Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL

PENGARUH FISIK RUMAH TANGGA TERHADAP KEJADIAN


ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS JANAPRIA

OLEH:

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan milenium yang dicanangkan oleh


masyarakat dunia atau yang sering disebut dengan Millenium Development
Goals (MDGs) adalah menurunkan angka kematian anak usia di bawah lima
tahun pada rentang waktu antara 1990-2015. Kemudian ditegaskan kembali
bahwa tujuan dari MDGs yang belum tercapai secara merata khususnya di
negara berkembang yang termasuk Indonesia adalah menurunkan sepertiga
kematian oleh Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). ISPA merupakan
salah satu penyebab kematian tersering pada anak di Negara berkembang.
ISPA menyebabkan empat juta dari 15 juta perkiraan kernatian pada anak
berusia di bawah lima tahun pada setiap tahun. Sebanyak dua pertiga
kematian tersebut adalah bayi muda (usia kurang dari dua bulan) (WHO,
2012).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah
kesehatan yang ada di negara maju dan berkembang. Hal ini karena tingginya
angka kesakitan dan kematian akibat ISPA pada balita. Menurut laporan
WHO, angka kesakitan akibat infeksi saluran pernafasan akut mencapai 8,2%
(Suryani dkk, 2015).
Angka kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi di negara
ASEAN. Penyebab angka kesakitan dan angka kematian anak terbanyak saat
ini masih diakibatkan oleh pneumonia (ISPA) dan diare. Kematian akibat
ISPA pada anak khususnya balita, terutama disebabkan oleh pneumonia. Di
indonesia, angka kejadian pneumonia pada balita sekitar 10-20% per tahun
dan angka kematian pneumonia pada balita di Indonesia adalah 6 per 1000
balita. Ini berarti dari setiap 1000 balita, setiap tahun ada 6 orang diantaranya
yang meninggal akibat pneumonia sebelum ulang tahunnya yang ke-5. Jika
dihitung, jumlah balita yang meninggal akibat pneumonia di Indonesia dapat
mencapai 150.000 orang per tahun, 12.500 per bulan, 416 per hari, 17 orang
3

perjam atau 1 orang balita tiap menit. Usia yang rawan adalah usia bayi
(dibawah 1 tahun), karena sekitar 60-80% kematian pneumonia terjadi pada
bayi (Maryunani, 2013).
Lima Provinsi dengan ISPA tertinggi yaitu, Nusa Tenggara Timur
(NTT) (41,7%), Papua (31,1 %), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (NTB)
(28,3%), dan Jawa Timur (28,3 %). Berdasarkan Riskesdas tahun 2013
karakteristik penduduk dengan ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-
4 tahun (25,8%). Sedangkan menurut SIRS 2013 persentase pasien anak
balita rawat inap berjenis kelamin laki-laki sebesar 54,18% (5.983 jiwa) dan
berjenis kelamin perempuan sebesar 45,82% (5.060 jiwa), tidak jauh berbeda
dengan pasien anak balita rawat jalan berjenis kelamin laki-laki sebesar
51,89% (44.702 jiwa) dan berjenis kelain perempuan sebesar 48,11% (41.448
jiwa). Menurut pelayanan di Rumah Sakit per provinsi di Indonesia tahun
2013 yaitu provinsi NTB jumlah pasien balita yang menjalani rawat inap
yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 67 jiwa dan berjenis kelamin
perempuan sebesar 61 jiwa. Sedangkan pasien balita yang menjalani rawat
jalan yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 1.060 jiwa dan berjenis kelamin
perempuan sebesar 862 jiwa (Datin Kemenkes RI, 2015).
Angka kesakitan pada penduduk berasal dari community based data
yang diperoleh melalui pengamatan terutama yang diperoleh dari fasilitas
pelayanan kesehatan melalui pencatatan dan pelaporan rutin dan insidentil.
Kasus penyakit yang paling banyak diderita masyarakat di Provinsi NTB
berdasarkan Laporan Bulanan (LB1) kesakitan di puskesmas dan jaringannya
yaitu penyakit ISPA yang merupakan penyakit urutan teratas dari 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas Provinsi NTB pada tahun 2014 dan 2015 dengan
jumlah kasus sebesar 224.542 pada tahun 2014 dan 267.264 pada tahun 2015
(Profil Kesehatan NTB, 2015).
Tabel 1.1 Laporan Program Pengendalian ISPA Provinsi NTB Tahun 2013-2015

Tahun
Jumlah Balita 2013 2014 2015
No Kabupaten Batuk Batuk Batuk
Pneumonia Pneumonia Pneumonia
2013 2014 2015 Pneumonia Bukan Pneumonia Bukan Pneumonia Bukan
Berat Berat Berat
Pneumonia Pneumonia Pneumonia
1 Mataram 40.338 42.614 45.023 3.756 95 38.007 3.510 53 30.357 3.718 64 30.873
(K)
2 Lombok 63.549 63.717 65.483 5.365 290 35.484 5.390 884 38.076 5.329 294 41.399
Barat
3 Lombok 85.931 86.021 86.021 3.914 154 29.429 2.449 114 22.116 3.103 104 27.505
Tengah
4 Lombok 114.109 116.403 116.403 5.679 503 73.331 6.631 697 62.462 6.901 1.145 80.943
Timur
5 Sumbawa 11.611 12.012 12.400 551 16 4.420 411 19 4.274 293 32 3.761
Barat
6 Sumbawa 42.768 43.991 43.991 1.849 67 20.242 624 67 11.537 999 27 16.149
7 Dompu 21.748 21.948 22.822 301 41 7.371 569 110 5.672 618 30 6.586
8 Bima (K) 45.289 45.627 45.626 1.091 25 16.241 996 46 15.758 1.119 37 14.034
9 Kota 14.244 14.244 14.630 523 13 8.588 386 18 8.412 179 22 9.172
Bima
10 Lombok 21.072 21.552 21.551 1.343 230 14.724 1.143 61 18.071 832 26 14.302
Utara
Jumlah 460.659 468.129 263.645 24.372 1.434 247.837 22.109 2.069 216.735 23.091 1.781 244.724
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi NTB Tahun 2013-2015
Salah satu penyebab ISPA pada balita yaitu sanitasi rumah yang tidak
sehat (Supraptini, 2008). Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) tahun 20010, di Indonesia rumah sehat dibagi menjadi tiga
kategori yaitu kategori baik, kategori sedang dan kategori kurang. Persentase
rumah sehat di Indonesia kategori baik mencapai 35,3%, kategori sedang
39,8% dan kategori kurang 24,9%. Target rumah sehat di Indonesia sebesar
80%, dari kategori rumah sehat di atas tidak ada yang memenuhi target,
sehingga rumah sehat di Indonesia belum tercapai (Depkes RI, 2010).
Perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, bahwa
kontruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis penyakit. Sanitasi
rumah dan lingkungan erat kaitannya dengan angka kejadian penyakit
menular, terutama ISPA (Taylor, 2002). Beberapa hal yang dapat
mempengaruhi kejadian penyakit ISPA pada balita adalah kondisi fisik
rumah, kebersihan rumah, kepadatan penghuni dan pencemaran udara dalam
rumah (Iswarini dan Wahyu, 2009). Selain itu juga faktor kepadatan
penghuni, ventilasi, suhu dan pencahayaan (Ambarwati dan Dina, 2011).
Menurut Notoatmodjo (2013), rumah yang luas ventilasinya tidak
memenuhi syarat kesehatan akan mempengaruhi kesehatan penghuni rumah,
hal ini disebabkan karena proses pertukaran aliran udara dari luar ke dalam
rumah tidak lancar, sehingga bakteri penyebab penyakit ISPA yang ada di
dalam rumah tidak dapat keluar. Ventilasi juga menyebabkan peningkatan
kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit,
oleh karena itu kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang
baik untuk perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit ISPA.
Menurut Ranuh (2007), rumah yang jendelanya tidak memenuhi
persyaratan menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung dengan
baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat terkumpul dalam rumah,
bayi dan anak yang sering menghisap asap tersebut di dalam rumah lebih
mudah terserang ISPA. Rumah yang lembab dan basah karena banyak air
yang terserap di dinding tembok dan cahaya matahari pagi yang sulit masuk
dalam rumah juga memudahkan anak-anak terserang ISPA. Berdasarkan hasil
3

penelitian Yusup dan Sulistyorini (2010), diketahui bahwa ada hubungan


yang bermakna antara ventilasi, pencahayaan dan kepadatan penghuni dengan
kejadian ISPA pada balita.
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu
faktor lingkungan (pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah dan
kepadatan hunian rumah) , faktor individu anak (umur anak, berat badan
lahir, status gizi, vitamin A, dan status imunisasi) dan faktor perilaku. Faktor
lingkungan yang beresiko terjadinya ISPA seperti pencemaran udara dalam
rumah, ventilasi rumah dan kepadatan hunian rumah (Maryunani, 2013).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bee dkk (2014)
di Kepulauan Talaud tahun 2014 menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada anak balita dengan luas ventilasi
paling banyak dominan tidak memenuhi syarat rumah sehat sebanyak 52
(52,%), ada hubungan antara pencahayaan rumah dengan kejadian ISPA pada
anak balita dengan pencahayaan rumah paling banyak dominan tidak
memenuhi syarat rumah sehat sebanyak 54 (54,%), ada hubungan antara
lantai rumah dengan kejadian ISPA pada anak balita dengan lantai rumah
paling banyak dominan tidak memenuhi syarat rumah sehat sebanyak 53
(53,%) (Bee dkk, 2014).
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti
Pengaruh Fisik Rumah Tangga Terhadap Kejadian ISPA pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Janapria.

1.2 Perumusan Masalah


Ditinjau dari segi ilmu kesehatan lingkungan, penyakit terjadi karena
adanya interaksi antara manusia dengan lingkungannya (Soemirat, 2011).
Lingkungan perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya
ISPA. Sanitasi rumah secara fisik yang memiliki hubungan dengan kejadian
ISPA pada balita meliputi kepadatan penghuni, ventilasi, dan penerangan
alami. Hubungan antara penyakit dengan tempat menunjukan adanya faktor
yang mempunyai arti yang penting sebagai penyebab timbulnya penyakit
Notoatmodjo (2013).
4

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin mengetahui apakah


keadaan fisik rumah tangga berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita
di Wilayah Kerja Puskesmas janapria.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Pengaruh Fisik Rumah Tangga Terhadap Kejadian ISPA pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Janapria.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi Keadaan fisik rumah Tangga (perilaku merokok dalam
rumah, jenis bahan bakar memasak, penggunaan obat nyamuk, ventilasi,
suhu ruangan, kelembaban ruangan, jenis lantai, jenis dinding dan
kepadatan hunian rumah) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Janapria.
2. Mengidentifikasi kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Janapria.
3. Mengidentifikasi pengaruh fisik rumah tangga (asap rokok, jenis bahan
bakar memasak, penggunaan obat nyamuk, ventilasi, suhu dan
kelembaban ruangan, jenis lantai, jenis dinding dan kepadatan hunian
rumah) terhadap kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Janapria.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat teoritis (akademis)
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan tentang konsep ISPA
(Infeksi Saluran Pernafasan Akut) terutama tentang pengaruh fisik rumah
tangga terhadap kejadian ISPA pada balita.
5

1.4.2 Manfaat praktis (aplikatif)


1. Dinas Kesehatan
Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu
memberikan informasi dan masukan sebagai bahan dalam menentukan
kebijakan yang akan dilakukan dalam hal pencegahan dan penanggulangan
ISPA.
2. Puskesmas
Dapat memberikan masukan dan informasi pada pengelola program untuk
melakukan pemeriksaan rumah secara berkala dan dapat memberikan
penyuluhan tentang rumah sehat serta hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi acuan dari pelayanan kesehatan khususnya puskesmas untuk tetap
memperhatikan dan melakukan penyuluhan demi terciptanya kesehatan
lingkungan di masyarakat sehingga menambah wawasan pengetahuan
keluarga dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan kepustakaan dan
menambah informasi kepada mahasiswa STIKES YARSI Mataram yang
berhubungan dengan pengaruh fisik rumah tangga terhadap kejadian
ISPA.
4. Masyarakat
Memberikan gambaran kepada masyarakat tentang pentingnya kesehatan
lingkungan dan rumah dalam rangka penurunan angka kejadian ISPA.
5. Metodelogis
Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat melakukan penelitian lebih
lanjut pada variabel lain yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada
balita seperti faktor individu anak (umur anak, berat badan lahir, status
gizi, vitamin A, dan status imunisasi) dan faktor perilaku (pencegahan dan
penanggulangan ISPA di keluarga).
6. Peneliti
Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan wawasan peneliti tentang keadaan fisik rumah yang dapat
mempengaruhi kejadian ISPA sehingga dapat diupayakan kegiatan
6

promosi kesehatan dan memberikan konseling bagi masyarakat mengenai


bahaya ISPA.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fisik rumah
tangga terhadap kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Janapria. Adapun variabel yang akan diteliti yaitu variabel independennya
adalah pengaruh fisik rumah tangga (perilaku merokok dalam rumah, jenis
bahan bakar memasak, penggunaan obat anti nyamuk, ventilasi rumah, suhu
ruangan, kelembabaan udara rumah, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan
hunian rumah) dan variabel dependennya adalah kejadian ISPA pada anak
balita. Penelitian ini menggunakan desain penelitian “Pre Experiment”
dengan rancangan one group pre post test design menggunakan pendekatan
kuantitatif. Adapun penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
janapria.

1.6 Keaslian Penelitian

Nama Judul dan Sampel Metode Hasil Penelitian Persamaan


dan Tempat Penelitian dan Perbedaan
Tahun
Peneliti
an
Suryan Hubungan Jumlah Jenis Hasil penelitian Persamaan :
i dkk, Lingkunga sampel penelitian menunjukkan - Variabel independen.
2013 n Fisik 106 ibu adalah ada hubungan Variabel independen.
dan yang studi yang lemah persamaan penelitian ini
Tindakan mempu analitik antara ventilasi dengan penelitian yang
Penduduk nyai dengan (p=0.000, akan saya lakukan adalah
dengan balita. desain Cc=0.359), sama-sama menggunakan
Kejadian cross pencahayaan variabel independen yaitu
ISPA pada sectional. alami (p=0.001, lingkungan fisik rumah.
Balita di Analisis Cc=0.311),
Wilayah data kepadatan Perbedaan :
Kerja mengguna hunian - Variabel independen pada
Puskesmas kan uji chi (p=0.000, penelitian Suryani Irma
Lubuk square Cc=0.381), mengandung dua variabel
Buaya. dengan kebiasaan bebas yaitu selain
p<0.05 merokok di lingkungan fisik rumah
dan dalam rumah yang memiliki kesamaan
0.0<Cc<1. (p=0.002, dengan penelitian yang
00. Cc=0.302), akan dilakukan sekarang
kebiasaan buka maka, dalam penelitian
jendela Suryani dkk (2013)
7

(p=0.001, ditambah dengan Tindakan


Cc=0.333) dan Penduduk.
penggunaan - Metode penelitian.
bahan bakar Perbedaan penelitian ini
rumah tangga dengan penelitian yang
(p=0.027, akan saya lakukan adalah
Cc=0.210) jenis penelitian ini adalah
dengan kejadian penelitian observasional
ISPA pada analitik dengan rancangan
balita, penelitian cross sectional
sedangkan sedangkan penelitian yang
kelembaban akan saya lakukan adalah
rumah tidak ada menggunakan desain
hubungan penelitian “Pre
dengan kejadian Experiment” dengan
ISPA pada rancangan one group pre
balita. post test design.
- Waktu dan tempat
penelitian. Tempat
penelitian ini adalah di
wilayah kerja Puskesmas
Lubuk Buaya yakni
kelurahan Lubuk Buaya,
kelurahan Bungo Pasang,
kelurahan Pasia Nan Tigo,
kelurahan Ganting Batang
Kabung, kelurahan
Parupuk Tabing dan
kelurahan Dadok Tunggul
Hitam Tahun 2013
sedangkan penelitian
sekarang di Wilayah Kerja
Puskesmas Selaparang
Kelurahan Rembiga Desa
Gegutu Timur Tahun 2017
- Jumlah sampel. Jumlah
sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
106 balita dan tehnik
sampling yang digunakan
adalah simple random
sampling sedangkan
jumlah sampel yang akan
diajukan pada penelitian
sekarang adalah 30 balita
dengan tehnik sampling
purposive sampling.
- Metode penelitian. Metode
yang akan dilakukan pada
penelitian sekarang adalah
“Pre Experiment” dengan
rancangan one group pre
post test design.
8

Supit Hubungan Respon Jenis Hasil penelitian Persamaan :


dkk, Antara den penelitian menunjukkan - Variabel independen.
2016 Lingkunga sebany ini adalah bahwa Ada persamaan penelitian ini
n Fisik ak 155 penelitian hubungan antara dengan penelitian yang
Rumah balita Observasi suhu dengan akan saya lakukan adalah
Dengan onal kejadian sama-sama
Kejadian analitik penyakit ISPA menggunakan variabel
Penyakit dengan (p = 0,000; r = independen yaitu
Infeksi rancangan 0,736,) ada lingkungan fisik rumah
Saluran cross hubungan antara dan tehnik sampling
Pernafasan sectional kelembaban yang digunakan adalah
Akut Pada (studi dengan kejadian purposive sampling.
Balita Di potong penyakit ISPA
Desa lintang). (p = 0,000; r = Perbedaan :
Talawaan Uji 0,286), tidak ada - Metode penelitian.
Atas Dan statistik hubungan antara Perbedaan penelitian ini
Desa yang kepadatan dengan penelitian yang
Kima Bajo digunakan hunian dengan akan saya lakukan adalah
Kecamata adalah kejadian jenis penelitian ini adalah
n Wori korelasi penyakit ISPA. penelitian observasional
Kabupaten Spearman analitik dengan rancangan
Minahasa (α= 0,05; penelitian cross sectional
Utara. CI 95%). sedangkan penelitian yang
akan saya lakukan adalah
menggunakan desain
penelitian “Pre
Experiment” dengan
rancangan one group pre
post test design.
- Waktu dan tempat
penelitian.
Tempat penelitian ini
adalah di Desa Talawaan
Atas dan Desa Kima Bajo
Kecamatan Wori
Kabupaten Minahasa
Utara tahun 2016
sedangkan tempat
penelitian yang akan saya
lakukan adalah di wilayah
kerja Puskesmas
Selaparang Kelurahan
Rembiga Desa Gegutu
Timur Tahun 2017
- Jumlah sampel. Jumlah
sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
168 balita sedangkan
jumlah sampel yang akan
9

diajukan pada penelitian


yang akan dilakukan
sekarang adalah 30 balita.
Metode penelitian. Metode
yang akan dilakukan pada
penelitian sekarang adalah
“Pre Experiment” dengan
rancangan one group pre
post test design.

Anda mungkin juga menyukai