Anda di halaman 1dari 11

INDOPOS.CO.

ID - Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di Indonesia, perlu


dilakukan revitalisasi terhadap penataan administrasi pemerintahan desa yang meliputi aspek
penamaan dan kodefikasi desa, aspek kewilayahan (batas dan peta desa), aspek kewenangan
desa dan produk hukum desa serta aspek manajemen pemerintahan desa.
DESA diatur berdasarkan pasal 18 ayat (7) dan pasal 18 B ayat (2) UUD 1945, menjadikan desa
sebagai unit pemerintahan terkecil dan terdepan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
dan sekaligus menjadi institusi terdepan menguatkan karakter dan jati diri masyarakat di
Indonesia.
Mengingat pentingnya peran desa, Kemendagri melalui Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan
Desa memiliki tugas menye leng garakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pembinaan pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah
satu yang sangat penting adalah merumuskan kebijakan di bidang fasilitasi penataan dan
administrasi pemerintahan desa.
Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, Dr. Nata Irawan, mengatakan bahwa
pemerintah desa menurut UU Nomor 6 Tahun 2014, mempunyai peran yang sangat strategis
dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Bahkan bila dicermati, hampir sebagian besar kebijakan bermuara dan tidak akan terlepas dari
peran pemerintah desa. Desa merupakan pangkal penting pemerintahan negara. Negara
dibangun dari Desa. Itulah cita-cita yang melatarbelakangi lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa,” paparnya.
Nata menambahkan bahwa desa sering dijuluki sebagai etalase atau garis depan pemerintahan.
“Memang pada kenyataannya desa bersentuhan langsung dengan kepentingan, kebutuhan serta
aspirasi masyarakat setempat. Kedudukan desa sangat strategis karena secara langsung
membentuk citra pemerintah,” ujarnya.
Karena itu, Menurut Nata, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sudah seharusnya memberikan
kesempatan lebih besar kepada desa untuk mengembangkan dirinya, memikirkan dan
memprioritaskan serta mengelola kebutuhannya masing-masing, dengan tidak
mengesampingkan upaya pengawasan dan pembinaan yang berkelanjutan. Hal ini sejalan
dengan semangat UU Desa dalam menuju terwujudnya masyarakat maju, mandiri dan sejahtera.
Langkah Strategis
Direktur Penataan dan Administrasi Pemerintahan Desa, Aferi S Fudail, mengatakan bahwa
karena posisi desa yang strategis, pemerintah memberikan perhatian besar untuk meningkatkan
peran pemerintah desa dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Perhatian besar pemerintah terhadap desa ditunjukkan dengan lahirnya Undang- Undang (UU)
Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini merupakan basis
Community Based on Development. UU Desa mengatur bagaimana memperkuat pemerintahan
desa dan memberdayaan masyarakat yang baik melalui percepatan tata kelola pemerintahan
desa yang baik guna mendukung terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan desa yang
bersih, efektif, efisien, demokratis dan akuntabel.
“Dengan regulasi ini pemerintah berkomitmen menjadikan desa sebagai unit pemerintahan yang
maju, mandiri dan sejahtera melalui pemberian otoritas dalam menyusun perencanaan,
pelaksanaan sampai pada pemanfaatan dan pemeliharan hasil-hasil pembangunan desa,” jelas
Aferi.
Untuk mendorong implementasi Undang-Undang pada tataran yang lebih teknis, Kemendagri
terus berusaha melengkapi berbagai regulasi dalam mendorong percepatan tata kelola
pemerintahan desa yang baik. Aferi mengungkapkan bahwa sampai tahun 2016, Kemendagri
telah mengeluarkan 17 Peraturan Menteri Dalam Negeri masing-masing 5 Permendagri di tahun
2014, 4 Permendagri di tahun 2015, dan 6 Permendagri di tahun 2016. Tahun 2017 ini, telah
dikeluarkan peraturan Permendagri Nomor 1 tahun 2017 tentang Penataan Desa, dan
Permendagri Nomor 2 tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Minimal Desa serta beberapa
perumusan Kebijakan terkait bidang penataan dan administrasi pemerintahan desa, salah
satunya terkait Kebijakan Pemberian Nama dan Kode Desa.
Fokus Ditjen Bina Pemerintahan Desa dalam penataan dan administrasi pemerintahan
desa, pertama terkait proses pemberian Nama desa, Kode Desa dan jumlah desa. Menurut
Aferi, pemberian nama desa hendaknya memiliki makna yang mencerminkan sejarah, asal usul,
adat istiadat dan tradisi serta kearifan lokal masyarakat setempat.
“Karena itu pemberian nama suatu desa perlu diatur melalui mekanisme dan dicantumkan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pembentukan Desa berdasarkan Sertifikasi yang
diberikan oleh Menteri Dalam Negeri. Sedangkan pemberian Kode Desa bermaksud
memberikan pengakuan secara administratif terhadap keberadaan suatu Desa,” papar Aferi.

Terkait dengan updating jumlah desa, berdasarkan Kepmendagri Nomor 140-9756 Tahun 2016
tentang Nama, Kode dan Jumlah Desa Tahun 2016 dan Nomor 146.973-X-Tahun 2016 tentang
Rincian Nama, Kode dan Jumlah Desa Tahun 2016 telah ditetapkan bahwa jumlah desa di
Indonesia adalah 74.910 desa, kepmendagri dimaksud diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan dan dasar dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan program K/L dalam
penyelenggaraan pembinaan di desa, termasuk dalam pengalokasian dana desa yang
bersumber dari APBN.
Kedua terkait proses penetapan dan penegasan batas desa yang merupakan instrumen penting
untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian
hukum terhadap batas wilayah suatu desa yang memenuhi aspek teknis dan yuridis. Aferi
menekankan bahwa penyusunan peta batas desa harus mengikuti kaidah-kaidah kartometrik
yaitu kaidah dalam menyusun peta.
“Kaidah itu mensyaratkan adanya penelusuran garis batas pada peta kerja dan pengukuran titik
koordinat, garis, jarak dan luas cakupan wilayah dengan menggunakan peta dasar dan informasi
geospasial untuk mejamin kejelasan dan kepastian wilayah yang menjadi sumber penetapan
kewenangan desa,” jelas Aferi.
Sesuai Permendagri Nomor 45 tahun 2016, Tugas untuk melakukan penetapan dan penegasan
batas desa dibebankan kepada Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa Kabupaten/Kota
yang dibentuk dengan Keputusan Bupati/Walikota. Keanggotaan tim ini melibatkan
pejabat/SKPD terkait, pemerintah desa dan tokoh masyarakat.
Penetapan dan penegasan batas desa ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Aferi
mengingatkan bahwa Bupati/Walikota harus memfasilitasi penyelesaian konflik yang mungkin
timbul akibat penetapan dan penegasan batas desa di wilayahnya.
Ketiga adalah proses penataan kewenangan desa dan produk hukum desa, Kemendagri telah
menetapkan Permendagri Nomor 44 Tahun 2016 dan Nomor 111 Tahun 2014 yang
mengamanatkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota memiliki tugas membina desa dalam menata kewenangan desa.
Pembinaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah diharapkan mampu mengidentifikasi dan
menginventarisasi kewenangan desa. Sehingga desa dan desa adat diberikan kewenangan
yang lebih luas untuk tumbuh dan berkembang pada kekuatannya sendiri serta mampu menata
masa depan desa yang lebih baik.
Dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintahan desa, salah satu asas yang dipergunakan
adalah asas kepastian hukum yang artinya asas dalam Negara hukum mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, untuk itu diperlukan Peraturan di Desa yang terdiri atas Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa, dan Peraturan Bersama Kepala Desa.
Memperhatikan beberapa hal tersebut, maka dipandang perlu untuk memperkuat pembinaan
dan pengawasan tentang penyusunan Produk Hukum di Desa melalui penyusunan regulasi dan
panduan, sosialisasi, pelatihan dan bimbingan teknis, advokasi, serta pendataan dan
pengumpulan berbagai jenis peraturan di desa untuk kemudian disusun dalam suatu direktori
yang nantinya dapat memudahkan pada perumusan kebijakan ke depan serta membantu Desa
dalam mengambil contoh peraturan di Desa dari Desa lain untuk menerapkan peraturan di
Desanya yang sesuai dengan kebutuhan.
Keempat, penataan manajemen pemerintahan desa ditetapkan berbagai kebijakan mulai dari
aspek pembinaan personil dan kelembagaan, ketatalaksanaan, khususnya terkait pelayanan,
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2 Tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Minimal Desa,
yang diharapkan mampu mempercepat peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat
Desa guna perwujudan kesejahteraan umum sesuai kewenangan Desa dengan mendekatkan
pelayanan kepada masyarakat, mempermudah pelayanan kepada masyarakat, keterbukaan
pelayanan kepada masyarakat dan efektifitas pelayanan kepada masyarakat yang pada
akhirnya akan mempercepat pelayanan kepada masyarakat, hal tersebut diharapkan mampu
menjadi alat kontrol terhadap kinerja Pemerintah Desa.
Dalam implementasi proses penataan administrasi pemerintahan desa, terdapat tantangan yang
begitu besar, antara lain, kapasitas dan kualitas pelayanan aparatur pemerintahan desa yang
terbatas, akses masyarakat terhadap informasi penyelenggaraan pemerintahan desa yang sulit,
dan belum optimalnya koordinasi antar Kementerian/Lembaga serta pemerintah daerah dalam
pembinaan Desa.
Aferi menyatakan bahwa pemerintah melalui Ditjen Pembinaan Pemerintahan Desa Kemendagri
memiliki komitmen kuat dalam melaksanakan pembinaan pemerintahan desa. Dengan dasar
komitmen ini, Ditjen Pembinaan Pemerintahan Desa Kemendagri terus melakukan koordinasi,
sinergitas dan harmonisasi program antara pusat dan daerah dalam proses penataan desa agar
kesejahteraan masyarakat desa dapat terwujud. (*)
https://www.indopos.co.id/read/2017/07/27/105161/memperkuat-panataan-dan-administrasi-
pemerintahan-desa-indonesia

akarta, GATRAnews - Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di


Indonesia, perlu dilakukan revitalisasi penataan administrasi pemerintahan desa
yang meliputi aspek penamaan dan kodefikasi desa, aspek kewilayahan (batas dan
peta desa), aspek kewenangan desa dan produk hukum desa, serta aspek
manajemen pemerintahan desa.

Desa, berdasarkan Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945, merupakan
unit pemerintahan terkecil dan terdepan dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan sekaligus menjadi institusi terdepan untuk menguatkan karakter
dan jati diri masyarakat di Indonesia. Mengingat pentingnya peran desa, Kemendagri
melalui Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa bertugas merumuskan dan
melaksanakan kebijakan di bidang pembinaan pemerintahan desa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satu yang sangat penting adalah
merumuskan kebijakan di bidang fasilitasi penataan dan administrasi pemerintahan
desa.

Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, Dr. Nata Irawan,


mengatakan bahwa pemerintah desa menurut UU Nomor 6 Tahun 2014, mempunyai
peran yang sangat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan. ‘’Bahkan bila
dicermati, hampir sebagian besar kebijakan bermuara dan tidak akan terlepas dari
peran pemerintah desa. Desa merupakan pangkal penting pemerintahan negara.
Negara dibangun dari desa. Itulah citacita yang melatarbelakangi lahirnya UU Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa,’’ paparnya.
Nata menambahkan, desa sering dijuluki sebagai etalase atau garis depan
pemerintahan. ‘’Memang pada kenyataannya desa bersentuhan langsung dengan
kepentingan, kebutuhan, serta aspirasi masyarakat setempat. Kedudukan desa
sangat strategis karena secara langsung membentuk citra pemerintah,’’ ujarnya.

Karena itu, Menurut Nata, pemerintah dan pemerintah daerah sudah seharusnya
memberikan kesempatan yang lebih besar kepada desa untuk mengembangkan diri,
memikirkan dan memprioritaskan serta mengelola kebutuhan masing-masing,
dengan tidak mengesampingkan pengawasan dan pembinaan yang berkelanjutan.
Hal ini sejalan dengan semangat UU Desa dalam menuju terwujudnya masyarakat
maju, mandiri, dan sejahtera.
Langkah Strategis.

Direktur Penataan dan Administrasi Pemerintahan Desa, Aferi S Fudail, mengatakan


bahwa karena posisi desa yang strategis, pemerintah memberikan perhatian besar
untuk meningkatkan peran pemerintah desa dalam mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat. Perhatian besar pemerintah terhadap desa ditunjukkan
dengan lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. UU ini
merupakan basis community based on development. UU Desa mengatur bagaimana
memperkuat pemerintahan desa dan memberdayakan masyarakat melalui
percepatan tata kelola pemerintahan desa yang baik guna mendukung terwujudnya
penyelenggaraan pemerintahan desa yang bersih, efektif, efisien, demokratis dan
akuntabel. ‘’Dengan regulasi ini pemerintah berkomitmen menjadikan desa sebagai
unit pemerintahan yang maju, mandiri dan sejahtera melalui pemberian otoritas
dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan sampai pada pemanfaatan dan
pemeliharan hasil-hasil pembangunan desa,’’ jelas Aferi.
Untuk mendorong implementasi undang-undang pada tataran yang lebih teknis,
Kemendagri terus berusaha melengkapi berbagai regulasi dalam mendorong
percepatan tata kelola pemerintahan desa yang baik. Aferi mengungkapkan, sampai
tahun 2016, Kemendagri telah mengeluarkan 17 peraturan Menteri Dalam Negeri,
yaitu 5 permendagri di tahun 2014, 4 permendagri di tahun 2015, dan 6 permendagri
di tahun 2016. Tahun 2017 ini, telah dikeluarkan Permendagri Nomor 1 Tahun 2017
tentang Penataan Desa, dan Permendagri Nomor 2 Tahun 2017 tentang Standar
Pelayanan Minimal Desa serta beberapa perumusan kebijakan terkait bidang
penataan dan administrasi pemerintahan desa, salah satunya adalah kebijakan
pemberian nama dan kode desa.

Fokus Ditjen Bina Pemerintahan Desa dalam penataan dan administrasi


pemerintahan desa, pertama mengenai proses pemberian nama desa, kode desa,
dan jumlah desa. Menurut Aferi, pemberian nama desa hendaknya memiliki makna
yang mencerminkan sejarah, asal usul, adat istiadat dan tradisi serta kearifan lokal
masyarakat setempat. ‘’Karena itu pemberian nama suatu desa perlu diatur melalui
mekanisme dan dicantumkan dalam peraturan daerah kabupaten/kota tentang
pembentukan desa berdasarkan sertifikasi yang diberikan oleh Menteri Dalam
Negeri. Sedangkan pemberian kode desa bermaksud memberikan pengakuan
secara administratif terhadap keberadaan suatu desa,’’ papar Aferi.

Terkait dengan pembaruan jumlah desa, berdasarkan Kepmendagri Nomor 140-


9756 Tahun 2016 tentang Nama, Kode dan Jumlah Desa Tahun 2016 dan Nomor
146.973-X-Tahun 2016 tentang Rincian Nama, Kode dan Jumlah Desa, pada tahun
2016 telah ditetapkan bahwa jumlah desa di Indonesia adalah 74.910 desa.
Kepmendagri dimaksud diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan dasar
dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan program K/L dalam penyelenggaraan
pembinaan di desa, termasuk dalam pengalokasian dana desa yang bersumber dari
APBN.

Kedua, tentang proses penetapan dan penegasan batas desa yang merupakan
instrumen penting untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan
kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu desa yang memenuhi
aspek teknis dan yuridis. Aferi menekankan, penyusunan peta batas desa harus
mengikuti kaidah-kaidah kartometrik, yaitu kaidah dalam menyusun peta. ‘’Kaidah itu
mensyaratkan adanya penelusuran garis batas pada peta kerja dan pengukuran titik
koordinat, garis, jarak dan luas cakupan wilayah dengan menggunakan peta dasar
dan informasi geospasial untuk menjamin kejelasan dan kepastian wilayah yang
menjadi sumber penetapan kewenangandesa,’’ jelas Aferi.

Sesuai Permendagri Nomor 45 tahun 2016, tugas untuk melakukan penetapan dan
penegasan batas desa dibebankan kepada tim penetapan dan penegasan batas
desa kabupaten/kota yang dibentuk dengan keputusan bupati/wali kota.
Keanggotaan tim ini melibatkan pejabat/SKPD terkait, pemerintah desa dan tokoh
masyarakat. Penetapan dan penegasan batas desa ditetapkan dengan peraturan
bupati/wali kota. Aferi mengingatkan bahwa bupati/wali kota harus memfasilitasi
penyelesaian konflik yang mungkin timbul akibat penetapan dan penegasan batas
desa di wilayahnya.

Ketiga, adalah proses penataan kewenangan desa dan produk hukum desa.
Kemendagri telah menetapkan Permendagri Nomor 44 Tahun 2016 dan Nomor 111
Tahun 2014 yang mengamanatkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah provinsi
dan pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki tugas membina desa dalam menata
kewenangan desa. Pembinaan pemerintah dan pemerintah daerah diharapkan
mampu mengidentifikasi dan menginventarisasi kewenangan desa. Sehingga desa
dan desa adat diberikan kewenangan yang lebih luas untuk tumbuh dan
berkembang pada kekuatannya sendiri serta mampu menata masa depan desa
yang lebih baik. Dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintahan desa, salah
satu asas yang dipergunakan adalah asas kepastian hukum yang artinya asas
dalam negara hukum mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan, dan keadilan dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan desa. Untuk
itu diperlukan peraturan di desa yang terdiri atas peraturan desa, peraturan kepala
desa, dan peraturan bersama kepala desa.

Memperhatikan beberapa hal tersebut, maka dipandang perlu untuk memperkuat


pembinaan dan pengawasan tentang penyusunan produk hukum di Desa melalui
penyusunan regulasi dan panduan, sosialisasi, pelatihan dan bimbingan teknis,
advokasi, serta pendataan dan pengumpulan berbagai jenis peraturan di desa untuk
kemudian disusun dalam suatu direktori yang nantinya dapat memudahkan
perumusan kebijakan ke depan serta membantu desa dalam mengambil contoh
peraturan di desa dari desa lain untuk menerapkan peraturan di desanya yang
sesuai dengan kebutuhan.

Keempat, penataan manajemen pemerintahan desa ditetapkan berbagai kebijakan


mulai dari aspek pembinaan personel dan kelembagaan, ketatalaksanaan,
khususnya terkait dengan pelayanan, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2
Tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Minimal Desa, yang diharapkan mampu
mempercepat peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat desa guna
perwujudan kesejahteraan umum sesuai kewenangan desa dengan mendekatkan
pelayanan kepada masyarakat, mempermudah pelayanan kepada masyarakat,
keterbukaan pelayanan kepada masyarakat dan efektivitas pelayanan kepada
masyarakat yang pada akhirnya akan mempercepat pelayanan kepada masyarakat,
hal tersebut diharapkan mampu menjadi alat kontrol terhadap kinerja pemerintah
desa.

Dalam implementasi proses penataan administrasi pemerintahan desa, terdapat


tantangan yang begitu besar, antara lain, kapasitas dan kualitas pelayanan aparatur
pemerintahan desa yang terbatas, akses masyarakat terhadap informasi
penyelenggaraan pemerintahan desa yang sulit, dan belum optimalnya koordinasi
antar Kementerian/Lembaga serta pemerintah daerah dalam pembinaan Desa.

Aferi menyatakan, pemerintah melalui Ditjen Pembinaan Pemerintahan Desa


Kemendagri memiliki komitmen kuat dalam melaksanakan pembinaan pemerintahan
desa. Dengan dasar komitmen ini, Ditjen Pembinaan Pemerintahan Desa
Kemendagri terus melakukan koordinasi, sinergitas, dan harmonisasi program
antara pusat dan daerah dalam proses penataan desa agar kesejahteraan
masyarakat desa dapat terwujud

https://www.gatra.com/rubrik/advetorial/276777-memperkuat-penataan-dan-administrasi-
pemerintahan-desa-di-indonesia

Nata Irawan, Tingkatkan Kualitas Pemerintah


Desa

Pemahamannya yang tinggi tentang birokrasi dan tata pemerintahan desa adalah alasan kuat
pemerintah menempatkan Dr. Nata Irawan., S.H., M.Si sebagai Direktur Jenderal Bina
Pemerintahan Desa (Dirjen Bina Pemdes), Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
(Kemendagri). Terbukti, selama kepemimpinannya, pejabat kelahiran Lampung ini telah
membuktikan kemampuannya dalam mengimplementasikan amanah dari Undang – Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Mendagri (Permendagri)
Nomor 114/2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Sebagai unsur pelaksana Kementerian Dalam Negeri di bidang pembinaan pemerintahan desa,
peran Dirjen Bina Pemdes tentu cukup berat mengingat harus mengurusi desa se-Indonesia
yang saat ini jumlahnya 74.957 desa, dengan 8.479 kelurahan dan 7.201 kecamatan. Namun
bagi Nata hal itu tak masalah. Karena pria yang dilantik sebagai Dirjen Bina Pemdes pada 1 Juli
2015, ini paham betul bagaimana merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang
pembinaan pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Yang terpenting adalah mewujudkan pemerintahan desa yang mampu memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat,” tekadnya. Karena itulah, di awal kepemimpinannya ia serius dalam
merumuskan kebijakan di bidang fasilitasi penataan desa, penyelenggaraan administrasi
pemerintahan desa, pengelolaan keuangan dan aset desa, produk hukum desa serta
pelaksanaan penugasan urusan pemerintahan, kelembagaan desa, kerja sama pemerintahan,
maupun evaluasi perkembangan desa.

Bersama jajarannya Nata terus mendongkrak kapasitas intelektual para Kepala Desa. Misalnya
dengan mendorong tingkat pendidikan para Kepala Desa dan melakukan pelbagai pelatihan.
“Saat ini, jumlah Kepala Desa yang berpendidikan sarjana mencapai 14.090,” terangnya.
Sementara jumlah aparatur Kepala Desa yang telah menjalani pelatihan pengembangan
kapasitas aparatur desa untuk tahun anggaran 2015 saja sudah mencapai 147.325 orang.

Sedangkan pelatihan bagi pelatih tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kota, serta kecamatan
selama tahun 20142017 mencapai 13.893 orang. “Mereka mengikuti berbagai pelatihan mulai
dari pelatihan pembina teknis pemerintahan desa hingga pelatihan tata kelola
pemerintahan lingkup regional bagi pengurus lembaga kemasyarakatan desa dan kelurahan,”
jelas Nata.

Dalam melaksanakan tugasnya, Nata juga menggandeng banyak pihak. salah satunya dengan
kalangan perguruan tinggi.“Sesuai dengan semangat Nawacita Presiden Joko Widodo dalam
arah kebijakan pembangunan perdesaan, perlu pemenuhan standar pelayanan minimum dan
pengawalan implementasi Undang Undang Desa secara sistematis. Oleh sebab itu, kami
menggandeng dan melibatkan seluruh perguruan tinggi untuk mengimplementasikan Tri Darma
perguruan tinggi dalam mengawasi penggunaan dana desa,”ujarnya.

Saat ini, diakuinya, kebijakan afirmatif UU 6/2014 tentang desa berpengaruh positif terhadap
efektivitas Pemerintah Desa dengan pengaruh positif yang sudah tercipta. “Kepuasan itu terinci
atas pelayanan publik, musyawarah, dan pembangunan desa. Masyarakat sudah mendapatkan
kepuasan atas pelayanan publik, musyawarah, dan pembangunan desa. Saat ini Pemerintah
Desa sudah sangat efektif dalam menyediakan layanan publik bagi masyarakat. Hal tersebut
diakibatkan karena terjalinnya komunikasi antara aparat pemerintah desa dengan pelatih
perencanaan pembangunan desa,” paparnya. (Sahrudi)

JAKARTA, AMUNISI.CO.ID-Desa merupakan representasi dari kesatuan masyarakat


hukum terkecil yang telah ada dan tumbuh berkembang seiring dengan sejarah
kehidup an masyarakat indonesia dan menjadi bagian yang tidak terpi sahkan dari
tata nan kehidupan bangsa Indonesia

Sebagai wujud pengakuan Negara terhadap desa khususnya dalam rangka memper
jelas fungsi dan kewenangan srta memperkuat kedudukan desa dan masyarakat
desa sebagai subyek pembang unan , diperlukan kebijakan penata n dan
pengaturan mengenai desa yang diwujudkan dengan lahirnya Undang Undang
Nomer 6 Tahun 2014 Tentang Desa .

Dalam konteks ini pun desa juga diberikan alokasi anggaran berupa dana desa yang
bersumber dari APBN yang diperuntukan bagi desa dan desa adat yang ditransfer
melalui APBD Kabupaten dan Kota dan digunakan untuk membiayai penye
lenggaraan peme rintahan , pembangunan serta pemberdayaan masyarakat.

Pada Tanggal 17 Maret 2015 , Presiden Jokowi telah menetapkan Perpres No 36


Tahun 2015 mengenai rincian APBN TA 2015 Perpres ini merupakan perubahan dari
Perpres No 162 Tahun 2014 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2015 yang
disusun ber dasarkan UU NO 3 /2015 Tentang APBN 2015 .

Dalam APBN – P 2015 Total Dana Transfer Kedae rah dan dana Desa di Tetapkan
sebesar Rp 664 , 60 Triliun Mening kat 2,71% atau senilai Rp 17,56 Triliun di
Banding alokasi pada APBN 2015 Sebe sar Rp 647,04 T .

Peningkatan tersebut disebabkan adanya Penambahan Alokasi Dana Transfer ke


dae rah yang semula senilai Rp 637,98 Triliun bertambah sebesar Rp 5,8 T atau
o,92% sehingga menjadi Rp 20,77 Triliun atau 129, 05 sehingga menjadi Rp 20,77 T
di APBN 2015 .

Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negri Dr . Nata


Irawan , SH . M.Si dalam wawancaranya baru baru ini dengan Koran
Amunisi ; sangat berharap desa dapat menfaat kan pengelolaan keuangan desa
tepat sasaran dan dapat pula menggali pendapatan asli secara optimal karena
menurutnya , masih sedikit sekali jenis dan bentuk usaha yang memiliki kontribusi
terhadap pendapatan desa hal ini disebabkn karena lemahnya kapasitas aparatur
desa dalam mengidentifikasi potensi desa dan menganalisanya dalam bentuk
perencanaan usaha pendapa tan desa .

Nata Irawan pun mencatat dari total 74.910 Desa di Indonesia hampir 90%
bergantung pada dana transfser , baik yang brasal dari dana desa , add , maupun
bantuan keuang an pemerintah daerah, sedang kan desa yang mampu menfaat kan
atau mempe roleh pendapatan aslinya masih sangat terbatas .

Dalam kesempa tan ini pula nata irawan berbicara soal regulasi untuk mengantisi
pasi terjadinya penyelewengan dana desa , langkah penerbitan regulasi ini adalah
merupakan tindak lanjut dari implementasi UU Nomer 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Di Kemendagri ini mengakomodir tata kelola peme rintahan desa , hampir semua
aturan main ter kait pemerintah an desa ada di atur seperti ;
Permendagri No 111/2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan Desa , Permendagri
No 112/2014 hal Pemilihan Kepala Desa , Permendagri No 113/2014 hal
Pengelolaan Keuangan Desa , Permendagri 114/2014 Tntang Pembangunan Desa ,
Permendagri No 81/2015 Tentang evaluasi Perkem bangan Desa , Permendagri No
82/2015 Tentang Pengangkatan & Pemberhentian Kepala Desa , Permendagri No
83/2015 Tentang Pengangkatan & Pemberhentian Perangkat kepala Desa , Permen
dagri No 84/2015 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pemeri ntah Desa ,
Perm endagri No 47/ 2015 Tentang Administrasi Pemerintah Desa Permendagri No
1/2016 Tentang Pengelolaan Asset Desa , Per mendagri No 44/ 2016 Tentang Ke
wenangan Desa , Permendagri No 45/2016 Tentang Batas Desa , Per mendagri No
46/ 2016 Tentang Laporan Kades , Permendagri No 106/ 2016 hal Organisasi dan
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Balai Pemerintahan .

Lebih Lanjut Nata juga mengingat kan bahwa ; kemendagri ada lah kementerian
kebijakan dalam konteks dana desa artinya kemendagri tak langsung masuk dalam
teknis pengelolaan dana , dana desa adalah ranah kementerian desa , kami hanya
membuat kebijakan serta program yang bisa menguatkan tata kelola
penyelenggaraan pemerintahan agar desa lebih baik , contohnya: sudah terdapat
peningkatan secara signifikan untuk dana desa pada tahun 2017 jika sebelumnya
sebesar 46,89 t dengan 614 juta perdesa , dana desa tahun ini meningkat menjadi
60 t dengan pembagi an lebih 1 milyar perdesa .

Ikhwal adanya dugaan dana desa rawan korupsi , nata mengatakan; tidak perlu ada
kekhawatiran yg berlebihan terha dap dana desa , karena selain jumlahnya kecil ,
para kepala desa sudah di bekali ilmu managemen dalam pengguna an anggaran
desa .

Pak Dirjen pun juga mewanti wanti kepada seluruh kepala desa meski sudah di
berikan pembekalan tetap harus ber hati hati dalam pemakaian dana desa , karena
bisa saja akan berurusan dgn aparat hukum sebab prosesnya tidak dilaksanakn
secara benar .

Pemerintah indonesia melalui kepala negara menginstruksikan program dana desa


pada tahun 2018 harus berfokus pada pembukaan lapangan pekerjaan , dana desa
harus di per baiki sehingga alokasi anggaran bisa untuk menye rap tenaga kerja
lebih maximal .

Ada tiga priori tas dana desa yang sangat penting untuk di laksanakan yaitu ;
pertama , design perencan aan dana desa untuk 2018 akan diubah , contoh nya
,pengerjaan proyek yang menggunakan dana desa tidak boleh seluruhnya
diserahkan kpd pihak ketiga , harus ada swake lola yang melibatkn penduduk setem
pat. kedua , pemerintah akan mengubah komposisi alokasi dana desa arti nya
pemerintah tidak akan lagi memberikan dana desa dgn nominal yang sama.

Ketiga adalah pengawasan yang lebih di ting katkan untuk mengurangi


penyelewengan. Pemerintah pun melalui presiden meminta kemen terian terkait
betul betul mela kukan pendampi ngan dalam proses musyawa rah hingga penye
rapan dana desa.
“Pemerintah pun pada tahun 2018 ini akan memper cepat pencairan dana desa , jjka
sebelumnya dana desa cair dalam dua tahap yaitu 60% pada april dan 40% pada
agustus , tetapi pada tahun ini 20 persen dari dana tersebut sudah bisa dicairkan
pada januari ini , ditempat lain . menteri keuangan mengatakan bahwa presiden
meminta cash for work bisa jalan secepatnya, jadi setelah cair Januari ini aktivitas
segera jalan demikian,” tandasnya.

Nata irawan pun mengamini pernyataan sri mulyani dengan menambahkan bahwa
kegiatan kegiatan ekonomi dan infrastruktur di daerah yang dibiayai dari dana desa
bisa mulai berjalan sejak awal tahun dan ini juga seiring dengan pengesa han APBD.

lebih lanjut Nata mengatakan pemerintah akan memberlakukan pola baru perun
tukan dana desa salah satunya yaitu minimal 30% dari dana desa tersebut akan
digunakan untuk mencipta kan lapangan kerja program padat karya . selain untuk
program padat karya ada bebe rapa prioritas lain yaitu ; Program Unggulan Kawa
san Pedesaan ( Prukades),BUM Des , gedung olah raga dan embung atau tempat
menam pung air hujan. Namun menurut Nata hal itu dikembalikan lagi kepada
masing masing desa , jika memang hal itu dibutuhkan .

Tahun depan bedasarkan evaluasi ada penambahan 48 Desa Lagi sehing ga


totalnya jadi 74 .958 Desa dari awalnya 74 . 910 dan progres yang telah didapat dari
dana desa sudah relatif behasil utamanya untuk desa desa di tanah Pulau Jawa.

Nata pun mengharapkan bagi desa desa yang telah maju dalam pelaksanaan dan
penguasa an materi manajemen pemerintahan desa dan penge lolaan keuangan
desa dapat menularkan ke desa lain , disamping itu kemendagri pun secara rutin
tetap melaksana kan dan memberikan pelatihan pelatihan kepada kepala desa dan
perangkat desa.( Yoelianto Amunisi )

Anda mungkin juga menyukai