Anda di halaman 1dari 11

Wangi Kritalini

 Beranda

Minggu, 26 Januari 2014


Laporan Titrasi Pengendapan - Argentometri

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam
yang tidak mudah larut antara titran dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini
adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan
pada analit, tidak adanya interferensi yang mengganggu titrasi, dan titik akhir titrasi yang
mudah diamati.
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi
pengendapan antara ion halida ( Cl-, I-, Br- ) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya
disebut sebagai argentometri, yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida dengan
menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO3.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara
titrant dan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana
ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak
mudah larut.

1.2 TUJUAN PERCOBAAN


1. Penetapan konsentrasi larutan AgNO3 dengan larutan NaCl 0,1N.
2. Penetapan kadar Cl dalam air laut dan garam dapur dengan metode mohr.

3. Penetapan kadar Cl dalam air laut dan garam dapur dengan metode fajans.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Titrasi Pengendapan
Titrasi pengendapan adalah salah satu golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya
merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya ialah reaksi pengendapan
yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang
mengganggu serta diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi
pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi. (Khopkar, 1990)

2.2 Pengertian Argentometri


Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin argentum, yang berarti perak. Jadi
argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan
yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi
argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar
garam perak nitrat AgNO3. Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan
sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan
dapat ditentukan. (Underwood, 1992)

2.3 Cara Mohr


Pada metode ini, titrasi halide dengan AgNO3 dilakukan dengan K2CrO4. Pada titrasi ini
akan terbentuk endapan baru yang berwarna. Pada titik akhir titrasi, ion Ag+ yang berlebih
diendapkan sebagai Ag2CrO4 yang berwarna merah bata. Larutan harus bersifat netral atau
sedikit bas, tetapi tidak boleh terlalu basa sebab Ag akan diendapkan sebagai Ag(OH)2. Jika
larutan terlalu asam maka titik akhir titrasi tidak terlihat sebab konsentrasi CrO4- berkurang.
Pada kondisi yang cocok, metode mohr cukup akurat dan dapat digunakan pada
konsentrasi klorida yang rendah. Pada jenis titrasi ini, endapan indikator berwarna harus lebih
larut disbanding endapan utama yang terbentuk selama titrasi. Indikator tersebut biasanya
digunakan pada titrasi sulfat dengan BaCl2, dengan titik akhir akhir terbentuknya endapan
garam Ba yang berwarna merah. (Khopkar, 1990)

2.4 Cara Volhard


Titrasi Ag dengan NH4SCN dengan garam Fe(III) sebagai indikator adalah contoh
metode volhard, yaitu pembentukan zat berwarna didalam larutan. Selama titrasi, AgSCN
terbentuk sedangkan titik akhir tercapai bila NH4SCN yang berlebih bereaksi dengan Fe(III)
membentuk warna merah gelap [FeSCN]2+.
Pada metode volhard, untuk menentukan ion klorida suasana haruslah asam karena pada
suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 berlebih yang ditambahkan ke larutan klorida
tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag+ tersebut kemudian dititrasi balik dengan menggunakan
Fe(III) sebagai indikator. (Khopkar, 1990)

2.5 Cara Fajans


Dalam titrasi fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat
diatur agar terjadi pada titik ekuivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang
dipakai dan pH.
Indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organic yang dapat membentuk endapan
dengan ion perak. Misalnya flouresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam
larutan, flouresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFI) :
HFI  H+ + FI-
Ion FI- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah
muda.
Flouresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi
ini diketahui berdasar tiga macam perubahan, yakni (i) endapan yang semula putih menjadi
merah muda dan endapan terlihat menggumpal, (ii) larutan yang semula keruh menjadi lebih
jernih, dan (iii) larutan yang semula kuning hijau hampir tidak berwarna lagi. (Harjadi, 1990)

2.6 Penetapan Titik Akhir Dalam Reaksi Pengendapan


A. Pembentukan suatu endapan berwarna
Ini dapat diilustrasikan dengan prosedur mohr untuk penetapan klorida dan bromide. Pada
titrasi suatu larutan netral dari ion klorida dengan larutan perak nitrat, sedikit larutan kalium
kromat ditambahkan untuk berfungsi sebagai indikator. Pada titik akhir, ion kromat ini
bergabung dengan ion perak untuk membentuk perak kromat merah yang sangat sedikit
sekali dapat larut. Titrasi ini hendaknya dilakukan dalam suasana netral atau sangat sedikit
sekali basa, yakni dalam jangkauan pH 6,59. (Bassett, 1994)

B. Pembentukan suatu senyawaan berwarna yang dapat larut


Contoh prosedur ini adalah metode volhard untuk titrasi perak dengan adanya asam nitrat
bebas dengan larutan kalium atau ammonium tiosianat standar. Indikatornya adalah larutan
besi(III) ammonium sulfat. Penambahan larutan tiosianat menghasilkan mula-mula endapan
perak klorida. Kelebihan tiosianat yang paling sedikitpun akan menghasilkan pewarnaan
coklat kemerahan, disebabkan oleh terbentuknya suatu ion kompleks.
Ag+ + SCN-  AgSCN
Fe3+ + SCN-  [FeSCN]2+
Metode ini dapat diterapkan untuk penetapan klorida, bromide dan iodide dalam larutan
asam. Larutan perak nitrat standar berlebih ditambahkan dan kelebihannya dititrasi balik
dengan larutan tiosianat standar. (Bassett, 1994)
Ag+ + Cl-  AgCl
Ag+ + SCN-  AgSCN

C. Penggunaan indikator adsorpsi


Aksi dari indikator-indikator ini disebabkan oleh fakta bahwa pada titik ekuivalen,
indikator itu diadsorpsi oleh endapan dan selama proses adsorpsi terjadi suatu perubahan
dalam indikator yang menimbulkan suatu zat dengan warna berbeda, maka dinamakan
indikator adsorpsi.
Zat-zat yang digunakan adalah zat-zat warna asam, seperti warna deret flouresein
misalnya flouresein an eosin yang digunakan sebagai garam natriumnya.
Untuk titrasi klorida, boleh dipakai flouresein. Suatu larutan perak klorida dititrasi dengan
larutan perak nitrat, perak klorida yang mengendap mengadsorpsi ion-ion klorida. Ion
flouresein akan membentuk suatu kompleks dari perak yang merah jambu. (Bassett, 1994)
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 ALAT DAN BAHAN

3.1.1 Alat yang digunakan


a. Batang pengaduk
b. Botol timbang
c. Bulp
d. Buret 50 ml
e. Corong
f. Erlenmeyer 250 ml
g. Kaca arloji
h. Klem dan statif
i. Labu ukur 100 ml
j. Labu ukur 250 ml
k. Neraca analitik
l. Pipet gondok 25 ml
m. Pipet tetes
n. Pipet volume 10 ml

3.1.2 Bahan yang digunakan


a. Larutan AgNO3 0,1 N
b. Larutan NaCl 0,1 N
c. Larutan K2CrO4 5%
d. Indikator flouresein
e. Sampel garam dapur
f. Sampel air laut
g. Aquadest

3.2 PROSEDUR KERJA


A. Standarisasi larutan AgNO3 dengan menggunakan larutan NaCl 0,1 N
1. Dipipet 10 ml larutan baku NaCl 0,1 N ke dalam Erlenmeyer
2. Ditambahkan 1 ml larutan K2CrO4 5%
3. Dititrasi dengan larutan AgNO3 hingga larutan berwarna coklat
4. Dikocok hingga warna tidak hilang dan dicatat volume yang dibutuhkan
B. Penetapan kadar Cl dalam air laut (Metode Mohr)
1. Ditimbang 10 gram larutan cuplikan ke dalam botol timbang, diencerkan hingga 100 ml
dengan aquadest
2. Dipipet larutan tersebut 25 ml ke dalam Erlenmeyer
3. Ditambahkan 5 tetes indikator K2CrO4 5%
4. Dititrasi dengan larutan AgNO3 hingga larutan berwarna coklat merah yang tidak hilang
setelah dikocok
5. Dicatat volume yang dibutuhkan

