Anda di halaman 1dari 8

Nama : Retno Prasetia Program Studi : Pendidikan Kimia

NIM : 0905025037 Kelas : Reguler Pagi

TEORI BELAJAR REVOLUSI-SOSIOKULTURAL DAN


PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

A. Latar Belakang

Belajar merupakan suatu proses yang kompleks ditandai dengan


adanya perubahan tingkah laku, bersifat relatif permanen dan prosesnya
ditandai dengan adanya interaksi dengan lingkungan sekitar pebelajar baik
lingkungan alam maupun sosial budayanya. Berkaitan dengan hasil dari
belajar yang dialami ada teori belajar yang sering diterapkan dalam dunia
pendidikan yaitu teori belajar behavioristik walaupun ada juga yang telah
mengaplikasikan berbagai teori belajar yang ada. Bila hanya menggunakan
paradigma behavioristik maka akan terbentuk pebelajar yang hanya
menjunjung tinggi kekerasan.

Pengetahuan dari waktu ke waktu selalu mengalami perkembangan,


begitu dengan pendidikan. Manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai
sumber antara lain pengalaman pribadi, pendapat ahli, tradisi, intuisi,
penalaran dan keyakinan benar salah. Dari penjelasan ini jelas pengetahuan
merupakan segala sesuatu yang ditangkap oleh manusia mengenai obyek
sebagai hasil dari proses mengetahui baik melaui indra maupun akal.
Perkembangan pengetahuan sejalan dengan perkembangan berbagai
teori belajar, karena pengetahuan salah satunya diperoleh dengan belajar,
sehingga tidak mustahil bermunculan teori-teori belajar antara lain teori
belajar koneksionalisme, kondisioning, behaviorisme dan laian-lain, yang
masing-masing teori mempunyai kelemahan dan kelebihan.

Mencermati berbagai teori-teori belajar dengan segala kelebihan dan


kekurangannya, Vygotsky seorang psikolog berpandangan bahwa anak
membangun sendiri pengetahuan dan pemahamannya, dan tidak secara pasif
menerima pengetahuan yang diberikan kepadanya (Vygotsky dalam
Mukminan; 35). Pendapat tersebut hampir sama dengan Pieget yang
menyatakan bahwa pembentukan pengetahuan itu terjadi melalui interaksi
anak dengan obyek fisik secara langsung dan anak melakukan sendiri. Kedua
hal inilah yang kemudian mendasari munculnya teori kontruktivisme.

B. Pentingnya Teori Belajar Revolusi Sosiokultural

Belajar merupakan suatu proses yang komplek yang terjadi pada diri
setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya
interaksi antara seseorang dengan lingkungannya, baik lingkungan alam
maupun sosial budayanya. Dalam proses belajar bila kita hanya mengandalkan
paradigma behavioristik maka kita akan mencetak orang-orang yang
mengagungkan kekerasan dan mengadalkan keseragaman, tapi tidak
menghargai adanya perbedaan. Hal ini terjadi karena siswa harus
mempersiapkan diri memasuki era demokrasi yang sebenarnya adalah era
yang ditandai dengan keragaman perilaku, adanya penghargaan terhadap
saesuatu yang bebedasehingga perlu adanya perubahan dibidang pendidikan
dan pembelajaran dengan teori belajar sosiokultural.

Ada 2 tokoh yang mendasari teori belajar revolusi sosiokultural:

1. Piagetian
Teori belajar yang akan berkembang menjadi aliran konstruktivis
personal. Menurut Piagetian belajar ditentukan karena adanya karsa
individu artinya pengetahiuan berasal dari individu. Siswa berdiri terpisah
dan berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu interaksi antara siswa
dengan tenman sebayanya dibanding dengan orang-orang yang lebih
dewasa. Lingkungan sosial dalam hal ini merupakan lingkungan sekunder,
penentu utama terjadinya belajar adalah individu yang bersangkutan.
Pendapat ini merupakan pendapat yang kontra produktif pada kegiatan
pembelajaran jika dilihat darin perspektif revolusi sosiokultural saat ini.

Menurut Piagietian penataan kondisi tidak menjadi penyebab belajar


sesuai yang diungkapkan oleh aliran behavirisme, tapi merupakan sekedar
memudahkan belajar. Keaktifan siswa penentukesuksesan belajar.
Aktivitas mandiri jaminan untuk mencapai hasil belajar yang optimal.
Perkembangan kognitif merupakan proses genetik artinya prosesnya
didasarkan atas mekanisme biologi yang diikuti oleh proses adaptasi
biologis dengan lingkungannya dalam proses mencari keseimbangan atau
ekuilibrasi yang membutuhkan proses adaptasi. Ada 2 macam proses
adaptasi yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yaitu siswa
mengintegrasikan pengetahuan baru dari luar ke dalam struktur kognitif
yang telah ada di dalam dirinya. Sedangkan akomodasi adalah sisw
memodifikasi struktur kognitif yang telah ada dengan pengetahuan baru
yang diperolehnya.

2. Vygotsky

Menurut Vygotsky jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar


sosial budaya dan sejarahnya artinya untuk menelusuri asal usul
jalanpikiran seseorang dengan cara menelusuri asal usul tindakan sadarnya
dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang digunakan) yang dilatari
oleh sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi mental berasal dari
kehidupan sosial atau kelompoknya, bukan dari individu itu sendiri.
Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran
pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak
memperoleh berbagai pengetahuan dan ketrampilan melalui interakso
sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun keluarganya secara aktif.
Perolehan pengetahuan dan perkembangna kognitif sesuai dengan teori
sosiogenesis yaitu kesadaran berinteraksi dengan lingkungan dimensi
sosial yang bersifat primer dan demensi individual bersifat derivatif atau
turunan dan sekunder, sehingga teori belajar Vygotsky disebut dengan
pendekatan Co-Konstruktivisme artinya perkembangan kognitif seseorang
disamping ditentukan olehindividu sendiri secara aktif, juga ditentukan
oleh lingkungan sosial yang aktif pula. Ada 4 konsep pensting dalam teori
sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif sesuai dengan
revolusi sosiokoltural dalam teori belajar dan pembelajaran yaitu genetic
law of development, zona of proximal development dan mediasi

C. Implikasi dan Aplikasi teori revolusi sosiokultural

1. Implikasi teori cultural dalam pembelajaran

Implikasi teori cultural dalam proses belajar mengajar menurut


Mukminan dkk(1998; 42) sebagai berikut :

a. Makna belajar

Implikasi teori revolusi sosiokultural dalam proses


pembelajaran karakteristiknya sebagai berikut :

1) Belajar merupakan proses pembentukan makan.


2) Belajar bukanlah proses mengumpulkan informasi, melainkan
proses pengembangan pemahaman atau pemikiran dengan
membuat pemahaman baru.
3) Proses belajar terjadi pada saat terjadi ketidakseimbangan
struktur kognitif pada diri seseorang.
b. Implikasinya di dalam kelas:
1) Proses kontruksi pengetahuan berlangsung dalam diri individu.
2) Proses belajar harus diciptakan secara autentik dan alami dalam
kontek sosio cultural
3) Guru mendorong dan menerima otonomi serta inisiatif anak.
4) Guru dalam menyusun tugas mrnggunakan terminologi kognitif
yang merangsang dan mendorong proses berpikir tingkat tinggi.
5) Guru memberi kesempatan pada anak didik untuk memberi
respon terhadap proses pembelajaran ,untuk meningkatkan proses
pembelajaran merubah strategi dan isi pembelajaran.
6) Memberikan kegiatan yang menumbuhkan rasa ingin tahu siswa
dan membantu mereka untuk mengekspresikan ide-idenya dan
mengkomunikasikannya pada orang lain.
7) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid
bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan belajar.Guru
memahami proses pemahaman konsep anak terlebih dahulu
sebelum menyampaikan pemikiran konsep tersebut.
8) Guru mendorong terjadinya proses dialog baik dengan guru,
sendiri maupun sesame teman.
9) Guru mendorong untuk melakukan inquiri dengan mengajukan
pertanyaan terbuka, menantang, dan mendorong mereka untuk
saling mengajukan pertanyaan diantara teman.
10) Guru memahami elaborasi respon awal anak.
11) Guru memberikan anak pengalaman belajar yang mendorong
munculnya kontradiksi pemikiran dan mendorongya untuk
melakukan diskusi.
12) Guru memberikan kesempatan atau waktu pada anak untuk
berpikir setelah diberi pertanyaan.
13) Guru memberi waktu pada anak untuk membangun keterkaitan
atau hubungan dan mencipta metaphor.
14) Guru memelihara keingintahuan yang alami dari anak melalui
penggunaan learning cycle model .
15) Memonitor dan mengevaluasi proses berpikir siswa, dan
memberikan umpan balik sehingga proses pembentukan makna
berjalan secara sistematik.

2. Aplikasi teori cultural dalam pendidikan.

Penerapan teori cultural dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis


pendidikan yaitu:

a. Pendidikan informal (keluarga)

Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana


anak pertama kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan,
sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu perkembangan
prilaku masing-masing anak akan berbeda manakala berasal dari
keluarga yang berbeda, karena factor yang mempengaruhi
perkembangan anak dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat
pendidikan orang tua, factor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam
keluarga dan sebagainya.

Pendidikan dalam keluarga sangat berpengaruh sekali dalam


perkembangan anak, karena kehidupan anak lebih banyak dalam
lingkungan keluarga. Anak mempelajari tradisi yang berlaku dalam
keluarganya yang diwariskan oleh kedua orang tuanya. Meskipun
begitu kadang-kadang lingkungan di luar keluarga lebih besar
pengaruhnya. Jelaslah dalam keluarga anak belajar sosio cultural
dalam keluarga.

b. Pendidikan nonformal.
Penddidikan nonformal yang berbasis budaya banyak
bermunculan untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan
perilaku pada anak , misalnya kursus membatik, kursus menjahit,
sanggar tari tradisi, dan banyak lagi. Pendidikan ini diberikan untuk
membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang dilingkungan social
masyarakatnya.

c. Pendidikan formal.

Aplikasi teori cultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari


beberapa segi antara lain:

1) Kurikulum.

Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan


kurikulum pendidikan sesuai Peraturan Menteri nomor 24 tahun
2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri nomor 23
tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri
nomor 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi
dasar, jelas bahwa pendidikan di Indonesia memberikan
pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak untuk
mempelajari sosio cultural masyarakat Indonesia maupun
masyarakat internasional melalui beberapa mata pelajaran yang
telah ditetapkan. Beberapa mata pelajaran diantaranya: pendidikan
kewarganegaraan, pengetahuan social, muatan local, kesenian, dan
olah raga. Hal itu tercermin dalam standar kompetensi dan
kompetensi dasar dari masung-masing mata pelajaran yang telah
ditetapkan

2) Siswa

Dalam pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran


secara langsung ataupun memelui rekaman. Oleh sebab itu
pengetahuan, ketrampilan , nilai dan sikap bukan sesuatu yang
verbal tetapi anak mengalami pembelajaran secara langsung. Selain
itu pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk berkembang
sesuai bakat, minat, dan lingkungannya pencapaiannya sesuai
standar kompetensi yang telah ditetapkan.

3) Guru

Guru bukanlah nara sumber segala-galanya, tetapi dalam


pembelajaran lebih berperanan sebagai fasilitator, mediator,
motivator, evaluator,desainer pembelajaran dan tutor. Masih
banyak peran yang lain, oleh karenanya dalam pembelajaran ini
peran aktif siswa sangat diharapkan, sedangkan guru membantu
perilaku siswa yang belum muncul secara mandiri dalam bentuk
pengayaan, remedial pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai