Anda di halaman 1dari 52

KEGIATAN 1

TES KETAJAMAN PENGLIHATAN (VISUS)

A. TUJUAN
Menguji ketajaman penglihatan.

B. HASIL PERCOBAAN

No Nama (jenis kelamin/umur) Mata kanan Mata kiri


1. Dimas ( L/20) 6/6 6/6
2. Hera ( P/19) 6/6 6/6
3. Cory ( P/20) 6/6 6/6
4. Hanny ( P/20) 6/20 6/15 F
5. M. Juneidi ( L/21) 6/6 6/5 F

C. PEMBAHASAN

Ketajaman penglihatan atau kemampuan untuk mengenali bentuk dan garis secara
jelas, ditunjukkan oleh suatu fraksi yang membandingkan jarak seseorang melihat
suatu objek (biasanya huruf berukuran dalam hal ini menggunakan optotip snellen)
secara jelas dengan jarak mata normal dapat melihat objek. Ketajaman mata normal,
yaitu jika mata mampu melihat huruf yang ditunjuk dengan jelas pada jarak 6 meter
(dimana jarak tersebut merupakan jarak ideal mata normal untuk ukuran huruf
tertentu), maka ketajaman pandangannya dikatakan menjadi 6/6 atau normal, akan
tetapi jika seseorang hanya mampu melihat huruf yang ditunjukkan pada jarak 5
meter padahal mata normal mampu melihat jelas pada jarak 6 meter, maka ketajaman
pandangan orang tersebut dikatakan 5/6 atau lima per enam ketajaman mata normal.
Optotip snellen, mempergunakan huruf-huruf dengan ukuran-ukuran tertentu.
Dari tiap ukuran huruf tersebut telah diketahui jarak ideal mata normal mampu
melihat dengan jelas. Sehingga dengan menempatkan seseorang pada jarak ideal mata
normal dari optotip snellen, dapat dilakukan uji ketajaman terhadap orang tersebut.
Kelima naracoba yang diuji ketajamannya menunjukkan hasil tiga orang memiliki
visus mata normal, bahkan salah satu naracoba justru memiliki ketajaman
penglihatan di atas rata-rata. Satu orang memiliki visus mata yang tidak normal yaitu
6/20 untuk mata kanan dan 6/15 untuk mata kiri.
Semakin tua usia seseorang maka kondisi mata akan mengalami kemunduran
rabun dekat, sesuai dengan semakin berkurangnya elastisitas, kemampuan
menggembung serta akomodasi lensa mata. Keadaan yang demikian disebut
presbyopia. Akomodasi lensa mata merupakan suatu pertambahan lengkung sehingga
menyangkut daya bias lensa. Permukaan mata normal memilki daya bias yang
memadai untuk membelokkan cahaya yang tingkatannya mencukupi untuk
memfokuskan sebagai suatu titik yang jelas pada retina. Jika objek bergerak
mendekati mata, cahaya yang dipantulkannya menjadi semakin divergen dari sejajar.
Tentu saja ini berarti bahwa mereka harus dibiaskan lebih tajam agar tetap dapat
memfokus atau secara jelas membayang di retina.
Mata merupakan organ penglihatan manusia yang juga dapat dikatakan sebagai
alat optik. Sebagai alat optik, mata memiliki daya penglihatan yang luar biasa. Akan
tetapi dalam kenyataannya mata kita tetap memiliki keterbatasan.
Bagian-bagian mata adalah kornea, kamera okuli anterior yang berisi humor
akuos, lensa mata dan korpus vitreum. Sebagai alat optik maka sinar yang masuk ke
dalam mata normal, akan dibiaskan sedemikian rupa sehingga membentuk bayangan
benda yang terletak tepat di retina, sehingga akan diperoleh kesan pengelihatan yang
jelas. Namun pada beberapa kasus, jalannya sinar yang masuk telah mengalami
pembiasan sehingga keadaan bayangan yang terbentuk tidak lagi seperti keadaan
benda sebenarnya. Dalam keadaan yang demikian bisa jadi bayangan suatu titik tidak
lagi berupa titik sehingga dikatakan dalam keadaan tidak normal (abnormal).
Untuk menyadari bahwa kita melihat sesuatu, atau agar terjadi penglihatan, maka
harus dipenuhi beberapa persyaratan berikut; sebuah bayangan harus terbentuk pada
retina guna merangsang reseptor (sel batang dan sel kerucut), dan menghasilkan
impuls syaraf yang akan dihantarkan ke area visual kortex serebralis.
Pembentukan suatu bayangan jelas pada retina melibatkan empat proses, yaitu
refraksi cahaya karena menembus mata, bila objek terletak kurang dari dua puluh
kaki dari mata normal maka lensa mata berakomodasi, pupil kontrixi dan mata
konvergen (memusat).
Beberapa jenis kesalahan refraksi umum adalah melihat dekat atau myopia,
melihat jauh atau hipermetropia, dan astigmatisma. Melihat dekat atau rabun jauh,
adalah keadaan dimana mata memfokuskan sinar dari objek sejauh 20 meter atau
lebih pada suatu titik di depan retina, sehingga dalam melihat objek yang jauh selalu
tampak kabur. Ini mungkin disebabkan oleh jarak antara lensa mata dengan retina
yang terlalu jauh. Keadaan yang demikian dapat diperbaiki dengan menggunakan
kaca mata konkaf untuk mengurangi refraksi cahaya yang masuk sehingga fokus tepat
berada pada retina. Melihat jauh atau rabun dekat, adalah kedaan dimana mata
memfokuskan sinar dari objek yang berjarak kurang dari 20 meter pada suatu titik di
belakang retina. Keadaan yang demikian dapat dibetulkan dengan menggunaan kaca
mata cekung. Astigmatisma adalah keadaan yang lebih parah, dalam hal ini lengkung
kornea tidaklah sama, sehingga menyebabkan sinar horisontal atau vertikal terfokus
pada dua titik berbeda pada retina. Kaca mata yang sesuai dapat membetulkan
refraksi yang demikian.

D. KESIMPULAN
a. Ketajaman visus seseorang berbeda dengan orang lain.
b. Ketajaman visus seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya
kebiasaan, besarnya lengkung kornea, usia dan kemampuan akomodasi
c. Semakin dekat jarak untuk mampu membaca huruf dari optotip snellen, maka
ketajaman visusnya semakin rendah
d. Semakin jauh jarak untuk mampu membaca huruf dari oiptotip snellen, maka
ketajaman visusnya semakin tinggi
e. Besarnya nilai visus normal dengan menggunakan optotip snellen adalah 6/6.

E. TUGAS
Terlampir

F. DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (edisi 9). Jakarta: EGC
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA Universitas Negeri
Malang
Tutiek Rahayu. 2004. Petunjuk Praktikum Biologi Manusia dan
Gizi.Yogyakarta: FMIPA UNY.

KEGIATAN II
TES BUTA WARNA
A. TUJUAN
Mengetahui apakah seseorang mengalami buta warna

B. HASIL PERCOBAAN
Kartu Iscihara
TERLIHAT OLEH PEMBANDING
NO TERLIHAT
Cory Hera Dimas Hanny Juned
1 12 12 12 12 12 12
2 8 8 8 8 8 8
3 5 5 5 5 5 5
4 29 29 29 29 29 29
5 74 74 74 74 74 74
6 7 7 7 7 7 7
7 45 46 46 45 46 45
8 2 2 2 2 2 2
9 X X X X X X
10 16 16 16 16 16 16
11 Merunut Merunut Merunut Merunut Merunut Merunut
12 35 35 35 35 35 35
13 96 96 96 96 96 96
14 Dapat Dapat Dapat Dapat Dapat Dapat
merunut 2 merunut 2 merunut merunut merunut merunut
lintasan lintasan 2 2 2 2
lintasan lintasan lintasan lintasan
KET Normal Normal Normal Normal Normal
Mengumpulkan benang berwarna

No. Warna Benang Hasil Pengumpulan


Cory Hera Dimas Hanny Juned
1. Coklat 1     
2. Coklat 2     
3. Biru     
4. Hijau     
5. Pink     
6. Krem     
7. Ungu     
8. Abu-abu     
9. Merah     
10. Kuning     
Keterangan Normal Normal Normal Normal Norma
l

C. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah seseorang mengalami tes buta
warna. Buta warna adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
adanya kelainan persepsi penglihatan warna. Setiap mata mengandung kurang lebih 3
juta sel kerucut. Sel kerucut mengandung fotopigmen yang sensitive terhadap sinar
terang dan sinar berwarna yang berbeda-beda. Fotopigmen yang ada dalam sel
kerucut akan mengurai bila terkena sinar berwarna. Tiap jenis sel kerucut akan
merespon secara optimal hanya kepada panjang gelombang spectrum warna tertentu.
Sekitar 5 % populasi manusia menderita buta warna. Buta warna merupakan
gangguan herediter yang diderita pria, sedangkan pada wanita merupakan karier buta
warna, karena buta warna terpaut pada kromosom x.
Buta warna disebabkan tidak adanya atau sedikitnya sel kerucut warna merah,
hijau dan biru. Bila mata tidak mengandung sel kerucut warna merah, maka warna
merah akan tampak berwarna hijau. Sedangkan jika mata tidak ada sel kerucut warna
hijau atau sedikit mengandung sel kerucut warna hijau , maka benda hijau akan
tampak berwarna merah, dan jarang terjadi bila hanya sel kerucut warna biru saja
yang hilang. Bila ketiga macam sel kerucut ( merah , hijau, biru ) tidak ada, maka
semua benda akan tampak hitam, dan orang tersebut dinyatakan menderita buta
warna total.
Buta warna dapat dites dengan menggunakan kartu ishihara atau menggunakan
benang warna-warni. Jika sesorang mengalami buta warna maka angka yang tertera
dalam kartu tidak dapat terbaca dengan benar. Misalnya, pada kartu ischihara dengan
angka 74, orang yang mengalami buta warna hijau ( parsial ) akan menyebut angka
21. Pada angka 42 pada kartu akan terbaca sebagai angka 2 pada penderita protanopi
( tidak mempunyai sel kerucut warna merah ), dan penderita deuteranopi ( tidak
mempunyai sel kerucut warna hijau ) akan membacanya sebagai angka 4.
Tes buta warna dengan menggunakan benang warna-warni didasarkan pada
kemampuan dan kejelian naracoba dalam mengumpulkan potong-potongan benang
yang sewarna dari gulungan potongan benang warna-warni. Dari hasil pemilahan
dapat dilihat apakah diantara pilahan tersebut masih tercampur benang dengan warna
yang berbeda atau tidak. Naracoba dikatakan normal dengan tes ini jika semua
pilahan benang menunjukkan hasil yang homogen.
Cara mengetahui apakah seseorang mengalami buta warna parsial atau buta warna
total yaitu dengan menghitung kesalahan yang dilakukan oleh naracoba. Jika
kesalahan menjawab sebesar 25 % mengindikasikan naracoba menderita buta warna
parsial. Bila kesalahan lebih dari atau sama dengan 50 % naracoba menderita buta
warna total.

D. KESIMPULAN
Pada percobaan tes buta warna kelima naracoba tidak mengalami buta warna.

E. TUGAS
Macam-macam buta warna :
a. Buta warna parsial, kondisi dimana seseorang kesulitan dalam membedakan warna
merah dengan warna hijau, hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sebagian sel konus
mata;
b. Buta warna sepenuhnya/ total, kondisi dimana seseorang tidak dapat membedakan
warna merah, hijau maupun biru sehingga yang tampak olehnya hanya warna hitam
dan putih, hal tersebut terjadi karena terjadi kerusakan pada semua sel-sel konus
mata.

F. DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (edisi 9). Jakarta: EGC
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang
Tutiek Rahayu. 2004. Petunjuk Praktikum Biologi Manusia dan Gizi.Yogyakarta:
FMIPA UNY.

ACARA III
SISTEM SKELETON

A. TUJUAN
Melakukan pengamatan dan menerangkan struktur anatomi sistem skeleton
B. HASIL
Bagian tubuh Nama tulang  Keterangan

Axial skeleton Tulang yang menyusun poros


tubuh
A. Cranium
a. Frontale 1 Melindungi otak
1. Neurocra
nium Atap pelindung otak
Kepala depan, membentuk sebagian
besar atap orbita dan bagian
b. Perietale 2 cranium

Menonjol di belakang frontale,


membentuk sisi atas cavum
c. Occipitale 1 cranialis

Membentuk bagian posterior dan


dinding cavum cranialis

2. Basis a. Ethmoidale 1

Terletak di anterior spheroidea dan


b. Temporale 2 posterior osnasale

Membentuk sisi bawah cranium,


berisi struktur tengah dan dalam
c. Spheroidea 1 telinga

Terletak dibelakang dan sedikit di


atas hidung dan kerongkongan,
membentuk alas dan dinding sisi
orbita

3. Splanchn Pembentuk wajah


ocranium
a. Nasale 2 Tulang kecil yang membentuk
bagian atas hidung

b. Maxillare 2 Tulang rahang atas membentuk


arteri orbita, anterior atap mulut,
alas hidung, serta dinding sisi
hidung

c. Zygomaticum 2 Tulang pipi membentuk alas dan


sisi dinding orbita

d. Mandibulare 1 Tulang rahang bawah, tulang


wajah terbesar dan terkuat

e. Lacrimale 2 Di posterior dan lateral nasale


pada dinding medial orbita,
membentuk dinding sisi cavum
nasale

f. Palatinum 2 Membentuk bagian posterior


langit-langit keras, alas dan
dinding sisi colum nasale serta
alas orbita

g. Conca 2 Terletak di atas atap mulut


nasalis
inferior 1 Membentuk bagian bawah dan
posterior septumnasi
h. Vormer
Tulang-tulang pendengaran
B. Ossicula auditus
2 Tulang martil

2 Tulang landasan
a. Melleus
2 Tulang sangugurdi
b. Incus
1 Tulang lidah di dalam leher,
c. Stepes
C. Oshyoideum diantara mandibulare dan bagian
atas larynx, digantung oleh
ligamentum processus dan ossa
temporale

D. Columna Memanjang seperti huruf sastra,


vertebralis beruas-ruas dan membentuk
poros tubuh yng diimbangi kepala
di bagian atasnya, rusuk dan
viceral tergantung di depannya
menyelubungi corda spinalis

a. Cervicalis 7 7 ruas pertama vertebrae bagian


leher

b. Thoracales 12 12 ruas kedua vertebrae bagian


dada

c. Lumbales 5 5 ruas ketiga vertebrae bagian


perut

d. Sacrum 1 5 ruas keempat vertebrae yang


bergabung setelah dewasa di
bawah
lumbale

e. Coccygeus 1 4 ruas terakhir vertebrae yang


juga menjadi satu setelah dewasa

Rusuk tulang dada bersama


E. Costa dan thoracales membentuk seperti
sternum kurungan burung dari tulang yang
disebut dada

a. Costae 14 7 pasang teratas, melekat pada


verae sternum dengan perantara
cartilago costalis

b. Costae 10 Rusuk semu, tidak menempel


spuruiae langsung pada sternum, 3 pasang
atas ditahan oleh catilago dari
costa ketujuh, 2 pasang bawah
sama sekali lepas (costa
fluctuante)

c. Sternum 1 Tulang dada, pipih berbentuk


seperti pedang
Tulang tambahan pada
Apendicular kerangka sumbu
skeleton
Anggota sistem gerak atas,
cingulum pectoralis,
berhubungan dengan axis
A. Extrimitas skeletaon mamakai sendi antara
superior clavicula dan sternum

a. Claviculae 2 Tulang selangka

b Scapulae 2 Tulang belikat, pipih, tidak


bersambungan dengan axis
skeleton, bersama claviculae
membentuk cingulum pectoralis

c. Himerus 2 Lengan atas, tulang panjang

d. Radius 2 Sisi ibu jari lengan bawah

e. Ulna 2 Sisi kelingking lengan bwah,


lebih panjang dari pada radius

f. Carpalia 16 Tersusun dalam 2 baris pada


ujung proximal tangan

g. Metacarpal 10 Tulang-tulang panjang yang


menyusun telapak tangan

h. Phalanges 28 Jari-jari tangan, terdiri atas 3


tulang setiap jari dan 2 tulang
pada ibu jari

Anggota gerak bawah, termasuk


cingulum pelvis

a. Ossa pelvis 2 Tulang pinggul dengan sacrum


B. Extrimitas dan coccygeus membentuk
inferior bentukan seperti mangkuk yaitu
calvum pelvis

b. Femur 2 Tulang paha, terpanjang dan


terkuat pada tubuh

c. Patella 2 Tempurung lutut, tulang


sesamoid besar, melekat pada
musculus quadricepformis

d. Radius 2 Tulang kering

e. Ulna 2 Tulang betis, panjang silindris,


sisi lateral kaki bawah

f. Carpalia 14 Tulang-tulang pergelangan


kaki, penyusun tumit dan
separuh proximal/ posterior
kaki

g. Metatarsalia 10 Tulang-tulang panjang


penyusun telapak kaki

h. Phalanges 28 Tulang jari-jari kaki, 2 tulang


pada ibu jari kaki dan 3 tulang
pada tiap jari kaki lainnya

C. PEMBAHASAN
Rangka tubuh manusia tersusun atas 206 tulang yang bila dihitung beratnya
hampir 18% dari berat badan yang salingbersendi membentuk suatu sistem rangka
dan sistem gerakan yang timbul apabila kekuatan kontraksi otot ditimbulkan melalui
tendon ke tulang. Tujuan mempelajari ciri-ciri tulang adalah untuk mendalami lebih
lanjut tentang kegunaan beserta mekanisme-mekanisme yang menyertai fungsi tiap-
tiap bagian tulang. Dengan mempelajari karakteristik tulang beserta fungsinya dengan
benar maka kita dapat meningkatkan usaha pemeliharaan.

Tulang menjalankan beberapa fungsi tubuh antara lain; (1) Memberi bentuk
tubuh, dengan adanya tulang maka bentuk tubuh misalnya kepala, dada dan tangan
tidak mudah berubah, jika tidak ada tulang mungkin tubuh kita akan seperti moluska
yang dapat dengan mudah berubah-ubah. (2) Melindungi organ-organ dalam seperti
jantung, paru-paru dan otak, tulang iga atau costa verae melindungi jantung dan paru-
paru dari desakan atau benturan sehingga tidak langsung mendesak atau menekan
organ-organ vital tersebut, begitu pula tulang tengkorak yang melindungi otak. (3)
Menjadi bagian alat gerak tubuh, dengan adanya tulang maka kerja otot sebagai alat
gerak menjadi lebih mudah, gabungan tulang dan otot menambah kekuatan gerak
tubuh. (4) Tempat melekatnya otot rangka.
Sistem skeleton adalah semua tulang berserta sendi-sendinya. Sistem skeleton
manusia terdiri atas dua kelompok tulang, yaitu : skeleton axial, terdiri atas tulang-
tulang penyusun kepala, leher dan badan skeleton; apendikular yaitu tulang-tulang
yang terdiri atas anggota badanm atas dan anggota badan bawah. Skeleton axial
disusun oleh;
a. Cranium, terdiri atas ossa cranii (mengelilingi oatak) dan ossa facialis (muka).
Cranium terdiri atas dua bagian utama yaitu : neurocranium, dan splanhnocranium.
 Neurocranium, tempat beradanya otak kita dan melindungi otak neurocranium
terdiri atas : frontale, parientale, dan occipitale.
 Splanchnocranium, bagian utamanya adalah ossa maxilare. Kecuali
mandibula, semua tulang splanchnocranium bersendi dengan maxilare, yang
juga saling bersendi satu sama lain pada garis tengah. Tersusun atas os
mandibulare, ossa lacrimare, ossa platinum, concha nasalis, os vomer, os
hyodeum.
a. Columna vertebralis/ tulang belakang, ada 26 tulang penyusunnya, saling
bersendi sehingga memungkinkan gerak ke depan-belakang dan samping. Tujuh ruas
vertebrae cervicales menyusun leher, 12 ruas di bawahnya disebut vertebrae lumbalis,
dan di bawahnya adalah sacrum dan cocygis.
b. Sternum/ tulang dada, berbentuk seperti pedang terdiri dari tiga bagian yaitu
bagian teratas disebut hulu/ manubrium, bagian tengah badan/ corpus sterni, dan
bagian bawah processus xiphoideus.
c. Os hyodeum/ tulang kecil di leher.
Sedangkan skeleton apendiculare, untuk tiap-tiap aggota badan/ extrimitas terdiri
atas:
a. Tulang-tulang extremitas superior, terdiri dari tulang-tulang cingulum extremitas
superior, humerus, radius ulna, carpalia, metacarpallia dan phalanges. Cingulum
extrimitas superior terdiri dari clavicula dan scapula. Humerus merupakan tulang
lengan atas, terdiri ari diaphisis dan epiphisis. Dua buah tulang penyusun lengan
bawah yaitu ulna dan radius. Radius pada sisi ibu jari sedangkan ulna pada sisi jari
kelingking. Radius memiliki tiga tonjolan, dua buah di ujung proximal dan
tuberositas radii, serta sebuah tonjolan di ujung distal.
b. Tulang extrimitas inferior, disusun oleh cingulum inferior, femur, tibia, fibula,
patella, tasalia, metacarsalia dan phalanges. Os femur merupakan tulang terpanjang
dan terkuat dari seluruh tulang tubuh. Patella terletak di dalam tendon dari musculus
quadriceps femoris sebagai pelindung atas sendi lutut. Tibia adalah tulang terpanjang
dan terkuat untuk kaki bawah, lebih medial serta superficial. Fibula lebih kecil, lebih
lateral dan lebih ke dalam. Fibula bersendi dengan femur, yang merupakan sendi
terkuat pada tubuh.

Berdasarkan fungsinya tulang manusia (skeleton) dibagi menjadi 3 bagian besar


yaitu :
Tulang batang tubuh (Skeleton trunsi)

Tulang yang membentuk kerangka batang manusia terdiri dari 3 macam


tulang yaitu :

1. Tulang belakang (Columna verterbralis)


Tulang ini dimulai dari permulaan dasar tulang tengkorak sampai ujung tubuh
atau ujung bawah badan. Tulang belakang terdiri atas 33 sampai 34 ruas tulang yang
tersusun mulai dari atas ke bawah. Dari ruas-ruas tulang belakang ini menurut
tempatnya dapat diperinci dan dibedakan dalam pembagian sebagai berikut:

a. 7 ruas tulang leher (vertebrae servicales)


b. 12 ruas tulang punggung (vertebrae thoraxales)
c. 5 ruas tulang pinggul (vertebrae lumbalis)
d. 5 ruas tulang kelangkang (vertebrae sacrales) yang tumbuh menjadi satu
dinamakan os sacrum
e. 3-4 ruas tulang tungging atau tulang ekor (vertebrae coccygeales) yang
tumbuh menjadi satu dinamakan os coccyges.

2. Tulang rusuk (Os costae)


Tulang rusuk disebut juga sebagai tulang iga, jumlahnya 12 pasang. Dari
keduabelas tulang tersebut dapat terdapat tulang iga yang melekat pada tulang dada
maupun tulang iga yang tidak melekat pada tulang dada. Susunan tulang iga tersebut
adalah:

a. Tulang iga ke I-VII disebut costae verae, tulang iga ini langsung melekat
pada tulang dada.
b. Tulang iga ke VIII-X disebut costae spuriae afixa yang saling melekat
pada tulang rusuk di atasnya.
c. Tulang iga ke XI-XII disebut costae spuriae flunktuantes karena tidak
melekat pada tulang dada.

3. Tulang dada (Os sternum)


Adalah tulang yang membantu dinding membentuk dinding rongga dada (thorak),
yang melekat di depan bagian tengah kerangka batang tubuh, dapat dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu:

a. Manubrium sternii
Merupakan bagian yang terbesar yang ditengah-tengahnya terdapat satu takik
yang dinamakan incisura jugularis. Pada dua sisi takik lekukan agak sedikit ke bawah
dinamakan Incisura clavicularis adalah untuk bersendi dengan permukaan yang
terdapat pada clavicula dinamakan facies artacularis claviculae.
b. Corpus sternii
Merupakan bagian yang terpanjang dari sternum, pada bagian sebelah atas dan
bawah dari tulang rusuk ke V, corpus sternii mengecil. Pada bagian samping
manubrium sternii terdapat 7 buah takik disebut incisura costalis.

c. Processus xiphoideus
Bersatu dengan corpus sternii pada tulang rusuk dan tulang belakang
dihubungkan dengan ikatan yang membentuk thorak membatasi sebuah rongga yang
disebut cavum traxis. Rongga dada ini terbuka ke atas melalui apertura traxis
superior dan terbuka ke bawah melalui apertura traxis inferior.

Tulang anggota badan (extremitas)

Terdiri atas extremitas superior dan extrimitas inferior dengan bagian-bagian


masing-masing adalah sebagai berikut:

1. Extremitas superior
a. Tulang-tulang gelang bahu (cingulum superior)
i) Tulang belikat (scapula)
Bentuknya segitiga, pada bagian tepi bawah (margo vertebralis) sejajar dengan
tulang belakang. Bagian ujung spina scapula berupa tonjolan kearah lateral depan
disebut acronium.

ii) Tulang selangka (clavicula)


Bentuknya menyerupai huruf S, pada bagian permukaan atas agak halus,
berlainan dengan bagian bawahnya yang kasar.

b. Tulang lengan atas (Os humerus)


mempunyai bongkol disebut caput humeri.

c. Tulang lengan bawah, terdiri dari:


i) Tulang pengumpil (Os radius)
ii) Tulang hasta (Os ulnae)
iii) Tulang-tulang tangan
 Tulang pangkal tangan (Ossa carpalia)
 Tulang telapak tangan (Ossa metacalpalia)
 Tulang jari-jari (pelenges/ phalanx)
2. Extremitas inferior dan singulum inferior
a. Singulum inferior, terdiri atas:
i) 5 tulang kelangkang yang menjelma menjadi satu disebut Os sacrum.
ii) Tulang ekor (Os coccygalis)
iii) Tulang pangkal paha (Os coxae), terbentuk atas tiga buah tulang, yaitu:
 Tulang usus (os illium)
 Tulang kemaluan (os pubis)
 Tulang kedudukan (os isium)
b. Extremitas inferior, terdiri atas:
i) Tulang tungkai atas (os femur)
ii) Tulang kering (os tibia)
iii) Tulang betis (os fibula)
iv) Tulang pangkal kaki (os tarsalia)
v) Ossa metatarsalia
vi) Falanges
vii) Os patella
viii)
Tulang tengkorak kepala (Os cranium)

Tulang tengkorak dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu tulang tengkorak
otak (Neurocranium) dan tulang tengkorak wajah (Spalachnocranium). Adaun
masing-masing bagiannya adalah:

1. Neurocranium
Adalah bagian tulang tengkorak yang menyelubungi atau melindungi
bagian otak kita, terdiri atas:

a. Tulang dahi (os frontalis)


b. Tulang ubun-ubun (os parientalis)
c. Tulang kepala belakang (os occipitalis)
d. Tulang baji (os peniodale)
e. Tulang pelipis (os temporalis)
2. Splachnocranium
Adalah bagian tulang tengkorak yang membentuk bagian wajah/ muka
kita, terdiri atas:

a. Bagian hidung
i) Tulang air mata
ii) Tulang hidung
iii) Tulang anak hidung
iv) Tulang sekat rongga hidung
b. Bagian rahang dan pipi
i) Tulang rahang atas (os maxilaris)
ii) Tulang rahang bawah (os mandibularis)
iii) Tulang langit-langit
iv) Tulang pipi

D. KESIMPULAN
Sistem skeleton manusia terdiri dari dua kelompok tulang yaitu;
a. Skeleton axiale terdiri atas tulang-tulang kepala, leher dan badan, secara
sistematis disusun oleh:
i) Cranium, terdiri atas ossa cranii (mengelilingi otak) dan ossa
facialis (muka)
ii) Columna vertebralis (tulang belakang)
iii) Dua belas pasang costa (tulang iga)
iv) Sternum (tulang dada)
v) Os hyoideum (tulang kecil di leher)
b. Skeleton appendicculare terdiri atas angota badan atas dan bawah, secara
sistematis disusun oleh:
i) Cingulum, mengehubungkan extremitas dengan skeleton axiale
ii) Tulang-tulang extremitas
Kegunaan tulang ialah:
a. Menentukan bentuk dasar tubuh
b. Mentransmisikan berat badan
c. Membentuk sistem pengungkit persendian
d. Melindungi struktur-struktur vital dari kerusakan
e. Tempat menghasilkan sel-sel darah, yaitu di medula osseum

E. TUGAS
Tugas terlampir

F. DAFTAR PUSTAKA

Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (edisi 9). Jakarta: EGC
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang
Tutiek Rahayu. 2004. Petunjuk Praktikum Biologi Manusia dan Gizi.Yogyakarta:
FMIPA UNY.
ACARA IV
REFLEKS

A. TUJUAN
Memahami pengertian refleks

B. HASIL
Data naracoba
Nama : Dimas Sigit W
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 65 kg

Hasil percobaan
Macam refleks Kanan Kiri Ada Tidak ada
Refleks lutut Kanan  -
Refleks tumit Kiri  -
Refleks triseps Kiri  -
Refleks biseps Kanan  -
Refleks mengejab mata Kanan -

C. PEMBAHASAN DAN DISKUSI


Refleks adalah suatu respon terhadap rangsangan yang terjadi secara otomatis
tanpa disadari, jadi jalannya impuls tidak melalui otak akan tetapi berbelok melalui
sumsum tulang belakang. Refleks berasal dari bahasa latin, yaitu re yang artinya
kembali dan flectere yang artinya berbelok atau memantul, sehingga refleks dapat
diartikan berbelok kembali atau pantulan kembali.
Untuk terjadinya gerak refleks diperlukan struktur-struktur sebagai berikut:
1. Organ sensori yang menerima impuls, misalnya kulit.
2. Serabut saraf sensoris yang mengantarkan impuls-impuls tersebut termasuk sel-
sel di dalam ganglion radiks (akar) posterior dan selanjutnya serabut-serabut ini akan
meneruskan impuls-impuls itu menuju substansi kelabu pada kornu posterior medulla
spinalis.
3. Sumsum tulang belakang dimana serabut-serabut saraf penghubung
menghantarkan impuls-impuls melalui serabut syaraf motorik.
4. Organ motorik, melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls syaraf
motoris.
5. Sumsum tulang belakang secara strategis terletak antara otak dan sistem saraf
tepi (saraf afaren dan eferen), sehingga sumsum tulang belakang mempunyai dua
fungsi utama:
 Melayani hubungan informasi antar otak dan tubuh.
 Mengintegrasikan aktivitas refleks antara input aferen dan output eferen tanpa
melibatkan otak (reflek spinal). Sumsum tulang belakang bertanggung jawab
mengintegrasikan berbagai refleks dasar.
Suatu refleks adalah setiap respon yang terjadi secara otomatis tanpa disadari.
Terdapat dua sistem refleks, yaitu:
 Refleks sederhana atau refleks dasar, yang menyatu tanpa dipelajari, misalnya
menutup mata saat ada benda menuju ke arahnya.
 Refleks yang dikondisikan (conditional reflex), yang dihasilkan dari berbuat
atau belajar, seperti membelokan stir kalau ada lubang di jalan. Kita
mengerjakan hal tersebut secara otomatis hanya setelah kita belajar.
Rangkaian (jalur) saraf yang terlibat dalam aktivitas refleks disebut lengkung
refleks, yang terdiri dari 5 komponen dasar:
1. Reseptor
2. Jalur aferen
3. Pusat pengintegrasi
4. Jalur eferen
5. Efektor
Tanggapan yang merespon stimulus merupakan suatu perubahan fisik maupun
perubahan kimia dalam lingkungan reseptor. Dalam merespon stimulus, reseptor
menghasilkan potensial aksi yang akan diteruskan oleh jalur aferen ke pusat
pengintegrasian refleks-refleks dasar, sedangkan bagian otak yang elbih tinggi
memproses refleks yang dipelajari. Pusat pengintegrasian memproses semua
informasi yang diperoleh dari reseptor tersebut termasuk semua informasi dari input
lain, kemudian membuat “suatu keputusan” tentang respon yang sesuai. Intruksi dari
pusat integrasi diteruskan melalui lintasan eferen ke efektor (suatu otot atau kelenjar)
yang melaksanakan respon yang diinginkan

Suatu refleks spinal dasar adalah salah satu refleks yang dintegrasikan oleh
sumsum tulang belakang, oleh sebab itu semua komponen yang diperlukan untuk
menyambung input aferen ke respon eferen berada dalam sumsum tulang belakang.
Reflek menarik diri (withdrawal refleks) merupakan contoh refleks spinal dasar.
Refleks menarik diri dapat dijelaskan dengan mekanisme sebagai berikut: stimulus
panas mengenai jari, oleh reseptor panas akan diubah menjadi potensial akasi yang
akan dirambatkan melalui aferen masuk ke sumsum tulang belakang. Saraf aferen
bersinapsis dengan beberapa antar neuron dan akan terjadi beberapa rangkaian
sebagai berikut;
1. Potensial aksi akan menstimulus beberapa saraf anter neuron yang pada
gilirannya akan enstimulus saraf eferen motorik yang menginervasi bisebs, suatu otot
flektor pada persendian siku. Akibat kontraksi dari bisebs maka tangan akan tertarik
dari benda panas.
2. Potensial kasi pada saat yang sama juga menstimulus antar neuron yang lain,
yang pada gilirannya akan menghambat neuron eferen yang menginervasi triseps,
sehingga triseps tidak bisa berkontraksi. Triseps adalah otot-otot pada lengan atas
yang menggerakkan lengan bawah sehingga siku lebih terbuka. Jika bisebs sedang
berkontraksi melipat lengan ke bawah, ini akan diimbangi oleh relaksasi dari trisebs.
Tipe hubungan yang melibatkan stimulasi saraf yang menginervasi suatu otot dan
secara bersama-sama melakukan pengahambatan pada otot antagonisnya diketahui
sebagai inervasi resiprokal (resiprocal enervation).
3. Potensial aksi juga menstimulus antar neuron yang lain lagi yang membawa
sinyal ke atas otak melalui jalur naik. Pada saat impuls mencapai daerah korteks
sensori otak, maka orang yang bersangkutan akanmeras sakit dan menyadari apa yang
sedang terajadi. Bila impuls mencapai otak maka akan disimpan sebagai memori, dan
seseroang dapat mulai berfikir tentang situasi yang sedang terjadi, apa yang harus
dikerjakan, bagaimana menghindari kejadian yang sama, dsb.
Hasil percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat gerakan reflek
pada semua tempat yang diuji. Daerah yang diujicoba tentang ada tidaknya gerakan
refleks adalah daerah ligamentum patellae pada lutut, tendo achilles pada tumit,
daerah otot biseps, otot trisebs, serta pada permukaan kornea mata. Refleks pada
patellae adalah refleks monosinaptik, sedangkan refleks tumit dan refleks mengejab
adalah refleks polisinaptik. Refleks pada otot biseps dan triseps merupakan reflek
sinap dasar yang juga dapat dikatakan sebagai refleks polisinaptik, karena
melibatakan banyak sinaps. Seperti telah dijelaskan sebelumnya kedua otot ini
berperan dalam refleks withdrawal. Hanya terdapat satu refleks yang lebih sederhana
daripada refleks withdrawal, yaitu refleks regangan (strech reflex). Refleks regangan
merupakan refleks monosinaptik, yaitu suatu refleks yang lengkung refleksnya hanya
ada satu sinaps yang mana sinaps tersebut terdapat diantara neuron aferen dan neuron
eferen.

D. KESIMPULAN
1. Refleks adalah respon terhadap rangsangan, yang terjadi secara ototmatis
tanpa disadari, sehingga prosesnya jalannya impuls tidak melalui otak
melainkan berbelok melalui sumsum tulang belakang.
2. Rankaian atau jalur saraf yang terlibat dalam aktivitas refleks disebut
lengkung refleks.
3. Komponen dasar lengkung refleks adalah: reseptor, jalur aferen, pusat
pengintegrasi, jalur eferen, dan efektor.
4. Berdasarkan banyaknya sinaps didalam lengkung refleks, maka refleks dapat
dikelompokkan dalam refleks monosinaptik dan refleks polisinaptik.
5. Refleks monosinaptik adalah refleks yang hanya melibatkan satu sinaps di
dalam lengkung refleksnya.
6. Refleks polisinaptik adalah refleks yang melibatkan banyak sinaps di dalam
lengkung refleksnya.

E. TUGAS
Tugas terlampir

F. DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (edisi 9). Jakarta: EGC
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang
Tutiek Rahayu. 2004. Petunjuk Praktikum Biologi Manusia dan Gizi.Yogyakarta:
FMIPA UNY.

ACARA V
TES KETAJAMAN PENDENGARAN
A. TUJUAN
Memahami persepsi bunyi dan ketajaman pendengaran

B. HASIL PERCOBAAN
a. Jam/Arloji
Pada jarak (cm )
Letak Jam Suara Jam mulai
Telinga kanan Telinga kiri
Dijauhkan Tidak Cory 51 53
terdengar
Hera 55 40
Dimas 69 55
Hanny 53 50
Juned 68 63
Didekatkan Terdengar Cory 68 55
Hera 50 43
Dimas 70 57
Hanny 55 51
Juned 65 62

b. Letak garpu tala

1. Menurut Rinne

Letak Garpu Waktu hantar ( detik )


Naracoba
tala Telinga kanan Telinga kiri
Dijauhkan Cory 3 3
Hera 3 3
Dimas 2 3
Hanny 4 3
Juned 3 2
Didekatkan Cory 3 3
Hera 3 3
Dimas 3 2
Hanny 3 3
Juned 3 4
2. Tes ketajaman pendengaran dengan garpu tala Menurut webber

Letak Garpu
Naracoba Lateralisasi
tala
Kanan Cory v
Hera v
Dimas v
Hanny v
Juned v
Kiri Cory v
Hera v
Dimas v
Hanny v
Juned v

Frekuensi garpu tala 288 Hz

Frekuensi garpu tala 288 Hz

C. PEMBAHASAN DAN DISKUSI


Telinga adalah organ pendengaran pada manusia. Saraf yang melayani indera ini
adalah saraf kranial kedelapan atau nervus auditorius.
Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu:
1. Telinga bagian luar (aurikel atau daun telinga)
Telinga luar menyalurkan gelombang suara ke dalam meatus kanalis acusticus
eksternus. Dari meatus kanalis acustikus eksternus gelombang bunyi berjalan menuju
membrana timpani atau gendang telinga. Daun telinga terdiri atas tulang rawan dan
jaringan fibrosa, kecuali pada ujung paling bawah, yaitu cuping telinga yang terdiri
dari lemak.
2. Telinga bagian tengah (rongga timpani)
Rongga timpani adalah rongga yang terletak di sebelah dalam membrana timpani,
yang memisahkan rongga itu dengan meatus auditorius eksternal. Rongga ini sempit,
memiliki dinding tulang dan dinding membranosa, sementara pada bagian
belakangnya bersambungan dengan antrum mastoid dalam prosesus mastoideus pada
tulang temporalis, melalui celah yang disebut auditus. Tuba eustakhius agak ke depan
dari telinga tengah menuju nesofaring. Dengan demikian maka tekanan pada kedua
sisi gendang telinga dapat diatur seimbang melalui meatus auditorius eksternal dan
tuba eustakhius. Celah eustakhius akan menutup jika dalam keadaan biasa, dan akan
membuka setiap kali kita menelan, mengunyah dan menguap. Membuka dan
menutupnya saluran eustakhius ini bertujuan untuk mempertahankan tekanan kedua
sisi gendang telinga agar tetap seimbang, karena ketidak seimbangan tekanan pada
kedua sisi gendang telinga dapat menyebabkan ketulian.
3. Telinga bagian dalam
Rongga telinga bagian dalam atau labirin berisi resptor-reseptor pendengaran dan
perasa mengenai posisi (kesimbangan), tersusun oleh tulang labirin dan selaput
labirin. Tulang labirin adalah rangkaian saluran pars petrosa tulang temporale. Berisi
cairan yang banyak mengandung air disebut perilimfe.
Tulang labirin tersusun atas 3 bagian yaitu: kole, vestibula dan saluran stengah
lingkaran. Di dalam tulang labirin terdapat selaput labirin, sedangkan kantong-
kantong yang berisi cairan dan tabung-tabung yang berbentuk serupa mengelilingi
dinding tulang. Selaput labirin tersusun atas duktus koklear di dalam koklea, utrikel
dan sakkula di dalam vestibula, dan duktus setengah lingkaran di dalam saluran
setengah lingkaran. Cairan yang mengelilingi selaput membran disebut endolimfe.
Telinga manusia dapat mendeteksi suara dari suara serendah 16 cps sampai
setinggi 2000 cps, tetapi daya dengar tersebut dangat tergantung kepada setiap
individu. Frekuensi tertinggi terdapat pada masa kanak-kanak dan menurun seiring
dengan pertambahan usia.
F. Jalannya pendengaran
Telinga dan syaraf auditorius dilengkapi dengan mekanisme dimana
gelombang suara secara tidak langsung merangsang area auditorius. Sebelum
mencapai area ini, gelombang suara harus dirambatkan melalui udara, tulang, dan
cairan untuk merangsang ujung saraf sehingga menyebabkan impuls melalui serabut
syaraf.
Gelombang suara masuk melalui meatus auditorius external, pada ujung
meatus gelombang ini menggetarkan selaput gendang. Kemudian gelombang suara
mulai dihantarkan oleh tulang pendengaran, yang selanjutnya merambat sampai
sangurdi. Sangurdi ini yang menggetarkan tingkap jorong, karena tingkap jorong
menempel dengan perylimfe pada tulang bagian dalam, maka cairan mulai
mengahantarkan gelombang suara. Bila sangurdi menggetarkan tingkap jorong, maka
tingkap jorong akan menyebabkan riak pada perylimfe, yang seterusnya
menggerakkanmembran basalis dan memulai gelombang pada endolimfe. Gerakan
endolimfe secara mekanik merangsang gerakan silia sel-sel rambut organ corti, maka
impuls syarafpun terjadi. Sel-sel rambut organ corti adalah reseptor auditorius.
Sebelum mencapai area ini, impuls syaraf menembus “stasiun relai” yang ada pada
nuklei medula, pons, otak tengah, dan thalamus.
Telinga kita dapat mendengarkan suara dari frekuensi yang rendah hingga
frekuensi yang sangat tinggi. Membran basalis di dekat jendela lonjong sempit dan
lebih kaku, berfungsi untuk menangkap suara dengan frekuensi tinggi. Membran
basalis di tengah lebih lebar dan fleksibel, berfungsi menangkap suara dengan
frekuensi yang lebih rendah. Membran basalis paling ujung merupakan membran
yang paling lebar dan paling fleksibel, berfungsi untuk mengakap suara denga
frekuensi paling rendah.
Kerusakan pada indera pendengaran dapat menyebabkan ketulian. Berdasarkan
penyebabnya maka tuli dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Konduksi tuli yang disebabkan ganguan penghantaran gelombang suara
melalui telinga tengah dan telinga dalam. Misalnya ada cairan lilin yang
megeras di media akustik eksternal.
2. Tuli syaraf yang dapat disebabkan oleh penurunan sel-sel sensori di dalam
ductus koklear akibat adanya tumor.
3. Pusat tuli yang dapat diikuti oleh terganggunya jalan impuls syaraf korteks
serebral.
Berdasarkan uji ketajaman pendengaran menggunakan arloji, terlihat bahwa
naracoba memiliki pendengaran yang normal, sedangkan pada telinga kiri juga
mampu mendengarkan detikan arloji (normal). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
telinga kiri naracoba lebih peka daripada telinga kanan, meskipun demikian kedua
telinga masih dapat dikatakan normal. Hasil uji ketajaman pendengaran dengan garpu
tala menurut Weber pada naracoba menunjukkan hasil positif artinya ada lateralisasi
pada kedua telinga naracoba, dimana setiap telinga yang dibuka selalu mendengar
lebih jelas daripada telinga yang ditutup. Jika hasil uji Weber positif, maka orang
tersebut memiliki lateralisasi pada telinganya. Lateralisasi adalah keadaan dimana
telinga yang ditutup dapat mendengarkan bunyi lebih jelas daripada telinga yang
terbuka.
Hasil uji Rinne terhadap naracoba menunjukkan hasil positif, karena waktu
dengar bunyi garpu tala pada posisi di depan telinga lebih panjang daripada waktu
dengar bunyi garpu tala di puncak kepala sehingga naracoba dikatakan normal (tidak
tuli konduksi). Jika hasil uji Rinne menunjukkan hasil negatif maka yang
bersangkutan menderita tuli konduksi, yaitu keadaan dimana terjadi gangguan
penghantaran gelombang suara melalui telinga bagian tengah dan telinga bagian
dalam. Oleh karena itu pada penderita tuli konduksi, akan diperoleh hasil lama waktu
dengar di puncak kepala sama atau lebih panjang daripada waktu dengar di depan
telinga.
D. KESIMPULAN
1. Telinga adalah organ indera dan keseimbangan, yang dapat
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam.
2. Mendengar adalah akibat dari stimulus area auditorius korteks
serebralis (lobus temporalis)
3. Naracoba tidak menderita tuli ataupun gangguan pendengaran
sehingga dapat dikatakan normal.

E. TUGAS
1. Gambar anatomi telinga
Terlampir
2. Mekanisme jalannya impuls syaraf hingga terdengar oleh kita, yaitu:
Gelombang bunyi yang diterima oleh membran timpani diteruskan ke kokhlea

selnjutnya melalui tulang pendengaran akan menggetarkan jendela lonjong, getaran

jendela lonjong akan menimbulkan gelombang cairan perilimfe. Tekanan gelombang

ini akan mengetarkan membran basilaris ke atas dan ke bawah sehingg menyebabkan

ujung rambut organ corti bersentuhan dengan membran tektorial. Sentuhan ini

merupakan stimulus bagi organ corti yang akan segera meresponnya dalam bentuk

neurotransmiter ke ujung dendrit syaraf pendengaran (syaraf kokhlear) yang berada

pada pangkal organ corti. Impuls syaraf yang terjadi pada ujung dendrit ini akan

diteruskan melalui serabut syaraf kokhlear ke pusat pendengaran, sehingga terjadi

proses mendengar.
F. DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (edisi 9). Jakarta: EGC
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang
Tutiek Rahayu. 2004. Petunjuk Praktikum Biologi Manusia dan Gizi.Yogyakarta:
FMIPA UNY.
ACARA VI
WAKTU REAKSI

A TUJUAN
Melakukan pengukuran waktu reaksi dan memahami penggunaan waktu reaksi
dalam kehidupan sehari-hari.

B HASIL
Hasil percobaan
No. Rangsang Waktu reaksi (detik)
Ulangan ke
Cory Hera Dimas Hanny Juned
Rata2
1 Sentuhan 0 0 0 0 0 0
2 Suara 0 0 0 0 0 0
3 Cahaya 0 0 0 0 0 0

C PEMBAHASAN DAN DISKUSI


Waktu reaksi dapat serbagai masukan dalam seleksi olah ragawan, dapat
digunakan untuk membantu diagnosis suatu penyakit yang menyangkut syaraf,
misalnya penyakit-penyakit akibat kelelahan kerja, ketagihan obat dan lain
sebagainya. Pada keadaan normal secara fisiologis waktu reaksi setiap orang berbeda-
beda sesuai dengan usia. Pada anak-anak waktu reaksi cenderung lebih cepat dari
pada orang dewasa. Hal tersebut dikarenakan panjang saraf pada anak lebih pendek
sedangkan kecepatan konduksinya hampir sama (Magladery, 1970). Waktu reaksi
menjadi panjang (lamban) dalam kondisi tertentu, misalnya kelelahan, stres, dan
keadaan bimbang. Sebaliknya waktu reaksi menjadi pendek (cepat) misalnya karena
kenaikan intensitas rangsangan dan latihan.
Ada dua macam waktu reaksi yang dapat diukur, yaitu:
1. Waktu reaksi sederhana
Adalah waktu reaksi yang menunjukkan waktu antara saat rangsangan diberikan

sampai dengan saat orang tersebut menerima rangsangan.

2. Waktu reaksi pilihan


Adalah waktu reaksi yang menunjukkan waktu antara saat orang mulai menerima
rangsangan samapi dengan orang tersebut bereaksi terhadap rangsangan tersebut.

Dalam praktikum digunakan beberapa macam rangsangan, yaitu: sentuhan, suara


dan rangsang cahaya. Dari hasil percobaan diketahui bahwa waktu reaksi untuk
rangsangan sentuhan rata-rata 0 detik, rangsang suara rata-rata 0 detik dan rangsang
cahaya 0 detik. Waktu reaksi rata-rata tersebut diperoleh dari hasil pengulangan
pengukuran sebanyak 5 naracobasetiap jenis rangsangannya. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa semua naracoba dalam keadaan sehat, tidak mengalami
kelelahan, ataupun bimbang.
D. KESIMPULAN
1. Waktu reaksi dapat diguanakan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk
membantu seleksi olahragawan dan diagnosis penyakit syaraf.
2. Secara fisiologis waktu reaksi seseorang berbeda-beda sesuai dengan umur
seseorang, semakin tua umur seseorang maka waktu reaksi semakin lamban.
3. Waktu reaksi dapat menjadi lebih panjang dalam keadaan lelah, tegang atau
bimbang, tetapi waktu reaksi dapat menjadi lebih pendek misalnya karena kenaikan
intensitas rangsangan dan latihan.

E. TUGAS
Tugas terlampir
F. DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (edisi 9). Jakarta: EGC
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang
Tutiek Rahayu. 2004. Petunjuk Praktikum Biologi Manusia dan Gizi.Yogyakarta:
FMIPA UNY.

ACARA VII
PENGUKURAN DAN PENGATURAN SUHU BADAN
A TUJUAN
Mengukur suhu badan di berbagai tempat di badan, membuktikan bahwa suhu
badan manusia tidak atau sedikit dipengaruhi oleh suhu lingkungan.

B HASIL PENGAMATAN
Di berbagai tempat di badan
Tempat pengukuran di Suhu badan (0C)
Dimas Mukhit
Bawah lidah 36,5 36,8
Ketiak kanan 35,9 37,2
Ketiak kiri 36,8 37,2
Rata-rata 36,4 37,06

Pengaruh suhu lingkungan


Nama Naracoba Normal Panas Dingin
(ºC) (ºC) (ºC)
Cory Rizki K 36.5 36.3 36.7
Hera Kusuma W 36 35.9 36.2
Dimas Sigit W 36 35.5 35
Hanny Aprilia W 36.5 36.5 36.6
M.Mukhith J 36.4 36.4 36.5
C. PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Manusia yang merupakan golongan mamalia adalah termasuk homoiterm,
yang artinya suhu tubuhnya konstan meskipun suhu lingkungan berfluktuasi jauh di
atas atau di bawah suhu tubuhnya.
Suhu badan yang konstan disebabkan oleh adanya pusat pengaturan panas. Pusat
pengaturan panas telah ada pada setiap kelahiran, namun belum berfungsi selama
beberapa waktu setelah kelahiran itu, karenanya bayi baru lahir perlu dijaga
kehangatannya. Termostat fisiologik atau pusat pengaturan panas terletak di dalam
hipotalamus. Melalui pengaruhnya pada berbagai pusat yang lebih rendah (terutama
vasomotor dan muskular), mereka mengatur jumlah panas dikendalikan oleh
mekanisme reflek dan oleh stimulasi langsung atau inhibisi oleh suhu badan.

Apabila suhu lingkungan naik di atas suhu tubuh, maka perubahan suhu ini
akan diterima oleh termoreseptor yang selanjutnya akan mengumpulkan impulsnya
ke pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Hipotalamus kemudian menyampaikan
impulsnya ke kapiler-kapiler darah di bawah kulit dan juga ke kelenjar keringat.
Impuls yang sampai ke kapiler darah menyebabkan dilatasi, sehingga memungkinkan
banyak darah yang mengalir ke permukaan kulit. Sementara impuls yang sampai ke
kelenjar keringat menyebabkan kelenjar keringat mengsekresikan keringat ke
permukaan kulit untuk diuapkan. Penguapan keringat ini membuang panas, dan panas
diambil dari suhu darah di dalam kapiler di bawah permukaan kulit. Dengan
demikian maka suhu tubuh dapat dipertahankan pada kondisi normal.

Apabila suhu lingkungan turun sampai di bawah suhu tubuh, maka pembuluh
darah akan mengalami kontriksi dan kelenjar keringat menghentikan berhenti
mengeluarkan keringat. Dengan demikian, akan terjadi pengurangan laju penguapan
sehingga suhu tubuh tidak cepat turun. Jika keadaan berlangsung agak lama, maka
tubuh akan meningkatkan metabolisme sel dengan cara menggigil sehingga diperoleh
kalor untuk mempertahankan suhu. Oleh karena itu pada saat kedinginan sebaiknya
kita mengkonsumsi makanan dengan kalori cukup dan memperbanyak gerak.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap suhu badan naracoba, kita ketahui bahwa

perubahan suhu tubuh tidak seberapa, artinya fluktuasi suhu tubuh tidak begitu besar,

sehingga dapat disimpulkan bahwa tubuh manusia mampu mempertahankan suhu

tubuh dalam perubahan suhu lingkungan.

D. KESIMPULAN
1. Suhu tubuh diberbagai tempat pengukuran menunjukkan suhu tubuh yang
normal
2. Tubuh kita mampu mempertahankan suhu tubuh dengan mekanisme
termoregulasi, sehingga suhu tubuh berada pada kondisi optimal.

E. TUGAS
Tugas terlampir

F. DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (edisi 9). Jakarta: EGC
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang
Tutiek Rahayu. 2004. Petunjuk Praktikum Biologi Manusia dan Gizi.Yogyakarta:
FMIPA UNY.

ACARA VIII
PERASAAN KULIT

A TUJUAN
Mengetahui berbagai macam reseptor yang terdapat di kulit.

B HASIL PENGAMATAN

Titik Jumlah Jumlah ( % )


Hera Cory Hera Cory
Tekanan 16 16 100 % 100 %
Panas 15 13 93,75 % 81,25 %
Dingin 10 10 62,5 % 62,5 %
Sakit 16 16 100 % 100 %

C PEMBAHASAN DAN DISKUSI


Kulit merupakan organ tubuh paling luar dan memiliki ukuran yang paling luas,
dimana pada orang dewasa dapat mencapai 19.000 cm2. Kulit memiliki berbagai
macam fungsi yang pada umumnya berkaitan dengan mekanisme perlindungan tubuh.
Kulit melindungi jaringan di bawahnya dan melindungi dari kerusakan mekanis,
kemis, panas dan infeksi bakteri. Selain itu kulit juga menjadi alat sekresi, peka
terhadap rangsang dan meregulasi suhu tubuh. Kepekaan terhadap rangsang ditunjang
oleh keberadaan ujung-ujung syaraf, misalnya syaraf spinal.
Syaraf spinal bercabang ke kulit dan membran mukosa berakhir sedikitnya pada
lima jenis reseptor, yaitu yang mengakibatkan sensasi untuk panas, dingin, sakit,
sentuhan dan tekanan. Resptor sakit berupa filamen syaraf telanjang dan jumlahnya
terbanyak. Reseptor ini satu-satunya jenis reseptor yang ada pada jaringan terdalam,
walaupun stimulasi ini biasanya menimbulkan sakit yang terarah pada suatu area
permukaan kulit. Secara umum dikenal dua macam sakit, yaitu sakit somatik dan
sakit viseral. Sakit somatik dapat terjadi di permukaan kulit, seperti yang ditimbulkan
oleh reseptor kulit. Atau lebih dalam lagi seperti stimulasi reseptor otot kerangka,
fascia, tendon dan sendi.
Sakit viseral adalah akibat stimulasi reseptor yang terletak dalam viseral. Impuls
dihantarkan dari reseptor ini menuju korda spinalis terutama serabut syaraf simpatik,
jarang oleh setrabut syaraf parasimpatik. Reseptor sentuhan yang paling penting
adalah ujung syaraf dalam folikel rambut dan yang khusus membungkus ujung ini
(yaitu corpusculi meissner). Reseptor dingin (ujung bulbus krause) juga membungkus
ujung tadi. Struktur yang dikenal sebagai ujung organ Rufini merupakan reseptor
yang peka terhadap panas. Reseptor tekanan (corpusculi pacinian) didapati dalam
bagian dalam kulit tangan dan kaki, dalam tendon dan dalam beberapa struktur
internal lain.
Membran mukosa misalnya, berisi sedikit reseptor panas, sedangkan kulit wajah
mempunyai sedikit reseptor dingin. Kulit belakang memiliki sedikit reseptor sentuhan
dan tekanan, sementara itu di ujung jari mempunyai sejumlah besar reseptor tekanan
dan sentuhan.
Pada percobaan dilakukan pengujian reseptor kulit pada bagian punggung telapak
tangan, dengan menguji tekanan menggunakan jarum bundel, kesan panas dan kesan
dingin dengan menggunakan kawat tembaga yang telah diletakkan pada serbuk
tembaga yang telah direndam dengan air panas dan dingin, serta rasa sakit dengan
menggunakan jarum bundel. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa reseptor yang
dirasakan oleh kedua naracoba paling banyak yaitu reseptor tekanan dan reseptor
sakit yaitu sama-sama berjumlah 16 bagian (100 %). Sedangkan reseptor panas oleh
naracoba pertama yaitu 15 bagian (93,75 %) dan naracoba kedua sebanyak 13 (81,25
%). Untuk reseptor dingin adalah reseptor yang paling sedikit, yaitu pada kedua
naracoba sama-sama menerima reseptor tersebut sebanyak 10 bagian (62,5 %).
Berdasarkan data tersebut menunjukkan sebaran reseptor sentuhan dan reseptor sakit
lebih dominan terhadap sebaran reseptor yang lain.

D. KESIMPULAN
1. Ada lima macam reseptor syaraf di permukaan kulit, yaitu reseptor panas,
reseptor dingin, reseptor sakit, reseptor sentuhan dan reseptor tekanan.
2. Sebaran masing-masing reseptor tidak selalu sama, pada beberapa tempat
salah satu atau beberapa reseptor lebih dominan daripada reseptor yang lain.

E. TUGAS
Terlampir.
F. DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (edisi 9). Jakarta: EGC
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang
Tutiek Rahayu. 2004. Petunjuk Praktikum Biologi Manusia dan Gizi.Yogyakarta:
FMIPA UNY.

ACARA IX
TES KEHAMILAN (HCG)

A TUJUAN
Menentukan kehamilan dengan ada tidaknya HCG dalam urine wanita

B HASIL
Data naracoba
Nama : Reni
Umur : 27 tahun
Umur kehamilan : 2,5 bulan
Hasil tes : positif, muncul 2 garis merah pada alat tes kehamilan

Kontrol/ pembanding
Nama : Hera Kusuma W
Umur : 19 tahun
Umur kehamilan : -
Hasil tes : negatif, muncul satu garis merah muda

C PEMBAHASAN DAN DISKUSI


HCG (Human Chorionic Gonadotropin), disekresikan oleh plasenta. Diperkirakan
bahwa vili korionik merupakan tempat pembentukan HCG, meskipun bukti akhir-
akhir ini tropoblast juga ikut berperan menghasilkan.kita telah menunjukkan bahwa
HCG bersifat leutotrofik pada wanita, hal ini juga terjadi pada beberapa species lain,
misalnya tikus, kelinci dan babi. Bila hipotesis mengenai mekanisme
mempertahankan korpus luteun ini terbukti, maka mungkin kita dapat menemukan
HCG setelah ovulasi, korpus luteum akan cukup mendapat dorongan dari faktor-
faktor luteotrofik hipofisa. Adanya dorongan ini menyebabkan korpus luteum secara
fisiologik tetap aktif sampai HCG mulai terbentuk dalam jumlah yang untuk
bertindak sebagai luteotrofik. Sejumlah HCG yang dapat terukur timbul pada urine
wanita hamil pada hari ke 5-16 setelah ovulasi.
Diagnosis kehamilan awal pada wanita tergantung pada diketemukannya HCG
dalam urine. Kenyataanya HCG dapat diketemukan kira-kira pada saat mulai
terhentinya menstruasi, sebab horrmon ini dikeluarkan dengan cepat segera setelah
konsepsi. Sekitar sebulan setelah hormon dideteksi, maka dalam urine akan mencapi
titer maksimum (sekitar 3 mg/ hari); diikuti dengan penurunan yang tajam hingga
konsentrasi rendah menjadi konstan kira-kira mulai minggu ke duabelas dampai
partus. HCG berfungsi untuk mempertahankan corpus luteum yang sekresinya berupa
progresteron. Pada saat konsentrasi HCG mnurun, sekresi steroit plasenta telah
mencapai kadar yang tinggi.
Tes yang umum berdasarkan pada tes hambatan aglutinasi. Eritrosit domba atau
partikel lateks diselubungi oleh HCG, bila agen yang terselubungi itu diberi anti
HCG, maka terjadi aglutinasi yang dapat terlihat dengan terbentuknya gumpalan dan
presipitasi. Urine yang dites HCGnya dicampur dengan anti serum khusus untuk
HCG, jika terdapat HCG akan terjadi agluinasi, karena antibodi bereaksi dengan
HCG urine. Jika urine yang dites tidak mengandung HCG maka akan membentuk
presipitasi, yang artinya tidak adanya kehamilan. Pada praktikum ini, uji kehamilan
menggunakan alat praktis sensitive. Hasil dilihat dari garis yang terbentuk pada lat,
jika membentuk dua garis merah muda yang telah dicelupkan pada urin wanita,
menunjukkan hasil uji positif.

D. KESIMPULAN
1. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) merupakan hormon yang disekresikan
oleh plasenta, befungsi untuk mempertahankan korpus luteum.
2. Keberadaan HCG dapat digunakan untuk mendeteksi kehamilan secara dini dengan
menggunakan teknik imunologik (menggunakan larutan lateks) dan alat praktis
( sensitive )
E. TUGAS
Tugas terlampir

F. DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (edisi 9). Jakarta: EGC
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang
Tutiek Rahayu. 2004. Petunjuk Praktikum Biologi Manusia dan Gizi.Yogyakarta:
FMIPA UNY.
ACARA X
TES TEKANAN AKIBAT TERPAPAR DINGIN

A TUJUAN
Memahami mekanisme tekanan darah akibat paparan dingin.

B HASIL PENGAMATAN
Tabel data
No. Nama Umur JK TB BB Selisih diastole dan sistole
(Tahun) (Cm) (Kg)
1 Hera 19 P 155 46 110/70-100/69= 10/10
2 Dimas 20 L 178 65 125/82-122/67= 3/15
3 Mukhit 20 L 173 58 122/83-121/70= 1/13

C PEMBAHASAN DAN DISKUSI


Hipertensi esensia dapat terjadi karena faktor genetik. Mekanisme perkembangan
hepertensi esensia yang diketahui dengan jelas sampai sekarang adalah melalui:
1. Vasokontriksi yang terlalu sering dan atau terlalu lama yang
disebabkan oleh jawaban sistem saraf simpatis yang berlebihan terhadap
pacuan dari luar.
2. Vasokontriksi karena timbulnya Ca di dalam otot polos sitoplasma di
tunika media akibat kelainan membran yang genetik.
3. Hipervolemi (galur tikus mhs) yang disebabkan oleh kelainan ginjal
secara genetik, sehingga meretensi ion Ca dan air. Kenaikan tekanan darah
akibat hipervolemi ini akan menekan dinding vasa darah (menaikkan tekanan
transmural), sehingga secara myogenik otot vasa darah akan berkontraksi dan
terjadilah vaso ontriksi.
Peredaran darah manusia melewati jantung sebanyak dua kali. Ketika melewati
jantung itulah jantung berkontraksi dan menghasilkan tekanan systole dan diastole.
Pada hasil percobaan, tekanan diastole rata-rata sebelum paparan dingin ialah 79
mmHg. Sedangkan setelah paparan dingin, tekanan diastole rata-rata ialah 71 mmHg.
Maka dari data tersebut dapat diketahui bahwa paparan dingin dapat menurunkan
tekanan diastole, meskipun penurunan tekanan diastole tersebut berbeda-beda antara
naracoba satu dengan yang lain. Perbedaan tingkat penurunan ini lebih disebabkan
oleh ketahanan seseorng terhadap suhu rendah. Jika orang tersebut relatif tahan
terhadap dingin maka penurunan tekanan diastolenya tidak akan terlalu besar
(hiporeaktor), sebaliknya jika yang bersangkutan tidak tahan terhadap suhu rendah
maka penurunan tekanan diastolenya cukup besar (hipereaktor). Pengukuran tekanan
diastole ini menjadi penting mengingat tekanan diastole ialah tekanan aliran darah
memasuki jantung (bilik jantung), bila terjadi ganguan terhadap aliran masuk maka
secara otomatis akan terjadi gangguan pada aliran darah yang keluar dari jantung,
sehingga seluruh peredaran darah di dalam tubuh ikut terganggu.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa naracoba yang hiporeaktor adalah Aji
dan Manda karena keduanya hanya mengalami penurunan tekanan diastole kurang
dari 10 mmHG, sedangkan yang lain termasuk normorekator karena penurunan
tekanan diastolenya kurang dari 20 mmHg. Oleh karena itu tidak ada naracoba yang
tergolong hipereaktor (penurunan tek. di atas 20 mmHg).

D KESIMPULAN
1. Paparan dingin dapat menurunkan tekanan diastole.
2. Berdasarkan tingkat penurunannya, seseorang dapat digolongkan ke dalam 3
tingkatan respon terhadap paparan dingin, yaitu: hiporeaktor, normoreaktor
dan hipereaktor.
Kenaikan tekanan darah yang tinggi akibat terpapar dingin menunjukkan bahwa saraf
simpatis mengadakan respon berlebihan, sehingga dinding vasa darah meulai
menebal yang menandai adanya permulaan hipertensi.
E TUGAS
Tugas terlampir

F. DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (edisi 9). Jakarta: EGC
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang
Tutiek Rahayu. 2004. Petunjuk Praktikum Biologi Manusia dan Gizi.Yogyakarta:
FMIPA UNY.
ACARA XI
MENGUKUR VOLUME DAN KAPASITAS PARU-PARU

A TUJUAN
Mengukur volume dan kapasitas paru-paru

B HASIL PENGAMATAN
Data naracoba
Hasil Percobaan Cory Hera Dimas Hany Mukhit
Volume Tidal 0,3 l 0,2 l 0,4 l 0,3 l 0,25 l
Volume Cadangan Inspirasi 0,5 l 0,4 l 0,5 l 0,5 l 0,75 l
Volume Cadangan Ekspirasi 1l 0,8 l 2,4 l 1,9 l 2,7 l
Kapasitas Inspirasi 0,8 l 0,6 l 0,9 l 0,8 l 1l
Kapasitas Vital 1,3 l 1l 3,5 l 2,1 l 3,6 l

C PEMBAHASN DAN DISKUSI


Selama proses bernafas normal, kira-kira 500 ml udara bergerak ke saluran nafas
dalam setiap inspirasi, dan jumlah yang sama bergerak keluar dalam setiap ekspirasi.
Hanya sekitar 350 ml volume tidal yang benar-benar mencapai alveoli, sedangkan
yang 150 ml tetap berada di hidung, faring, trakhea, dan brankhi, yang disebut
volume udara mati. Udara total yang diambil selama satu menit disebut sebagai
volume menit respirasi, yang dihitung dengan perkalian udara tidal dan laju
pernafasan normal setiap menit. Volume menit respirasi rata-rata : 500 x 12 respirasi
setiap menit = 6.000 ml/ menit.
Dengan bernafas sangat kuat, kita dapat menghisap lebih dari 500 ml udara.
Kelebihan udara yang dihirup ini disebut sebagai volume udara cadangan inspiratori,
dengan rata-rata 3.100 ml. Dengan demikian maka sistem pernafasan kita dapat
menarik 3.100 ml (volume cadangan ispiratori) + 500 ml (volume udara tidal) =
3.600 ml. Dalam kenyataannya, lebih banyak lagi jika inpirasi mengikuti ekspirasi
sekuat-kuatnya.
Bila kita melakukan inpirasi normal lalu melakukan ekspirasi sekuat-kuatnya,
maka kita dapat mendorong keluar 1.200 ml udara, volume tersebut adalah volume
udara cadangan ekspiratori. Sesudah volume udara cadangan ekspiratori
dihembuskan, sejumlah udara masih tetap berada dalam paru-paru, karena tekanan
intrapleural lebih rendah sehingga udara yang tinggal ini digunakan untuk
mempertahankan agar alveoli tetap sedikit menggembung, juga beberapa udara masih
tetap ada pada saluran udara pernafasan. Udara ini disebut sebagai volume udara
residu, jumlahnya kira-kira 1.200 ml.
Dengan membuka rongga dada memungkinkan tekanan intrapleural seimbang
dengan tekanan atmosfer, yang memaksa keluarnya beberapa volume udara residu.
Udara yang masih tinggal dalam paru-paru disebut volume udara minimal. Volume
udara minimal ini dari segi medis merupakan penentu apakah bayi meninggal
sesudah atau sebelum kelahiran. Adanya udara minimal dapat ditunjukkan dengan
menempatkan sepotong paru-paru di atas air, apakah tenggelam ataukah terapung.
Paru janin tidak terisi udara sehingga paru bayi yang mati sebelum kelahiran tidak
akan terapung di air.
Kapasitas paru-paru dapat dihitung dengan menjumlah semua volume udara paru-
paru. Kapasitas inspiratori adalah keseluruhan inspiratori paru-paru, yaitu volume
udara tidal dan volume udara cadangan inspiratori : 500 ml + 3.100 ml = 3.600 ml.
Kapasitas residu fungsional adalah jumlah udara residu dan volume udara cadangan
ekspiratori = 2.400 ml. Kapasitas vital adalah jumlah volume cadangan inspiratori +
volume udara tidal + volume udara cadangan ekspiratori = 4.800 ml. Akhirnya,
kapasitas total paru-paru merupakan jumlah seluruh udara yang masuk ke dalam
paru-paru yaitu sebesar 6.000 ml.
Dari percobaan mengenai Mengukur Volume dan Kapasitas Paru-paru yang dilakukan
dengan menggunakan alat pengukur yang disebut Spirometer Hutchinson (JICA),
dapat diketahui bahwa kapasitas inspirasi miliknya Cory yaitu 0,8 l. Hal ini didapat
dari perhitungan volume tidal + volume cadangan inspirasi, 0,3 l + 0,5 l. Hera, 0,2 l +
0,4 l = 0,6. Dimas, 0,4 l + 0,5 l = 0,9. Hany, 0,3 l + 0,5 l = 0,8. Mukhit, 0,25 l + 0,75 l
= 1 l. Kapasitas inspirasi terbesar adalah miliknya Mukhit, hal ini disebabkan karena
jumlah keseluruhan inspirasi (jumlah volume tidal + jumlah cadangan inspirasi)
naracoba paling besar daripada naracoba yang lain. Untuk kapasitas vital, hasilnya di
dapat dari perhitungan volume cadangan inspirasi + volume tidal + volume cadangan
ekspirasi. Untuk kapasitas vital Cory, 0,5 l + 0,3 l + 1 l = 1,8 l. Hera, 0,4 l + 0,2 l +
0,8 l = 1,4. Dimas, 0,5 l + 0,4 l +2,4 l = 3,3. Hany, 0,5 l + 0,3 l + 1,9 l = 2,7. Mukhit,
0,75 l + 0,25 l + 2,7 l = 3,7 l. Untuk kapasitas vital terbesar juga dimiliki oleh
naracoba Mukhit.
Dari hasil percobaan tampaknya banyak angka-angka yang menyimpang dengan
dasar teori. Penyimpangan tersebut banyak dimungkinkan oleh ketidaktepatan dari
naracoba dalam menentukan batas hembusan nafasnya. Semisal dalam menentukan
volume udara tidal, bisa saja terlalu banyak dalam mengambil nafas dan terlalu
banyak dalam mengeluarkannya sehingga terdapat penyimpangan yang cukup besar.
Begitu pula pada pengukuran kapasitas ekspirasi dan kapasitas inspirasinya. Selain
itu harus dipastikan bahwa naracoba benar-benar tahu batas-batas pengambilan dan
penghembusan nafas.
D KESIMPULAN
1. Volume udara tidal adalah banyaknya udara yang benar-benar mencapai
alveoli dalam pernafasan biasa, pada umumnya sebesar 500 ml
2. Volume udara mati adalah banyaknya udara yang tetap berada di dalam
saluran pernafasan setiap kali pernafasan besarnya sebesar 150 ml
3. Volume menit respirasi adalah hasil perkalian volume udara tidal dengan
laju respirasi normal, pada umumnya sebesar 6.000 ml/ menit
4. Volume udara cadangan inspiratori adalah volume udara yang kita hirup
dengan maksimal dikurangi volume udara tidal, pada umumnya sebanyak
3.100 ml
5. Volume udara cadangan ekspiratori adalah volume udara yang masih dapat
kita hembuskan setelah hembuasan nafas biasa, besarnya kurang lebih
sebanyak 1.200 ml
6. Volume udara residu adalah volume udara yang masih tetap tinggal di paru-
paru meskipun kita telah menghembuskan nafas sedalam-dalamnya, besarnya
kurang lebih 1.200 ml
7. Kapasitas inspiratori adalah keseluruhan inspiratori paru-paru, yaitu volume
udara tidal dan volume udara cadangan inspiratori : 500 ml + 3.100 ml = 3.600
ml
8. Kapasitas residu fungsional adalah jumlah udara residu dan volume udara
cadangan ekspiratori : 1.200 ml + 1.200 ml = 2.400 ml

F. TUGAS
Tugas terlampir
Gambar sistem pernafasan terlampir
Yang memepengaruhi O2 mudah masuk ke alveoli adalah perbedaan tekanan
yang cukup besar antara alveolar (PO2 105 mmHg) dengan tekanan darah
teroksigenasi (PO2 40 mmHg).
F. DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (edisi 9). Jakarta: EGC
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang
Tutiek Rahayu. 2004. Petunjuk Praktikum Biologi Manusia dan Gizi.Yogyakarta:
FMIPA UNY.

Anda mungkin juga menyukai