentikannya.

3. Harga menentukan jumlah hasil penjualan dan keuntungan. Hasil

penjualan produk yang diterima perusahaan setiap masa tertentu sama

dengan jumlah satuan yang terjual kali harga persatuan produk.

Sedangkan keuntungan yang diperoleh setiap masa tertentu sama dengan

hasil penjualan yang dikurangi jumlah biaya yang ditanggung perusahaan

dalam masa yang sama.

4. Harga dapat mempengaruhi segmen pasar yang dapat ditembus

perusahaan melebarkan sayap pemasaran produk dengan memasuki

segmen pasar lain yang belum digarap sebelumnya dapat menambah

jumlah keuntungan. Salah satu segmen pasar yang digunakan sebagai

sasaran untuk melebarkan jangkauan pemasaran adalah segmen pasar

tingkat bawah.

5. Harga dan strategi harga mempengaruhi keberhasilan distribusi produk.

Harga persatuan produk, struktur potongan harga dan syarat pembayaran


16

mempunyai peranan penting terhadap kesediaan produk, dimana harga

tersebut harus kompetitif dalam arti tidak terlalu besar perbedaannya

dengan harga produk saingan yang sama atau setara.

2.2.2 Persepsi Harga

Pada saat konsumen melakukan evaluasi dan penelitian terhadap harga dari

suatu produk sangat dipengaruhi oleh perilaku dari konsumen itu sendiri. Sementara

perilaku konsumen menurut Philip Kotler dalam Kotler and Keller (2006),

dipengaruhi 4 aspek utama yaitu budaya, sosial, personal (umur, pekerjaan, kondisi

ekonomi) serta psikologi (motivasi, persepsi, percaya).

Sedangkan menurut Schiffman & Kanuk (2000) persepsi adalah suatu proses

dari seorang individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan, dan menterjemahkan

stimulus-stimulus atau informasi yang dating menjadi suatu gambaran yang

menyeluruh. Dengan demikian penilaian terhadap harga suatu produk dikatakan

mahal, murah atau biasa saja dari setiap individu tidaklah harus sama, karena

tergantung dari persepsi individu yang dilatar-belakangi oleh lingkungan kehidupan

dan kondisi individu. Dalam kenyataan konsumen dalam menilai harga suatu produk,

sangat tergantung bukan hanya dari nilai nominal secara absolute tetapi melalui

persepsi mereka pada harga ( Nagle & Holden, 1995) dalam Isman Pepadri (2002).

Secara umum persepsi konsumen terhadap harga tergantung perception of price

differences (persepsi mengenai perbedaan harga) dan reference prices (referensi

harga).
17

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kewajaran suatu

harga. Pertama, perception of price differences, menurut hukum Weber-Fechner,

pembeli cenderung untuk selalu melakukan evaluasi terhadap perbedaan harga antara

harga yang ditawarkan terhadap harga dasar yang diketahui. Sebagai contoh, Suatu

Perusahaan penerbangan menawarkan produk-produk jasa yang berkualitas dengan

nilai harga yang lebih tinggi dianggap suatu hal yang relevan dan rasional, sehingga

konsumen dapat menerima tawaran harga pada tiap-tiap produk jasa yang ditawarkan

perusahaan penerbangan tersebut. Dari hukum Weber-Fechner dapat disimpulkan

bahwa persepsi konsumen terhadap perubahan harga tergantung pada presentase dari

perubahaan harga tersebut, bukan terhadap perbedaan absolutnya dan besaran harga

baru tersebut tetap berada pada “ acceptable price” (Isman Pepadri,2002). Faktor lain

yang mempengaruhi persepsi terhadap kewajaran suatu harga adalah price references

yang dimiliki oleh pelanggan yang didapat dari pengalaman sendiri (internal price)

dan informasi luar yaitu iklan dan pengalaman orang lain (external references price).

Informasi dari luar tersebut sangat dipengaruhi:

1. Harga kelompok produk (product line) yang dipasarkan oleh perusahaan

yang sama.

2. Perbandingan dengan harga produk saingan.

3. Urutan produk yang ditawarkan (Top Down Selling).

4. Harga produk yang pernah ditawarkan konsumen (recalled

Price)(Schiffman & Kanuk,2000).

Sedangkan persepsi terhadap kewajaran harga dapat pula dijelaskan dengan

teori acquisition transaction utility. Konsumen akan melakukan pembelian


18

(acquisition utility) apabila harga tersebut dikaitan dengan keuntungan atau kerugian

dalam perspektif fungsi produk. Sedangkan truncation utility, konsumen

mempersepsikan harga dengan kenikmatan atau ketidaknyamanan dalam aspek

keuangan yang didapat dari perbedaan antara internal reference prices dengan harga

pembelian (Isman Pepadri,2002)

2.2.3 Hipotesis

Dalam industi jasa, setiap perusahaan harus memiliki tujuan pelayanan yang

sangat memuaskan dalam melayani setiap pelanggan. Minat beli konsumen terhadap

suatu produk atau jasa dapat terwujud setelah setiap individu-individu konsumen

menerima produk atau jasa yang sesuai dengan harapan mereka. Beberapa faktor

yang mempengaruhi minat beli konsumen antara lain adalah harga produk jasa itu

sendiri, tingkat kualitas pelayanan yang ditawarkan dari citra produk itu sendiri.

Menurut Bei, Lien-Ti & Yu-Ching Chiao (2001) dalam An Integrated Model

for the Effects of Perceived Product, Perceived Service Quality, and Perceived Price

Fairness on Consumer Satisfaction and Loyalty,” Journal of Consumer Satisfaction,

Dissatisfaction and Complaining Behavior, Vol. 14, pp.125-140

Menurut Pasaribu, Chiquita DS (2010) yang meneliti tentang Pengaruh

Kualitas Produk, Harga, dan Isi Extra Produk Shampoo Sunsilk Sachet Isi Extra

Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Swalayan Maju Bersama Jl. Mangkubumi

Medan maka dapat diambil asumsi untuk jasa penerbangan murah ini.
19

Pengaruh harga atas produk atau jasa yang diberikan khususnya di Indonesia

sangatlah berpengaruh terhadap minat beli dari konsumen itu sendiri. Di Negara

berkembang seperti Indonesia besar kecilnya nilai suatu harga dapat dinilai sebagai

kualitas pelayanan jasa yang diberikan oleh perusahaan, masyarakat Indonesia masih

beranggapan terbang itu adalah sesuatu yang mahal dan mewah. Maka dari itu, jika

ada maskapai penerbangan yang menawarkan harga tiket yang murah mereka sudah

dapat dipastikan ingin mencobanya, dan hal ini menimbulkan minat beli konsumen

yang tinggi. Berdasarkan asumsi tersebut, maka memunculkan hipotesis sebagai

berikut:

Hipotesis 1 : Persepsi harga (price) memiliki pengaruh terhadap minat pembelian

konsumen (intentions to buy )

2.3 Kualitas Pelayanan

Pelayanan mengandung pengertian setiap kegiatan atau manfaat yang

diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan

tidak pula berakibat kepemilikan sesuatu (Kotler 1999: 83).

Menurut Juran (dalam Suardi 2003:3), mutu berarti kesesuaian dengan pengguna.

Sedangkan mutu menurut ISO 9000:2000 yang mengatur definisi dan kosakata

mendefinisikan mutu sebagai “Derajat/tingkat karakteristik yang melekat

pada produk yang mencukupi persyaratan atau keinginan”.


20

Kualitas (mutu) menurut Kotler (2002:67) adalah keseluruhan ciri serta sifat

suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk

memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan kualitas pelayanan adalah ciri,

karakteristik atau sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada

kemampuan untuk memuaskan kebutuhan konsumen.

2.3.1 Kesenjangan Kualitas Pelayanan (SERVQUAL)

Lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi

mengenai kualitas jasa adalah sebagai berikut (Lupiyoadi 2006:184-186) :

1. Kesenjangan persepsi manajemen.

Yaitu perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan

persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini

terjadi kurangnya orientasi penelitian pemasaran, pemanfaatan yang tidak

memadai atas temuan penelitian, kurangnya interaksi antara pihak

manajemen dan konsumen, komunikasi dari atas ke bawah kurang

memadai, serta terlalu banyak tingkat manajemen.

2. Kesenjangan spesifikasi kualitas.

Yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna

jasa dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena

tidak memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi


21

mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya standarisasi tugas, dan tidak

memadainya penyusunan tujuan.

3. Kesenjangan penyampaian jasa.

Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa

(service delivery) kesenjangan ini terutama disebabkan oleh: ambiguitas

peran, konflik peran, kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus

dikerjakan, kesesuaian teknologi yang digunakan pegawai, sistem

pengendalian dari atasan yaitu sistem penilaian dan sistem imbalan,

perceived control, yaitu sejauh mana pegawai merasakan kebebasan, atau

fleksibilitas untuk menentukan cara pelayanan, team work yaitu sejauh

mana pegawai dan manajemen merumuskan tujuan bersama.

4. Kesenjangan komunikasi pemasaran.

Yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.

5. Kesenjangan dalam pelayanan yang dirasakan.

Yaitu perbedaan presepsi antara jasa yang di rasakan dan yang diharapkan

oleh konsumen. Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan

memperoleh citra dan dampak positif.

Peneliti dari Texas University A&M dan kemudian dikuatkan dalam penelitian

oleh forum Corporation (Griffin 2002:111) mengidentifikasikan lima dimensi

pelayanan yang paling penting bagi pembeli yaitu :

1. Kehandalan: kemampuan untuk memberikan apa yang telah dijanjikan,

secara andal dan tepat.


22

2. Jaminan: pengetahuan dan sopan santun para pegawai dan kemampuan

mereka untuk mengesankan kepercayaan dan keyakinan.

3. Keberwujudan: fasilitas fisik dan perlengkapan dan penampilan personil.

4. Empati: tingkat kepedulian dan perhatian individual yang di berikan kepada

konsumen.

5. Daya tanggap: keinginan untuk membantu konsumen dan memberikan

pelayanan yang tepat.

Pasuraman (1988) dalam salah satu studi mengenai SERVQUAL dalam

Lupiyoadi (2006:182) berhasil mengidentifikasikan lima kelompok karakteristik yang

digunakan konsumen dalam mengevaluasi kualitas jasa yaitu :

1. Bukti langsung (tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai

dan sarana komunikasi.

2. Kehandalan (reliability), kemampuan memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan segera memuaskan.

3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu

konsumen dan memberikan dengan tanggap.

4. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat

dipercaya dimiliki para staf, bebas dari bahaya resiko dan keragu-raguan.

5. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan

komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para konsumen.

Cara mengukur kualitas jasa dapat berfokus pada dua macam riset: riset

konsumen dan riset non-konsumen. Riset konsumen mengkaji perspektif konsumen

mengenai kekuatan dan kelemahan perusahaan, serta meliputi aspek-aspek seperti


23

komplain konsumen, survei purna jual, wawancara kelompok fokus, dan survei

kualitas jasa. Sedangkan, riset non-konsumen berfokus pada perspektif karyawan

mengenai kelemahan dan kekuatan perusahaan, serta kinerja karyawan, dan juga

dapat menilai kinerja jasa pesaing dan dapat dijadikan basis perbandingan (Tjiptono,

294:2002).

2.3.2 Hipotesis

Kualitas pelayanan akan membentuk persepi kualitas dari suatu produk atau

jasa dimata konsumen. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau

jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh langsung

kepada minat beli konsumen kepada jasa yang diberikan oleh suatu perusahaan.

Kualitas pelayanan ini sangat penting bagi konsumen karena negative atau positifnya

suatu pelayanan jasa tergantung dari bagaimana kualitas pelayanan yang diberikan

oleh perusahaan.Menurut Harvard Business School (2008) Singapore Airlines

Customer Service Innovation yang meneliti kualitas pelayanan yang diberikan oleh

Maskapai Penerbanagan Singapore Airlines. Layanan yang diberikan oleh ini sangat

baik dengan pemberian penghargaan terhadap konsumen yang sering menggunakan

jasa penerbanagan SQ dan mendapatkan point yang dapat ditukarkan untuk hotel

maupun penerbangan dengan SQ seraca gratis. Layanan Singapore Airline ini dapat

digunakan juga sebagai asumsi untuk kualitas pelayanan terhadap minat beli

konsumen terhadap penguna layanan penerbangan murah. Berdasarkan asumsi

tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut :


24

Hipotesis 2 : Kualitas pelayanan memiliki pengaruh terhadap minat pembelian

(intentions to buy)

2.4 Merek ( Brand )

Definisi Merek menurut (Aaker, 1991, h.2), adalah cara membedakan sebuah

nama dan/atau simbol seperti logo, trademark, atau desain kemasan yang

dimaksudkan untuk mengidentifikasikan produk atau jasa dari satu produsen atau satu

kelompok produsen dan untuk membedakan produk atau jasa itu dari produsen

pesaing.

2.4.1 Brand Equity

Menurut Kotler (2003,p94) brand adalah sebuah symbol yang kompleks yang

mengandung 6 arti, yaitu:

1. Atribut (Attributes)

Sebuah merk dapat memberikan gambaran kepada konsumen mengenai

atribut yang terdapat di dalam merk itu sendiri. Contoh: berkualitas, elegan,

tahan lama.

2. Manfaat (Benefit)

Atribut dari sebuah merk tersebut harus dapat diterjemahkan dalam bentuk

manfaat baik dari sisi fungsi maupun emosi. Contoh: atribut berkualitas

dapat diasumsikan dengan arti bahwa produk tersebut menggunakan bahan-

bahan yang bermutu tinggi dibandingkan dengan produk pesaingnya.


25

3. Nilai (Value)

Sebuah merk dapat turut serta memberikan nilai lebih bagi produsennya.

Contoh : mobil bermerk BMW selalu identik dengan mobil kualitas

keamanan yang terbaik.

4. Budaya (Culture)

Sebuah merk dapat turut mencerminkan budaya tertentu. Contoh : televise

Sony mewakili kebudayaan Negara Jepang. Seperti kekeluargaan, efektif

dan berkualitas tinggi.

5. Personal (Personality)

Sebuah merk dapat mencerminkan kepribadian dari individu atau

pemakainya. Contoh : pemakai jam tangan Tag Heuer dapat digambarkan

sebagai orang yang prestisius dan mapan.

6. Pemakai (User)

Sebuah merk dapat memberikan sekilas gambaran tentang jenis konsumen

yang membeli ataupun menggunakan produk tersebut. Contoh: jam tangan

Tag Heuer sesuai untuk jenis konsumen yang sudah matang atau mapan,

baik dari segi usia maupun pekerjaan, misalnya top eksekutif yang berusia

40 thn, bukan sekretaris yang berusia 20 thn.

Menurut Kurtz (2008,p382) definisi brand equity adalah mengacu kepada

nilai tambah yang diberikan terhadap suatu produk merk tertentu dipasaran.

Brand Equity adalah image dari produk termasuk di dalamnya bagaimana

produk “bisa dirasakan” (sporty, mewah, high technology) dan perasaan itu cocok

dengan image bayangan yang dipikirkan oleh kustomer (lehmann,2003,p.158)


26

Penilaian subjektif dari kostumer dan tak berwujud dari merk, di atas dan

melampaui nilai obyektik yang dirasakan (Keller, p.83), mengelola brand equity

membutuhkan perspektif jangka panjang yang luas dari sebuah merk. Sebuah

pandangan yang luas dari brand equity sangat penting, terutama ketika perusahaan

menjual beberapa produk dan beberapa merk di beberapa pasar (Keller, p.283).

Menurut Aaker (1996), brand equity dapat dikelompokkan ke dalam lima

elemen, yaitu :

1. Brand awareness, menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk

mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merk merupakan bagian

dari kategori produk tersebut.

2. Brand associations, mencerminkan pencitraan suatu merk terhadap kesan

tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut

produk, geografis, harga, pesaing, selebritis dan lain-lain.

3. Perceived quality; mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan

kualitas/keunggulan suatu produk/jasa berkenaan dengan maksud yang

diharapkan.

4. Brand loyalty, mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu

merk produk.

5. Other proprietary brand assets, meliputi hak paten, rahasia teknologi,

rahasia bisnis,akses khusus terhadap pemasok ataupun pasar, dan lain-lain.


27

2.4.2 Citra merek (Brand image)

Citra merek (Brand Image) merupakan representasi dari keseluruhan persepsi

terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap

merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan

dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra yang positif

terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian.

(Setiadi, 2003, h.180).

Menurut (Aaker, 1991, p.99-100), Citra merek merupakan serangkaian

asosiasi yang ada dalam benak konsumen terhadap suatu merek, biasanya

terorganisasi menjadi suatu makna . Hubungan terhadap suatu merek akan semakin

kuat jika didasarkan pada pengalaman dan mendapat banyak informasi. Citra atau

asosiasi merepresentasikan persepsi yang bisa merefleksikan kenyataan yang objektif

ataupun tidak. Citra yang terbentuk dari asosiasi inilah yang mendasari dari

keputusan membeli bahkan loyalitas merek (brand loyalty) dari konsumen.

Konsumen lebih sering membeli produk dengan merek yang terkenal karena merasa

lebih nyaman dengan hal-hal yang sudah dikenal, adanya asumsi bahwa merek

terkenal lebih dapat diandalkan, selalu tersedia dan mudah dicari, dan memiliki

kualitas yang tidak diragukan, sehingga merek yang lebih dikenal lebih sering dipilih

konsumen daripada merek yang tidak.


28

Menurut Davis (2000, h.53-72), citra merek memilki dua komponen, yaitu:

1. Asosiasi Merek(Brand Associations)

Asosiasi terhadap karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh

konsumen pada merek tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai

janji- janji yang dibuat oleh merek tersebut, positif maupun negatif, dan

harapan mengenai usaha-usaha untuk mempertahankan kepuasan

konsumen dari merek tersebut. Suatu merek memiliki akar yang kuat,

ketika merek tersebut diasosiasikan dengan nilai-nilai yang mewakili atau

yang diinginkan oleh konsumen. Asosiasi merek membantu pemasar

mengerti kelebihan dari merek yang tersampaikan pada konsumen.

2. Persona/Kepribadian Merek (Brand Persona/ Personality)

Merupakan serangkaian karakteristik manusia yang oleh konsumen

diasosiasikan dengan merek tersebut, seperti, kepribadian, penampilan,

nilai-nilai, kesukaan, gender, ukuran, bentuk, etnis, inteligensi, kelas

sosioekonomi, dan pendidikan. Hal ini membuat merek seakan-akan hidup

dan mempermudah konsumen mendeskripsikannya, serta faktor penentu

apakah konsumen ingin diasosiasikan dengan merek tersebut atau tidak.

2.4.3 Hipotesis

Jika dihubungkan antara harga dan kualitas pelayanan maka terkait erat

dengan citra merek(brand image) itu sendiri. Karena dari citra merek itu konsumen

dapat melihat dari segi kualitasnya maupun dilihat dari segi harga produk dan jasanya
29

contohnya Maskapai penerbangan Singapore Airline setiap konsumen mengetahui

bahwa harga penerbangan dengan SQ ini sangat mahal tetapi segi kualitas pelayanan

yang diberikan oleh jasa penerbangan SQ ini sangat baik.

Menurut Mardia rosa yang meneliti pengaruh citra dalam keputusan

pembelian mobil Toyota kijang Inova pada PT. Agung Automall Pekanbaru dapat

menjadi asumsi bahwa penerbangan murah juga menpunyai citra produk masing

masing terhadap minat beli dari konsumen yang ingin mengunakan

layanannya.Berdasarkan asumsi tersebut, maka hipotesis selanjutnya adalah sebagai

berikut :

Hipotesis 3 : Citra Merek (Brand Image) memiliki pengaruh terhadap minat

pembelian (intentions to buy)

2.5 Keselamatan ( safety )

Mengenai keselamatan dan keamanan (penerbangan) merupakan bagian

penting dari tujuan penyelenggaraan penerbangan tanah air . Pasal 1 angka 48

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 mengartikan keselamatan

penerbangan (aviation safety) sebagai “suatu keadaan terpenuhinya persyaratan

keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara,

angkutan udara, navigasi, penerbangan serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum

lainnya”.

Pasal 1 angka 49 mengatur pengertian keselamatan penerbangan (aviation

security) . Menurut pasal tersebut keamanan penerbangan adalah “suatu keadaan yang
30

memberikan perlindungan kepada penerbangan dari tindakan melawan hukum

melalui keterpaduan pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas dan prosedur ”.

2.5.1 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keselamatan

dan Keamanan Penerbangan

Dalam dunia penerbangan, terdapat tiga hal yang saling berkaitan, yaitu

keamanan, keselamatan dan kecelakaan atau bencana penerbangan . Menurunnya

tingkat keamanan dan keselamatan ini dapat mengakibatkan terjadinya bencana

penerbangan, sehingga keamanan dan keselamatan penerbangan saling terkait dan

sulit untuk dipisahkan, untuk itu pengunaan rumusan mengenai keselamatan

penerbangan relatif sering diikuti dengan “keamanan” juga.Sementara itu menurut E.

Suherman, ada berbagai faktor yang yang akhirnya berkombinasi menentukan ada

atau tidaknya keselamatan penerbangan, yaitu: pesawat udara, personel, prasarana

penerbangan, operasi penerbangan dan badan-badan pengatur.

Mengenai pesawat udara terdapat hal-hal yang paling relevan dengan

keselamatan yaitu: desain dan konstruksi yang memenuhi aspek crashworthiness

yang merupakan sifat-sifat pesawat yang sedemikian rupa sehingga saat terjadi

kecelakaan yang seharusnya survivable tidak didapati penumpang yang terluka parah,

selanjutnya adalah kelaik udaraan yang berkenaan pada saat pengoperasian pesawat,

dan yang ketiga adalah perawatan pesawat. Kemudian berkenaan dengan personel

atau awak pesawat, adanya pendidikan dan latihan, lisensi, kesehatan serta batas
31

waktu terbang, menjadi upaya yang penting sebagai antisipasi dan optimalisasi

kesiapan terbang .

Prasarana berupa bandar udara dengan segala alat bantu , dari mulai navigasi

yang menggunakan alat mutakhir hingga ruang tunggu yang nyaman bagi calon

penumpang. Kriteria alat dan fasilitas dari bandar udara akan menentukan klasifikasi

baik buruknya atas bandar udara. Selain bandar udara juga ada prasarana lainnya

adalah rambu-rambu lalu-lintas udara dan alat bantu navigasi di luar pelabuhan udara

yang perlu diperhatikan perawatanya. Selain itu prasarana juga sangat berhubungan

dengan keamanan, upaya-upaya pencegahan tindak pidana hendaknya dilakukan

melalui sistem penjagaan yang ketat di bandar udara .

Selain faktor tersebut, masih ada faktor lingkungan atau alam . Seperti cuaca

yang tidak menentu sebagai akibat perubahan iklim juga merupakan faktor yang kuat

dalam terjadinya kecelakaan penerbangan menurut K. Martono juga menambahkan

bahwa kecelakaan terdiri dari berbagai faktor yaitu manusia(man), pesawat

udara(machine), lingkungan (environment) penggunaan pesawat udara (mission), dan

pengelolaan (management).

2.5.2 Ketentuan Keselamatan Penerbangan dalam Peraturan

Penerbangan Nasional Indonesia

Keselamatan dan keamanan penerbangan (di Indonesia) merupakan tanggung

jawab semua unsur baik langsung maupun tidak langsung, baik regulator, operator,

pabrikan, pengguna dan kegiatan lain yang berkaitan dengan transportasi


32

penerbangan tersebut.Namun demikian keberadaan tanggung jawab yang sifatnya

konseptual tersebut perlu diwujudkan, salah satu caranya adalah dengan adanya

kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan oleh pemerintah dan instansi-

instansinya di bidang transportasi, khususnya transportasi udara atau penerbangan.

Secara umum beberapa peraturan di bidang penerbangan tanah air adalah

sebagai berikut:

1. Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara (OPU)

OPU mengatur tentang dokumen angkutan udara, tanggung jawab

pengangkut kepada pihak kedua (penumpang dan pemilik barang kiriman) dan

besaran nilai ganti rugi, dan tanggung jawab pihak ketiga dan besaran nilai

ganti rugi . Sebagian ketentuan dalam Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939

tentang Pengangkutan Udara dinyatakan tidak berlaku lagi, kerena telah

disempurnakan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun

1992 tentang Penerbangan. Ketentuan dalam Ordonansi Nomor 100 Tahun

1939 tentang Pengangkutan Udara yang disempurnakan meliputi: (1)

tanggung jawab pengangkut kepada pihak kedua (penumpang dan pemilik

barang kiriman) dan besaran nilai ganti rugi, dan (2) tanggung jawab pihak

ketiga dan besaran nilai ganti rugi.


33

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang

Penerbangan

Undang-Undang ini merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan dan sebagian

dari Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang

Penerbangan mengatur tentang asas dan tujuan dari penyelenggaran

penerbangan, kedaulatan atas wilayah udara, pembinaan penerbangan sipil,

pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara serta penggunaan sebagai jaminan

hutang, penggunaan pesawat udara, keamanan dan keselamatan penerbangan,

bandar udara, pencarian dan pertolongan kecelakaan serta penelitian sebab-

sebab kecelakaan pesawat udara, angkutan udara, dampak lingkungan,

penyidikan dan ketentuan pidana.

Sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang tersebut kemudian

ditetapkan: (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang

Angkutan Udara, (2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang

Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, dan (3) Peraturan Pemerintah

Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan. Sedangkan peraturan

pelaksana yang lebih rinci dan teknis yang merupakan petunjuk pelaksanaan

dari Peraturan Pemerintah tersebut ditetapkan melalui Keputusan Menteri dan

Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan .


34

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan

Seiring dengan tingkat keselamatan transportasi di Indonesia yang

telah mencapai tingkat yang memprihatinkan dengan banyaknya kecelakaan

transportasi dan seolah telah menjadi berita yang wajar sehari-hari di media

massa, tidak terkecuali transportasi udara, pembahasan mengenai perubahan

undang-undang mengenai transportasi pun menjadi bagian yang hangat di

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Indonesia khususnya untuk bidang

transportasi penerbangan, karena meskipun secara kuantitatif kecelakaan di

sini lebih sedikit tetapi dampak kecelakaan yang lebih jauh, membuatnya

lebih menjadi perhatian khalayak ramai.

Rancangan mengenai Undang-Undang ini mulai dibahas sejak Juni 2008,

dengan muatan rangkuman dari berbagai sumber, antara lain: Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2008 yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 21 Tahun 1992, artikel-artikel yang relevan dalam tulisan ilmiah

populer maupun yang terdapat dalam annal of air and space law, usulan Tentara

Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU), dokumen ICAO mengenai perubahan

iklim global, kasus kecelakaan pesawat serta bahan dan hasil workshop yang

berkaitan dengan penegakan hukum di bidang transportasi udara.


35

2.5.1 Hipotesis

Menurut Penelitian Mr Michael Pang “a Senior Manager (Continuing

Airworthiness) in the Airworthiness/ Flight Operations Division of the Civil Aviation

Authority of Singapore (CAAS)” Bahwa keselamatan penerbangan sangat penting

apalagi ini menyangkut orang banyak.

Jika dihubungkan dengan penerbangan tidak lupa dengan keselamatan dalam

penerbangan . Dalam penerbangan faktor keselamatan ini adalah hal yang terpenting

karena menyangkut keselamatan beribu- ribu jiwa manusia . Selain harga dan kualitas

produk jasa harus juga dipandang dari segi keselamatan jangan hanya memandang

sebelah faktor saja, Contoh Maskapai penerbangan Singapore Airline setiap

konsumen mengetahui bahwa harga penerbangan, citra merek(Brand Image) , kualitas

sangat baik begitu juga keselamatan (Safety) yang diperoleh oleh dari penerbangan

SQ ini sangat sesuai dengan standar penerbangan internasional. Menurut Departemen

of Human Service yang meneliti tentang keamanan makanan yang setiap masyarakat

harus memilih makanan yang baik untuk dikonsumsi maka asumsi ini belaku untuk

penerbangan dimana setiap pengguna jasa layanan penerbangan harus melihat dari

segi keselamatan penerbangan . Berdasarkan asumsi tersebut, maka hipotesis

selanjutnya adalah sebagai berikut :

Hipotesis 3 :Keselamatan (safety) memiliki pengaruh terhadap minat pembelian

(intentions to buy)
36

2.6 Minat Pembelian

Salah satu cirri perusahaan yang bersikap aktif terrhadap pasar adalah

memperhatikan motivasi pembelian ( buying motives) yang mendominasi keputusan

membeli para pelanggan atas suatu barang dan jasa yang mereka jual. Termasuk

dalam motivasi pembelian adalah manfaat yang dibutuhkan atau yang diinginkan

pelanggan sehingga menyebabkan mereka membeli barang atau jasa yang dijual.

Motivasi pembelian juga dapat diartikan sebagai hal atau sebab yang mendorong

seorang pelanggan membeli produk barang atau jasa .

Menurut penelitian Anindiyo Pradhono dalam penelitiannya minat pembelian

diukur melalui lima indikator berupa variabel teramati yang diadaptasi dari penelitian

Percy (2005), yaitu: keinginan membeli, berencana membeli, berharap membeli, akan

merekomendasikan dan kebutuhan

Menurut Ernest (1991) dalam Sutejo (2002) dalam Sutejo (2002) bahwa

motivasi pembelian pelanggan terdiri atas berbagai macam hal dan dapat digolongkan

menjadi dua kategori . Kategori tersebut yaitu :

1. Motivasi pembelian yang bersifat emosional, adalah hal atau sebab yang

bersifat emotional atau perasaan yang mendorong pelanggan memutuskan

membeli produk tertentu. Contoh rasa bangga memiliki barang atau

mengkonsumsi jasa seperti mengunakan jam tangan Tag heuer atau dalam

jasa mengunakan jasa penerbangan Airbus A380.


37

2. Motivasi pembelian yang bersifat rasional, yaitu hal atau sebab bersifat

rasional atau memakai logika yang mendorong pelanggan memutuskan

membeli produk.

Selain diatas akan dibahas mengenai motif motif pembelian yaitu para calon

pembeli memiliki motif- motif pembelian yang mendorong mereka untuk melakukan

pembelian atas barang atau jasa tertentu. Motif pembelian ada tiga macam yaitu :

1. Primary buying motive, yaitu motif untuk membeli yang sebenarnya

misalnya, kalau orang mau makan pasti orang tersebut akan mencari nasi.

2. Selevtive buying motive, yaitu pemilihan terhadap barang, ini berdasarkan

ratio misalnya, apakah ada keuntungan bila membeli tiket , seperti

seseorang ingin pergi ke Singapore cukup dengan membeli tiket pesawat

kelas ekonomi tidak perlu eksekutif. Berdasarkan waktu misalnya

membeli motor agar cepat pergi kesana sini mengurangi kemacetan.

3. Patronage buying motive. Ini adalah selective buying motive yang

ditunjukkan kepada tempat atau took tertentu. Pemilihan ini dapat timbul

karena layanan memuaskan, tempat yang dekat, persediaan barang yang

baik, tempat parkir yang memadai, dan lain-lain.

Ada juga kebiasaan membeli yaitu dengan maksud waktu kapan seorang suka

berbelanja atau melakukan pembelian dengan uangnya . Orang Indonesia biasa

melakukan belanja pada awal bulan karena baru mendapatkan gaji atau bahkan saat

menghadapi hari besar agama seperti Lebaran atau Natal .


38

2.7 Model Konseptual

Telah dibahas sebelumnya beberapa hal yang mempengaruhi keputusan

pembelian konsumen, dalam hal ini terhadap pelayanan jasa yang diberikan oleh

perusahaan penerbangan murah . Untuk itu, penelitian ini akan menganalisis tentang

sejauh mana faktor-faktor seperti harga, kualitas pelayanan dan brand image

mempengaruhi minat beli konsumen dan mengunakan jasa PT Lion Air.

Persepsi
Harga

Kualitas
Minat
Beli

Safety
(keselamatan)

Brand
Image

Gambar 2.1 Model Kerangka Konseptual

Anda mungkin juga menyukai