Anda di halaman 1dari 21

ONIKOMIKOSIS DAN PENATALAKSANAAN

PENDAHULUAN
Onikomikosis merupakan suatu infeksi jamur pada kuku. Onikomikosis berasal
dari bahasa Yunani yaitu “onyx” yang berarti kuku dan “mykes” berarti jamur. Infeksi
jamur ini lebih sering terjadi pada kuku kaki dibandigkan kuku tangan. Pada 30%
pasien dengan infeksi jamur di kulit, juga mengalami infeksi jamur pada kuku.1
Onikomikosis akan meningkat seiring bertambahnya usia, dikaitkan dengan
menurunnya sirkulasi perifer, diabetes, adanya trauma berulang di kuku, pajanan yang
lama terhadap jamur, menurunnya imunitas tubuh, serta menurunnya kemampuan
merawat kuku. Onikomikosis juga dapat mengganggu integritas kulit dan menjadi celah
masuknya bakteri. 2

DEFINISI
Onikomikosis merupakan suatu istilah untuk menunjukkan semua infeksi jamur
pada kuku yang disebabkan oleh dermatofita, nondermatofita, dan ragi. Sedangkan tinea
unguium digunakan untuk mendeskripsikan infeksi golongan dermatofita pada kuku
jari kaki atau tangan.1

EPIDEMIOLOGI
Onikomikosis merupaka keluhan kuku tersering pada dewasa. Kasus terbanyak
pada onikomikosis disebabkan oleh dermatofita, T. Rubrum dan T.Interdigitale yang
merupakan penyebab tersering yaitu hingga 90% kasus infeksi jamur pada kuku.
Prevalensi onikomikosis pada dewasa, sekitar 15-40% dari semua penyakit kuku.2
Prevalensi onikomikosis lebih banyak terjadi pada usia lanjut yaitu 90% dan
2,6% pada usia di bawah 18 tahun. Kejadian onikomikosis meningkat sesuai dengan
penambahan usia akibat sirkulasi perifer yang tidak baik, diabetes mellitus, adanya
paparan lama terhadap jamur patogen, dan trauma kuku yang berulang.2
Pada beberapa orang onikomikosis dapat juga disebabkan oleh adanya efek
genetik yang menyeabkan berubahnya fungsi imun. Angka prevalensi onikomikosis
dipengaruhi oleh usia, faktor-faktor predisposisi, pekerjaan, cuaca dan lingkungan, juga
pada pasien dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).2
ANATOMI KUKU
Kuku sebagai tambahan dari kulit, merupakan lempeng tanduk yang bertugas
melindungi ujung-ujung jari tangan dan kaki.3. Tanpa kuku, sensitivitas jari dapat
berkurang sebanyak 50%, dan kemampuan memegang sulit, karena tidak ada tekanan
kuku terhadap jari.4
Struktur kuku yang terdapat dalam dasar kuku mengandung lapisan-lapisan
epidermis dan dermis, di bawahnya mempunyai tabung memanjang. Di sini terdapat
kelenjar keringat dan folikel. Sel-selnya banyak mengandung fibril sitoplasma yang
hilang pada tahap akhir setelah sel menjadi homogen lalu menjadi zat tanduk, dan
menyatu dengan lempeng kuku. Pada lapisan dalam matriks kuku mengandung
melanosit sehingga lempeng kuku mungkin berpigmen pada ras hitam. Lempeng kuku
terdiri atas sisik epidermis yang menyatu erat dan tidak mengelupas, badan kuku
berwarna bening sehingga kelihatan kemerahan karena ada pembuluh kapiler darah di
dalam dasar kuku. Sel-sel stratum korneum meluas dari dinding kuku ke permukaan
lempeng kuku sebagai epikondrium atau kutikula. 5
Lempeng kuku yang hampir transparan dan epitel tipis dari dasar kuku
merupakan “jendela petunjuk” yang berguna untuk mengetahui jumlah oksigen dalam
darah dengan melihat warna darah dalam pembuluh dermis.6
Perubahan kuku juga dapat terjadi secara umum biasanya pada orang tua, yaitu
termasuk warna, kontur, pertumbuhan, permukaan, ketebalan, dan histologi. Pada saat
terjadi penuaan kuku, yang meningkat adalah kalsium, sedangkan kadar besi menurun.7
Anatomi mikroskopis kuku adalah sebagai berikut:3
1. Lipatan Kuku (Nail Fold)
Lipatan kuku proksimal mirip dengan struktur kulit tetapi biasanya tidak
memiliki kelenjar sebasea. Dari area distal sampai proksimal lipatan kuku, kutikula
menggambarkan permukaan lempeng kuku. kutikula terdiri dari modifikasi stratum
korneum dan berfungsi untuk melindungi struktur di dasar kuku, khususnya matriks
germinativum dari lingkungan tidak baik seperti iritasi, alergi, serta bakteri dan jamur
patogen.
2. Matriks Kuku (Nail Matrix)
Proksimal (dorsal) dan distal (intermediet) matriks kuku menghasilkan bagian
yang penting bagi kuku. seperti halnya epidermis kulit, matriks memiliki lapisan

1
pemisah basal yang menghasilkan keratinosit. Keratinosit inilah yang mengeras lalu
mati, serta memberikan kontribusi pada lempeng kuku. Matriks kuku juga mengandung
melanosit yang menyebabkan pigmentasi pada keratinosit. Dalam keadaan normal,
pigmen tidak terlihat pada orang berkulit putih. Tetapi pada kebanyakan orang yang
berkulit hitam menunjukkan melanogenesis yang tidak sempurna.
3. Palung Kuku (Nail Bed)
Palung kuku terdiri dari epidermis dan bagian dermis yang mendasari penutupan
periosteum falang distal. Terdapat pembuluh darah, limfatik, dan sel-sel lemak.
4. Lempeng atau Badan Kuku (Nail Plate)
Terdiri dari 3 lapisan horizontal, yaitu: lamina dorsal tipis, lamina intermediet
tebal, dan lapisan ventral dari palung kuku. Dilihat dari mikroskopisnya, terdiri dari sel-
sel skuamus yang mati, pada orang tua biasanya tampak massa acidophilic yang disebut
tubuh pertinaks. Lempeng kuku kaya kalsium, ditemukan sebagai fosfat dalam kristal
hidroksiapatit. Unsur-unsur lain yang hanya dalam jumlah kecil, seperti tembaga,
mangan, seng, dan besi. Konsentrasi kalsium pada kuku 10 kali lipat dari pada rambut.
Kalsium tidak secara signifikan berkontribusi untuk membuat kuku menjadi keras.
Kekerasan kuku terutama dikarenakan adanya protein belerang yang padat dari matriks.
Kelengkungan normal kuku berkaitan dengan bentuk tulang falang yang mendasari
lempeng kuku, yang secara langsung diikat oleh jaringan ikat antara epitel subungual
dan periosteum.
Adapun jaringan-jaringan yang berbatasan dengan kuku, yaitu :3
1. Kulit kuku (cuticle) yaitu bagian epidermis yang menutupi pinggir sekeliling kuku.
2. Eponychium yaitu sambungan dari cusificle, yaitu badan kuku yang menutupi lanula.
3. Hyponichium yaitu bagian dari epidermis yang berada di bawah ujung lepas.
4. Mantel atau penutup kuku yaitu lipatan yang berada di kulit dan tempat akar kuku.
5. Dinding kuku yaitu lipatan-lipatan kecil kulit yang menutupi pinggirpinggir kuku.
6. Alur kuku yaitu lipatan yang dalam di kedua samping badan kuku.

2
Gambar 1. Anatomi Kuku8
2.2. Pertumbuhan Kuku
Bertambahnya sel-sel baru dalam akar kuku menghasilkan geseran lambat
lempeng kuku di atas dasar kuku. Laju pertumbuhan kuku rata-rata 0,5 mm perminggu.
Pertumbuhan ini lebih pesat padajari tangan daripada jari kaki dan bila lempeng kuku
dicabut paksa asalkan matriksnya tidak rusak kuku akan tumbuh kembali. Sedangkan
kuku tumbuh dengan arah ke depan, mulai dari kandungan kuku dan melalui ujung jari.
Kuku anak-anak tumbuh lebih cepat daripada orang dewasa. Kuku jari tengah tumbuh
paling cepat sedangkan kuku jari jempol tumbuhnya paling lambat. Walaupun kuku jari
kaki tumbuhnya lebih lambat daripada kuku jari tangan, namun lebih tebal dan lebih
keras.. 3,5,7
Untuk proses pertumbuhan dimulai dari epitel lempeng kuku yang timbul dari
matriks kuku. Ujung proksimal matriks meluas ke dalam akar kuku. Sel-sel matriks
membelah, bergeser ke distal,dan akhirnya mengalami kornifikasi yang membentuk
bagian proksimal lempeng kuku. Lempeng kuku kemudian bergeser ke depan di atas
dasar kuku. Ujung distal lempeng menjadi bebas dari dasar kuku. 6

HISTOLOGI KUKU

3
Kuku adalah lempeng sel epitel berkeratin pada permukaan dorsal setiap falang
distal. Bagian proksimal kuku yang tersembunyi dalam alur kuku adalah akar kuku.
Stratum korneum epitel kuku membentuk eponikium atau kutikula. Lempeng kuku yang
sesuai dengan stratum korneum kulit, terletak di dasar epidermis yang disebut dasar
kuku. Hanya stratum basal dan stratum spinosum yang terdapat dalam dasar kuku.
Kutikula terdiri dari stratum korneum yang dimodifikasi dan untuk melindungi struktur
dasar kuku, khususnya matriks germinativum, dari lingkungan yang buruk seperti
iritasi, alergen, bakteri patogen dan jamur pathogen.6

ETIOLOGI
Terdapat tiga kelompok jamur yang menyebabkan onikomikosis, yaitu
dermatofita, nondermatofita dan yeast. Dermatofita paling sering menyebabkan
onikomikosis (90% pada kuku jari kaki dan sedikitnya 50% pada infeksi kuku jari
tangan). 10
1. Dermatofita

 Trichophyton rubrum

 Trichophyton mentagrophytes

 Epidermophyton floccosum

 Microsporum canis

2. Nondermatofita

 Acremonium sp.

 Fusarium sp.

 Alternaria sp.

 Aspergilus sp.

 Botryodiplodia theobromae

 Onycochola Canadensis

3. Yeast

 Candida albicans

4
 Candida parapsilosis

KLASIFIKASI

a) Dermatofita
Onikomikosis dermatofita dapat memperlihatkan beberapa pola klinis yaitu :9
1. Distal and Lateral Subungual Onchyhomycosis (DLSO)
DLSO adalah presesntasi tersering infeksi kuku dermatofita. Kuku pada jari
kaki lebih sering terjadi dari pada kuku jari tangan. Jamur menginvasi kuku dan
dasar kuku melalui penetrasi lipatan distal atau lateral. Kuku akan menjadi lebih
menebal dan warnanya berubah, dengan berbagai derajat onikolisis (pemisahan
lempeng kuku dari dasar kuku) meskipun lempeng kuku awalnya tidak
terpengaruh. Infeksi dapat mengenai satu sisi kuku atau menyebar ke seluruh
dasar kuku. Selanjutnya lempeng kuku akan menjadi rapuh dan mudah hancur.
Penyebab tersering adalah T.rubrum. DSLO yang disebabkan oleh dermatofita
dan nondermatofita memiliki presentasi klinis serupa sehingga penting untuk
dilakukan pengambilan sampel pemeriksaan jamur.
Tinea unguium pada kuku jari kaki biasanya terjadi sekunder akibat tinea
pedis, sedangkan infeksi kuku jari tangan mengikuti tinea manum, tinea capitis
atau tinea corporis. Tinea unguium dapat hanya pada satu kuku ataupun semua
kuku. Kuku jari pertama dan kelima paling sering mengalami infeksi karena
pemakaian alas kaki lebih meusak bagian kuku. Infeksi dermatofita pada kuku
jari tangan terjadi dengan pola seperti kuku jari kaki, tetapi lebih jarang. Infeksi
kuku jari tangan biasanya unilateral.
2. Superficial White Onychomycosis (SWO)
Infeksi pada SWO biasanya berawal dari di lapisan superfisial lempeng
kuku dan menyebar ke bagian yang lebih dalam. Lesi putih hancur terjadi pada
permukaan kuku, terutama pada kuku jari kaki. Secara perlahan menyebar
sampai seluruh lempeng kuku, dan beberapa bentuk memperlihatkan penetrasi
dalam. Bentuk ini tidak akan berespon baik terhadap terapi topical. Kondisi ini
sering dijumpai pada anak-anak dan biasanya akibat infeksi T.interdigitale.

3. Proximal Subungual Onchychomicosis (PSO)

5
PSO biasanya pada kuku jari kaki. Infeksi dapat berawal pada lipatan kuku
proksimal, dengan penetrasi ke dalam lempeng kuku yang baru terbentuk
ataupun dibawah lempeng kuku proksimal. Bagian distal kuku tetap normal
sampai proses akhir penyakit. T.rubrum adalah penyebab tersering. PSO paling
jarang terjadi pada populasi umum namun lebih sering pada pasien AIDS. Pada
pasien AIDS infeksi sering cepat menyebar dari tepi proksimal dan permukaan
atas kuku sehingga terjadi peubahan warna lempeng (diskolorisasi) putih
mencolok tanpa penebalan.
4. Endonyx Onychomycosis
Pada endonyx onychomycosis jamur dengan segera berpenetrasi ke lapisan
keratin lempeng kuku. Lempeng kuku berubah warna menjadi putih tanpa
onikolisis dan hyperkeratosis subungual. Organisme penyebab tersering adalah
T.soudanense dan T.violaceum.
5. Total Dystrophic Onychomycosis (TDO)

Setiap variasi presentasi klinis diatas dapat berlanjut menjadi TDO, dimana
lempeng kuku hamper seluruhnya rusak. TDO primer sangat jarang dan
biasanya disebabkan oleh Candida sp., terutama pada pasien imunokompromais.

b) Yeast
Onikomikosis candida dapat terjadi melalui satu dari empat cara berikut:10
a. Paronikia kronis dengan distrofi kuku sekunder
Paronikia kronis pada kuku jari tangan biasanya terjadi hanya pada pasien
dengan pekerjaan basah dan pada anak-anak karena sering mengisap jari.
Pembengkakan lipatan kuku posterior terjadi sekunder akibat pencelupan kronis
di air atau kemungkinan akibat reaksi alergi makanan, dan kutikula terlepas dari
lempeng kuku sehingga kehilangan sifat kedap air. Mikroorganisme (yeast dan
bakteri) memasuki ruang subkutikula menyebabkan pelepasan kutikula. Infeksi
dan inflamasi pada area matriks kuku secepatnya akan menjadi distrofi kuku
proksimal.

b. Infeksi distal kuku

6
Infeksi distal kuku dengan candida sangat jarang dan hamper semua pasien
memiliki fenomena Raynaud atau beberapa bentuk insufisiensi vascular lainnya,
atau sedang menggunakan kortikosteroid oral.
c. Kandidosis mukokutaneus kronis
Kandidosis mukokutaneus kronis memiliki etilogi multifaktor yang
mengurangi imunitas dimediasi seluler. Tanda klinis bervariasi sesuai keparahan
imunosupresi. Pada kasus berat terjadi penebalan nyata kuku jari dan terbentuk
granuloma candida dan meliputi membrane mukosa.
d. Kandisosis seluler
Onikomikosis candida sekunder terjadi pada penyakit lain apparatus kuku,
terutama psoriasis.
c) Non dermatofita
Tidak seperti dermatofita, merupakan penginvasi sekunder dari pada pathogen
primer lempeng kuku. Scopulariopsis brevicaulis, jamur tanah tersering menjadi
penyebab infeksi kuku nondermatofita. Neoscytalidium dimidiatum di isolasi dari
kuku yang sakit dan infeksi pada kulit tangan dan kaki pada pasien daerah tropis.10

ETIOPATOGENESIS
Etiologi yang paling sering pada onikomikosis adalah dermatofita (tinea
unguium) 95-97% terutama Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes
var. interdigitale. Sebagian kecil disebabkan oleh : Epidermophyton floccosum, T.
violaceum, T. schoenleinii, T. verrucosum (biasanya hanya pada kuku tangan).12
Onikomikosis primer disebabkan oleh karena infeksi jamur pada kuku yang
sehat. Probabilitas infeksi terjadi karena suplai vaskuler yang rusak (yaitu dengan
bertambahnya usia, insufisiensi vena kronis, penyakit arteri perifer), setelah trauma
(mis: patah tungkai bawah), atau gangguan persarafan (mis: cedera pleksus brachialis,
trauma tulang belakang). Sedangkan onikomikosis sekunder, pada kuku kaki biasanya
terjadi setelah tinea pedis. Pada kuku tangan onikomikosis sekunder setelah tinea
manum, tinea korporis atau tinea kapitis.11
Dermatofita dapat bertahan hidup pada stratum korneum, yang menyediakan
sumber nutrisi bagi dermatofita dan pertumbuhan jamur mycelia. Infeksi dermatofita
melibatkan tiga tahap: perlekatan pada keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel-
sel, dan membangun respon pejamu. Perlekatan jamur superficial harus mengatasi

7
berbagai kendala seperti menahan pengaruh sinar ultraviolet, variasi suhu, dan
kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosines yang diproduksi oleh
keratin agar artrokonidia, elemen infeksius, dapat melekat pada jaringan keratin.13
Selanjutnya adalah penetrasi, spora berkembang dan menembus stratum
korneum lebih cepat daripada deskuamasi. Penetrasi dapat terjadi bila sekresi
proteinase, lipase dan enzim mukolitik, yang memberikan nutrisi bagi jamur.
Membangun respon pejamu, tingkat peradangan dipengaruhi baik oleh status imunologi
dan organisme yang terlibat. Deteksi kekebalan dan kemotaksis untuk inflamasi dapat
terjadi melalui beberapa mekanisme. Beberapa jamur memiliki faktor-faktor kemotaksis
berat molekul rendah seperti yang dihasilkan bakteri. Komplemen lainnya diaktifkan
melalui jalur alternatif, untuk menciptakan turunan faktor kemotaksis.13
Pembentukan antibodi tidak timbul untuk melindungi dari infeksi dermatofita,
pada pasien dengan infeksi yang luas mungkin memiliki peningkatan titer antibodi.
Sebagai alternatif, reaksi tipe IV atau reaksi hipersentsitifitas tipe lambat, memiliki
peran penting dalam melawan dermatofita. Kekebalan seluler oleh sekresi interferon-γ
dari tipe 1 limfosit T-helper. Ini merupakan hipotesis bahwa antigen dermatofita
diproses di sel-sel epidermis langerhans dan disajikan pada kelenjar getah bening local
untuk limfosit T. Limfosit T mengalami proliferasi klonal dan migrasi pada tempat yang
terinfeksi jamur.13

DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Onikomikosis seringkali asimtomatis dan pasien seringkali hanya mengeluhkan
kosmetik kuku. Pada anamnesis didapatkan kecurigaan yang mengarah ke infeksi jamur
seperti perubahan warna atau bentuk kuku. Pada penyakit yang sangat berat dapat
mengganggu akktivitas seperti berdiri, berjalan, atau berolahraga. Hal paling penting
adalah mencari faktor risiko onikomikosis. 14
Kecurigaan klinis mould non-dermatofita adalah organisme penyebab antara lain:
tidak adanya tinea pedis , hanya menginfeksi satu atau dua kuku jari, adanya riwayat
trauma, riwayat pengobatan non responsive terhadap antimikotik sistemik dan
keterlibatan inflamasi periungual.2

B. Pemeriksaan fisik

8
Tanda klinis yang mungkin ditemukan pada kuku yaitu :15
1. Onikolisis
2. Debris di bawah lempeng kuku
3. Hyperkeratosis subungual
4. Diskolorisasi (hanya putih atau kuning tidak transparan,lebih jarang pigmentasi
coklat)
5. Destruksi seluruh atau sebagian lempeng kuku

Gambar 2 . Onikomikosis kandida. Onikolisis dan paronikia kronik terjadi akibat invasi
Candida.14

Tanda klinis onikomikosis seringkali sulit dibedakan dengan infeksi yang


menyebabkan kerusakan kuku lainnya seperti candida, mould atau infeksi bakteri.
Kandidiasis biasanya berawal dari lempeng kuku proksimal dan terlihat juga paronikia
(infeksi lipatan kuku). Infeksi bakteri terutama karena Pseudomonas aeruginosa
cenderung menyebabkan perubahan warna kuku menjadi hitam atau hijau. Infeksi
bakteri dapat bersamaan dengan infeksi jamur. 15
Terdapat tiga bentuk infeksi kuku oleh candida yaitu infeksi lipatan kuku
(paronikia kandida), infeksi kuku distal dan onikomikosis distrofi total.distrofi total
adalah manifestasi kandidiasis mukokutaneus kronis. Infeksi kulit dan lipatan kulit lebih
sering terjadi pada wanita, terutama kuku jari tangan akibat pekerjaan yang sering
memerlukan perendaman tangan di air. Kuku jari tangan keempat dan kelima jarang
terinfeksi.14,15
Paronikia kandida biasanya berawal dari lipatan kulit proksismal atau batas
lateral. Kulit peringual menjadi bengkak, eritem dan nyeri. Terdapat gap yang prominen

9
diantara lempeng kuku dan lipatan kuku. Lempeng kuku seringkali ikut terkena dengan
infeksi pada bagian proksimal dan lateral kuku dan selanjutnya bagian distal. Kuku
menjadi lebih opak, dan muncul furrowing atau pitting transversal atau longitudinal.
Kuku menjadi rapuh dan bisa lepas dari dasarnya. Tidak seperti infeksi dermatofita,
tekanan dan gerakan pada jari sangat nyeri. Superinfeksi bakteri sering didapatkan dan
sulit untuk ditentukan organisme mana yang menyebabkan kerusakan kuku. 15
Infeksi kandida distal memperlihatkan onikolisis dan hyperkeratosis subungual,
sering sulit dibedakan dengan infeksi dermatofita, namun derajat kerusakan pada kuku
cenderung lebih kecil daripada dermatofita serta lebih sering pada kuku jari tangan
daripada kuku jari kaki. Infeksi kandida distal sangat jarang terjadi dan biasanya
didahului oleh fenomena Raynaud atau masalah vaskular lain.14,15
Pada kandidiasis mukokutan kronis , organisme menginvasi lempeng kuku dari
luar,menyebabkan penebalan tebaldan hyperkeratosis atau disebut sebagai onikomikosis
distrofi total. Pada infeksi mould, tanda klinis spesifik sangat sedikit, sehingga perlu
pemeriksaan mikologis dan histologist. Kebanyakan kasus ambigu dan sulit dibedakan
dengan dermatofita. Aspergillus sydowii dapat diisolasi sebagai kontaminan atau pun
sebagai sebagai antigen etiologi. Filament yang terlihat langsung pada pemeriksaan
mikroskopis dapat merupakan bagian dari dermatofita tidak aktif atau nondermatofita
asli. Sehingga isolasi nondermatofitadari spesimen yang positif terdapat filament jamur
tidak menjamin bahwa kuku terinfeksi oleh nondermatofita yang sama.15
C. Pemeriksaan penunjang
Konfirmasi laboratorium harus didapatkan sebelum memulai terapi untuk:3
1. Mengeliminasi diagnosis non infeksi jamur
2. Mendeteksi infeksi campuran
3. Mendiagnosis pasien dengan bentuk onikomikosis yang berespon kurang baik
seperti infeksi kuku jari oleh T. rubrum
Spesimen kuku yang baik sulit didapatkan namun sangat penting. Spesimen kuku
diambil dari setiap kuku yang distrofi, discolor atau rapuh.kuku yang sakit farus
dipotong sepanjang mungkin.15

10
A B

Gambar 3. Kerokan sampel untuk pemeriksaan KOH atau kultur jamur. Kerokan pada
permukaan kuku: (gambar A): biasanya tidak cukup untuk dijadikan sampel. Hifa paling
banyak terdapat di bawah nail plate, pengambilan sampel dilakukan dengan cara
clipping(memotong kuku) . (Gambar B): sampel yang dapat digunakan.14

Spesimen diambil setelah pasien bebas dari antijamur topikal atau sistemik
selama 2-4 minggu. Spesimen diambil dengan cara kerokan halus atau clipping
(potongan kuku) dan tidak ditaruh dalam media lembab dan harus segera
diperiksakurang dari 1 minggu. Seluruh kuku dibersihkan dengan alkohol. Debris harus
dikeluarkan dengan scalpel atau kuret.10

Tabel 1. Lokasi pengambilan spesimen yang baik.14

a) Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis menggunakan larutan KOH 20%. Untuk debris
subungual dan visualisasi jamur dapat ditambahkan dimetil sulfoksida ke dalam larutan
KOH 10-15%.pewarnaan jamur (chlorazol black E atau Parker blue-black ink) dapat
dipakai untuk visualisasi lebih baik. KOH untuk debris subungual dan pewarnaan

11
periodic-acid Schiff (PAS) untuk lempeng kuku dapat mengkonfirmasi organism tetapi
tidak dapat mengidentifikasi viabilitas organism. PAS yang menunjukkan hifa septa
adalah diagnostic, tetapi PAS yang hanya memperlihatkan bentuk yeast konklusif
terbukti infeksi.10
b) Kultur
Kultur jamur lebih lama dan kurang sensitive tetapi merupakan gold standard
untuk identifikasi organisme. Media untuk kultur antara lain:10
1. Media primer berisi cycloheximide yang melawan sebagian NDM dan bakteri
misalnya DTM,mycosel (BBL) dan mycobiotic (DIFCO)
2. Media sekunder seperti Saboraud glucose agar (SGA), Littman’s Oxgall medium
dan potato dextrose agar (PDA) yang bebas cycloheximide dan dapat
mengisolasi NDM. Antibiotik seperti kloromfenikol dan gentamisin dapat
ditambahkan ke SGA atau PDA untuk mengeliminasi kontaminasi bakteri.
Spesimen diinkubasi pada suhu 25-30o C.
NDM lebih cepat tumbuh daripada dermatofita dan membentuk koloni well-
formed dalam 1 minggu. Koloni kebanyakan dermatofita biasanya berdiferensiasi
sempurna dalam 3 minggu.kultur dilakukan dalam 2 minggu dan interpretasi dikatakan
negative jika dalam 3-6 minggu tidak ada pertumbuhan. Kultur negative palsu bisa
terjadi karena kesalahan pengambilan sampel atau sampel inadekuat.10
c) Histopatologi
Biopsi dipertimbangkan jika tes yang lain tidak memberikan hasil definitif.
Biopsy juga dapat membedakan onikodistrofi karena psoriasis atau lichen planus tetapi
menyebabkan distrofi kuku permanen. Tidak seperti kultur, pemeriksaan histopatologis
tidak dapat membedakan organism viable atau nonviable.10
d) Metode deteksi baru
Metode deteksi baru seperti Real-time polymerase chain reaction (PCR) assays
yang dapat mengidentifikasi dermatofita pada kuku, rambut dan kulit dalam waktu < 2
hari. Namun PCR juga bisa mendeteksi jamur mati atau non patogenik yang membatasi
penggunaannya dalam identifikasi pathogen asli. Teknik PCR tidak rutin
dilakukan.selain itu dapat menggunakan Optical coherence tomography dan Confocal
laser scan microscopy namun teknik ini mahal dan jarang tersedia.10

12
Gambar 4 . Algoritme pemeriksaan penunjang onikomikosis.14

DIAGNOSIS BANDING
Kelainan kuku yang menyerupai onikomikosis antara lain : 9
1. Distrofi kuku yang tidak disebabkan oleh infeksi jamur seperti trauma kronik,
psosiaris, onikolisis, onikogrifosis, melanoma maligna subungual dan liken planus
2. Onikogrifosis adalah penebalan dan distorsi kuku terutama pada big toe (ibu jari),
sering pada lansia
3. Penyakit darier dan liken planus, dan keadaan iktiosis, keratosis. Sekitar 10%
penderita liken planus memiliki kuku abnormal yang dihubungkan dengan tanda
klinis penipisan lempeng kuku, hyperkeratosis subungual, onikolisis dan pterygium
dorsal.
4. Sindroma yellow nail juga sering menyerupai onikomikosis. Pigmentasi light
green-yellowish pada lempeng kuku, mengerasnya dan terangkatnya kurvatur
longitudinal adalah tanda pada penyakit ini
5. Trauma berulang juga membuat tampakan kuku abnormal yang dapat
menyebabkan onikolisis dan kolonisasi oleh patogen infeksius pada ruang yang
mengalami trauma serta perubahan warna lempeng kuku. Clipping kuku yang
terinfeksi disertai peeriksaan dasar kuku dapat membedakan trauma dengan

13
onikomikosis. Dasar kuku akan normal pada trauma, dengan pola ridges epidermal
longitudinal intak ke lunula.

Tabel 2. Diagnosis banding Onikomikosis.15


Pada dewasa Pada anak
Psoriasis Psoriasis kuku
Trauma kuku Malalignment congenital large toenail
Kontak iritan Subungual ekostosis
Liken planus Subungual warts
Neoplasma Subungual hematom
Infeksi bakteri (pseudomonas, proteus) Paronikia sekunder karena menghisap jari
Parakeratosis pustulosa

PENATALAKSANAAN
Pengobatan tergantung jenis klinis, jamur penyebab, jumlah kuku yang
terinfeksi, dan tingkat keparahan keterlibatan kuku. Pengobatan sistemik selalu
diperlukan pada pengobatan subtipe OSP (Onikomikosis Subungual Proksimal) dan
subtipe OSD (Onikomikosis Subungual Distal) yang melibatkan daerah lunula. OSPT
(Onikomikosis Superfisial Putih) dan OSD (Onikomikosis Subungual Distal) yang
terbatas pada distal kuku dapat diobati dengan agen topikal. Kombinasi pengobatan
sistemik dan topical akan meningkatkan kesembuhan. Tingkat kekambuhan tetap tinggi,
bahkan dengan obat-obat baru, sehingga dibutuhkan yang baik antara pasien dan tenaga
kesehatan.16
British Association of Dermatologists menerbitkan pedoman yang akan dibahas
berikut ini :9

1. Anti jamur Topikal


Struktur keras keratin dan kompak kuku menghalangi difusi obat topikal ke dalam
dan melalui lempeng kuku. Konsentrasi obat topikal dapat berkurang 1000 kali dari luar
ke dalam. Penggunaan agen topikal harus dibatasi pada kasus-kasus yang melibatkan

14
kurang dari setengah lempeng kuku distal atau jika tidak dapat mentoleransi pengobatan
sistemik. Agen yang tersedia termasuk amorolfine, ciclopirox, tioconazole, dan
efinaconazole.
a. Amorolfine (Strength of Recommendation D; Level of Evidence 3)
Amorolfine termasuk obat antijamur golongan morpholine sintetis dengan spectrum
fungisida yang luas. Obat ini menghambat enzim delta 14 reduktase dan delta 8 dan
delta 7 isomerase dalam jalur biosintesis ergosterol dan bersifat fungisida terhadap C.
albicans dan T. mentagrophytes. Obat ini dioleskan pada kuku yang terkena sekali atau
dua kali seminggu selama 6-12 bulan. Amorolfine telah terbukti efektif pada sekitar
50% kasus infeksi jamur kuku distal. Efek samping lacquer amorolfine jarang dan
terbatas, berupa rasa terbakar, pruritus, dan eritema.9
b. Ciclopirox (SoR D; LoE 3).9
Ciclopirox merupakan turunan hydroxypyridone dengan aktivitas antijamur
spektrum luas terhadap T. rubrum, S. brevicaulis, dan Candida spesies. Obat dioleskan
pada kuku sekali sehari selama 48 minggu. Ciclopirox sekali sehari terbukti lebih efektif
daripada placebo (34% ciclopirox vs 10% plasebo).17 Durasi pengobatan yang
dianjurkan adalah hingga 24 minggu untuk kuku tangan dan sampai 48 minggu untuk
kuku kaki. Tidak ada uji klinik yang membandingkan amorolfine dengan ciclopirox
untuk onikomikosis. Efek samping yang sering adalah eritema periungual dan lipat
kuku.18
c. Tioconazole (SoR D; LoE 3).9
Tioconazole adalah antijamur imidazole, tersedia sebagai larutan 28%. Dalam
sebuah studi terbuka atas 27 pasien onikomikosis, kesembuhan klinik dan mikologi
dicapai pada 22% pasien. Efek samping yang sering adalah dermatitis kontak alergi.19
d. Eficonazole (SoR D; LoE 3).9
Eficonazole 10% adalah obat antijamur golongan triazole. Obat ini diaplikasikan
sekali sehari pada kuku. Sebuah uji klinik baru-baru ini menunjukkan bahwa
eficonazole menghasilkan tingkat kesembuhan mikologi mendekati 50% dan
kesembuhan klinik mencapai 15% setelah 48 minggu aplikasi.20

2. Pengobatan Sistemik

15
Obat sistemik utama yang diindikasikan dan secara luas digunakan untuk
pengobatan onikomikosis adalah terbinafine dan itraconazole. Griseofulvin juga
diindikasikan, tetapi lebih jarang digunakan.9
a. Griseofulvin (SoR C; LoE 2+).9
Griseofulvin adalah obat fungistatik lemah, bertindak menghambat sintesis asam
nukleat dan menghambat sintesis dinding sel jamur. Pada orang dewasa, dosis yang
dianjurkan adalah 500-1000 mg per hari selama 6-9 bulan untuk infeksi kuku tangan
dan 12-18 bulan untuk infeksi kuku kaki.15 Sebaiknya dikonsumsi dengan makanan
berlemak untuk meningkatkan penyerapan dan bioavailabilitas. Tingkat kesembuhan
mikologi untuk infeksi kuku hanya 30-40%.
Efek samping antara lain mual dan ruam kulit pada 8-15% pasien.16 Uji klinik yang
membandingkan terapi griseofulvin dengan terbinafine dan itraconazole menunjukkan
bahwa tingkat kesembuhan griseofulvin lebih rendah dari terbinafine dan itraconazole.
Griseofulvin memiliki beberapa keterbatasan termasuk kesembuhan lebih rendah, durasi
pengobatan panjang, risiko interaksi obat yang lebih besar dibandingkan obat antijamur
yang lebih baru. Oleh karena itu, griseofulvin tidak lagi menjadi pilihan kecuali obat
lain tidak tersedia atau kontraindikasi.16
b. Terbinafine (SoR A; LoE 1+)9
Terbinafine bekerja menghambat enzim squalene epoxidase yang penting untuk
biosintesis ergosterol, komponen integral dinding sel jamur. Lebih dari 70% terbinafine
diserap setelah pemberian oral, dan tidak terpengaruh asupan makanan. Terbinafine
dimetabolisme sebagian besar melalui ginjal dan diekskresikan dalam urin. Terbinafine
sangat lipofilik, sehingga terdistribusi dengan baik di kulit dan kuku. Pengobatan
biasanya dengan dosis 250 mg per hari selama 6 bulan untuk infeksi jamur kuku tangan
dan 12 bulan untuk infeksi jamur kuku kaki. Terbinafine memiliki efek fungisida yang
luas dan kuat terhadap dermatofita, terutama T. rubrum dan T. mentagrophytes, tetapi
memiliki aktivitas fungistatik rendah terhadap spesies Candida dibandingkan golongan
azole.16
Sebuah penelitian surveilans postmarketing mengungkapkan bahwa efek
samping yang paling umum adalah gastrointestinal (4 - 9%) seperti mual, diare, atau
gangguan rasa, dan dermatologis (2 - 3%) seperti ruam, pruritus, urtikaria, atau eksim.9
c. Itraconazole (SoR A; LoE 1+)9

16
Itraconazole aktif terhadap berbagai jamur termasuk ragi dan dermatofita.
Mekanisme kerja itraconazole sama dengan antijamur azole lainnya, yaitu menghambat
mediasi sitokrom P450 oksidase untuk sintesis ergosterol, yang diperlukan untuk
dinding sel jamur.20 Itraconazole diserap optimal pada pemberian bersama makanan dan
pH asam. Obat ini sangat lipofilik dan dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 3A4,
yang meningkatkan risiko interaksi dengan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim
ini. Seperti terbinafine, obat ini dikonsumsi sekali sehari (200 mg per dosis) selama 6
bulan untuk infeksi jamur kuku tangan dan selama 9 bulan untuk infeksi jamur kuku
kaki.9
3. Terapi Laser
Onikomikosis banyak terjadi pada pasien dengan beberapa penyakit sistemik lain
yang sulit diberi obat antijamur sistemik jangka panjang. Terapi laser merupakan salah
satu pilihan terapi.21
Terapi laser sejak tahun 2010 diteliti baik secara in vitro maupun in vivo. Food and
Drug Administration (FDA) telah menyetujui beberapa jenis laser untuk onikomikosis,
di antaranya: PinPointeTM FootLaserTM (PinPointe USA, Inc.), Cutera
GenesisPlusTM (Cutera, Inc.), Q-ClearTM (Light Age, Inc.), CoolTouch VARIATM
(CoolTouch, Inc.), dan JOULE ClearSenseTM (Sciton, Inc.).18-15
Laser mempunyai efek bakterisidal. Energi yang disalurkan menyebabkan
hipertermia lokal, destruksi mikroorganisme patogen, dan stimulasi proses
penyembuhan.21 Energi laser bekerja melalui mekanisme denaturasi molekul, baik total
maupun parsial pada organisme patogen. Energi laser menghasilkan reaksi fotobiologi
atau fotokimia yang merusak sel patogen atau melalui mekanisme yang memicu respons
imun yang menyerang organisme patogen.21
Mekanisme kerja laser pada onikomikosis belum diketahui dengan pasti. Diduga
berdasarkan prinsip fototermolisis selektif.22 Absorpsi laser tidak sama antara infeksi
jamur dan jaringan sekitarnya, menyebabkan konversi energi tersebut menjadi energi
panas atau mekanik.23
Hasil penelitian menunjukkan laser dapat memberikan “perbaikan sementara pada
kasus onikomikosis”. Laser belum dikatakan sebagai terapi onikomikosis serta masih
sedikit penelitian mengenai peran laser pada onikomikosis.22 Laser yang banyak
digunakan pada penelitian onikomikosis antara lain Nd:YAG, titanium safir

17
(Ti:Sapphire), dan laser diode. Energi laser dapat diberikan secara terpulsasi untuk
menghasilkan energy yang lebih besar dalam waktu lebih singkat. Durasi pulsasi mulai
dari milidetik (10-3 detik) sampai femtodetik (10-15 detik) telah dipelajari
penggunaannya pada kasus onikomikosis.2

Tabel 3. Penelitian in vitro dan in vivi laser pada onikomikosis

PROGNOSIS
Meskipun dengan obat-obatan baru dan dosis optimal, 1 diantara 5 kasus onikomikosis
ternyata tidak memberi respon baik. Penyebab kegagalan diduga adalah diagnosis tidak
akurat, salah identifikasi penyebab, adanya penyakit lepra, misalnya psoriasis. Pada
beberapa kasus karakteristik kuku tertentu, yakni pertumbuhan lambat serta sangat tebal
juga merupakan penyulit. Selain faktor predisposisi terutama keadaan
imunokompromis. Menghindari sumber penularan misalnya sepatu lama atau kaos kaki
yang mengandung spora jamur, perlu diperhatikan untuk mencegah kekambuhan .24

DAFTAR PUSTAKA
1. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Edisi ke-8. New York. McGraw-Hill;2012:2290-6.
2. Kaur et al. Onychomicosis – Epidemiology, Diagnosis and Management.
Indian Journal of Medical Microbiology. 2008; 26(2): 108-16)
3. Skin and Nail : Barrier Function, Structure, and Anatomy Considerations for
Drug Delivery. 2009. Particle Science Drug Development Service. Available
from http://www.particlescience.com/docs/technical_briefs/TB_3.pdf

18
4. Djuanda A, dkk,., Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kelima.Balai
Penerbit FKUI. Jakarta: 2016: 378-9
5. Singal A, Khannade. Onychomycosis diagnosis and management. Indian J
dermatol venereol leprol. [serial online] 2011; 77:659/72.

6. Mescher, A.L. Histologi Dasar Junqueira, Teks dan Atlas, Edisi 12. EGC.
Jakarta: 2012; 243-7.

7. Bianca U, Aurora W. Onychomycosis: a review. Journal of Fungi 2015, 1 pp


30-43
8. Philips BZ. Nail anatomy. 2013. [cited 2017 August 5]. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/1948841-overview
9. Ameen et al. British Association of Dermatologists Guidelines for the
management of onychomycosis 2014.
10. British Journal of Dermatology (2014) 171:937-958

11. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. 11th ed. New York: McGraw-Hill Companies.
12. Hay RJ, Moore MK. Mycology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths
C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed. UK: Blackwell
Publishing; 2004. p. 31.1-.101.
13. Kurniati, CR. Etiopatogenesis dermatofitosis. Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin. 2008;20:243-50.
14. Tosti. 2014\. Onychomycosis. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1105828 (diakses 10 Agustus 2017)
15. Rich, et al. diagnosis, Clinical Implications, and Complications of
Onychomycosis. Update on Onychomycosis. Effective Strategies for
Diagnosis and Treatment. Supplement 1. 201:32; 28

16. Gupta AK, Drummond-Main C, Cooper EA, Brintnell W, Piraccini BM, Tosti
A. Systematic review of nondermatophyte mold onychomycosis: Diagnosis,
clinical types, epidemiology, and treatment. J Am Acad Dermatol.
2012;66(3):494–502.

17. Gupta AK, Fleckman P, Baran R. Ciclopirox nail lacquer topical solution 8%
in the treatment of toenail onychomycosis. J Am Acad Dermatol. 2000;43(4
Suppl):70–80.

18. Bohn M, Kraemer KT. Dermatopharmacology of ciclopirox nail lacquer


topical solution 8% in the treatment of onychomycosis. J Am Acad Dermatol.
2000;43(4 Suppl):57–69.

19. Hay RJ, Mackie RM, Clayton YM. Tioconazole nail solution--an open study
of its efficacy in onychomycosis. Clin Exp Dermatol. 1985;10(2):111–5.

19
20. Elewski BE, Rich P, Pollak R, Pariser DM, Watanabe S, Senda H, et al.
Efinaconazole 10% solution in the treatment of toenail onychomycosis: Two
phase III multicenter, randomized, double-blind studies. J Am Acad Dermatol.
2013;68(4):600–8.

21. Kozarev J, Mitrovica S. Laser treatment of nail fungal infection. Proc Berl
Conf Eur Acad Dermatol Venereol. 2009;

22. Anderson R, Parrish J. Selective photothermolysis: Precise microsurgery by


selective absorption of pulsed radiation. Science. 1983;220(4596):524–7.

23. Altshuler GB, Anderson RR, Manstein D, Zenzie HH, Smirnov MZ. Extended
theory of selective photothermolysis. Lasers Surg Med. 2001;29(5):416–32.

24. Brahmono K, Onikomikosis, dalam dermatomikosis superfisialis, Budimulja


U et all. Editor Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2001,46-54

20

Anda mungkin juga menyukai