Anda di halaman 1dari 10

STUDI PENGARUH LAHAR DINGIN PADAPEMANFAATAN SUMBER AIR BAKU DI

KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI (STUDI KASUS: GUNUNG SEMERU)

Megawati, A.1 dan Soedjono, E.S.2


1
Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP - ITS Surabaya, email: soedjono@enviro.its.ac.id

Abstrak
Gunung Semeru (G. Semeru) merupakan salah satu gunungapi aktif di Jawa Timur yang memiliki
berbagai ancaman bahaya salah satunya adalah lahar dingin. Banjir lahar dingin G. Semeru dimulai dari
tahun 1909 sampai catatan terakhir pada tahun 2010. G. Semeru untuk saat ini berstatus waspada dengan
jumlah letusan 7-17 kali/hari dengan jumlah material vulkanik yang dikeluarkan mencapai 4 juta m3/tahun.
Material vulkanik tersebut akan berubah menjadi lahar dingin ketika terjadi hujan deras. Pada Kawasan
Rawan Bencana (KRB) G. Semeru terdapat sungai dan mata air yang dimanfaatkan oleh penduduk maupun
oleh PDAM Kabupaten Lumajang sebgai sumber air baku. Oleh karena itu, diperlukan adanya studi untuk
mengetahui arah penyebaran aliran lahar dingin G. Semeru dan pengaruh lahar dingin G. Semeru terhadap
penyediaan air baku pada KRB G. Semeru.
Pada studi ini pengaruh lahar dingin terhadap sumber air baku di KRB G. Semeru diketahui melalui
studi literatur. dan kunjungan lapangan. Pada studi literatur dilakukan pengumpulan data-data sekunder
terkait dengan banjir lahar dingin yang pernah terjadi pada G.Semeru. Kunjungan lapangan dilakukan pada
Pos Pantau G. Sawur untuk mengetahui aktivitas G. Semeru dan lokasi pemukiman di sekitarnya.
Lahar dingin G. Semeru melewati DAS Glidig, DAS Mujur, dan DAS Rejali yang ternyata juga
dimanfaatkan oleh penduduk untuk memnuhi kebutuhan air minum. Lahar dingin tersebut menyebabkan
adanya peningkatan jumlah sedimen tersuspensi pada DAS sehingga DAS tidak bisa dimanfaatkan oleh
penduduk sebagai air minum. Hal ini menyebabkan penduduk pada 48 kelurahan dari 6 kecamatan di
Kabupaten Lumajang yaitu kecamatan Pronojiwo, Tempeh, Pasrujambe, Tempursari, Candipuro, dan
Pasirian dengan jumlah penduduk 483.881 jiwa yang terancam krisis air minum.
Kata kunci: lahar dingin, G. Semeru, sumber air baku, DAS (daerah aliran sungai)

1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang dilewati jalur The Pacific Ring of Fire (Cincin Api
Pasifik), yang merupakan jalur rangkaian gunungapi di dunia. Indonesia yang berada pada jalur ini memiliki
129 gunungapi dan 80 gunungapi dinyatakan sangat aktif. Pada gunungapi terdapat 2 (dua) macam potensi
bahaya yang mengancam yaitu bahaya primer yang berupa aliran lava, awan panas, lontaran batu pijar, dan
hujan abu sedangkan bahaya sekunder berupa lahar dingin (Bronto, 1996).
G. Semeru sebagai salah satu gunungapi aktif di Jawa Timur juga menyimpan potensi lahar dingin
yang besar. Banjir lahar dingin G. Semeru tercatat sejak tahun 1909 sampai berita yang terakhir ada pada
tahun 2010 telah menenggelamkan sekitar 17 hektar sawah milik warga di Dusun Rowo Baung, Desa
Pronojiwo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dan meninggalkan material vulkanik
yang terdiri dari pasir dan batu dengan ketebalan sampai 8 meter (Hudijono, dkk., 2010). Lahar dingin G.
Semeru ini juga bisa terjadi pada sumber air baku untuk air minum yang berada di KRB G. Semeru. Padahal
sumber air baku untuk air minum harus memenuhi indikator keandalan. Indikator keandalan tersebut adalah
kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas dari sumber air baku tersebut (Masduqi, dkk., 2008). Oleh karena itu,
perlu dilakukan studi untuk mempelajari arah penyebaran aliran lahar dingin G. Semeru dan pengaruh lahar
dingin G. Semeru terhadap penyediaan air baku untuk air minum bagi penduduk di KRB G. Semeru.

1
Lahar adalah aliran material vulkanik yang biasanya berupa campuran batu, pasir, dan kerikil akibat
adanya aliran air yang terjadi di lereng gunungapi. Lahar dapat mengalir dengan kecepatan beberapa puluh
meter per detik dan menempuh jarak sampai beberapa kilometer dengan membawa energi yang cukup besar.
Lahar merupakan salah satu bahaya yang ditimbulkan oleh erupsi gunungapi dan pada saat musim hujan
dapat mengancam penduduk di sekitar DAS yang berhulu di gunungapi (Miswata dkk., 2008).
Secara umum berdasarkan proses terjadinya lahar dibagi menjadi 2 (dua), yaitu lahar letusan atau lahar
primer dan lahar hujan atau lahar sekunder. Lahar letusan terjadi akibat letusan eksplosif pada gunungapi
yang mempunyai danau kawah. Luas daerah yang dilanda oleh lahar letusan tergantung pada volume air
yang ada di dalam kawah dan kondisi morfologi di sekitar kawah. Semakin besar volume air di dalam kawah
maka, semakin luas pula penyebaran laharnya (Noor, 2006). Lahar hujan atau biasa disebut lahar dingin
terjadi akibat hujan yang terus-menerus dalam jangka waktu tertentu di atas timbunan endapan material
vulkanik hasil erupsi gunungapi yang berada di sekitar puncak dan lereng gunungapi. Air hujan yang turun di
atas endapan material vulkanik di sekitar puncak dan lereng gunungapi akan mengakibatkan endapan
material menjadi jenuh dan mudah longsor atau runtuh. Longsoran material vulkanik dengan air hujan ini
mengalir menuju sungai-sungai yang berhulu di sekitar lereng dan puncak gunungapi dalam bentuk lahar
dingin yang bisa berupa aliran lumpur atau aliran batuan (Kusumosubroto dkk., 2010).
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya lahar dingin yaitu, kemiringan lereng, curah hujan,
dan material vulkanik. Kemiringan lereng sebagi awal terjadinya lahar dingin dimulai pada hulu sungai
dengan kemiringan dasar lebih dari 20o, kemiringan antara 15o-20o merupakan daerah aliran material
vulkanik dan sedimen yang berasal dari hulu menuju ke hilir sedangkan kemiringan kurang dari 15o sebagai
daerah pengedapan. Curah hujan sangat menentukan terjadinya lahar dingin pada suatu daerah di sekitar
gunungapi. Daerah dengan intensitas hujan tinggi dalam waktu yang pendek maupun daerah dengan
intensitas hujan rendah dalam waktu yang panjang sama-sama memiliki potensi terjadi mengalami aliran
lahar dingin. Material vulkanik yang dihasilkan dari peristiwa erupsi gunungapi akan mengendap pada
lereng-lereng gunungapi dan bergerak dari lereng puncak gunung menuju sungai ketika terjadi hujan deras.
Semakin besar volume material vulkanik hasil erupsi maka aliran lahar dingin yang terjadi akan semakin
kuat dengan membawa semakin banyak endapan (Taufik, 1997).
G. Semeru terletak pada 08o06,5’ LS dan 112o55’ BT. G. Semeru merupakan gunung tertinggi di
Pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 m dpl. Puncak G. Semeru adalah puncak Mahameru dengan kawah
Jonggring Saloko. G. Semeru merupakan gunungapi berbentuk stratovolcanoes dengan kubah lava. G.
Semeru terletak di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur namun
mulut kawahnya pada saat ini mengarah ke tenggara sehingga arah leleran lavanya mengarah ke Kabupaten
Lumajang. Hal ini menyebabkan Kabupaten Lumajang memiliki potensi ancaman bahaya lahar dingin dari
G. Semeru lebih besar bila dibandingkan dengan Kabupaten Malang (Sumber: Dinas ESDM Jawa Timur,
2010). Gambar dari G. Semeru dapat dilihat pada Gambar 1 yang memperlihatkan G. Semeru dari arah
selatan.

2
Gambar 1 Gunung Semeru
(Sumber: Dinas ESDM Jawa Timur, 2010)
Kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Lumajang yang termasuk dalam KRB G. Semeru adalah 6
kecamatan dengan 48 kelurahan dan detail rinciannya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Luas Kecamatan di KRB G. Semeru
No. Kecamatan Kelurahan Luas (km2)
Sidomulyo, Pronojiwo, Tamanayu, Sumberurip, Oro-Oro
1 Pronojiwo 38,74
Ombo, Supiturang
Tempeh Lor, Tempeh Kidul, Lempeni, Gesang, Pulo, Jokarto,
2 Tempeh 88,05
Tempeh Tengah
Sukorejo, Pagowan, Pasrujambe, Jambearum, Jambekumbu,
3 Pasrujambe 93,7
Kertosari, Karanganom,
Tegalrejo, Bulurejo, Purorejo, Tempurejo, Tempursari,
4 Tempursari 101,36
Pundungsari, Kaliuling,
Sumberwuluh, Sumbermujur, Keloposawit, Tambahrejo,
5 Candipuro 144,93
Penaggal, Candipuro, Jarit, Jugosari, Sumberrejo, Tumpeng
Pasirian, Kali Bendo, Bades, Bago, Selok Awar-Awar, Condro,
6 Pasirian 183,91
Nguter,Sememu, Madurejo, Selokanyar, Gondoruso
Total 650,69
(Sumber: Badan Pusat Stasistik Propinsi Jawa Timur, 2010)
Jumlah penduduk di KRB G. Semeru dipetakan berdasarkan jumlah penduduk yang bermukim di
kecamatan yang termasuk di dalam KRB G. Semeru dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di KRB G. Semeru Tahun 2009
No. Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
1 Pronojiwo 34.938 902
2 Tempeh 81.222 922
3 Pasrujambe 36.885 396
4 Tempursari 33.328 329
5 Candipuro 63.935 441
6 Pasirian 85.287 464
Jumlah 335.595 576
(Sumber: Badan Pusat Stasistik Propinsi Jawa Timur, 2010)
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Lumajang yang bermukim di
KRB G. Semeru adalah 335.595 jiwa penduduk dari jumlah total penduduk Kabupaten Lumajang sebesar
1.028.103 jiwa penduduk. Selain itu juga dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk yang bermukim di

3
KRB G. Semeru adalah 576 jiwa/km2. Kepadatan penduduk tersebut tergolong jarang namun tetap harus
diperhatikan bila terjadi bencana banjir lahar dingin yang melanda KRB G. Semeru.
Sejarah lahar dingin G. Semeru mulai tercatat sejak tahun 1909 hingga yang berita yang terakhir pada
tahun 2010 (Dinas ESDM Jawa Timur, 2010). Lahar dingin yang terjadi di G. Semeru adalah akibat air hujan
yang menghayutkan material vulkanik maupun jatuhan atau aliran piroklastik dari semua ukuran (bom,
bongkahan, kerakal, kerikil, lapili, pasir, dan abu) sehingga membentuk aliran pekat dengan berat jenis
hampir 3 gram/cm3 dan kecepatan 50 km/jam bahkan dapat mencapai jarak jauh bila saluran masih mampu
menampung massanya. Lahar dingin tersebut telah menyebabkan berbagai macam kerugian diantaranya
merusak kualitas sumber air di KRB G. Semeru (Berita Berkala Vulkanologi (Edisi Khusus), 1996).
Sumber air baku yang di KRB G. Semeru yang akan dikaji pada studi ini adalah Daerah Aliran Sungai
(DAS) dan mata air yang dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk air minum. Pada KRB G. Semeru
terdapat 3 DAS dan 5 mata air yang dimanfaatkan sebagai air minum. Berdasarkan “Studi Potensi
Pemanfaatan Sumber-Sumber Air di Kabupaten Lumajang” yang dilakukan oleh Dinas PU Pengairan
Propinsi Jawa Timur pada tahun 2006. Data pemanfaatan ketiga DAS tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Rencana Pemanfaatan DAS di KRB G. Semeru untuk Kebutuhan Air Minum Tahun 2015
DAS Air Minum (106 m3/tahun)
Mujur 5,659
Rejali 3,350
Glidig 1,588
(Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Jawa Timur, 2006)
Nama mata air dan kapasitas yang dipergunakan sebagai air minum pada KRB G. Semeru dapat dilihat
pada Tabel 4. Lima mata air yang tercantum pada Tabel 4 tersebut dipergunakan sebagai sumber air minum
oleh penduduk di KRB G. Semeru maupun oleh PDAM Kabupaten Lumajang. Mata air yang dimanfaatkan
oleh PDAM Kabupaten Lumajang adalah Glintungan dan Sintok.
Tabel 4 Mata Air yang Dipergunakan sebagai Sumber Air Minum Di KRB G. Semeru
No. Mata Air Desa Kecamatan Debit (l/dtk)
1 Mujur Sumber Mujur Candipuro 10
2 Glintungan Nguter Pasirian 25
3 Tembok Jarit Pasirian 90
4 Bendo 1 Sido Mulyo Pronojiwo 10
5 Sintok Burno Senduro 10
Total 145
(Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Jawa Timur 2006)

2. METODE STUDI
Pada studi ini data yang dipergunakan berupa data sekunder yang terkait dengan lahar dingin G.
Semeru dan KRB yang dimilikinya. Data mengenai karateristik lahar dingin yang dikeluarkan oleh G.
Semeru termasuk faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu, curah hujan di KRB G. Semeru, kemiringan
lereng dan material vulkanik G. Semeru diperoleh dari jurnal ilmiah, buku tahunan gunungapi serta laporan
pengamatan yang terdapat pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung dan
4
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) di Yogyakarta. Data curah
hujan dan kemiringan lereng pada KRB G. Semeru terakhir dapat diperoleh dalam Lumajang Dalam Angka
2010 yang terdapat pada Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur.
KRB G. Semeru dapat diketahui dari Peta KRB G. Semeru yang dapat diperoleh dari Dinas ESDM
Propinsi Jawa Timur sedangkan untuk mengetahui data sumber air baku yang terdapat di KRB G. Semeru
dapat diperoleh dari Dinas PU Pengairan Jawa Timur. Jumlah penduduk yang terdapat di KRB G. Semeru
dapat diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur. Pada studi ini juga dibutuhkan
kondisi kekinian dari G. Semeru terkait dengan status G. Semeru yang dapat dilakukan dengan
mewawancarai petugas Pos Pantau G. Semeru di G. Sawur, Candipuro, Kabupaten Lumajang dan terkait
dengan kegiatan penanggulangan yang telah dilakukan oleh Pemerintah yang dapat dilakukan dengan
pengumpulan informasi di Satuan Kerja Pengendalian Banjir Lahar G. Semeru.
Data-data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan ditabulasi untuk data kuantitatif dan pembuatan
ringkasan untuk data kualitatif. Metode analisa data yang dilakukan adalah dengan perbandingan antara data
penelitia yang diperoleh dari jurnal ilmiah dengan kondisi terakhir G. Semeru dan dengan pemetaan sumber
air baku yang diperoleh dari Dinas PU Pengairan Propinsi Jawa Timur pada Peta KRB G. Semeru.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Faktor yang Mempengaruhi Lahar Dingin
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya lahar dingin adalah kemiringan lereng, curah hujan,
dan volume material vulkanik. G. Semeru dengan ketinggian 3.676 dpl (di atas permukaan laut) m memiliki
3 (tiga) bagian lereng, yaitu: lereng bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah. Lereng bagian atas dengan
ketinggian di atas 1300 m dpl dan memiliki kemiringan 200. Lereng bagian tengah dengan ketinggian 300-
1300 m dpl dan memiliki kemiringan 300 luas. Lereng bagian bawah dengan ketinggian kurang dari 300 m
dpl memiliki kemiringan 70.
Aliran lahar pada G. Semeru dapat terjadi pada intensitas menengah (100 mm-300 mm/hari) dan
durasi lama yaitu, lebih dari 5 jam atau pada kondisi intensitas tinggi (>400 mm/hari) dengan durasi
menengah yaitu antara 2-5 jam. Rata-rata curah hujan pada KRB G. Semeru berada pada tingkat menengah
sehingga potensi lahar dingin diperkirakan berdasarkan durasi hujan lama, yaitu lebih dari 5 jam (Wahjono,
1998). Potensi lahar dingin di setiap kawasan stasiun pengukur curah hujan di KRB G. Semeru dapat dilihat
pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5 Potensi Aliran Lahar di KRB G. Semeru
Curah Hujan Durasi
Stasiun Peristiwa aliran
No. Maksimum hujan
Pengukur lahar
(mm) (jam)
1 Gunung Sawur 185,33 ≥5 Potensi
2 Tempeh Lor 64,00 ≥5 tidak potensi
3 Tempeh Kidul 91,67 ≥5 tidak potensi
4 Candipuro 139,17 ≥5 Potensi
5 Pronojiwo 246,58 ≥5 Potensi

5
Curah Hujan Durasi
Stasiun Peristiwa aliran
No. Maksimum hujan
Pengukur lahar
(mm) (jam)
6 Pasirian 104,25 ≥5 Potensi
7 Jokarto 96,33 ≥5 tidak potensi
8 Kertosari 117,83 ≥5 Potensi
9 Sememu 87,83 ≥5 tidak potensi
10 Pagowan 133,67 ≥5 Potensi
11 Tempursari 188,83 ≥5 Potensi
12 Pasrujambe 180,92 ≥5 Potensi
13 Supiturang 273,50 ≥5 Potensi
14 Besuk Sat 222,08 ≥5 Potensi
15 Kali Pancing 213,42 ≥5 Potensi
16 Curah Kobokan 199,67 ≥5 Potensi
17 Bendo 225,83 ≥5 Potensi
18 Munggir 258,08 ≥5 Potensi
19 Besuk (PHO) 80,17 ≥5 tidak potensi
20 Kedungwringin 82,42 ≥5 tidak potensi

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa terdapat enam stasiun pengukur curah hujan di KRB G.
Semeru yang pada area sekitarnya tidak berpotensi terjadi lahar dingin. Keenam stasiun pengukur curah
hujan tersebut berada pada wilayah Kecamatan Tempeh sehingga dari enam kecamatan yang berada di KRB
G. Semeru, Kecamatan Tempeh yang memiliki potensi lahar dingin relatif kecil.
Pada status normal, siaga, awas maupun waspada G. Semeru selalu mengeluarkan letusan namun yang
membedakan adalah skala letusan yang terjadi. Pada status waspada saat ini aktivitas dari G. Semeru adalah:
a. Pengamatan visual: terjadi guguran lava dengan jarak luncur 750-1500 m dan awan panas dengan jarak
luncur <1500 m.
b. - 2 kali/hari, gempa vulkanik dangkal 1-3
kali/hari, letusan 7-17 kali/hari, guguran lava 90-135 kali/hari, dan gempa tremor 1,5-3,3 kali/hari.
c. Pengamatan lain-lain: teramati sinar api di puncak kawah dan terdapat pertumbuhan kubah lava baru di
puncak G. Semeru.
Berdasarkan keterangan di atas maka, G. Semeru pada saat ini mengeluarkan material vulkanik atau
yang cukup besar bila dibandingkan dengan status normal. Material vulkanik tersebut merupakan material
pengisi pada lahar dingin.

3.2 Sumber Air Baku


Pada studi ini sumber air baku di KRB G. Semeru yang diperkirakan akan terpengaruh oleh lahar
dingin adalah mata air dan DAS (Daerah Aliran Sungai).
3.2.1 DAS (Daerah Aliran Sungai)
Menurut Balai PSAWS Wilayah Sungai Bondoyudo-Mayang di Kabupaten Lumajang, selama
peristiwa banjir lahar dingin G. Semeru, DAS yang sering mendapat aliran lahar dingin adalah:

6
a. DAS Mujur, wilayah aliran DAS ini meliputi Kecamatan Senduro, Candipuro, Pasirian, dan Tempeh.
b. DAS Rejali, wilayah aliran DAS ini meliputi Kecamatan Pronojiwo, Candipuro, dan Pasirian.
c. DAS Glidig, wilayah aliran DAS ini meliputi Kecamatan Pronojiwo, dan Tempursari.
Sungai utama yang menjadi pusat aliran dari ketiga DAS tersebut adalah Kali Mujur, Rejali, dan Kali Glidig.
Peta DAS di KRB G. Semeru dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta DAS Di KRB. G. Semeru


Ketiga DAS yang berada di KRB G. Semeru dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air minum
kecamatan-kecamatan yang berada di KRB G. Semeru. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa DAS
yang paling besar kapasitasnya untuk dimanfaatkan sebagai air minum adalah DAS Mujur yaitu, 5,659 x 106
m3/tahun. Ketiga DAS di atas dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum pada daerah pedesaan. Di
daerah pedesaan kebutuhan air minum sebesar 60 liter/orang.hari sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 23 Tahun 2006 sehingga dapat diketahui jumlah penduduk yang mampu terlayani oleh ketiga
DAS tersebut seperti yang tercantum pada Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6 Jumlah Penduduk Terlayani oleh DAS di KRB G. Semeru Pada Tahun 2015
PemanfataanAir KebutuhanAir Minum Penduduk
DAS
Minum (106 m3/tahun) (106 m3/tahun) Terlayani (jiwa)
Mujur 5,659 5,659 258.402
Rejali 3,350 3,35 152.968
Glidig 1,588 1,588 72.511
Jumlah 10,597 483.881
Jumlah total penduduk yang kebutuhan air minumnya terlayani oleh DAS Mujur, Rejali dan Glidig
pada tahun 2015 adalah 483.881 jiwa penduduk. Jumlah penduduk tersebut lebih besar daripada jumlah
penduduk yang berada di KRB G. Semeru pada tahun 2009 yaitu sebesar 335.595 jiwa penduduk. Jumlah
penduduk yang terlayani lebih besar menunjukkan bahwa ke depannya akan semakin banyak penduduk yang
memanfaatkan ketiga DAS tersebut sebagai sumber iar baku untuk air minum
Aliran lahar dingin yang melewati DAS melalui sungai-sungai di KRB G. Semeru dengan membawa
material vulkanik akan membuat kuantitas dan kualitas DAS menurun. Berdasarkan data dari Satuan Kerja
Pengendalian Banjir Lahar G. Semeru total endapan pada DAS yang harus dikendalikan ketika terjadi banjir
7
lahar dingin adalah 14.760.000 m3. Endapan material vulkanik tersebut dikendalikan dengan teknologi sabo.
namun sampai saat ini jumlah endapan material vulkanik yang terkendali baru sebesar 5.235.000 m3. Sisa
endapan material vulkanik yang belum terkendali sebesar 9.525.000 m3 dan sisa endapan yang belum
tertangani pada DAS yang teraliri lahar dingin akan membuat daya tampung DAS berkurang karena telah
terisi oleh endapan material vulkanik yang terbawa oleh lahar dingin. Penurunan daya tampung DAS akan
menurunkan DAS kapsitas DAS yang bisa dimanfaatkan oleh penduduk. Pengamatan dari segi kualitas, DAS
yang teraliri lahar dingin bila diamati secara fisik mengalami peningkatan kekeruhan karena adanya sedimen
tersuspensi yang terbawa oleh lahar dingin.

3.2.2 Mata Air


Pada dasarnya mata air merupakan air tanah yang dengan sendirinya keluar ke permukaan tanah
karena berasal dari air tanah maka untuk ancaman perubahan kualitas akibat banjir lahar dingin dapat
dihindari. Aliran banjir lahar dingin dengan endapan material vulkanik cenderung mengalir di atas
permukaan tanah dengan melewati sungai-sungai yang berhulu di G. Semeru. Namun yang tidak bisa
dihindari oleh mata air adalah bila banjir lahar dingin dengan endapan material vulkaniknya yang mengalir
dari lereng atas G. Semeru langsung jatuh ke bawah dan menutupi mata air. Peta persebaran mata air di KRB
G. Semeru dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Peta Persebaran Mata Air Di KRB. G. Semeru


Berdasarkan pada Tabel 4 kelima mata air di atas dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum
pada daerah pedesaan. Di daerah pedesaan kebutuhan air minum sebesar 60 liter/orang.hari sesuai dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 sehingga dapat diketahui jumlah penduduk yang
mampu terlayani oleh ketiga mata air seperti yang tercantum pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7 Jumlah Penduduk Terlayani oleh Mata Air di KRB G. Semeru
Debit Penduduk Terlayani
No. Mata Air Debit (l/hari)
(l/dtk) (jiwa)
1 Mujur 10 864.000 14.400
2 Glintungan 25 2.160.000 36.000

8
Debit Penduduk Terlayani
No. Mata Air Debit (l/hari)
(l/dtk) (jiwa)
3 Tembok/Kecek 90 7.776.000 129.600
4 Bendo 1 10 864.000 14.400
5 Sintok 10 864.000 14.400
12.528.00
Total 145 208.800
0

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa mata air dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air
208.800 jiwa penduduk. Jumlah penduduk tersebut berasal dari penduduk yang bermukim di KRB G.
Semeru baik penduduk yang memanfaatkan langsung sumber air baku atau yang menjadi pelanggan PDAM
di wilayah kecamatan di KRB G. Semeru.

3.3.3 Pemetaan Sumber Air Baku


Pemetaan sumber air baku dengan KRB G. Semeru dilakukan dengan memetakan letak DAS dan mata
air pada Peta KRB G. Semeru yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Peta Sumber Air Baku Di KRB. G. Semeru


Gambar 4 menunjukkan bahwa aliran lahar dingin mengarah pada DAS Rejali, DAS Mujur, dan DAS
Glidig sedangkan untuk mata air yang dimanfaatkan oleh penduduk maupun oleh PDAM Kabupaten
Lumajang tergolong aman dari bahaya kerusakan yang ditimbulkan oleh lahar dingin G. Semeru. Kelima
mata air tersebut tidak berada pada jalur aliran banjir lahar dingin G. Semeru selain itu jarak kelima mata air
tersebut juga cukup jauh dari G. Semeru. apabila dikaitkan dengan DAS Brantas sebagai DAS yang paling
banyak dimanfaatkan oleh penduduk Jawa Timur sebagai air minum dapat dilihat pada Gambar 5.
Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa DAS Brantas aman dari pengaruh lahar dingin G. Semeru.
Lahar dingin G. Semeru hanya mempengaruhi DAS Mujur, Glidig, dan Rejali dan sangat kecil kemungkinan

9
untuk sampai pada DAS di luar Kabupaten Lumajang kemungkinan hanya sampai pada DAS Pekalen-
Sampean.

4. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari hasil studi ini adalah:
1. Penyebaran aliran lahar dari G. Semeru mengarah pada DAS Glidig, DAS Rejali, dan DAS Mujur yang
merupakan sumber air baku bagi penduduk di KRB G. Semeru sedangkan untuk mata air yang
dimanfaatkan oleh penduduk di KRB G. Semeru maupun PDAM Kabupaten Lumajang sebagai air
minum tidak termasuk pada jalur yang dilewati oleh lahar dingin yang berasal dari G. Semeru.
2. Lahar dingin akan menyebabkan peningkatan sedimen tersuspensi pada DAS yang dilewatinya.
Peningkatan sedimen tersuspensi ini menyebabkan DAS tidak dapat dimanfaatkan oleh penduduk
sehingga mengakibatkan terjadinya krisis air minum. Krisis air minum diperkirakan akan melanda 48
kelurahan dari 6 kecamatan yang berada di KRB G. Semeru, yaitu kecamatan Pronojiwo, Tempeh,
Pasrujambe, Tempursari, Candipuro, dan Pasirian dengan jumlah penduduk yang terancam krisis air
minum ketika terjadi lahar dingin sebesar 335.595 jiwa penduduk.

5. DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Stasistik Propinsi Jawa Timur. Kabupaten Lumajang Dalam Angka 2010.
Berita Berkala Vulkanologi (Edisi Khusus). G. Semeru. No. 111 Tahun 1996.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Jawa Timur. 2010. G. Semeru. Surabaya: Pemerintah
Propinsi Jawa Timur.
Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Jawa Timur. 2006. Laporan Akhir Studi Potensi Pemanfaatan Sumber –
Sumber Air di Kabupaten Lumajang.
Hudijono A., Syamsul H., dan Dahlia I. 2010. Pengelolaan Ancaman G. Semeru. 28 Januari.
<URL:http://regional.kompas.com/read/2011/01/28/04353365/Pengelolaan.Ancaman.Gunung.Semeru>.
Kusumosubroto, H., H. Utomo, A. Rahmat. 2010. Fenomena Aliran Lahar (Debris Flow) Di Gunung Merapi
Dan Usaha Penanggulangannya. Jurnal SABO. Vol.1 No.1 Nopember 2010).
Masduqi A., N. Endah, dan E. S. Soedjono. 2008. Sistem Penyediaan Air Bersih Pedesaan Berbasis
Masyarakat: Studi Kasus HIPPAM Di DAS Brantas Bagian Hilir. Seminar Nasional Pasca Sarjana VIII
– ITS, Surabaya, 13 Agustus 2008.
Miswata, A. Sampurno, Nurudin, J. Djalal, dan M. Rozin. 2008. Pengembangan Pemantauan Lahar Di
Gunung Merapi. Buletin Berkala: Merapi. Vol.05/01/04/BPPTK/2008.
Noor, D. 2006. Geologi Lingkungan. Yogyakarta: Graha Imu.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Pedoman Teknis Dan Tata Cara Pengaturan
Tarif Air Minum
Taufik, A. 1997. Studi Mekanisme Pergerakan Lahar Gunung Merapi Ditinjau Dari Parameter Yang
Mempengaruhi Pada DAS Kali Boyong. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Wahjono, U. Sudarsono, dan J. Panggabean. 1998. Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kejadian Aliran Bahan
Rombakan (Debris Flows) di Lereng G. Semeru, Jawa Timur. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan
XXVII, Yogyakarta, 8-9 Desember 1998. Ikatan Ahli Geologi Indonesia.

10

Anda mungkin juga menyukai