C. Penetapan kadar Cl dalam garam dapur (Metode Mohr)


1. Ditimbang 0,6 gram garam dapur, dilarutkan ke dalam aquadest dan diterakan dalam labu
ukur 100 ml
2. Dipipet larutan tersebut 25 ml ke dalam Erlenmeyer
3. Ditambahkan 5 tetes indikator K2CrO4 5%
4. Dititrasi dengan larutan AgNO3 hingga larutan berwarna coklat merah yang tidak hilang
setelah dikocok
5. Dicatat volume yang dibutuhkan

D. Penetapan kadar Cl dalam air laut (Metode Fajans)


1. Ditimbang 10 gram larutan cuplikan ke dalam botol timbang, diencerkan hingga 100 ml
dengan aquadest
2. Dipipet larutan tersebut 25 ml ke dalam Erlenmeyer
3. Ditambahkan 5 tetes indikator flouresein
4. Dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah muda
5. Dicatat volume yang dibutuhkan

E. Penetapan kadar Cl dalam garam dapur (Metode Fajans)


1. Ditimbang 0,6 gram garam dapur, dilarutkan ke dalam aquadest dan diterakan dalam labu
ukur 100 ml
2. Dipipet larutan tersebut 25 ml ke dalam Erlenmeyer
3. Ditambahkan 5 tetes indikator flouresein
4. Dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah muda
5. Dicatat volume yang dibutuhkan
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 DATA PENGAMATAN


A. Standarisasi larutan AgNO3 dengan menggunakan larutan NaCl 0,1 N

Volume I II x

Larutan NaCl 10 ml 10 ml 10 ml

Larutan AgNO3 10,2 ml 10,2 ml 10,2 ml

B. Penetapan kadar Cl dalam air laut (Metode Mohr)

Volume I II x

Sampel air laut 25 ml 25 ml 25 ml

Larutan AgNO3 13,1 ml 13,1 ml 13,1 ml

C. Penetapan kadar Cl dalam garam dapur (Metode Mohr)

Volume I II x

Sampel garam 25 ml 25 ml 25 ml

Larutan AgNO3 24,1 ml 24 ml 24,05 ml

D. Penetapan kadar Cl dalam air laut (Metode Fajans)

Volume I II x

Sampel air laut 25 ml 25 ml 25 ml

Larutan AgNO3 13,6 ml 13,5 ml 13,55 ml

E. Penetapan kadar Cl dalam garam dapur (Metode Fajans)

Volume I II x

Sampel garam 25 ml 25 ml 25 ml
Larutan AgNO3 34 ml 33,8 ml 33,9 ml

4.2 PERHITUNGAN
 Pembuatan larutan standar AgNO3 0,1 N

 Standarisasi larutan AgNO3 dengan larutan NaCl 0,1 N

 Penentuan kadar Cl dalam air laut (Metode Mohr)

 Penentuan kadar Cl dalam garam dapur (Metode Mohr)

 Penentuan kadar Cl dalam air laut (Metode Fajans)

 Penentuan kadar Cl dalam garam dapur (Metode Fajans)

4.3 REAKSI
 Metode Mohr
AgNO3 + NaCl  AgCl + NaNO3
putih
2 AgNO3 + K2CrO4  Ag2CrO4 + 2KNO3
merah coklat

 Metode Fajans
AgNO3 + NaCl  AgCl + NaNO3
putih

4.4 PEMBAHASAN
Dasar teori argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara
titran dan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana
Ag+ dari titran akan bereaksi dengan Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah
larut.
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode mohr
dengan indikator K2CrO4. Penambahan indikator ini akan menjadikan warna larutan menjadi
kuning. Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen. Titik ekuivalen ditandai dengan
berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan munculnya endapan putih secara
permanen. Pada percobaan ini, larutan AgNO3 yang digunakan dibuat dengan melarutkan
8,49 gram AgNO3 dengan aquadest hingga volumenya 500 ml ke dalam labu ukur.
Konsentrasi yang didapatkan adalah 0,0980 N dengan rata-rata volume titrasi 10,2 ml.
Pada percobaan kali ini dilakukan penentuan kadar Cl dalam sampel garam dapur dan air
laut. Titrasi yang digunakan adalah argentometri dengan metode mohr dan fajans. Hal
pertama yang dilakukan adalah membuat larutan sampel. Untuk sampel garam dapur
ditimbang 0,6 gram yang dilarutkan dengan aquadest ke dalam labu ukur 100 ml. sedangkan
untuk sampel air laut ditimbang 10 gram dan dilarutkan dengan aquadest ke dalam labu ukur
100 ml.
Pada metode mohr, sampel garam dan air laut dititrasi dengan larutan AgNO3 standar dan
larutan K2CrO4 sebagai indikator. Dari larutan garam dan air laut yang telah dibuat, masing-
masing dipipet 25 ml untuk dititrasi. Pada awal penambahan, ion Cl- dari NaCl yang terdapat
dalam larutan bereaksi dengan ion Ag+ yang ditambah sehingga membentuk endapan putih
AgCl. Sedangkan larutan pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator
K2CrO4 5%. Saat terjadi titik ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat habis bereaksi dengan ion Ag+,
penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+ bereaksi dengan ion CrO42-
dari indikator membentuk endapan putih dengan warna larutan merah bata. Dari percobaan
yang dilakukan didapatkan kadar Cl sebesar 1,82 % untuk air laut, sedangkan kadar Cl pada
garam dapur sebesar 55,78 %.
Pada metode fajans, penentuan kadar Cl dalam garam dan air laut menggunakan indikator
adsorpsi yaitu indikator flouresein, dari larutan garam dapur dan air laut, masing-masing
dipipet 25 ml ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan indikator flouresein akan membuat larutan
menjadi warna kuning kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 standar dimana titik akhir
titrasi dicapai saat larutan membentuk endapan merah muda. Dari percobaan yang telah
dilakukan didapatkan kadar Cl dalam garam dapur sebesar 78,62 %, sedangkan kadar Cl
dalam air laut sebesar 1,88 %.
Dari percobaan ini, dapat dibuktikan bahwa air laut dan garam dapur mengandung ion Cl-
. Hal ini terlihat dari terbentuknya endapan putih yang menunjukkan jika ion Ag+ telah
bereaksi terlebih dahulu dengan ion Cl- membentuk AgCl.

BAB 5
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
1. Standarisai larutan AgNO3 dilakukan dengan metode mohr; larutan standar primer yang
digunakan adalah NaCl 0,1 N dan larutan K2CrO4 sebagai indikator. Konsentrasi yang
didapatkan adalah 0,0980 N.
2. Penentuan kadar Cl dalam air laut dan garam dapur dengan metode mohr menggunakan
larutan peniter AgNO3standar dan indikator K2CrO4. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan
adanya endapan merah bata. Kadar Cl dalam air laut sebesar 1,82 % dan garam dapur 55,78
%.
3. Penentuan kadar Cl dalam air laut dan garam dapur dengan metode fajans menggunakan
indikator adsorpsi yaitu indikator flouresein. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan adanya
endapan merah muda. Kadar Cl dalam air laut sebesar 1,88 % dan garam dapur 78,62 %.

DAFTAR PUSTAKA

Bassett, J. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Buku Kedokteran :
EGC. Jakarta.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta.
Day, RA. Jr dan Al Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif edisi kelima. Erlangga. Jakarta.
Diposting oleh wangi kristaLini di 21.49
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Posting Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Arsip Blog
 ▼ 2014 (6)
o ► Juni (1)
o ▼ Januari (5)
 Laporan Asidimetri - Alkalimetri
 Laporan Kecepatan Reaksi Kimia
 Laporan Titrasi Pengendapan - Argentometri
 Laporan Praktikum Reaksi RedOks
 Laporan Penentuan Kadar Vitamin C - Iodometri

Mengenai Saya

wangi kristaLini
Lihat profil lengkapku
Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai