Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang berarti putih dan haima
yang berarti darah. Jadi leukemia dapat diartikan sebagai suatu penyakit yang
disebabkan oleh sel darah putih. Proses terjadinya leukemia adalah ketika seldarah
yang bersifat kanker membelah secara tak terkontrol dan mengganggupembelahan sel
darah normal.
Di Indonesia kasus leukemia sebanyak ± 7000 kasus/tahun dengan angkakematian mencapai
83,6 % (Herningtyas, 2004). Data dari International Cancer Parent Organization
(ICPO) menunjukkan bahwa dari setiap 1 juta anak terdapat120 anak yang mengidap
kanker dan 60 % diantaranya disebabkan oleh leukemia(Sindo, 2007). Data dari WHO
menunjukkan bahwa angka kematian di AmerikaSerikat karena leukemia meningkat 2
kali lipat sejak tahun 1971 (Katrin, 1997).Di Amerika Serikat setiap 4 menitnya
seseorang terdiagnosa menderita leukemia.Pada akhir tahun 2009 diperkirakan 53.240
orang akan meninggal dikarenakan leukemia (TLLS, 2009).

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui klasifikasi leukemia
2. Untuk mengetahui insiden leukemia
3. Untuk mengetahui etiologi leukemia
4. Untuk mengetahui leukemia akut
5. Untuk mengetahui leukemia kronik

C. Manfaat Penulisan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan mengerti tentang patofisiologi leukemia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
A. Klasifikasi
Leukemia, mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai “darah putih”,
adalah penyakit neoplastic yang ditandai dengan diferensiasi dan properasi sel induk
hematopoitik secara malikna melakukan transfortasi yang menyebabkan penekanan dan
penggantian unsure sumsum yang normal (Greer dkk, 1999). Klasifikasi leokimia yang paling
banyak digunakan klasifikasi dari (French-American-British) klasifikasi dini morfologi dan
didasarkan pada diferensi dan matures sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang,
serta pada penelitian sitokimia (Dabich,1980;Gralnick dkk,1999). Sejak laporan awal oleh
Gralnick terdapat subklasifikasi lanjutan yang telah ditambahkan (Bennett dkk,1985).
Klasifikasi kelompok kooperatif FAB mengenal leukemia akut

LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT


L -1 Leukimia limfositik akut anak-anak populasi sel hemogen
L -2 Leukimia limfositik akut pada anak dewasa populasi sel heterogen
L -3 Leukimia jenis limfoma Burkitt: sel besar, populasi sel hemogen

LEUKIMIA MIELOBLASTIK AKUT


M-o Berdiferensiasi minimal
M-1 Diferesiasi granulositik tanpa maturasi
M-2 Diferesiasi granulositik dengan maturasi sampai stadium promielositik
M-3 Diferesiasi granulositik dengan promielosit hipergranular, dihubungkan dengan
koagulasi intravascular diseminata
M-4 Leukimia mielomonosit akut; garis sel monosit dan granulosit
M-5a Leukimia monosit akut; berdiferensiasi buruk
M-5b Leukimia monosit akut; berdiferensiasi baik
M-6 Eritroblastosis yang menonjol dengan diseritropoiesis berat
M-7 Leukimia megakariosit.

Dengan meningkatnya sitogenetika, biologi molecular dan imunologi telah


terjadi dampak yang nyata dalam membedakan sel hematopoietic normal dengan klon
malignase bagai mieloid, limfoid B, limfoid T, atau bifenotipik (mempunyai cirri khas
sel myeloid dan limfoid) (Devine, Larson, 1994; Wujcik, 2000). Analisis sitogenik
menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada
pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang
menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur, yang
termasuk translokasi, delesi, inversi, daninsersi, pada situasi ini, dua atau lebih
kromosom, mengubah bahan genetic, dengan perkembangan gen yang berubah
dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal (sandberg, 1994).
Kromosom Philadelphia (PH) merupakan contoh sitogenetik yang ditemukan pada
85% pasien leukemia myeloid kronik dan pada beberapa pasien dengan leukemia
2
limfoid atau myeloid akut. Aksiini adalah translokasi kromosom. Lebih dari 90% anak
dengan leukemia limfositik memperlihatakan mengalami satu atau lebih aberasi
kromosom. Banyak aberasi kromosom telah di intifikasi perubahan ini untuk
memperediksi perjalanan klinis, prognosis, dan pencapaian remisi atau relaps
(Sandbreg, 1994; Wujcik 2000). Gambaran ini mempunyai dampak yang hebat pada
modalitas pengobatan dan seluruh prognosis.

B. Insiden
Walau pun menyerang kedua jenis kelamin, tetapi laki-laki terserang sedikit
lebih banyak dari pada perempuan. Leukemia granulosit ikat aumielositik akut
ditemukan pada orang dewasa semua umur, dan akan meningkat setelah berumur 40
tahun. Umur rata-rata adalah 60 tahun. Leukemia limfosit ikakut lebih sering pada
anak-anak di bawah 15 tahun, puncaknya umur 2 dan 4 tahun keadaan ini juga
terdapat pada orang dewasa semua umur, leukemia granulosit ikatau mielositik kronik
paling sering paling sering di temukan pada pasien berusia pertengahan dengan umur
rata-rata 60 tahun, tetapi dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Leukemia limfositik
kronik biasanya di temukan pada individu yang lebih tua.

C. Etiologi
Walau pun penyebab dasar leukemia tidak di ketahui, predisposisi genetic
maupun factor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan. Jarang ditemukan
leukemia familial, tetapi kelihatannya terdapat insiden leukemia lebih tinggi dari
saudarakan dung anak-anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat sampai
20% pada kembar monozigot (identik). Individu dengan kelainan kromosom, seperti
sindrom Down, kelihatannya mempunyai insiden leukemia akut dua puluh kali lipat.
Factor lingkungan berupa pajanan dengan radiasi pergion dosis tinggi disertai
manisfetasi leukemia yang timbul bertahun-tahun kemudian. Zat-zat kimia (missal,
benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen antineoplastic)
dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat, khususnya agen-agen alkil.

Kemungkinan leukemia meningkat pada penderita yang diobati baik dengan


radiasi atau kemoterapi. Setiap keadaan sumsum tulang hipopastik kelihatannya
merupakan predisposisi terhadap leukemia. Pasien denhgan sindrum mielodisplastik
(gangguan sel induk dengan manifestasi adanya blas dan pansitopenia yang ditemuka
pada orang dewasa tua) sering berkembang menjadi leukemia non limfositik akut.

3
Terapi ditujukan pada eliminiasi garis sel abnormal; 65%pasien, dengan
mulainya lagi hematopoiesis normal, mencapai remisi penyakit. Pencapaian remisi
molekular lengkap dengan pembalikan semua abnormalitas situgenetik penting sekali
untuk penyembuhan atau remisi jangka panjang. Tabel 18-1 membuat agen kemoterapi
yang sering digunakan untuk mengobati keganasan hematologi. Agen kemoterapi yang
dipilih menghancurkan sel dengan berbagai mekanisme, seperti mengganggu maturasi
dan metabolisme sel. Manifestasi klinis yang sama pada pansitopenia yang menyertai
penyakit aktif timbul setelah kemoterapi. Infeksi tetap merupakan penyebab kematian
utama pada pasien dengan leukemia akut. Perawatan suportif merupakan kunci untuk
meningkatkan angka harapan hidup pasien ini. Perawatan harus mencakup perwatan
yang penuh melawan infeksi dan perdarahan. Terapi antimikroba yang agresif hars
dimualai pada tanda pertama infeksi, bersama dengan profilaksis antifomus.
Pengguaan terapi komponen darah yang bijaksana (misal, trombosit, SDM) akan
melindungi pasien dari perdarahan.

D. Leukemia Akut
Leukemia akut yang menyerang rangkaian mieloid disebut leukemia
nonlimfositik akut (NLNA), leukemia mielositikakut(LMA), atau leukemia
granulositik akut (lihat gambar berwarna 20). Neuplasma uniklonal dan berasal dari
transformasi sel progenitor hematopoietik. Sifat alami neoplastik sel yang mengalami
transformasi yang sebenarnya telah digambarkan meallui study muolekular tetapi
defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui progeni sel
(HOFFBRAND, Petit, 1993). pada semua garis sel mieloid, yang berproliferasi pada
gaya tak terkontrol dan menggantikan sel normal ( Linker, 2001).
Leukemia nonlimfositik akut (LNLA) bertanggung jawab atas 80% leukemia
akut pada orang dewasa. Permulaannya mungkin mendadakatau progresif dalam masa
1 sampai 3 bulan, dengan durasi gejala singka. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3
sampai 6 bulan. Diagnosis LNLA dapat dibuat berdasarkan gambaran darah tepi
tetapidibuktikan dengan biopsidan aspirasi sumsum tulang. Darah tepi dapat
menunjukkan mieloblas dalam sirkulasi yang meningkat, normal atau menurun dan
penurunan jumlah granulosit obsolut. Jumlah trombosit juga menurun, sering di bawah
50.00. anemia sedang dapat terjadi. sumsum tulang umumnya hiperselular, 30%
samapi 90% mieloblasmengandung batang Auer. Batang Auer merupakan struktur
seperti batang dalam sitoplasma mieloblasdan bersifa diagnostis untuk
leukemiamieloid akut. Unsur lain dalam sumsum tulangdapat tertekan. Studi

4
sitogenetikpaling sering menunjukkan abnormalitas kromosom. Terdapat perubahan
metabolik, dengan peningkatan kadar asam urat dan laktatdehidrogenase yang terkaid
dengan kadar turnuver SDP yang tinggi.
Manifestasi klinis berkaitan dengan berkurangnya sel hematopoietik normal,
terutama granulosit dan trombosit. Pasien sering menunjukkan gejala infeksi atau
perdarahanatau kedua nya pada waktudiagnosis. Menggigil, demam, takikardia, dan
takipnea sering merupakan gejala yang muncul. Infeksi dapat mengenai semua sistem
organ. Seluliti, pneumonia, infeksi oral, abses perirektal, dan septikemia mertupakan
sedikit contoh infeksi yang ditemukan pada populasi pasien ini. Organisme yang
paling sering adalah bakteri gram negatif seperti E.cole dan pseudomonas, serta
infeksi fungus. Tanpa pengobatan yang tepat, pasien dengan septikemia dapat
meninggal dalam beberapa jam.
Pasien dengan jumlah SDP meningkat secara nyata dan blas dalam sirkulasi
(jumlah melebihi200.000/mm³) dapat menunjukkan gejala herviskositas.gejal ini
mencakup sakit kepala, perubahan penglihatan, kebingungan dan dispnea, yng
memerlukan leukoferesis segera 9pembuangan sel darah putih melaluipemisah sel)
dan kemoterapiyang tepat (Linker, 2001).
Pasien dengan leukemia promielositik (M-3) yang ,menampakkan gejala
diatesis perdarahan (koagulasi intravaskular diseminata [DIC]) dan leukemia
monositik (M-4 atau M-50) sering menampakkan infiltrasi gusi. Trombositopenia
mengakibatkan perdarahan yang dinyatakan oleh petekie dan ekimosis (perdarahan
dalam kulit), epistaksis, hematoma pada membranamukosa, serta perdarahan saluran
cerna dan sistem saluran kemih. Tulang mungkin sakit dan lunak yang disebabkan
oleh infark tulang atauinfiltratsubperiosteal. Anemia bukan merupakan
manifestasiawal karena umur eritrosit yang panjang(120 hari). Jika terdapat anemia,
akan ditemuka nyeri kepala dan gejala kelelahan serta dispnea waktu kerja fisik
disertai pucat yang nyata.
Kombinasi kemoterapi yang mencakup antimetabolit Cytosine arabinoside dan
anti biotik antrasiklin seperti daunorubicin hydrochloride, idarubicin, atau
mitoxantrone merupakan standar perawatan. Kombinasi lain mencakup etoposide dan
mitoxantrone atau topotecan dan mitoxantrone. Dengan identifikasi penanda antigenik
tertentu (kelompok diferensiasi [CD]) SEPERTI CD33 pada mieloblas,
kategori”biologis” baru dan menjanjikan, telah dikembangkan dan pada uji klinis.
Obat-obat ini merupaka antibodi monoklonal yaitu sel target dengan penanda tertentu.
Salah satu obat tersebut, Mylotarg telah digunakan pada pasien dengan leukemia akut
5
rerelaps dan menargetkan sel yaitu CD33 positif. Obat ini juga digunakan pada uji
klinis untuk pasien tua, yang baru terdiagnosis, pasien dengan leukemia promielositik
akut (LPA) M-3, dengan penanda sitogenetikyang baik t(15;17)telah mendapat
manfaat dari terpi lanjutan. Pasien ini menunjukkan diatesis perdarahan. Dengan
kemoterapi standar, perjalana nya dipersulit dengan perdarahan dari orifisium yang
berbeda dan mencakup area insersi kateter, gusi, dan interkranial, yang pada
waktunya, menyebabkan kematian mendadak.
Asam trans-retinoat (vitamin A) yang digunakan sebagai antiag netopikal telah
terbukti paling berhasil sebagai agen oral pada pasien dengan LPA, memungkinkan
pematangan sel hematopoietik, dengan pencapaian remisi, Regimen ini diikuti oleh
kemoterapi standard, dengan remisi dan harapan hidup jangka panjang. Pada keadaan
relaps, agen oral lain tersedia dalam uji klinis, arsenic trioxide {disetujui oleh U.S
Food and Drugs Administration [FDA], untuk pasien dengan LPA. Waktu saja akan
menunjukan efektifitas dan manfaat pengobatan ini. Ini merupakan waktu yang
menarik bagi peneliti kedokteran dan penyedia perawatan kesehatan dalam bidang
hematologi-onkologi.
1. Leukimia Limfositik Akut
Leukimia limfositik akut (LLA) merupakan kanker yang paling sering
menyerang anak-anak dibawah umur 15 tahun, dengan puncak insiden antara umur
3 dan 4 tahun. Namun, 20% insiden terjadi pada orang dewasa yang menderita
leukimia akut. Manifestasi LLA berupa poliferasi limfoblas abnormal dalam
sumsum tulang dan tempat-tempat ekstramedular (di luar sumsum tulang, seperti
kelenjar getah bening dan lien) (Gbr. 18-4: lihat Gambar Berwarna 21). Diagnosis
ditegakkan melalui hitung sel darah putih umumnya meningkat, tetapi dapat normal
dan rendah, dengan limfositosis. Jumlah trombosit, neutrophil dan sel darah merah
rendah. Sumsum tulang biasanya hiperseluler disertai adanya infiltrasi limfoblas.
Sitogenik dan immunotyping juga dilakukan untuk menguraikan klon maligna.
Karena system saraf pusat (SSP) dapat terlibat, maka perlu dilakukan analisis cairan
spinalis.
Diagnosis dan klasifikasi LLA sama berdasarkan karakteristik LLA sama
berdasarkan karakteristik morfologi yang menggunakan klasifikasi FAB(lihat
Kotak 18-1). LLA selanjutnya digolongkan berdasarkan kriteria imunologik CD
yang sebelumnya telah dibahas mengidentifikasi sel T dengan penanda CD5 dan
CD7; antigen LLA yang lazim (cALLa); sekarang dikenal sebagai CD10 , juga
mempunyai gambaran CD19 dan TdT; sel B membawa CD19, CD20, CD21, dan

6
CD22. Sel “nul” menggambarkan sel B imatur sehingga tidak ,memiliki penanda
CD yang mengidentifikasi (Wujcik, 2000).
Manifestasi klinis leukimia limfositik menyerupai leukimia granulositik
akut, dengan tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang
normal (Wujcik, 2000). Karena itu infeksi, perdarahan dan anemia merupakan
merupakan manifestasi utama. Sepertiga pasien tampak dengan infeksi dan
perdarahan waktu didiagnosis. Malaise, demam, latergi kehilangan berat badan, dan
keringat pada malam hari juga dapat menjadi gejala yang tampak. Karena
menyerang daerah ekstramedular, pasien ini mengalami limfadenopati (kelenjar
getah bening yang membesar) dan hepatosplenomegali (lien dan hepar membesar),
nyeri tulang dan arthralgia, meskipun terdapat pada orang dewasa, lebih serig pada
anak-anak. Terkenanya SSP, dapat terjadi pada 5% sampai 10% waktu diagnosis
(Linker, 2001). Tanda dengan gejala terkenanya SSP paling sering ditemukan
selama relaps) menyakup nyerikepala, muntah, kejang, dan hgangguan penglihatan.
Awitan LLA biasanya mendadak disertai perkembangan dan kematian yang
cepat tidak diobati. Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat
dramatis. Tidak saja 90 sampai 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60%
menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap (Devine,
Larson, 1994: Linker, 2001), dengan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka
panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum
tulang, serta SSP, program pengobatan menggunakan kombinasi vinkristin,
predinson, L-asparaginase, siklofosfamid,dan antrasiklin seperti daunorubisin (lihat
Tabel 18-1). Karena menigen mengandung sel leukimia, kemoterapi intratekal
profilaktik (ke dalam ruang subaraknoid) juga dimasukan untuk mencegah relaps
SSP, Transplantasi sumsum tulang harus dipikirkan untuk orang dewasa dengan
prognosis agresif, buruk untuk memperpanjang harapan hidup bebas penyakit.
Anak-anak dengan remisi kurang dari 18 bulan harus dipikirkan untuk
transplantasisumsum tulang (Wujkcik, 2000).

E. Leukimia Kronik
1. Leukimia Granulositik Kronik
Leukimia granulositik kronik (LGK) atau leukimia mielositik kronik (LMK)
menerangkan 15% leukimia, paling sering terlihat pada orang dewasa usia per-
tengahan, tetapi dapat juga timbul pada setiap kelompok umur. Tidak seperti LGA,
LGK memiliki awitan yang lambat, sering ditemukan sewaktu dilakukan

7
pemeriksaan darah rutin atau skrining darah. LGK dianggap sebagai suatu gagguan
mielo proliferative karena sumsum tulang hiperselular dengan proliferasi pada
semua garis diferensial sel. Jumlah granulosit umumnya lebih dari 30.000/mm3.
Walaupun pematangannya terganggu, sebagian besar sel tetap menjadi matang dan
berfungsi. Pergeseran kekiri terjadi dengan kurang dari 5% blas dalam darah tepi.
Basofil dan enosinofil sering ditemukan. Pada 85% kasus, terdapat kelainan
kromosom yang disebut kromosom Philadelphia. Kromosom Philadelphia
merupakan suatu translokasi dari lengan panjang kromosom 22 ke kromosom 9.
Kelainan kromosom ini mempengaruhi selinduk hemato poietik dan karenanya
terdapat pada garis sel mieloid, serta beberapa garis limfoid.
Tanda dan gejala berkaitan dengan keadaan hipermetabolik: kelelahan,
penurunan berat badan, diaphoresis meningkat, dan tidak tahan panas. Lien
membesar pada 90% kasus yang mengakibatkan perasaan penuh pada abdomen dan
mudah merasa kenyang. Anemia biasanya tidak diobservasi pada presentasi, tetapi
bila terdapat anemia, pasien akan mengalami takikardia, pucat dan napas pendek.
Memar dapat terjadi akibat fungsi trombosit yang abnormal. Tujuan pengobatan
adalah mengurangi kromosom Philadelphia dan BCR-ABL onkogenik yang
terbentuk akibat translokasi 9- ke-22. Gen ini dianggap mencetuskan pertumbuhan
sel leukemik yang tak terkontrol (Wujcik, 2000).
Pengobatan saat ini dengan kemoterapi intermilen menggunakan
hidroksiureadan alfa-interferon. Uji klinis menggunakan homoherringtonine, suatu
alkaloid tanaman dan sitosin arabinosid, suatu antimetabolite, telah terbukti efektif
pada lebih dari 65% pasien (O’briendkk, 1999). Sebagian besar pengobatan
menyebabkan supresi hematopoiesis dan pengurangan ukuran lien. Interferon
mengurangi jumlah selpositif kromosom Philadelphia, yang meningkatkan manfaat
harapan hidup dan sekarang dianjurkan sebagai terapi garis pertama pada fase
kronik. Meski pun telah dilaporkan beberapa pasien dengan harapan hidup baik,
angka harapan hidup rerata dengan atau tanpa pengobatan sekitar 5 sampai 6 tahun.
Pasien yang secara bervariasi berkembang menjadi fase resisten, lebih agresif
dengan produksi mieloblas berlimpah (disebut transformasi blas atau krisis blas).
Kematian terjadi dalam beberapa minggu sampai bulan setelah transformasi.
Transplantasi selindu kalogenik, (selinduk darah tepi dari orang lain) dilakukan
saat pasien berasa pada fase kronik stabil LGK, menawarkan harapan untuk
penyembuhan pada penyakit yang fatal. Meski pun morbiditas dan plantasi selindu

8
kalogenik harus dipikirkan untuk semua pasien muda dengan donor tak terkait atau
saudara kandung identik-HLA.
Obat oral baru STI 571, inhibitor tirosin kinase, telah uji klinis dengan
pasien pada fase agresif penyakitnya. Meskipun fase kronik telah ditegakkan
kembali, hasil ini bersifat transien. Dengan menghambat tirosin kinase, STI571
menghambat proliferasi gen BCR/ABL (DeVita dkk, 2001). Akhir-akhir ini, FDA
telah menyetujui penggunaannya untuk pasien dengan LGK yang baru didiagnosis.
Nama dagang Gleevec, dan karena telah ditoleransi, efek samping minimal.
Tujuannya adalah untuk mengeradikasi kromosom philadelpia secara lengkap
t(9;22), serta gen BCR-ABL dan mendapat penyembuhan. Dengan semua
pengobatan baru, uji waktu akan memeriksa pencapaian harapan hidup dan
penyembuhan hidup jangka panjang yang diantisipasi.
2. Leukemia Limfositik Kronik
Leukemia limfositik kronik (LLK) merupakan suatu gangguan
limfoproliferatif yang ditemukan pada orang tua (umur median 60 tahun) dengan
perbandingan 2:1 untuk laki-laki. LLK dimanifestasikan oleh proliferasi dan
akumulasi 30% limfosit matang abnormal kecil dalam sumsum tulang, darah
perifer, dan tempat-tempat ekstramedular, dengan kadar yang mencapai
100.000+/mm3 atau lebih. Pada lebih dari 90% kasus, limfosit abnormal adalah
limfosit B dengan penanda CD19, CD20, CD23, dan CD5. karena limfosit B
berperan pada sintesis imunoglobulin, pasien dengan LLK mengalami insufisiensi
sintesis imunoglobulin dan penekanan respons antibodi. Studi sitogenetik
menunjukkan lebih dari 80% pasien mengalami berbagai perubahan sitogenetik,
yang mungkin menunjukkan prognosis buruk (Kalil, Cheson, 2000). awitannya
tersembunyi dan berbahaya dan sering ditemukan pada pemeriksaaan darah rutin,
yang memperlihatkan peningkatan jumlah limfosit absolut atau karena
limfadenopati dan splenomegali yang tidak sakit. Waktu penyakitnya berkembang,
hati juga membesar. Pasien yang hanya menderita limfositosis dan limfadenopati
dapat bertahan 10 tahun atau lebih lama. Dengan terkenanya organ, terutama lien,
prognosis memburuk. Anemia dini dan trombositopenia (jumlah trombosit rendah)
bersama penggandaan waktu SDP pada kurang dari setahun merefleksikan
prognosis sangat buruk dengan harapan hidup median kurang dari 2 tahun. Sekitar
10% pasien mengalami transformasi agresif serupa dengan sindrom Richter
(limfoma agresif).

9
Sekitar 5%-10% pasien mengalami anemia hemolitik autoimun atau
trombositopenia atau keduanya, memerlukan intervensi dengan steroid atau agen
kemoterapi atau keduanya.
Tanda dan gejala yang serupa dengan LGK menggambarkan keadaan
hipermetabolik. Pembesaran organ secara masif menyebabkan tekanan mekanik
pada lambung sehingga menimbulkan gejala cepat kenyang, rasa tidak enak pada
abdomen, dan buang air besar tidak teratur. Karena sintesis imunoglobulin tidak
cukup dan respons antibodi yang tertekan, perjalannanya dipersulit dengan episode
rekuren infeksi, yang terutama melibatkan paru dan kulit. Pneumonia sering terjadi,
terutama pneumocystis carinii dan pneumonia pneumokokal. Infeksi kulit virus
seperti herpeszoster sering terjadi, yang memengaruhi pasien baik secara fisik dan
emosi. Pengobatan komplikasi ini memerlukan antibiotik intravena dan agen
antiviral yang tepat. Agen ini kadang-kadang juga diperlukan untuk profilaksis
selama hidup pasien. Profilaksis imunoglobulin intravena setiap bulan juga
diindikasikan pada pasien dengan episode infeksi yang sering yang perlu di rawat
inap.
Pasien dengan penyakit derajat rendah diobservasi bertahun-tahun tanpa
intervensi aktif yang diperlukan selama bertahun-tahun. Tanpa intervensi aktif yang
diperlukan selama beberapa tahun. Pengobatan diindikasikan bila pasien
mengalami pansitopenia yang meningkat dengan infeksi, peningkatan
limfadenopati dan organomegali, anemia dan trombositopenia akibat penggantian
sumsum tulang, perubahan kualitas hidup pasien. Pengobatan ditujukan pada
pengurangan massa limfositik sehingga membalikkan pansitopenia dan
menghilangkan rasa tidak nyaman yang disebabkan oleh pembesaran organ (Hayes,
Cartney, 1998). beberapa pasien dengan anemia hemolitik autoimun yang secara
medis tidak memberikan reespons atau trombositopenia mungkin memerlukan
splenektomi. Agen pengalkil, seperti klorambusil dan siklofosfamid, aktif pada
pengobatan LLK. Fludarabin, antimetabolit purin, diberikan 3-5 hari sebagai agen
tunggal, juga efektif dan dapat digabung dengan agen aktif lain seperti
siklofosfamid jika pasien menjadi refrakter. Pendekatan baru terhadap pengobatan
keganasan sel B seperti LLK adalah pemakaian terapi biologi, menggunakan
antibodi monoklonal terhadap sel secara spesifik mengandung penanda antigenik
spesifik. Antibodi monoklonal ini mencakup rituximab (anti-CD20) dan Campath
1H (anti-CD52), keduanya memperoleh persetujuan FDA.
3. Leukemia Sel Berambut

10
Leukemia sel berambut relatif jarang terjadi, leukemia limfositik sel B indolen.
Nama mengidentifikasi projeksi mikroskop seperti gelondong pada limfosit pada apusan
darah dan sumsum tulang yang diwarnai.
Leukimia Leukimia Leukimia Leukimia
Mielogenosa Limfobiastik Mielogenosa Limfositik
(Granulositik) (Limfositik) (Granulositik) Kronik
Akut Akut Kronik
Sitogenetik Aberasi Aberasi 85% aberasiAberasi
kromosomal kromosomal kromosom kromosom
non-random bervariasi; Philadelphi acak tak
t(8;21) aberasi 5% aberasi dipastikan
(q22;q22)+8 kromosom kromosom lain t(12;14) del
t(15;17) Philadelphia t(9;22) (13q14)
(q22;q11) +21 t(4;11) t(11;14) del
(q21;q23) (11q23)
t(9;22) t(t17;14) del
q34;q11) (6q21) trisomi
12
Identifikasi Tidak 85% antigen Tidak Sebagian
Imunologis terdentifikasi CD10 (kurang teridentifikasi besar
Antigen ciri khas sel B memiliki
kurang atau T) CD19, penanda sel
penentu sel B CD20, CD21, B: CD19,
dan T CD22, CD24, CD20,CD23,
sel T, LLA, CD24. 1%-
CD1, 3, 5, 8 3%
mempunyai
penanda sel T
Pengobatan Kombinasi Kombinasi Secara umum Bila agen
kemoterapi kemoterapi agen pengalkilasi
termasuk termasuk pengalkilasi simtomatik,
sitosin vinkristin dan tunggal; kartikosteroid,
arabinosid; prednison; melfalan terapi radiasi,
daunorubisin; metotreksat; L- (Alkeren) atau fludarabin.
idarubisin atau asparaginase. hidroksiurea Rituximab,
mitoxantron; Hasil darah Gleevec. campath-1 H
dan topotecan, dan penunjang Transplantasi
mylotarg hasil antibiotik. sumsum tulang;
darah dan Transplantasi transplantasi sel
penunjang sumsum induk.
antibiotik tulang. Alfa-interferon.
transplantasi
sumsum
tulang.
Transplatansi
11
sel induk
Komplikasi Perdarahan, Perdarahan, Mielofibrosis, Pansitopenia,
sepsis, sepsis, pensitopenia, anemia
koagulasi terkenanya transformasi hematolik,
intervaskular SPP blas, infrak lien. infeksi virus
diseminta ITP
(DIC)
Gejala dan tanda yang tampak adalah kelelahan, pansitopenia, dan
splenomegali. Meskipun kedua jenis kelamin dapat diserang, leukimia sel
berlambat secara umum terjadi pada laki-laki usia pertengan dengan dominasi laki-
laki terhadap perepmpuan. Antigen CD11 dan CD22 ditunjukkan pada limfosit.
Pengobatan pilihan terdiri dari 7 hari infus kontinu dengan cladribin (2CdA) yang
menyebabkan lebih dari 80% remisi, sering berlangsung lebih dari 10 tahun
(Wujcik, 2000; Linker, 2001)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

12
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang berarti putih dan haima
yang berarti darah. Jadi leukemia dapat diartikan sebagai suatu penyakit yang
disebabkan oleh sel darah putih. Proses terjadinya leukemia adalah ketika seldarah
yang bersifat kanker membelah secara tak terkontrol dan mengganggupembelahan sel
darah normal.
Leukemia ada 4 jenis berdasarkan asal dan kecepatan perkembangan selkanker
yaitu Leukemia Limfoblastik Akut (LLA), Leukemia Granulosotik Kronik (LGK),
Leukemia Limfositik Kronik (LLK) dan Leukemia Sel Berambut (Medicastore,
2009).
Gejala – gejala yang dirasakan antara lain anemia,wajah pucat, sesak nafas,
pendarahan gusi, mimisan, mudah memar, penurunanberat badan, nyeri tulang dan
nyeri sendi.
Di Indonesia kasus leukemia sebanyak ± 7000 kasus/tahun dengan angkakematian mencapai
83,6 % (Herningtyas, 2004). Data dari International Cancer Parent Organization
(ICPO) menunjukkan bahwa dari setiap 1 juta anak terdapat120 anak yang mengidap
kanker dan 60 % diantaranya disebabkan oleh leukemia(Sindo, 2007). Data dari WHO
menunjukkan bahwa angka kematian di AmerikaSerikat karena leukemia meningkat 2
kali lipat sejak tahun 1971 (Katrin, 1997).Di Amerika Serikat setiap 4 menitnya
seseorang terdiagnosa menderita leukemia.Pada akhir tahun 2009 diperkirakan 53.240
orang akan meninggal dikarenakan leukemia (TLLS, 2009).
Kemoterapi merupakan jenis pengobatan yang menggunakan obat - obatan
untuk membunuh sel - sel leukemia, tetapi juga berdampak buruk karena membunuh
sel- sel normal pada bagian tubuh yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

13
Price S.A., Wilson L.M. (2015). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6
Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran (Jakarta) EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai