Anda di halaman 1dari 15

A.

DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes
melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
(Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu
kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa ( Rab, 2008)

DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang
tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

B. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada
awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin
mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin
pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia
(Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus
tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-
kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
- Hiperglikemia berpuasa glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
- Keletihan dan kelemahan
- Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
- Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
- Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,luka
pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
- Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

D. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori
utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin
(DMTI) Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta
dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak
biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI) Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah
tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten
insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah
dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan
preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30
tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain : Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes yang terjadi pada
wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

E. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi
puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan
dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-
asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar
gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun
dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun)
dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Glukosa darah : gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam
sesudah pemberian glukosa.
2. Asam lemak bebas : kadar lipid & kolesterol meningkat
3. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
4. Osmolalitas serum : meningkat namun umumnya < 330 MOsm/I
5. Elektrolit : Na bisa saja normal, meningkat/menurun, K normal atau terjadi peningkatan
semu seterusnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Trombosit darah : Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis & hemokonsentrasi yaitu respon
pada stress atau infeksi.
7. Gas darah arteri : menunjukkan Ph rendah & penurunan HCO3
8. Ureum/kreatinin : kemungkinan meningkat atau normal
9. Insulin darah : mungkin saja menurun/ tak ada (Type I) atau normal sampai tinggi (Type
II)
10. Urine : gula & aseton positif
11. Kultur & sensitivitas : mungkin saja adanya ISK, infeksi pernafasan & infeksi luka.

G. PENATALAKSANAAN
 Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima
komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1. Diet
- Syarat diet DM hendaknya dapat :
o Memperbaiki kesehatan umum penderita
o Mengarahkan pada berat badan normal
o Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
o Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
o Menarik dan mudah diberikan
- Prinsip diet DM, adalah :
o Jumlah sesuai kebutuhan
o Jadwal diet ketat
o Jenis : boleh dimakan / tidak
o Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu: Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
o Jenis makanan yang manis harus dihindari
o Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :

𝐵𝐵(𝐾𝑔)
BBR = 𝑇𝐵 (𝐶𝑚)−100 𝑋 100%

Kurus (underweight) BBR < 90 %


Normal (ideal) BBR 90% - 110%
Gemuk (overweight) BBR > 110%
Obesitas apabila BBR > 120%
Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
Obesitas sedang BBR 130% - 140%
Obesitas berat BBR 140% - 200%
Morbid BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM
yang bekerja biasa adalah :
1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
- Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas
insulin dengan reseptornya.
- Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore Memperbaiki aliran
perifer dan menambah suplai oksigen
- Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
- Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
- Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita
DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset
video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai
akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita
dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang berat
badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
o Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
o Menghambat absorpsi karbohidrat
o Menghambat glukoneogenesis di hati
o Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
o Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
o Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
3) Insulin
Indikasi penggunaan insulin
- DM tipe I
- DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
- DM kehamilan
- DM dan gangguan faal hati yang berat
- DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
- DM dan TBC paru akut
- DM dan koma lain pada DM
- DM operasi
- DM patah tulang
- DM dan underweight
- DM dan penyakit Graves
- Beberapa cara pemberian insulin
4) Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan
subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa
faktor antara lain :
5) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik

H. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. BIODATA
o Identitas pasien
Identitas pasien yang dikaji meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat,
agama, suku, pendidikan dan pekerjaan.
o Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab yang dikaji meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
alamat, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan hubungan dengan pasien.
2. RIWAYAT KESEHATAN
o Keluhan utama
Keluhan utama merupakan apa yang dirasakan pasien saat itu atau alasan
masuk ke RS.
o Riwayat kesehatan sekarang
Kaji masalah – masalah yang timbul saat mulai dirasakan keluhan sampai
saat ini.
o Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang riwayat penyakit yang pernah dialami dan riwayat alergi terhadap
makanan, obat, zat kimia ataupun cuaca.
o Riwayat kesehatan keluarga
Kaji riwayat penyakit yang diderita oleh keluarga.
3. POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Kaji tentang masalah kesehatan dan bagaimana cara mengatasi, adakah
kebiasaan – kebiasaan yang bertentangan dengan kesehatan, misal :
merokok, alkohol, obat – obatan dll.
b. Pola istirahat tidur
Kaji frekwensi tidur, durasi dan kebiasaan – kabiasaan sebalum dan selama
tidur.
c. Pola aktivitas latihan
Kaji kemampuan klien dalam aktivitas meliputi : mandi, berpakaian, eliminasi,
mobilisasi ditempat tidur, merapikan rumah, ambulasi dan makan.
d. Pola nutrisi metabolik
Kaji diit, frekwensi, porsi, makanan kesukaan, nafsu makan dan minum
berapa gelas / cc, TB, BB.
e. Pola eliminasi
Kaji frekwensi BAB, BAK, konsistensi, warna, bau
Kaji penggunaan pencahar ketika BAB
f. Pola kognitif perseptual
Kaji status mental, manajemen, nyeri
g. Pola konsep diri
Kaji mengenai harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran diri dan peran diri.
h. Pola koping
Kaji respon pasien dalam menghadapi suatu masalah.
i. Pola seksual – reproduksi
Kaji jenis kelamin dan masalah – masalah tentang reproduksi seperti :
masalah menstruasi.
j. Pola peran hubungan
Kaji tentang hubungan klien dengan keluarga, pasangan ataupun teman.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji agama yang diyakini dan larangan agama.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan Tubuh
2. Intoleransi aktivitas
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
4. Defisit volume cairan

C. INTERVENSI

1. Diagnosa 1 : Ketidaksembangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Kriteria Hasi
- Mencerna jumlah kalori/nutrient yang tepat
- Berat badan stabil atau bertambah
- Tidak terjadi penurunan BB
 Intervensi :
1. Nutrition managemen
- Kaji adanya alergi makanan.
- Memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan oleh pasien
2. Nutrition Monitoring
- Monitor lingkungan selama makan
- Monitor turgor kulit
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadal albumin, Hb
- Monitor kalori dan intake nutrisi
2. Diagnosa II : intoleransi Aktivitas
Kriteria hasil
- Mampu melakukan aktivitas (ADL) sehari-hari secara mandiri
- TTV dalam batas normal

Intervensi :
a. Kaji penyebab kelemahan
b. Pantau tanda-tanda vital sign (TTV)
c. Bantu dalam perawatan makan dan minum
d. Pertahankan tirah baring untuk mencegah komplikasi dan mobilisasi
3. Diagnosa III: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
 Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
- Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
- Tidak ada ortostatik hipertensi
- Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
2. Mendemonstrasikan, kemampuan kognitif yang ditandai dengan :
- Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
- Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
- Memproses informasi
- Membuat keputusan dengan benar
3. Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran
membaik tidak ada gerakan gerakan involunter
 Intervensi :
1. Perawatan sirkulasi
- Lakukan pengkajian komprehensif terhadap sirkulasi perifer
- Pantau tingkat ketidaknyamanan atau nyeri saat melakukan latihan fisik
- Pemberian oksigen
2. Manajemen cairan
- Pantau cairan termasuk asupan dan haluaran
3. Manajemen nutrisi
4. Manajemen sensasi perifer
- Anjurkan pasien atau keluarga untuk memantau posisi bagian tubuh saat
pasien mandi, duduk, berbaring atau mengubah posisi.
- Ajarkan pasien atau keluarga untuk memeriksa kulit setiap hari untuk
mengetahui perubahan integritas kulit
- Pantau tromboflebitis dan thrombosis vena profunda
5. Pengamatan/pengawasan Kulit
6. Pemantauan tanda-tanda vital
7. Kolaberasi pemberian terapi
4. Diagnosa IV : Defisit Volume cairan
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
HT normal
- Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
- Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

Intervensi
Fluid management
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
- Monitor vital sign
- Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
- Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
DAFTAR PUSTAKA

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Brunner & Suddarth. 2007. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2010. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Anda mungkin juga menyukai