Anda di halaman 1dari 8

Sumber : https://semaraputraadjoezt.wordpress.

com/2012/12/15/laporan-pendahuluan-gangguan-
mentruasi-dismenore/

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN MENTRUASI DISMENORE

I. PENGERTIAN
Dismenore adalah perasaan nyeri pada waktu haid dapat berupa kram ringan pada bagian kemaluan
sampai terjadi gangguan dalam tugas sehari-hari. Gangguan ini ada dua bentuk yaitu dismenorre
primer dan dismenorre sekunder.
Dismenore (nyeri haid) merupakan gejala yang timbul menjelang dan selama mentruasi ditandai
dengan gejala kram pada abdomen bagian bawah (Djuanda, Adhi.dkk, 2008).
II. ETIOLOGI
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan satu gejala
atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri
spasmodik di sisi medial paha.
Penyebab Dismenorea Primer
a. Faktor endokrin
Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus luteum. Menurut Novak dan Reynolds, hormon
progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen
merangsang kontraktilitas uterus.
b. Kelainan organic
Seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus, obstruksi kanalis servikalis, mioma submukosum
bertangkai, polip endometrium.
c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis
Seperti: rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan
kewanitaannya, dan imaturitas.
d. Faktor konstitusi
Seperti: anemia, penyakit menahun, dsb dapat memengaruhi timbulnya dismenorea.
e. Faktor alergi
Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset, ada asosiasi antara dismenorea
dengan urtikaria, migren, dan asma bronkiale.
Selain faktor diatas ada juga penyebab dari dismenorre primer dan dismenore sekunder. Dismenorre
primer yaitu nyeri haid yang terjadi tanpa terdapat kelainan anatomis alat kelamin. Dismenore
primer timbul beberapa waktu setelah menarche [ > 12 tahun] dengan gejala mules pada perut
bawah, menyebar kepinggang, paha, mual, muntah, sakit kepala, diare.
Dismenorre sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan dengan kelainan anatomi yang jelas,
kelainan anatomis ini kemungkinan adalah haid disertai infeksi, endometriosis, mioma uteri, polip
endometrial, polip servik, pemakai IUD atau AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim). Dismenore
sekunder merupakan dismenore yang disebabkan oleh kelainan ginekologis, oleh karena
endometriosis, salpingitis, mioma uteri dll.
III. FAKTOR RESIKO
Menurut Harlow (1996), juga terdapat faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya
dismenorea yang berat (severe episodes of dysmenorrhea) :
a. Menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche)
b. Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods)
c. Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow)
d. Merokok (smoking)
e. Riwayat keluarga yang positif (positive family history)
Laurel D Edmundson (2006) telah mencatat sedikitnya terdapat 15 faktor risiko pada dismenorea
primer dan sekunder, dengan rincian sebagai berikut:
• Faktor Risiko Dismenorea Primer:
a. Usia saat menstruasi pertama <12 tahun
b. Nulliparity (belum pernah melahirkan anak)
c. Haid memanjang (heavy or prolonged menstrual flow)
d. Merokok
e. Riwayat keluarga positif
f. Kegemukan
• Faktor Risiko Dismenorea Sekunder:
a. Endometriosis
b. Adenomyosis
c. Leiomyomata (fibroid)
d. Intrauterine device (IUD)
e. Pelvic inflammatory disease
f. Kanker endometrium (endometrial carcinoma)
g. Kista ovarium (ovarian cysts)
h. Congenital pelvic malformationsi.
i. Cervical stenosis
IV. MANIFESTASI KLINIK
1. Manifestasi klinis (clinical features) dismenorea primer termasuk:
a. Onset segera setelah menarche (haid pertama).
b. Biasanya berlangsung sekitar 48-72 jam (sering mulai beberapa jam sebelum atau sesaat
setelah haid (menstrual flow).
c. Nyeri perut (cramping) atau nyeri seperti saat melahirkan (laborlike pain).
d. Seringkali ditemukan pada pemeriksaan pelvis yang biasa atau unremarkable pelvic
examination findings (termasuk rektum).
Menurut Laurel D Edmundson (2006) dismenorea primer memiliki ciri khas sebagai berikut:
a. Onset dalam 6-12 bulan setelah menarche (haid pertama).
b. Nyeri pelvis atau perut bawah (lower abdominal/pelvic pain) dimulai dengan onset haid
dan berakhir selama 8-72 jam
c. Low back pain
d. Nyeri paha di medial atau anterior
e. Headache (sakit kepala).
f. Diarrhea (diare).
g. Nausea (mual) atau vomiting (muntah)
2. Berikut ini merupakan manifestasi klinis dismenorea sekunder (Smith, 1993; Smith, 1997), yaitu :
a. Dismenorea terjadi selama siklus pertama atau kedua setelah menarche (haid pertama), yang
merupakan indikasi adanya obstruksi outflow kongenital. Dismenorea dimulai setelah berusia 25
tahun.
b. Terdapat ketidaknormalan (abnormality) pelvis dengan pemeriksaan fisik: pertimbangkan
kemungkinan endometriosis, pelvic inflammatory disease, pelvic adhesion (perlengketan pelvis), dan
adenomyosis.
c. Sedikit atau tidak ada respon terhadap NSAIDs, kontrasepsi oral,atau keduanya.
V. PATOFISIOLOGI
1. Dismenorea Primer (primary dysmenorrhea)
Biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah menarche (haid pertama) segera setelah siklus
ovulasi teratur (regular ovulatory cycle) ditetapkan/ditentukan.Selama menstruasi, sel-sel
endometrium yang terkelupas (sloughing endometrial cells) melepaskan prostaglandin, yang
menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi miometrium dan vasokonstriksi. Peningkatan kadar
prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita dengan
dismenorea berat (severe dysmenorrhea). Kadar ini memang meningkat terutama selama dua hari
pertama menstruasi. Vasopressin juga memiliki peran yang sama. Riset terbaru menunjukkan bahwa
patogenesis dismenorea primer adalah karena prostaglandin F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan
miometrium yang kuat (a potent myometrial stimulant) dan vasoconstrictor, yang ada di
endometrium sekretori (Willman, 1976). Respon terhadap inhibitor prostaglandin pada pasien
dengan dismenorea mendukung pernyataan bahwa dismenorea diperantarai oleh prostaglandin
(prostaglandin mediated). Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea dengan kontraksi uterus
yang memanjang (prolonged uterine contractions) dan penurunan aliran darah ke miometrium.
Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan di cairan endometrium (endometrial fluid) wanita
dengan dismenorea dan berhubungan baik dengan derajat nyeri (Helsa, 1992; Eden, 1998).
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase folikuler menuju fase
luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama menstruasi (Speroff, 1997; Dambro,
1998). Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan progesterone pada
akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan
(Dawood, 1990). Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk mempertinggi sensitivitas nyeri
serabut (pain fibers) di uterus (Helsa, 1992). Jumlah leukotriene yang bermakna (significant) telah
dipertunjukkan di endometrium wanita dengan dismenorea primer yang tidak berespon terhadap
pengobatan dengan antagonis prostaglandin (Demers, 1984; Rees, 1987; Chegini, 1988; Sundell,
1990; Nigam, 1991). Hormon pituitari posterior, vasopressin, terlibat pada hipersensitivitas
miometrium, mereduksi (mengurangi) aliran darah uterus, dan nyeri (pain) pada penderita
dismenorea primer (Akerlund, 1979). Peranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan
dengan sintesis dan pelepasan prostaglandin.
2. Dismenorea Sekunder Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea)
Dapat terjadi kapan saja setelah menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an
atau 30-an, setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles). Peningkatan
prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian (by definition),
penyakit pelvis yang menyertai (concomitant pelvic pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum
termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic
inflammatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD (intrauterine device). Karim
Anton Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor yang terlibat dalam patogenesis dismenorea
sekunder. Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder
:
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menunjang penegakan diagnosa bagi penderita
Dismenorea atau mengatasi gejala yang timbul diantaranya :
Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik dismenorea:
1. Cervical culture untuk menyingkirkan sexually transmitted diseases.
2.Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi.
3. Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kehamilan ektopik.
4. Sedimentation rate.
5. Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai klinis yang terbatas dalam mengevaluasi
wanita dengan dismenorea karena nilai prediktif negatifnya yang relatif rendah.
6.Laparoscopy
7.Hysteroscopy
8.Dilatation
9. Curettage
10. Biopsi Endomentrium
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Berdasarkan MIMS Indonesia (2008) penatalaksanaan untuk Dismenorea, sebagai
berikut :
1. Keperawatan
a. Kompres bagian bawah abdomen dengan botol berisi air panas atau bantal pemanas khusus
untuk meredakan nyeri
b. Minum banyak air, hindari konsumsi garam dan minuman yang berkafein untuK
mencegah pembengkakan dan retensi air
c. Olahraga secara teratur bermanfaat untuk membantu mengurasi dismenore karena akan
memicu keluarnya hormon endorfin yang dinilai sebagai pembunuh alamiah untuk rasa nyeri
d. Makan makanan yang bergizi, kaya akan zat besi, kalsium, dan vitamin B kompleks. Jangan
mengurangi jadwal makan
e. Istirahat dan relaksasi dapat membantu meredakan nyeri
f. Lakukan aktivitas yang dapat meredakan stres, misalnya pijat,yoga, atau
meditasi, untuk membantu meminimalkan rasa nyeri
g. Pada saat berbaring terlentang, tinggikan posisi pinggul melebihi posisi bahu untuk membantu
meredakan gejala dismenore
C. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN MENSTRUASI (DISMENORE)
I. PENGKAJIAN
1. Biodata klien:
Biodata klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, No.
Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama, Alamat, Tanggal
Pengkajian.
2. Alasan MRS
Keluhan utama :
Merasakan nyeri yang berlebihan ketika haid pada bagian perut disertai dengan mual muntah, pusing
dan merasakan badan lemas.
3. Riwayat haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid, hari
pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal partus
4. Riwayat Obstetris
Berapa kali dilakukan pemeriksaan, hasil laboraturium : USG , darah, urine, keluhan selama
kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan
pengobatan yang diperoleh.
5. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalani
nya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh
berulang – ulang.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti yang pasien alami.
DATA BIO-PSIKO-SOSIAL-SPIRITUAL
a. Pola nutrisi : pada umumnya klien dengan dismenorre mengalami
penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan.
b. Pola istirahat dan tidur : klien dengan disminorre mengalami nyeri pada daerah
perut sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah terganggu
dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum).
d. Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata rias
rambut dan wajah
e. Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien
dengan disminorre di anjurkan untuk istirahat
f. Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang
membuat fresh dan relaks.
8. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan kesadaran klie, BB / TB, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu
b. Head To Toe
Rambut : warna rambut, jenis rambut, bau nya, apakah ada luka lesi / lecet
Mata : sklera nya apakah ihterik / tdk, konjungtiva anemis / tidak, apakah palpebra oedema /
tidak,bagaimana fungsi penglihatan nya baik / tidak, apakah klien menggunakan alat bantu
penglihatan / tidak. Pada umu nya ibu hamil konjungtiva anemis
Telinga : apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat serumen / tidak, apakah klien
menggunakan alt bantu pendengaran / tidak, bagaimana fungsi pendengaran klien baik / tidak
Hidung : apakah klien bernafas dengan cuping hidung / tidak, apakah terdapat serumen / tidak,
apakah fungsi penciuman klien baik / tidak
Mulut dan gigi : bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah lembab atau kering, keadaan
gigi dan gusi apakah ada peradangan dan pendarahan, apakah ada karies gigi / tidak, keadaan lidah
klien bersih / tidak, apakah keadaan mulut klien berbau / tidak. Pada ibu hamil pada umum nya
berkaries gigi, hal itu disebabkan karena ibu hamil mengalami penurunan kalsium
Leher : apakah klien mengalami pembengkakan tyroid
Paru – paru
• I : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat
luka memar / lecet, frekuensi pernafasan nya
• P : apakah ada teraba massa / tidak , apakah ada teraba pembengkakan / tidak, getaran
dinding dada apakah simetris / tidak antara kiri dan kanan
• P : bunyi Paru
• A : suara nafas
Jantung
• I : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus cordis apakah terlihat / tidak
• P : frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis pada ICS% Midclavikula
• P : bunyi jantung
• A : apakah ada suara tambahan / tidak pada jantung klien
Abdomen
• I : keadaan perut, warna nya, apakah ada / tidak luka lesi dan lecet
• P : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase kepala apakah sudah masuk PAP / belum
• P : bunyi abdomen
• A : bising usu klien, DJJ janin apakah masih terdengar / tidak
Payudara : puting susu klien apakah menonjol / tidak,warna aerola, kondisi mamae, kondisi ASI
pasien, apakah sudah mengeluarkan ASI /belum
Ekstremitas
• Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi / memar, apakah ada oedema / tidak
• Bawah : apakah ada luka memar / tidak , apakah oedema / tidak
Genitalia : apakah ada varises atau tidak, apakah ada oedema / tidak pada daerah genitalia klien
Intergumen : warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik / tidak
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Dx 1 : Nyeri akut b/d gangguan menstruasi
b. Dx 2 : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual,muntah,diare sekunder
c. Dx 3 : Intoleransi aktifitas b/d nyeri dismenore
d. Dx 4 : Ansietas b/d ineffektif koping individu
III. PERENCANAAN
Dx 1
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang dengan kriteria
hasil : Nyeri berkurang/dapat diadaptasi, Dapat mengindentifikasi aktivitas yang
meningkatkan/menurunkan nyeri, skala nyeri ringan.
Intervensi :
1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
Rasional: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
2. Ajarkan penggunaan kompres hangat
Rasional: Meringankan kram abdomen. Panas bekerja dengan pedoman meningkatkan vasodilatasi
dan otot relaksasi,saat menurnnya iskemic uterus.
3. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
Rasional: Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi,
sehingga akan mengurangi nyerinya.
4. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
Rasional: Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
5. Lakukan pijatan punggung bawah.
Rasional: Mengurangi nyeri dengan relaksasi otot vertebra dsn menigkatkan suplai darah. Banyak
perempuan yang mengdapatkan hal positif dengan yoga, biofeedback, meditasi, dan relaksasi
therapy.
6. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal
waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
Rasional: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan
7. Anjurkan menurunkan masukan sodium selama seminggu sebelum mens
Rasional: Mengurangi resiko retensi cairan.
8. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung.
Rasional: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
9. Observasi ulang tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1
– 2 hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
10. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik. Kolaborasi pemberian obat seperti penghambat
sintesa prostaglandin ( PGSI), ibuprofen ( Motrin), naproxen sodium ( Anaprox) dan ibuprofen
setidaknya 48 jam sebelum terjadi menstruasi.
Rasional: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang. Kontrasepsi oral dapat
diberikan jika klien menginginkan kontrasepsi sebagai pembebas nyeri.OC’s mencegah ovulasi,
menurunkan jumlah darah haid, yang mengurangi jumlah prostaglandin dan dysmenorrhea.
Dx 2
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharakan pasien menunjukkan perbaikan nutrisi
dengan kriteria hasil mual muntah teratasi.
Intervensi
1. Timbang BB setiap hari
Rasional : agar dapat mengetahui perubahan berat badan setiap harinya
2. Pantau hasil lab
Rasional : memntau perubahan nilai hasil lab
3. Jelaskan pentingnya nutrisi adekuat
Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan berat badan
4. Beri suasana menyenangkan saat makan
Rasional : dapat meningkatkan nafsu makan
5. Beri porsi kecil tapi sering
Rasional : mengurangi rasa mual dan muntah yang timbul saat makan
6. Beri makanan dengan protein dan kalori yang tinggi
Rasional : meningkatkan asupan energi
Dx 3
Tujuan : Setelah diberikan aske p selama 1×24 jam diharapkan pasien menunjukan
perbaikan intoleransi aktifitas dengan kriteria hasil pasien dapat melakukan aktivitas
Intervensi
1. Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat
membuat lelah, berikan istirahat yang cukup
Rasional: Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan meningkatkan kenyamanan
2. Berikan istirahat cukup dan tidur 8 – 10 jam tiap malam
Rasional: istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan kelelahan dan meningkatkan
resistensi terhadap infeksi
3. Observasi ulang tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1
– 2 hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
Dx 3
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan kecemasan menurun dengan kriteria
hasil Ps tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya
Intervensi:
1. Jelaskan prosedur yang diberikan dan ulangi dengan sering
Rasional : Informasi memperkecil rasa takut dan ketidaktauan
2. Anjurkan orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan
Rasional: Meningkatkan perasaan berbagi
3. Anjurkan dan berikan kesempatan pada pasien untuk mengajukan pertanyaan dan menyatakan
masalah
Rasional: membuat perasaan terbuka dan bekerja sama
4. Singkirkan stimulus yang berlebihan
Rasional: memberi lingkungan yang lebih tenang
5. Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing
Rasional: pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan
ketakutan dan kecemasan
6. Informasikan tentang perawatan, dan pengobatan
Rasional: menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya
7. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
8. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
9. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor dismenore.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
10. Kolaborasi dengan psikiatri
Dx 4
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan Pasien tahu, mengerti, dan patuh
dengan program terapeutik dengan kriteria hasil pasien mengerti tentang penyakitnya dan apa yang
mempengaruhinya.
Intervensi :
1.Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka pendek dan jangka panjang
Rasional : Menyiapkan pasien untuk mengatasi kondisi serta memperbaiki kualitashidup
2. Ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.
Rasional: Mengajarkan pasien tentang kondisinya adalah salah satu aspek yang paling penting
dari perawatannya
3. Berikan dukungan emosional
Rasional : Memudahkan klien agar bersikap positif
4.Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran, sediakan materi pengajaran/instruksi tertulis
Rasional: Membantu meningkatkan pengetahuan dan memberikan sumber
3. tambahan untuk referensi perawatan di rumah
IV. PELAKSANAAN
Adalah pengelolaan dan perwujudan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (Effendy, 1995), dan implementasi disini disesuaikan dengan intervensi.
V. EVALUASI
1. Pasien dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri, skala nyeri ringan.
2. Pasien dapat melakukan aktifitas
3. Pasien tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya
4. Pasien tahu, mengerti, dan patuh dengan program terapeutik dengan kriteria hasil Ps mengerti
tentang penyakitnya dan apa yang mempengaruhinya
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, dkk. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2. 2001. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi vol. 2. 2005. Jakarta : EGC
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawartan. 2006.Jakarta : EGC
http://maternitas-askep.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai