Anda di halaman 1dari 7

http://kakurakatub.blogspot.co.

id/
PENGERTIAN
Rumah Betang adalah rumah untuk tempat tinggal orang-orang Dayak Ngaju dan
Dayak Ot-Danom di Kalimantan Tengah.Biasanya terletak di daerah hulu sungai yang biasanya
menjadi pusat pemukiman suku Dayak, sungai merupakan jalur transportasi utama bagi suku
Dayak untuk melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari-hari,seperti pergi bekerja ke
ladang dimana ladang suku Dayak biasanya jauh dari pemukiman penduduk, atau melakukan
aktifitas perdagangan.
CIRI-CIRI BANGUNAN

Ciri-ciri Rumah Betang yaitu bentuk panggung dan memanjang. Panjangnya bisa
mencapai 30-150 meter serta lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang
yang tingginya sekitar 3-5 meter. Biasanya Betang dihuni oleh 100-150 jiwa, Betangdapat
dikatakan sebagai rumah suku, karena selain di dalamnya terdapat satu keluarga besar juga
dipimpin pula oleh seorang Pambakas Lewu. Bagian dalam Betang terbagi menjadi beberapa
ruangan yang bisa dihuni oleh setiap keluarga.
Pada suku Dayak tertentu, pembuatan Rumah Betang atau Rumah Panjang haruslah
memenuhi beberapa persyaratan, yakni, pada hulunya haruslah searah dengan matahari
terbit dan sebelah hilirnya ke arah matahari terbenam. Hal ini dianggap sebagai simbol dari
kerja keras untuk bertahan hidup mulai dari matahari terbit hingga terbenam. Semua suku
Dayak, terkecuali suku Dayak Punan yang hidup mengembara, pada mulanya berdiam dalam
kebersamaan hidup secara komunal di rumah Betang yang lazim disebut Lou, Lamin, Betang,
dan Lewu Hante.
STRUKTUR BANGUNAN
Rumah Betang bentuknya memanjang serta terdapat sebuah tangga dan pintu masuk
ke dalam Betang. Tangga sebagai alat penghubung
pada Betang dinamakan hejot.Betang yang dibangun tinggi dari permukaan tanah
dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni Betang, seperti
menghindari musuh yang dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang
terkadang datang melanda. Hampir semua Betang dapat ditemui di pinggiran sungai-sungai
besar yang ada di Kalimantan.
Bangunan Betang biasanya berukuran besar, Betang dibangun menggunakan bahan
kayu yang berkualitas tinggi, yaitu kayu ulin, selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri sampai
dengan ratusan tahun, kayu ini juga anti rayap.
Pada halaman depan Betang biasanya terdapat balai sebagai tempat menerima tamu
maupun sebagai tempat pertemuan adat. Pada halaman depan Betang selain terdapat balai
juga dapat dijumpai sapundu, yaitu patung atau totem yang pada umumnya berbentuk
manusia yang memiliki ukiran-ukiran yang khas. Sapundu memiliki fungsi sebagai tempat
untuk mengikatkan binatang-binatang yang akan dikurbankan untuk prosesi upacara adat.
Pada bagian belakang dari Betang dapat ditemukan sebuah balai yang berukuran kecil
yang dinamakan tukau yang digunakan sebagai gudang untuk menyimpan alat-alat pertanian,
seperti lisung atau halu. Pada Betang juga terdapat sebuah tempat yang dijadikan sebagai
tempat penyimpanan senjata, tempat itu biasa disebut bawong. Pada bagian depan atau
bagian belakang Betang biasanya terdapat pula sanding, yaitu sebuah tempat penyimpanan
tulang-tulang keluarga yang sudah meninggal serta telah melewati prosesi upacara tiwah.
Lebih dari bangunan untuk tempat tinggal suku Dayak, sebenarnya
rumah panjangadalah jantung dari struktur sosial kehidupan orang Dayak.
Budaya panjang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari
orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan
masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam
hukum adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka-
duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang.
TIANG/KOLOM
Rumah betang identikdengan tiang-tiang berukuran besar sebagai struktur utama
rumah karena kolom berfungsi sebagai pengikat dinding bangunan agar
tidak goyah.Dulu tinggi Rumah Betang bisa mencapai lebih dari 3 meter,karena pertimbangan
alam yang masih liar/keras,juga untuk menghidari banjir karena meluapnya sungai dan juga
perang sukuyang disebut Hakayau(pemenggalan kepala).Rumah betang terdiri dari 4 tiang
yang disebut tiang agung dan tiap-tiap tiang mempunyai nama seperti tiang Bakas disebelah
kanan pintu masuk,tiang Busu disebelah kiri pintu masuk,tiang Penyambut sederet dengan
tiang Bakas,tiang Perambai sederet dengan tiang Busu.Keempat tiang ini berada pada ruang
tengah bagunan karena sesuai kepercayaan suku dayak,dengan agamanya Kaharingan
keempat tiang tersebut melambangkan turunnya manusia pertama yang diturunkan oleh
Ranying Hatala Langit.Tiangitu sendiri berdiameter 40 cm-80 cm dan terbuat dari kayu
ulin(kayu besi) karena kuat dan tahan lama sehingga cocok untuk konstruksi utama bangunan
Tetapi sekarang terjadi penyerdehanaan karena ketersediaan bahan.

LANTAI

Umumnya Rumah betang menggunakan papan kayu.Tetapiuntuk model jaman


sekarang ada beberapa yang mengguanakan keramik,maupun karpet.Dahulu papan kayu
berukuran 6 m x 30cm dengan pengolahannya sederhana sehingga permukaan yang
dihasilkan tidak rata dan licin,berbeda dengan lantai kayu sekarang yang berukuran 4 m x 20
cm dengan permukaan yang licin.
TANGGA

Tangga dalam Rumah betang disebut Hejan yang terbuat dari kayu bulat dan di buat
beruas-ruas untuk tempat kaki memanjat.Dengan seiringnya waktu tangga tersebut sudah
dibuat seperti tangga yang sudah ada sekarang yang lebih praktis dan ergonomis.Ada aturan
tersendiri dalam pembuatan tangganya seperti harus ganjil dan untuk railing tangga pun juga
harus ganjil 1atau 3.Menurut kepercayaan hitungan ganjil agar saat memasuki rumah dalam
hitungan genap agar terhindar dari malapetaka serta filosofi suku Dayak itu sendiri yaitu,
manusia di bagi menjadi 3 tingkatan usia yaitu anak-anak,remaja,dan dewasa dimana masing-
masing mempunyai jangkauan yang berbeda.Yang membedakan tangga yang dulu dan yang
sekarang adalah konsepnya dengan adat istiadat yang jaman dulu,dan dengan perhitungan
logika untuk jaman sekarang.
DINDING

Dinding Rumah Betang terdiri dari dua lapis yaitu bagian dalam dengan kayu ulin dan
bagian luar menggunakan kulit kayu.Jaman dahulu pun dinding tidak tertutup seluruhnya
yaitu hanya setengah tinggi dinding kurang lebih sekitar 280 cm itu karena wanita menjadi
tolak ukuran Suku Dayak dengan wanita berdiri diatas Luntung(keranjang besar dengan tinggi
kurang lebih 80 cm)sehingga di dapat tinggi dinding dengan tinggi keseluruhan yaitu
mencapai 6 m(sampai plafond).
PINTU DAN JENDELA
Penempatan pintu masuk :
Pintu diletakkan di tengah-tengah bangunan seakan akan membelah bangunan menjadi 2,lalu
harus diletakkan pada sisi panjang bangunan ,dan pintu harus berada di depan Los(ruang
kosong)
Ukuran pintu:
Ukuran ini merujuk pada penggunaan ukuran tubuh wanita dengan carawanita duduk
bersandar dan kaki diselonjorkan maka didapat bukaan pintu sedangkan untuk tinggi, wanita
berdiri dan sbelah tangan nya menggapai keatas.Untuk itu tidak ada ukuran baku untuk pintu
Model :
Baik pintu masuk maupun bilik bentuknya polos.Tetapi untuk jaman sekarang,ada beberapa
yang diukir untuk memperlihatkan status sosialnya. Adapun tata cara juga dalam membuka
pintu yaitu membuka dengan tangan kiri,karena apabila tamu bermaksud baik maka tangan
kanan di gunakan untuk mempersilahkan mask,dan apabila tamu bermaksud buruk, maka
tangan kanan bisa digunakan untuk menangkis serangan
Penempatan jendela :
Penempatan hanya berada pada bagian sisi bagunan saja,dimana 1 bilik hanya mempunyai
satu jendela saja dan setiap ruangan di haruskan mempunyai jendela sebagai lubang cahaya
dan pertukaran
Ukuran jendela:
Untuk ukuran yang jaman dahulu berukuran 50 cm x60 cmdan untuk yang jaman sekarang 60
cm x 90 cm.Cara penentuan jendela ini sama seperti pengukuran pintu dimana pebngukuran
menggunakan ukuran tubuh wanita dengan merapatkan siku dan jadilah untuk bukaannya
dan untuk tingginya setinggi dagu wanita saat berdiri,sedangkan jaman sekarang ukuran
bukaan adalah sepersepuluh dari luas lantai ruangan dan untuk ukuran keatas maksimal 1,92
m
Bahan jendela :
Bahan jendela nya terdiri dari kayu untuk lapisan dalam dan bagian lapisan luar menggunakan
kulit kayu sedangkan sekarang sudah ada yang menggunakan kaca karena semakin maju
jaman sehingga banyak pilihan.
Model jendela :
Sama seperti pintu ,karena fungsi nya hanya sebagai pengaman maka dibuat polos, tetapi
seiring perkembangan jaman sama halnya seperti pintu penambahan ukiran-ukiran pada
jendelamampu memberi status sosial dalam masyarakat tersebut.

ATAP
Bagian atap Rumah betang biasanya di ekspos tanpa adanya plafond,dan berguna
untuk sistem cross ventilation dan pengcahayaan pada rumah kerangka atap yang tinggi juga
memungkinkan sirkulasi udara yang baik,penutup atap menggunakan sirap kayu.

ORNAMEN
Ornamen sendiri biasanya terdapat pada lisplang atap,di atas ambang daun pintu, dan
di daun pintu ataupun jendela,biasanya terdiri dari motif burung enggan,ular,balangga,dan
motif tumbuh-tumbuhan ,selain itu adapula anyaman dan seni patung berupa manusia dan
binatang.Ornamen-ornamen tersebut semata-mata untuk perlindungan terhadap roh-roh
jahat. Seperti :

 Ukiran Asun Bulan,dimana terdapat dua orang bersalaman dengan makna orang
rumah harus ramah terhadap tamu .( ukiran di atas ambang pintu)
 Ukiran Tambarirang Maning Singkap Langit, dimana ukiran menyerupai anjing yang
melambangkan Tatun Hatuen (Raja Palasit),agar Hatuen tidak mengganggu
penghuni.( ukiran di atas ambang pintu)
 Patung berbentuk manusia yang ada pada railing tangga,merupakan simbol penjaga
Rumah Betang,agar roh-roh jahat tidak masuk ke rumah.
 Anyaman rotan yang bermotif batang garing pada tiang agung yang melambangkan
kesejahteraan.
Selain ada maksud didalam ukirannya tetapi ada juga yang hanya sebagai ornamen seperti :

 Ukiran Naga Pasai ,perlambangn Bawi Jata atau Dewa Penguasa Alam Bawah pada
daun jendela dan pintu
 Ukiran Lamantek,perlambangan kesehatan.
MAKNA DAN NILAI RUMAH BETANG
Rumah Panjang atau Rumah Betang bagi masyarakat Dayak tidak saja sekedar ungkapan
legendaris kehidupan nenek moyang, melainkan juga suatu pernyataan secara utuh dan konkret
tentang tata pamong desa, organisasi sosial serta sistem kemasyarakatan, sehingga menjadi titik
sentral kehidupan warganya. Sistem nilai budaya yang dihasilkan dari proses kehidupan rumah
panjang terkait beberapa hal, diantaranya, berhubungan dengan hidup manusia, pekerjaan, karya dan
amal perbuatan. Dapat dikatakan bahwa rumah Betang memberikan makna tersendiri bagi
masyarakat Dayak. Rumah Betangadalah pusat kebudayaan mereka karena di sanalah seluruh
kegiatan dan segala proses kehidupan berjalan dari waktu ke waktu.

Rumah Betang memang bukan sebuah hunian mewah dengan aneka perabotan canggih
seperti yang diidamkan oleh masyarakat modern saat ini. Rumah Betangcukuplah dilukiskan sebagai
sebuah hunian yang sederhana dengan perabotan seadanya. Namun, dibalik kesederhanaan itu,
rumah Betang menyimpan sekian banyak makna dan sarat nilai-nilai kehidupan yang unggul. Tak
dapat dipungkiri bahwa rumah Betangmenjadi simbol yang kokoh dari kehidupan komunal
masyarakat Dayak.

Dengan mendiami rumah Betang dan menjalani segala proses kehidupan di tempat tersebut,
masyarakat Dayak menunjukkan bahwa mereka juga memiliki naluri untuk selalu hidup bersama dan
berdampingan dengan warga masyarakat lainnya. Mereka mencintai kedamaian dalam komunitas
yang harmonis sehingga mereka berusaha keras untuk mempertahankan tradisi rumah Betang ini.
Harapan ini didukung oleh kesadaran setiap individu untuk menyelaraskan setiap kepentingannya
dengan kepentingan bersama. Kesadaran tersebut dilandasi oleh alam pikiran religio-magis, yang
menganggap bahwa setiap warga mempunyai nilai dan kedudukan serta hak hidup yang sama dalam
lingkungan masyarakatnya.

Rumah Betang selain sebagai tempat kediaman juga merupakan pusat segala kegiatan
tradisional warga masyarakat. Apabila diamati secara lebih seksama, kegiatan di Rumah Panjang
menyerupai suatu proses pendidikan tradisional yang bersifat non-formal. Rumah Betang menjadi
tempat dan sekaligus menjadi sarana yang efektif bagi masyarakat Dayak untuk membina keakraban
satu sama lain. Di tempat inilah mereka mulai berbincang-bincang untuk saling bertukar pikiran
mengenai berbagai pengalaman, pengetahuan dan keterampilan satu sama lain.

Hal seperti itu bukanlah sesuatu yang sukar untuk dilakukan, meskipun pada malam hari atau
bahkan pada saat cuaca buruk sekalipun, sebab mereka berada di bawah satu atap. Demikianlah
pengalaman, pengetahuan dan keterampilan diwariskan secara lisan kepada generasi penerus. Dalam
suasana kehidupan Rumah Panjang, setiap warga selalu dengan sukarela dan terbuka terhadap warga
lainnya dalam memberikan petunjuk dan bimbingan dalam mengerjakan sesuatu. Kesempatan seperti
itu juga terbuka bagi kelompok dari luar rumah panjang.

Anda mungkin juga menyukai