Arsitektur Neo Vernacular PDF
Arsitektur Neo Vernacular PDF
LANDASAN TEORI
5
6
Tabel 2. Ragam Hias yang Umumnya Ada pada Rumah Tradisional Betawi.
No Ragam Hias Betawi
9
Menunjukkan harapan si
pemilik rumah agar hatinya
senantiasa diterangi seperti
3
matahari yang menerapi bumi
(mendapatkan rezeki atau
Matahari kebahagiaan yang banyak). Matahari
Kedekatan masayarakat
Betawi dengan alam serta
4 pengetahuan masyarakat
Betawi mengenai tanaman
Tapak Dara obat.
Tapak Dara
Kedekatan masayarakat
Betawi dengan alam serta
5 pengetahuan masyarakat
Betawi mengenai tanaman
obat.
Kecubung Kecubung
Bentuk penghormatan pemilik
8 Keagungan
Menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam buku
Kajian Pengembangan Ornamen Betawi menyatakan bahwa secara umum ragam hias
yang terdapat pada rumah tradisional Betawi bersifat sederhana, namun demikian
kandungan makna di dalamnya cukup mandalam, dan menjadi dasar filosofi hidup
bagi penggunanya. Pemaknaan terhadap ragam hias tersebut tidak memiliki dasar
10
tertulis yang cukup kuat, namun demikian hal ini identik seperti berlakunya norma
etika di masyarakat Betawi. Sehingga walaupun terdapat beberapa pandangan yang
berbeda terhadapa arti atau makana ragam hias antar-narasumber, tetapi kandungan
intinya hampir sama. Hampir semua ragam hias yang digunakan merupakan panduan
untuk menjalankan kehidupan dan berpikir secara positif, sehingga dapat ditarik
suatu benang merah bahwa ragam hias adalah pencerminan kehidupan.
Ragam hias Betawi adalah bagian dari pengembangan seni dan budaya
Betawi. Untuk menjaga dan melestarikan ragam hias tersebut tentunya bisa
dilaksanakan dengan banyak cara. Namun yang terpenting adalah bagaimana
mengenalkan ragam hias tersebut ke masyarakat umum serta tata cara penggunaan
serta pemanfaatannya.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam buku Kajian
Pengembangan Ornamen Betawi juga menyatakan bahwa seiring dengan
perkembangan teknologi membangun dan adanya tuntutan desain, maka diperlukan
langkah-langkah kreatif dalam pemanfaatan dan pengembangan ragam hias Betawi.
Dalam penerapan dan penggunaan ragam hias Betawi terhadap bangunan non-
tradisional diperlukan suatu adaptasi bentuk, rupa dan perletakkan, dalam hal
pengolahan bentuk dan rupa dapat dilakukan pengolahan hanya secara geometri agar
pengunaan ragam hias tersebut tidak terlalu kaku dan tidak menunjukkan kesan
dipaksakan serta fleksibel terhadap perubahan jaman. Olah bentuk, rupa dan
perletakkan tersebut tentunya tidak bermaksud untuk menghilangkan makna dari
ragam hias yang diwakilinya. Tetapi, mengarah ke usaha agar ragam hias tersebut
dapat diterima oleh masyarakat awam, sehingga pengenalan dalam penggunaan
ragam hias tersebut menjadi lebih luas.
Gambar 2. Contoh Olah Bentuk pada Ragam Hias Gigi Balang pada Listplang
Sumber : Dinas Pariwisata & Kebudayaan DKI Jakarta, Kajian Pengembangan Ornamen Betawi.
Pada gambar 2 dapat dilihat hasil oleh bentuk dari ragam hias gigi balang
pada lisplang, gambar sebelah kiri merupakan bentuk asli, sedangkan gambar sebelah
kanan merupakan hasil olah bentuk secara geometri. Hasil transformasi yang terjadi
pada geometri ini menghasilkan bentuk baru tanpa menghilangkan makna lamanya,
11
karena dapat dilihat bahwa bentuk hasil transformasi merupkan bentuk yang lebih
modern atau lebih sederhana dibanding bentuk aslinya dengan mempertahankan
unsur-unsur pembentuk aslinya. Perubahan juga terjadi pada penggunaan jenis
material pada gambar kanan yang merupakan hasil transformasi bentuk lama yang
menggunakan material kayu menjadi gypsum. Hal ini tidak menghilangkan esensi
dari makna simbol gigi balang yang terdapat pada bentuk lama.
Kurva bongkahan salju Koch sebuah fraktal snowflake Koch dibentuk dengan
membuat penambahan secara terus menerus bentuk yang sama pada sebuah segitiga
sama sisi. Penambahan dilakukan dengan membagi sisi-sisi segitiga menjadi tiga
sama panjang dan membuat segitiga sama sisi baru pada tengah-tengah setiap sisi
(luar). Jadi, setiap frame menunjukkan lebih banyak kompleksitas, namun setiap
segitiga baru dalam bentuk tersebut terlihat persis seperti bentuk semula. Refleksi
bentuk yang lebih besar pada bentuk-bentuk yang lebih kecil merupakan
karakteristik semua fraktal. Secara teoritis proses tersebut akan menghasilkan sebuah
gambar yang luasnya berhingga namun dengan batas yang panjangnya tak berhingga,
yang terdiri atas tak berhingga titik. Dalam istilah matematika, kurva demikian tidak
dapat diturunkan (dideferensialkan). Pada setiap tahap pembentukan, panjang sisi-
sisinya bertambah dengan rasio 4 banding 3. Ahli matematika Benoit Mandelbrot
telah menggeneralisasi istilah dimensi, disimbolkan dengan D, untuk menyatakan
pangkat pada bilangan 3 yang menghasilkan 4, yakni 3D = 4. Dimensi fraktal
snowflake Koch, dengan demikian, adalah log 4/log 3 atau mendekati 1,26.
Informasi-informasi dari fraktal koch snow flake yang diperoleh dari iterasi 0
sampai 3 dapat dikumpulkan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 3. Fraktal Koch Snow Flake yang Diperoleh dari Iterasi 0 Sampai 3
fraktal bongkahan salju adalah D = log 4/log 3, atau sekitar 1,26 (satu koma dua
enam). Dimensi fraktal merupakan sebuah sifat kunci dan sebagai indikator
kekomplekannya. Geometri fraktal dengan konsep-konsep serupa diri sendiri dan
dimensi pecahan telah diterapkan secara meluas di dalam mekanika statistika yang
membahas sistem-sistem fisik yang memiliki sifat-sifat yang kelihatan acak. Sebagai
contoh, simulasi fraktal telah digunakan untuk menggambar distribusi gugusan
galaksi di seluruh alam semesta dan untuk mengkaji masalah-masalah yang berkaitan
dengan gerak tak beraturan fluida. Geometri fraktal juga telah memberikan
sumbangan pada grafik komputer. Algoritma fraktal telah memungkinkan pembuatan
gambar hidup dengan komputer dari obyek-obyek alam yang sangat tak beraturan
dan rumit, seperti lereng pegunungan berbatu dan sistem lapisan kulit pohon yang
rumit. Titik balik kajian tentang fraktal dimulai dengan penemuan geometri fraktal
oleh ahli matematika Perancis kelahiran Polandia Benoit B. Mandelbrot pada tahun
1970. Mandelbrot menggunakan definisi dimensi yang lebih bastrak daripada yang
digunakan dalam geometri Euclid (geometri biasa yang diajarkan di sekolah), dengan
menyatakan bahwa dimensi sebuah fraktal harus digunakan sebagai pangkat pada
saat mengukurnya. Hasilnya adalah bahwa sebuah fraktal tidak mungkin
diperlakukan seperti benda-benda geometris lain yang berdimensi satu, dua, atau
bilangan-bilangan bulat lain. Akan tetapi, fraktal harus diperlakukan secara
matematis sebagai bentuk-bentuk geometris yang berdimensi pecahan. Sebagai
contoh, kurva fraktal snow flake Koch memiliki dimensi 1.2618. Geometri fraktal
bukanlah sekedar sebuah teori abstrak. Sebuah garis pantai, jika diukur sampai
ketidakberaturannya akan cenderung memiliki panjang tak berhingga seperti halnya
kurva kepingan salju. Mandelbrot sudah menduga bahwa pegunungan, awan,
pertumbuhan agrigasi, gugusan galaksi, dan fenomena-fenomena alam lainnya pada
hakekatnya merupakan fraktal. Selanjutnya, keindahan fraktal telah membuatnya
merupakan sebuah elemen kunci dalam perkembangan grafik komputer.
Contoh lain dari fraktal kurva yang menyerupai diri sendiri adalah Daun
Fraktal. Analisis daun fraktal adalh contoh dari self-similar set, yakni memiliki
kemiripan dengan dirinya sendiri dalam skala yang berbeda. Daun fraktal yang
dikenal umum adalah Barnsley Fern, yang dinamakan dengan nama penemunya,
seorang matematikawan Inggris bernama Michael Barnsley yang mendeskripsikan
daun yang mirip dengan Asplenium Adiantum-Nigrum pada bukunya Fractals
Everywhere. Konsep pembuatan daun fraktal dimulai dengan membuat sebuah
15
Fraktal segitiga sama sisi Sierpinski juga merupakan salah satu contoh dari
fraktal kurva yang menyerupai diri sendiri. Yang menjadi generatornya adalah
segitiga sama sisi yang menghadap ke atas kemudian didalam segitiga sama sisi
tersebut digambar lagi segitiga sama sisi yang menghadap ke bawah yang masing-
masing titik sudutnya menyinggung masing-masing sisi segitiga sama sisi yang
menghadap ke atas. Lalu dilakukan proses iterasi menggunakan pola dari generator
tersebut, sampai iterasi yang diinginkan (Gambar 7).
16
2. Public space. Public space pada resort hotel melingkupi area guest arrival and
registration, area circulation to guest room, area lobby lounge, area food and
beverages dan area function and meeting.
3. Back to the house space. Fasilitas pada back to house space tergantung pada
selera pengelola yang pada umumnya area ini meliputi area kerja dari pengelola,
seperti kantor pengelola, baik front office maupun back office.
4. Covered nonconditionaed areas. Area ini meliputi fasilitas-fasilitas bagi para
tamu seperti balkon, porte cocheres, kolam renang, lapangan olahraga dan lain
sebagainya.
deskripsi objek; lokasi dan tapak; kajian tema; analisa perancangan; analisa
tapak. konsep-konsep hasil perancangan dan hasil rancangan. Dapat disimpulkan
bahwa objek rancangan ini dengan tema Arsitektur Neo-Vernacular sengaja
dipakai untuk dapat melestarikan bentuk asli dari rumah adat suku yang telah
mengalami masa tranformasi ke bentuk modern dengan ciri-ciri : Bentuk-bentuk
menerapkan unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat diungkapkan
dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, detail, struktur dan ornamen).
Tidak hanya elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga
elemen non-fisik yaitu budaya , pola pikir, kepercayaan, tata letak yang mengacu
pada makro kosmos, religi dan lainnya menjadi konsep dan kriteria perancangan.
Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip bangunan
Vernakular melainkan karya baru (mengutamakan penampilan visualnya).
4. Jurnal 4
Jurnal : Canopy: Journal Of Architecture.
Judul : Pusat Seni Tari Jawa Di Semarang Dengan Pendekatan Arsitektur Neo-
Vernacular.
Nama Penulis : F. Indah Puspitasari Larasati.
Canopy 2 (1) (2013) ISSN 2252-679X Volume : Canopy 2 (1) (2013)
Website Sumber : http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/Canopy.
Tanggal Akses Website : 28 Maret 2015, Pukul 2.24 AM
Menciptakan Disain Arsitektur dengan penekanan Neo-Vernacular pada
Pusat Seni Tari Jawa ini dilandasi pemikiran untuk melestarikan unsur-unsur
budaya lokal yang secara empiris dibentuk oleh tradisi turun temurun hingga
bentuk dan sistemnya. Bagaimana melestarikan budaya setempat melalui desain
arsitektur Neo-Vernacular pada pusat seni tari Jawa di Semarang.
Metode Penelitian : Pengumpulan data primer dan data sekunder. Metode
deskriptif analisis yaitu suatu metode atau cara dalam penelitian yang berusaha
mendeskripsikan dan menggambarkan serta melukiskan fenomena atau hubungan
antar fenomena yang diteliti dan dianalisis dengan sistematis, faktual dan akurat.
Dengan cara menentukan program ruang, jumlah kapasitas, lokasi, tapak dan
persyaratan teknik bangunan. Kegiatan yang dilakukan pada sebuah Pusat Seni
Tari, Kapasitas dari sebuah Pusat Seni Tari, Lokasi dan tapak dimana pusat seni
tari berada, Masalah teknis bangunan dan Penekan disain. Kegiatan yang
dilakukan pada sebuah Pusat Seni Tari, hal ini untuk mengetahui kebutuhan
25
ruang dari sebuah Pusat Seni Tari dan juga besaran ruang yang dibutuhkan. b.
Kapasitas dari sebuah Pusat Seni Tari, untuk menentukan luas ruang yang
dibutuhkan. c. Lokasi dan tapak dimana pusat seni tari berada, untuk menentukan
persyaratan pembobotan dan pemilihan lokasi dan tapak yang sesuai dengan
sebuah Pusat Seni Tari. F.Indah Puspitasari Larasati / Canopy 2 (1) (2013) 3 d.
Masalah teknis bangunan, untuk menentukan persyaratan teknis sebuah Pusat
Seni Tari seperti struktur bangunan dan sistem jaringan utilitas. e. Penekan
disain, untuk menentukan citra bangunan yang ideal dengan sebuah Pusat Seni
Tari yang berlatar kebudayaan dan pendidikan. Pengumpulan data dan Hasil
Prarancangan serta organisasi ruang. Dapat disimpulkan bahwa dalam
perancangan pusat seni tari seperti ini harus memperhatikan budaya setempat,
lokasi, pengguna, kegiatan dalam ruang, kebutuhan ruang dan lain sebagainya.
5. Jurnal 5
Jurnal : Research Journal of Recent Science.
Judul : Developing Neo-Vernacular Building Technologies to Integrate Natural and
Built Environments: A Model Tourist Village in Qeshm Island
Nama Penulis : Javid Ghanbari Chahanjiri, Mahmood Golabchi, Mohammad Reza
Bemanian and Hasanali Pourmand
Nomor : Vol. 3(12), 78 86, ISSN 2277-2502 Vol. 3(12), 78-86, December (2014)
Res.J.Recent Sci.
Website Sumber : http://www.isca.in/rjrs/archive/v3/i12/12.ISCA-RJRS-2013-966.pdf
Tanggal Akses Website: 28 Maret 2015, Pukul 1.36 AM