Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SMALLCELL LUNG


CANCER DI RUANG INSTALASI RAWAT INAP 28 RSUD Dr. SAIFUL
ANWAR KABUPATEN MALANG

OLEH:
Hamdani Rifki P.A., S. Kep
NIM 182311101043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
OKTOBER, 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Small


Cell Lung Cancer di Ruang Instalasi Rawat Inap 22 RSUD Dr. Saiful Anwar
Kabupaten Malang telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, Tanggal : Kamis, 25 Oktober 2018
Tempat: Ruang Instalasi Rawat Inap 22 RSUD Dr. Saiful Anwar

Malang, 25 Oktober 2018

Mahasiswa

Hamdani Rifki P.A., S.Kep.


NIM 182311101043

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang 22
Universitas Jember RSUD Dr. Saiful Anwar

(Ns. Fitrio Deviantony, M.Kep) (Vivin Ardiansyah.Siregar.)


NRP. 760018001 NIP. 302250719820320075581
A. Konsep Teori tentang Penyakit
1. Review Anatomi Fisiologi
Paru-paru terletak pada rongga dada dekat letak organ jantung dan dilindungi
oleh tulang rusuk. Pada rongga dada inilah tepatnya dibagian kanan dan kiri, paru-
paru manusia terletak dengan diselmuti oleh selaput ganda pleura (Saladin, 2003).
Paru-paru terdiri dari beberapa bagian antara lain, trakea, bronkus primer,
bronkiolus dan alveoli yang merupakan unit fungsional dari paru-paru yang
berfungsi sebagai tempat pertukaran udara yaitu oksigen dan karbondioksida
dalam system respirasi.
Pada paru-paru sebagian besar terdiri atas gelembung-gelembung (alveoli),
yang terdiri atas sel-sel epitel dan endotel (Waspirin, 2007). Paru-paru pada
bagian kiri memiliki dua buah lobus sedangkan di bagian kanan memiliki tiga
lobus. Struktur anatomi paru-paru ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 1.1 Stuktur Anatomi Paru-Paru (Ganong, 2005).


Paru-paru bekerja secara otonom, artinya tidak ada yang mempengaruhi
aktivitasnya. Kemampuan otonom yang dimiliki paru adalah sekitar 14-16 kali
pernapasan per menit. Satu kali pernapasan sama dengan satu kali inspirasi dan
satu kali eksipirasi (Ganong, 2005).
2. Definisi
Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam
jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan,
terutama asap rokok. Menurut World Health Organization (WHO), kanker paru
merupakan penyebab kematian utama dalam kelompok kanker, baik pada pria
maupun wanita (WHO, 2004).
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari
luar paru (metastasis tumor di paru). Dalam istilah medis yang dimaksud dengan
kanker paru ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang berasal dari
epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).
Kanker paru adalah neoplasma ganas yang muncul dari epitel bronkus
(Brashers V.L, 2008). Kanker paru adalah kanker pada lapisan epitel saluran napas
(karsinoma bronkogenik) (Corwin Elizabeth J., 2009). Kanker paru
(bronchogenic carcinoma) adalah penyakit yang ditandai dengan tidak
terkendalinya pertumbuhan sel dalam jaringan paru, terutama sel-sel yang
melapisi bagian pernapasan (Atiyeh dkk, 2013).

3. Epidemilogi
Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai
hingga 13 persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga
menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki. Di Amerika
Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 213.380 kasus baru pada tahun 2007 dan
160.390 kematian akibat kanker paru pada tahun 2007. Berdasarkan data WHO,
kanker paru merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, dan
terbanyak kelima untuk semua jenis kanker pada perempuan. Kanker paru juga
merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada laki-laki dan kedua
terbanyak pada perempuan.
Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta menunjukkan
bahwa kanker paru merupakan kasus terbanyak pada laki-laki dan nomor 4
terbanyak pada perempuan, dan merupakan penyebab kematian utama pada laki-
laki dan perempuan. Berdasarkan data hasil pemeriksaan di laboratorium Patologi
Anatomik RSUP Persahabatan, lebih dari 50 persen kasus dari semua jenis kanker
yang didiagnosa adalah kasus kanker paru. Data registrasi kanker Rumah Sakit
Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus dan paru
merupakan keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah kanker
nasofaring (13,63%) dan merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak
pada pria (28,94%).
Insiden kanker paru termasuk rendah pada usia di bawah 40 tahun, namun
meningkat sampai dengan usia 70 tahun. Faktor risiko utama kanker paru adalah
merokok. Secara umum, rokok menyebabkan 80% kasus kanker paru pada laki-
laki dan 50% kasus pada perempuan. Faktor lain adalah kerentanan genetik
(genetic susceptibility), polusi udara, pajanan radon, dan pajanan industri
(asbestos, silika, dan lain-lain) (Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker
Paru, 2017).

4. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang
bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya
faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Amin, 2006).
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus (Wilson, 2005). Rokok mengandung
lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan
kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai
merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan
merokok, dan lamanya berhenti
merokok (Stoppler,2010).
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif,
atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang
tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap
asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson,
2005).
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan
dengan daerah pedesaan. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi
(juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen,
kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan
kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker paru diantara pekerja yang menangani
asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko
kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium
meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko
terkena kanker paru (Amin, 2006).
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko
lebih besar terkena penyakit ini.Penelitian sitogenik dan genetic
molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen
penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya
kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga
gen-gen K-ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk
gen rb, p53, dan CDKN2) (Wilson, 2005).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif
kronik juga dapat menjadi risiko kanker paru.Seseorang dengan penyakit paru
obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru
ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).

5. Klasifikasi
Kanker paru dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu Non-small Cell
Lung Cancer (NSCLC) dan Small Cell Lung Cancer (SCLC) (Niluh &
Christantie, 2004).
a. Non-Small Cell Lung Carcer (NSCLC)
Kanker paru jenis NSCLC merupakan kanker paru yang paling umum, sekitar
80% dari semua kanker paru adalah jenis ini (Tim CancerHelps, 2010).
Berdasarkan jenis sel yang ditemukan dalam tumor, NSCLC memiliki tiga jenis
utama diantaranya (Irman S, 2007) :
1) Adenokarsinoma
Adenokarsinoma adalah jenis kanker paru yang berkembang dari sel-sel yang
memproduksi lendir atau dahak di permukaan saluran udara (Tim Cancer Helps,
2010). Sekitar 30%-35% dari kasus NSCLC adalah jenis adenokarsinoma.
Meskipun sewbagian besar penderita adalah perokok, tetapi kanker paru jenis ini
juga banyak menyerang non-perokok, terutama wanita. Kebanyakan
adenokarsinoma terjadi di daerah luar atau perifer paru dan juga memiliki
kecenderungan untuk menyebar ke otak, letak lain termasuk adrenal, hati, tulang,
dan ginjal. Adenokarsinoma biasanya berukuran kecil dan berkembang lambat.
2) Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma sel skuamosa atau dikenal sebagai karsinoma epidermoid
merupakan skuamosa paling sering muncul di tengah atau cabang bronkhus
segmental. Sekitar 30% penderita kanker paru adalah jenis ini dari kasus NSCLC.
Karsinoma sel skuamosa menyerang bagian dalam paru, menyebar di rongga
toraks, termasuk nodus limfe regional, pleura, dan dinding dada. Kanker ini
sangat berkaitan dengan asap rokok dan berhubungan dengan toksin-toksin
lingkungan, seperti asbestos dan komponen polusi udara.

3) Karsinoma Sel Besar


Karsinoma sel besar merupakan salah satu jenis sel kanker yang apabila dilihat
di bawah mikroskop berbentuk bundar besar sehingga sering juga disebut
undiffrentiated carcinoma (Tim Cancer Helps, 2010). Sekitar 11% dari semua
jenis kanker adalah kanker paru ini. Tumor ini berkaitan erat dengan merokok dan
dapat menyebabkan nyeri dada (Corwin E.J, 2009). Karsinoma sel besar dapat
menyebar ke kelenjar getah bening dan tempat yang jauh.

b. Small Cell Lung Carcer (SCLC)


SCLC muncul dari sel neuro endokrin di dalam bronkus. Tumor ini
merupakan tumor yang pertumbuhannya sangat cepat dan biasanya sudah
menyebar saat terdiagnosis (Niluh & Christantie, 2004). SCLC terjadi hanya
sekitar 20% dari semua kasus kanker paru. SCLC paling sering ditemui pada
perokok dan hanya 1% dari tumor jenis ini terjadi pada non-perokok. Kanker paru
jenis ini biasanya hanya menimpa perokok berat dan penyebarannya lebih cepat.

6. Stadium Kanker Paru


Sistem pembagian stadium kanker menentukan rencana pengobatan standar
dan membantu dokter memperkirakan prognosis seorang pasien. Umumnya,
semakin rendah stadium, semakin baik prognosisnya. Stadium pada kanker paru
diantaranya (Tim Cancer Helps, 2010) :
a. Tahap tersembunyi : tahap ditemukannya sel kanker pada dahak (sputum)
pasien di dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tumor tersebut tidak dapat
terlihat di dalam paru.
b. Stadium 0 : tahap ditemukannya sel-sel kanker hanya pada lapisan terdalam
paru dan tidak bersifat invasif. Tumor pada tahap 0 disebut juga carcinoma in
situ.
c. Stadium I : tahap kanker yang hanya ditemukan pada paru dan belum
menyebar ke kelenjar getah bening sekitarnya. Pasien mempunyai
kesempatan hidup yang lebih baik.
d. Stadium II : tahap kanker yang ditemukan pada paru dan kelenjar getah
bening di dekatnya
e. Stadium III : tahap kanker yang telah menyebar ke daerah di sekitarnya,
seperti dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kelenjar getah bening
di sisi yang sama atau sisi berlawanan dari tumor tersebut. Kanker paru
stadium III dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Stadium IIIA : kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di dada
bagian tengah, disisi yang sama dimana kanker bermula
2) Stadium IIIB : kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening disisi dada
yang lainnya.
f. Stadium IV : tahap kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru yang
sama atau di paru yang lain. Sel-sel kanker telah menyebar juga ke organ
tubuh lainnya, misalnya ke otak, kelenjar adrenalin, hati, dan tulang. Tahap
kanker pada stadium IV tidak dapat dihilangkan dengan operasi atau
pembedahan.
Pada tahap perkembangan SCLC, sistem dua-stadium paling sering
digunakan, yaitu stadium terbatas dan stadium ekstensif. Stadium terbatas
biasanya menunjukkan bahwa kanker “terbatas” pada satu paru, dan bila
kelenjar limfa terlibat, kelenjar limfa ini berada pada sisi dada yang sama
dengan tumor primernya. Pada SCLC stadium ekstensif menunjukkan bahwa
kanker ditemukan di jaringan dada di luar paru atau kanker ditemukan di
organ-organ tubuh yang sangat jauh (Klamerus dkk, 2012).

7. Patofisiologi/Patologi
Kanker paru dimulai oleh aktivitas onkogen dan inaktivasi gen supresor
tumor. Onkogen merupakan gen yang diyakinin sebagai penyebab seseorang
untuk terkena kanker. Proto-onkogen berubah menjadi onkogen jika terpapar
karsinogen yang spesifik. Pada proto-onkogen mutasi yang terjadi yaitu K-ras
menyebabkan adenokarsinoma paru sampai 10-30%. Epidermal growth factor
reseptor (EFGR) mengatur proliferasi sel, apoptosis, angiogenesis, serta invasi
tumor. Berkembangnya EFGR serta mutasi sering dijumpai pada kanker paru non-
small sel sehingga menjadikan dasar terapi menggunakan penghambat EFGR.
Kerusakan kromosom menyebabkan kehilangan sifat keberagaman heterezigot,
menyebabkan inaktivasi gen supresor tumor. Kerusakan kromosom 3p, 5q, 13q
dan 17p ini paling sering menyebabkan karsinoma paru non-small sel. Gen p53
tumor supresor berada dikromosom 17p yang didapatkan 60-75% dari kasus.
Sejumlah gen polimorfik berkaitan dengan kanker paru, termasuk gen
polimorfik yang mengkode interleukin-1, sitokrom P450, caspase-8 sebagai
pencetus apoptosis serta XRCC1 sebagai molekul DNA repair. Individu yang
terdapat gen polimorfik seperti ini lebih sering terkena kanker paru apabila
terpapar zat karsinogenik.

8. Manifestasi Klinis
Gejala klinis penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru
lainnya, terdiri dari keluhan subjektif dan gejala objektif (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2003). Menurut Van Cleave dan Cooley (2004), sebagian kecil
pasien datang dengan gejala lokal yang berkaitan dengan tumor primer, tetapi
kebanyakan hadir dengan gejala sistemik atau gejala metastasis nonspesifik
(Yoder, 2006). Dari anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan
penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya
diagnosis. Keluhan utama dapat berupa (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003):
a. Batuk kronik
Batuk kronik merupakan gejala yang sering tampak dan paling menyedihkan
pada orang dengan kanker paru. Batuk bisa dengan atau tanpa dahak, dahak
dapat berwarna putih atau purulen. Batuk hadir pada 65-75% dari pasien
dengan kanker paru dan lebih dari 25% memiliki batuk produktif (Yoder,
2006).
b. Batuk darah
Batuk darah merupakan keluhan utama dari 6-35% pasien kanker paru. Sekitar
20-30% pasien akan mengalami hemoptysis, dengan 3% mengalami batuk
darah yang parah (Yoder, 2006).
c. Sesak napas
Sesak napas menjadi gejala yang muncul di awal pada 60% pasien kanker
paru. Hal ini terjadi karena oklusi tumor pada saluran pernapasan utama atau
parenkim paru, efusi pleura, pneumonia, serta komplikasi terapi baik
kemoterapi maupun radioterapi seperti pneumonitis (Yoder, 2006).
d. Nyeri dada
Nyeri dada adalah gejala yang umum terjadi pada sekitar 50% pasien pada
saat diagnosis. Ketidaknyamanan sering tidak jelas dan hilang timbul.15
Invasi dinding dada seringkali ditandai dengan nyeri pleuritis yang menetap
(Baehaqi, 2012).
e. Sindroma Pancoast
Sindroma Pancoast timbul dari lesi pada sulkus superior paru dengan
keterlibatan pleksus brakialis dan saraf simpatis servikal. Gejala yang tampak
terutama berupa nyeri hebat di daerah bahu yang memancar ke arah ketiak dan
skapula sepanjang ulnar dan otot-otot tangan, atrofi otot lengan dan tangan,
serta sindroma Horner (Foroulis, 2013).
a. Berat badan berkurang
b. Nafsu makan hilang
c. Demam hilang timbul
d. Sindrom paraneoplastik, seperti Cushing’s syndrome, hiperkalsemia,
hypertrophic pulmonary osteoartheopathy, trombosis vena perifer dan
sindroma neurologis (Yoder, 2006).

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologis:
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang
mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta
penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru
yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone
survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak
kelainan, ukuran tumor dan metastasis.
1) Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila
masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung
keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit
tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada,
efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner.
2) CT-Scan toraks : Tekhnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru
secara lebih baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor
dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-
tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat
penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura
yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada
meski tanpa gejala.
3) Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks
adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh.
a. Fiber Optic Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat
dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan
ada tidaknya sel ganas. FOB berupa tabung tipis panjang berupa dengan
diameter 5-6mm untuk mendapatkan sampel dahak ataupun jaringan juga
memancarkan cahaya. tabungnya sangat fleksibel sehingga operator dapat
melihat segmen paru yang lebih kecil dan cabang bronkus.
b. Biopsi aspirasi jarum Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat
dilakukan, misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin
berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan
biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif. Tujuan premedikasi
sebelum penggunaan FOB untuk mengurangi rasa takut dan nyeri, mengurangi
reflek batuk. Obat obat premedikasi seperti sulfas atropine, dipenhydramin,
lidocain.
10. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
a. Terapi Non-Farmakologi
1) Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
2) Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
3) Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa
diangkat.
4) Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi,
seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/
bronkus.
5) Kemoterapi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas
serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
b. Terapi Farmakologi
WHO merekomendasikan tiga langkah pendekatan terapi farmakologis (obat-
obatan) nyeri kanker, sbb.:
1) Langkah Pertama: untuk nyeri ringan: obat-obat nyeri non-opioid, yaitu
analgetik atau antinyeri (asetaminofen), NSAID atau Non Steroid Anti
Inflamatory Drugs (aspirin), adjuvant atau tambahan (antidepressant,
antikonvulsan atau anti kejang, antimuntah).
2) Langkah Kedua: untuk nyeri sedang: opioid lemah ditambah dengan obat
nyeri lainnya. Apabila dengan step 1 nyeri tidak berkurang, maka bisa
diberikan narkotik dan kombinasi dengan step 1. Narkotik lemah seperti
codein, darvon.
3) Langkah Ketiga: untuk nyeri kuat: opioid kuat ditambah obat nyeri
lainnya. Opioid kuat antara lain morfin, methadone, dilaudid, numorphan
B. Clinical Pathway

Bronchus (percabangan segmen atau


subsegmen)

Trauma oleh arus udara (Tar rokok,


paparan industry)

Bahan karsinogenik mengendap

Perubahan epitel silia dan mukosa


atau ulserasi bronchus

Deskuasmasi Produksi mukus meningkat

Sel cadangan (reserve cell) basal


Ketidakefektifan bersihan jalan
mukosa bronchus
nafas

Hiperplasi metaplasi peradangan

Sel Kanker
Nyeri kronis
Manifestasi Klinis

Intrapulmoner

Kanker lumen
bronchus

Proksimal Distal

Sumbatan parsial
Bronkiektasis atau
atau total
aktelektasis

Sesak nafas atau


wheezing Gangguan
Pertukaran Gas
Pola Nafas Tidak
Efektif
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.Identitas pasien : nama,usia, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat, nomer register
b. Riwayat kesehatan sekarang : Apa yang diderita pasien misalnya nyeri pada
dada dan sesak nafas.
c.Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah dahulu pasien mempunyai penyakit paru obstruksi menahun
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarganya ada yang menderita penyakit paru
e.ADL (Activity daily living)
1) Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan
rutin, dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan (biasanya tahap lanjut).
2) Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.Jari tabuh.
3) Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan, menolak kondisi
yang berat atau potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4) Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi atau jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid)
5) Makanan atau cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan
masukan makanan. kesulitan menelan, haus atau peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah atau leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah
atau periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil) Glukosa
dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6) Nyeri atau kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak
selalu pada tahap lanjut) dimana dapat atau tidak dapat dipengaruhi oleh
perubahan posisi. Nyeri bahu atau tangan (khususnya pada sel besar atau
adenokarsinoma) nyeri abdomen hilang timbul.
7) Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan
atau produksi sputum. Nafas pendek, pekerja yang terpajan polutan, debu
industri, serak,paralysis pita suara, riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels atau mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara),
krekels atau mengi menetap; pentimpangan trakea (area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
8) Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9) Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma
sel besar), Amenorea atau impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma
sel kecil).
10) Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker (khususnya paru),
tuberculosis, kegagalan untuk membaik.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan jumlah atau
perubahan mukus atau viskositas secret, keterbatasan gerakan dada atau
nyeri, kelemahan dan kelelahan
b) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial
secret atau penurunan ekspansi paru
c) Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran udara ke
alveoli atau ke bagian utama paru
d) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake inadekuat
3. Intervensi Keperawatan
No. Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen jalan napas:
napas (00031) pasien menunjukkan hasil: 1. Buka jalan nafas dengan teknik chin
lift atau jaw thrust, sebagaimana
Status pernapasan: Kepatenan jalan napas (0410) mestinya
No. Indikator Awal Tujuan 2. Posisikan pasien untuk
1 2 3 4 5 memaksimalkan ventilasi
1. Frekuensi Pernapasan 3 √ 3. Identifikasi kebutuhan
2. Irama pernapasan 3 √ aktual/potensial pasien untuk
3. Kedalaman inspirasi 3 √ memasukkan alat membuka jalan
4. Kemampuan nafas
1 √ 4. Masukkan alat nasopharyngeal
mengelurakan sekret
5. Suara nafas tambahan 3 √ airway (NPA) atau oropharyngeal
6. Pernafasan cuping 5. airway (OPA), sebagaimana mestinya
2 √ 6. Lakukan fisioterapi dada,
hidung
7. Dyspnea saat istirahat 3 √ sebagaimana mestinya
8. Dyspnea dengan 7. Buang sekret dengan memotivasi
3 √ pasien untuk melakukan batuk atau
aktivitas ringan
9. Penggunaan otot 2 √ menyedot lendir
bantu pernafasan 8. Motivasi pasien untuk bernafas pelan,
dalam, berputar dan batuk
10. Batuk 2 √
9. Gunakan teknik yang menyenangkan
11. Akumulasi sputum 2 √
untuk memotivasi bernafas dalam
kepada anak-anak (misal; meniup
Keterangan:
gelembung, meniup kincir, peluit,
1. Keluhan ekstrime
harmonika, balon, meniup layaknya
2. Keluhan berat
pesta; buat lomba meniup dengan
3. Keluhan sedang bola ping pong, meniup bulu)
4. Keluhan ringan 10. Instruksikan bagairnana agar bisa
5. Tidak ada keluhan melakukan batuk efektif
11. Bantu dengan dorongan spirometer,
sebagairnana mestinya
12. Auskultasi suara nafas, catat area
yang ventilasinya menurun atau tidak
ada dan adanya suara tambahan
13. Lakukan penyedotan melalui
endotrakea atau nasotrakea,
sebagaimana mestinya
14. Kelola pernberian bronkodilator,
sebagaimana mestinya
15. Ajarkan pasien bagaimana
menggunakan inhaler sesuai resep,
sebagaimana mestinya
16. Kelola pengobatan aerosol,
sebagaimana mestinya
17. Kelola nebulizer ultrasonik,
sebagaimana mestinya
18. Kelola udara atau oksigen yang
dilembabkan, sebagaimana mestinya
19. Ambil benda asing dengan forsep
McGill, sebagairnana mestinya
20. Regulasi asupan cairan untuk
mengoptirnalkan keseimbangan
cairan
21. Posisikan untuk meringankan sesak
nafas
22. Monitor status pernafasan dan
oksigenasi, sebagairnana mestinya

Monitor Pernafasan:
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman
dan kesulitan bernafas
2. Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan otot-
otot bantu nafas, dan retraksi pada
otot supraclaviculas dan interkosta
3. Monitor suara nafas tambahan seperti
ngorok atau mengi
4. Monitor pola nafas (misalnya. ,
bradipneu, takipneu, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul, pernafasan 1: 1,
apneustik, respirasi biol, dan pola
ataxic)
5. Monitor saturasi oksigen pada pasien
yang tersedasi (seperti,
6. Sao2,. Sv02, Sp02) sesuai dengan
protokol yang ada
7. Pasang sensor pemantauan oksigen
non-invasif (misalnya.,pasang alat
pada jari, hidung, dan dahi) dengan
mengatur alarm pada pasien berisiko
tinggi (misalnya., pasien yang
obesitas, melaporkan pernah
mengalami apnea saat tidur,
mempunyai riwayat penyakit dengan
terapi oksigen menetap, usia ekstrim)
sesuai dengan prosedur tetap yang ada
8. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
9. Perkusi torak anterior dan posterior,
dari apeks ke basis paru, kanan dan
kiri
10. Catat lokasi trakea
11. Monitor kelelahan otot-otot
diapragma dengan pergerakan
12. Parasoksikal
13. Auskultasi suara nafas, catat area
dimana terjadi penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan keberadaan suara
nafas tambahan
14. Kaji perlunya penyedotan pada jalan
nafas dengan auskultasi suara nafas
ronki di paru
15. Auskultasi suara nafas setelah
tindakan, untuk dicatat
16. Monitor nilai fungsi paru, terutama
kapasitas vital paru, volume inspirasi
maksimal, volume ekspirasi maksimal
selama 1 detik (FEVl), dan
FEVl/FVC sesuai dengan data yang
tersedia
17. Monitor hasil pemeriksaan ventilasi
mekanik, catat peningkatan tekanan
inspirasi dan penurunan volume tidal
18. Monitor peningkatan kelelahan,
kecemasan dan kekurangan udara
pada pasien
19. Catat perubahan pada saturasi 02,
volume tidal akhir C0 perubahan nilai
analisa gas darah dengan tepat
20. Monitor kemampuan batuk efektif
pasien
21. Catat onset, karakteristik, dan
lamanya batuk
22. Monitor sekresi pernafasan pasien
23. Monitor secara ketat pasien-pasien
yang berisiko tinggi mengalami
gangguan respirasi (misalnya., pasien
dengan terapi opioid, bayi baru lahir,
pasien dengan ventilasi mekanik,
pasien dengan Iuka bakar di wajah
dan dada, gangguan neuromuskular)
24. Monitor keluhan sesak nafas pasien,
termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau memperburuk
sesak nafas tersebut
25. Monitor suara serak clan perubahan
suara tersebut setiap jam pada pasien
Iuka bakar
26. Monitor suara krepitasi pada pasien
27.
Monitor hasil foto thoraks
28.
Buka jalan nafas dengan
menggunakan maneuver chin lift atau
jaw thrust, dengan tepat
29. Posisikan pasien miring ke samping,
sesuai indikasi untuk mencegah
aspirasi, lakukan teknik log roll, jika
pasien diduga mengalami cedera
Jeher
30. Berikan bantuan resusitasi jika
diperlukan
31. Berikan bantuan terapi nafas jika
diperlukan (misalnya nebulizer)
2. Ketidakseimbangan nutrisi: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen gangguan makan
kurang dari kebutuhan tubuh pasien menunjukkan hasil: 1. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
(00002) untuk mengembangkan rencana
keperawatan dengan melibatkan klien
Status Nutrisi dan orang-orang terdekatnya dengan
tepat
2. Rundingkan dengan tim dank lien
untuk mengatur target pencapaian berat
badan jika berat badan klien tidak
berada dalam rentang berat badan yang
direkomendasikan sesuai umur dan
bentuk tubuh
3. Tentukan pencapaian berat badan
harian sesuai keinginan
Indikator Dipertahankan Ditingkatkan 4. Rundingkan dengan ahli gizi dalam
a. (100401) 4 5 menentukan asupan kalori harian yang
Asupan diperlukan untuk mempertahankan
Gizi 4 5 berat badan yang sudah ditentukan
b. (100402) 4 5 5. Ajarkan dan dukung konsep nutrisi
Asupan yang baik dengan klien
makanan 6. Dorong klien untuk mendiskusikan
c. (100405) makanan yang disukai bersama dengan
Rasio ahli gizi
berat 7. Kembangkan hubungan yang
badan mendukung dengan klien
atau 8. Monitor tanda-tanda fisiologis (tanda-
tinggi tanda vital, elektrolit jika diperlukan)
badan 9. Timbang berat badan klien secara rutin
(pada hari yang sama dan setelah BAB
atau BAK)
10. Monitor intake atau asupan cairan
secara tepat
11. Monitor asupan kalori makanan harian
12. Dorong klien untuk monitor sendiri
asupan makanan harian dan menimbang
berat badan secara tepat
13. Bangun harapan terkait dengan perilaku
makan yang baik, intake makanan atau
cairan dan jumlah aktivitas fisik
14. Gunakan kontrak dalam berperilaku
dengan klien untuk mendapatkan
perolehan berat badan yang diiginkan
ataupun mempertahankan perilaku
15. Batasi makanan sesuai dengan jadwal,
makanan pembuka dan makanan ringan
16. Temani klien ke kamar mandi selama
waktu klien tidak dalam observasi
17. Monitor perilaku klien yang
berhubungan dengan pola makan,
penambahan dan kehilangan berat
badan
18. Berikan dukungan terhadap
peningkatan berat badan dan perilaku
yang meningkatkan berat badan
19. Gunakan teknik modifikasi perilaku
untuk meningkatkan perilaku yang
berkontribusi terhadap penambahan
berat badan dan batasi perilaku yang
mengurangi berat badan dengan tepat
20. Berikan konsekuensi pengulangan
ketika berespon dengan kehilangan
berat badan, perilaku mengurangi berat
badan atau kurang berat badan

Manajemen Nutrisi
1. Tentukan status gizi pasien dan
kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2. Identifikasi adanya alergi atau
intoleransi makanan yang dimiliki
pasien
3. Tentukan apa yang menjadi referensi
makanan bagi pasien
4. Instruksikan pasien mengenai
kebutuhan nutrisi
5. Bantu pasien dalam menentukan
pedoman atau piramida makanan yang
peling cocok dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi dan preferensi
6. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan gizi
7. Berikan pilihan makanan sambal
menawarkan pilihan makanan yang
lebih sehat jika diperlukan
8. Atur diet yang diperlukan
9. Ciptakan lingkungan yang optimal pada
saat mengkonsumsi makan
10. Lakukan atau bantu pasien terkait
dengan perawatan mulut sebelum
makan
11. Pastikan pasien menggunakan gigi
palsu yang pas dengan cara yang tepat
12. Berikan obat-obatan sebelum makan
13. Anjurkan pasien untuk duduk pada
posisi tegak dikuris, jika
memungkinkan
14. Pastikan makanan yang disajikan
dengan cara menarik dan pada suhu
yang paling cocok untuk dikonsumsi
15. Anjurkan keluarga untuk membawa
makanan favorit pasien sementara
berada di rumah sakit atau fasilitas
perawatan kesehatan
16. Bantu pasien membuka kemasan
makanan, memotong makanan dan
makan jika diperlukan
17. Tawarkan makanan yang ringan dan
padat gizi
18. Monitor asupan kalori dan makanan
19. Monitor kecenderungan terjadinya
penurunan atau kenaikan berat badan
20. Anjurkan pasien untuk memantau
kalori dan intake makanan
D. DISCHARGE PLANNING
Aktivitas-aktivitas:
1. Bantu pasien atau keluarga atau orang terdekat lainnya untuk mempersiapkan
kepulangan
2. Tentukan kemampuan pasien untuk pulang
3. Kolaborasi dengan dokter, pasien atau keluarga atau orang terdekat lainnya,
dan anggota tim kesehatan lainnya dalam merencanakan kelanjutan
perawatan kesehatan
4. Koordinasikan upaya dari berbagai penyedia layanan kesehatan untuk
memastikan kepulangan tepat waktu
5. Identifikasi pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan pasien dan
caregiver utama setelah kepulangan
6. Identifikasi kebutuhan pasien mengenai pendidikan kesehatan untuk
perawatan setelah kepulangan
7. Pantau kesiapan untuk pulang
8. Komunikasikan rencana pemulangan pasien, dengan tepat
9. Dokumentasikan rencana pemulangan pasien di dalam catatan keperawatan
10. Rumuskan rencana perawatan pemeliharaan untuk tindak lanjut setelah
kepulangan
11. Bantu pasien atau keluarga atau orang lain terdekat lain yang terkait dengan
perencanaan lingkungan yang mendukung perawatan pasien paska perawatan
di rumah sakit
12. Kembangkan perencanaan yang mempertimbangkan perawatan kesehatan,
sosial, dan kebutuhan finansial pasien
13. Susun rencana evaluasi setelah kepulangan, dengan tepat
14. Motivasi pasien untuk melakukan perawatan diri, yang tepat
15. Atur peralihan pasien ke tingkat perawatan berikutnya
16. Atur pemberian dukungan kepada caregiver, dengan tepat
17. Diskusikan sumber daya finansial jika perawatan kesehatan diperlukan
setelah kepulangan
18. Koordinasikan rujukan yang relevan kepada penyedia layanan kesehatan
(Gloria dkk, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society Internet. 2014. Lung Cancer Prevention and Early
Detection. [ Di akses pada tanggal 9 Oktober 2018
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/ac
pc039558 ]

Amin, Z. 2006. Kanker Paru dalam : Sudoyo, A.W. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit FK UI.

Amin, Z. 2014. Kanker Paru. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 6th
ed. Jakarta: FKUI.

Atiyeh, H., Abdol H. P., & Reza, R. 2013. Mass Detection in Lung CT Images
Using Region Growing Segmentation and Decision Making Based on
Fuzzy Inference System and Artificial Neural Network. I.J. Image,
Graphics and Signal Processing.

Baehaqi, R. 2012. Hubungan Antara Jumlah Leukosit dan Skor Karnofsky pada
Pasien Kanker Paru. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Brashers & Valentina, L. 2008. Clinical Applications of Pathophysiology:


Assessment, Diagnostic Reasoning and Management, 2nd Ed. (Aplikasi
Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen, Ed.2). Penerjemah: dr.
H. Y. Kuncara. Jakarta: EGC.

Corwin & Elizabeth, J. 2009. Handbook of Pathophysiology, 3rd Ed. (Buku Saku
Patofisiologi, Ed.3). Penerjemah: Nike Budhi Subekti. Jakarta: Kedokteran
EGC.

Foroulis, C. N. 2013. Zarogoulidis P, Darwiche K, Katsikogiannis N,


Machairiotis N, Karapantzos I, et al. Superior sulcus (Pancoast) tumors:
Current evidence on diagnosis and radical treatment. J Thorac Dis.

Ganong, W.F. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20 Alih Bahasa
dr.H.M. Djauhari Widjajakusumah. Jakarta: EGC.

Gloria, M.B., Howard, K.B., Joanne, M.D., & Cheryl, M.W. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam edisi Bahasa Indonesia.
Mosby: Inc., an affiliate of Elsevier Inc.

Hadi, P. 1999. Deteksi Dini Tumor Ganas dalam Upaya Penanggulangan


Kanker. Prosiding: Seminar Nasional. Yogyakarta: Rumah Sakit Bethesda.
Heather, T.H., & Sugemi, K. 2017. Nanda International Nursing Diagnoses:
Definitions and Classification 2018-2020 Eleventh Edition. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Irman, S. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Klamerus., Justin F., Julie R. B., & David S.E. 2012. Patients’ Guide to Lung
Cancer (Buku Panduan untuk Penderita Kanker Paru). Penerjemah: dr.
Melviawati. Jakarta: Indeks.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Pedoman Nasional


Pelayanan Kedokteran Kanker Paru. Jakarta: Komite Penanggulangan
Kanker Nasional.

Niluh, G.Y.A., & Christantie, E. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien


dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.

Saladin, K. 2003. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function, 3 rd.
USA: The Mc-Graw-Hill Companies.

Stoppler, M. C. 2010.Lung Cancer.

Sue, M., Marion, J., Meridean, L.M., & Elizabeth, S. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edition. Mosby: Inc., an affiliate of Elsevier Inc.

Tim CancerHelps. 2010. Stop Kanker. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Waspirin. 2007. Teknik Pemeriksaan CT-Scan Thorax Pada Kasus Kanker Paru:
Makalah Seminar Persatuan Ahli Radiografi Indonesia. Denpasar.

Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Jakarta:


EGC.

Yoder, L. H. 2006. An overview of lung cancer symptoms, pathophysiology,


and treatment. Cancer Caring Conqu. 15(4):231–5.

Anda mungkin juga menyukai