Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Tuberkulosis

Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit radang parenkim paru yang menular karena

infeksi kuman TB yaitu Mikobakterium tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1

2.1.2 Epidemiologi

Menurut laporan WHO tahun 2015 diperkirakan 9,6 juta kasus TB baru dengan

3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan dengan 1,5 juta kematian karena TB dimana

480.000 kasus adalah perempuan. Dari kasus TB tersebut ditemukan sekitar 75% pasien TB

adalah kelompok usia paling produktif secara ekonosim (15 – 50 tahun. Dari 9,6 juta kasus TB

baru, diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di bawah usia 15 tahun) dan 140.000 kematian/tahun.

Jumlah kasus TB di Indonesia menurut Laporan WHO tahun 2015, diperkirakan ada 1 juta kasus

TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun (41 per

100.000 penduduk). Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate/CNR) dari semua kasus,

dilaporkan sebanyak 129 per 100.000 penduduk. Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus,

diantaranya 314.965 adalah kasus baru. 2

1
2.1.3 Penyebab TB Paru

TB paru disebabkan oleh kuman Mikobakterium tuberkulosis yang berbentuk batang

berukuran ± 0,3–0,6 dan panjang ± 1–4 µ. Mempunyai sifat khusus tahan terhadap asam pada

pewarnaan. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup

sampai beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat

tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun. Ada beberapa jenis Mikobakterium seperti

Mycobacterium africanus, Mycobacterium bovis, mycobacterium kansasii, Mycobacterium

avium dan Mycobacterium nenopi. Namun yang penting adalah Mikobakterium tuberkulosis

yang menyebabkan penyakit tuberkulosis dan terutama menyerang paru..3

2.1.4 Cara Penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien

menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuklei). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. 2

Faktor risiko terjadinya TB

1. Kuman penyebab TB
a. Pasien TB dengan BTA positif lebih besar risiko menimbulkan penularan

dibandingkan denganBTA negatif.


b. Makin tinggi jumlah kuman dalam percikan dahak, makin besar risikoterjadi

penularan.
c. Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar risiko terjadi

penularan.

2. Faktor individu yang bersangkutan :


a. usia dan jenis kelamin

2
Kelompok paling rentan tertular TB adalah kelompok usia dewasa muda yang

juga merupakan kelompok usia produktif. Menurut hasil survei prevalensi TB,

Laki-laki lebih banyak terkena TB dari pada wanita.


b. Daya tahan tubuh
Apabila daya tahan tubuh seseorang menurun oleh karena sebab apapun, misalnya

usia lanjut, ibu hamil, koinfeksi dengan HIV, penyandang diabetes mellitus, gizi

buruk, keadaan immuno-supressive, bilamana terinfeksi dengan M.tb, lebih

mudah jatuh sakit.


c. Perilaku
 Batuk dan cara membuang dahak pasien TB yang tidak sesuai etika akan

meningkatkan paparan kuman dan risiko penularan.


 Merokok meningkatkan risiko terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.
 Sikap dan perilaku pasien TB tentang penularan, bahaya, dan cara

pengobatan.
d. Status sosial ekonomi: TB banyak menyerang kelompok sosial ekonomi lemah.
3. Faktor lingkungan
a. Lingkungan perumahan padat dan kumuh akan memudahkan penularan TB.

Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya matahari akan

meningkatkan risiko penularan

2.1.5 Inkubasi

Mulai saat masuknya bibit penyakit sampai timbulnya gejala adanya lesi primer atau

reaksi tes tuberkulosis positif kira-kira memakan waktu 3-8 minggu. Resiko menjadi TB paru

setelah terinfeksi primer biasanya pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten dapat

berlangsung seumur hidup. Infeksi HIV meningkatkan resiko terhadap infeksi TB dan

memperpendek masa inkubasi.3

2.1.6 Patogenesis TB Paru

3
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet

yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier

bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai

saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang

mengakibatkan radang di dalam paru. Aliran getah bening akan membawa kuman TB ke kelenjar

getah bening di sekitar hilus paru, ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya

infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4–6 minggu. Infeksi dapat

dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya

respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh dapat

menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian beberapa kuman akan menetap

sebagai kuman persisten atau dorman (tidur). Kadang daya tahan tubuh tidak mampu

menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan

menjadi sakit TB.3

2.1.7 Klasifikasi TB Paru

2.1.7.1 Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh yang Terkena

A. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak termasuk

pleura (selaput paru).4

B. Tuberkulosis Extra Paru

4
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput

otak, selaput jantung (perikardium), kelanjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,

ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.4

2.1.7.2 Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopik pada TB

Paru.

A. Tuberkulosis Paru BTA Positif


Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+), satu spesimen

dahak SPS hasilnya BTA (+) dan foto toraks dada menunjukkan gambaran

tuberkulosis, satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan biakan kuman TB

Positif, satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah tiga spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan

setelah pemberian antibiotika non OAT. 4


B. Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Kriteria diagnosis TB paru BTA negatif harus meliputi paling tidak tiga spesimen

dahak SPS hasilnya BTA negatif, foto toraks abnormal menunjukkan gambaran

tuberkulosis, tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT, ditemukan

(dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. 4

2.1.7.3 Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe

pasien, yaitu:

A. Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan

OAT kurang dari satu bulan (empat minggu).4


B. Kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan dan telah

dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, di diagnosis kembali dengan BTA positif

5
(apusan atau kultur).4
C. Pengobatan setelah putus berobat (default)
Adalah pengobatan yang telah berobat dan putus berobat dua bulan atau lebih dengan

BTA positif.4
D. Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi

positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.4


E. Lain-lain
adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak

diketahui. 4

2.1.8 Gejala TB Paru

Keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat bermacam - macam atau tanpa

keluhan sama sekali.

A. Demam

Biasanya subfebris, menyerupai demam influenza tetapi kadang-kadang suhunya 40-

41°C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat

ringannya infeksi k,uman tuberkulosis yang masuk.3

B. Batuk

Batuk berlangsung 2-3 minggu atau lebih karena adanya iritasi pada bronkus, sifat batuk

dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi

produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lebih lanjut adanya dahak bercampur

darah bahkan sampai batuk darah (hemaptoe) karena terdapat pembuluh darah yang

pecah.3

C. Sesak napas

Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah

setengah bagian paru-paru.3

6
D. Nyeri dada

Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila filtrasi radang sudah sampai ke pleura

sehingga menimbulkan pleuritis.3

E. Malaise
Sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun sakit kepala, meriang, keluar

keringat di malam hari tanpa melakukan aktifitas.3

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti

bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di

Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut

diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan

dahak secara mikroskopis langsung.3

2.1.9 Diagnosis TB Paru

2.1.9.1 Diagnosis TB Paru Dewasa


Semua suspek TB diperiksa 2 spesimen dahak untuk penegakan diagnosis dengan

mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP):

a) S (Sewaktu): Dahak ditampung di fasilitas pelayanan kesehatan.

b) P (Pagi): Dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur.

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada

program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan Dahak mikroskopis merupakan

diagnosis utama. 2

Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai

penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB

7
hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran

yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik

paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur

diagnostik untuk suspek TB paru dapat dilihat pada bagan 2.1 : 2

8
9
Bagan 2.1 Alur Prosedur Diagnostik untuk Suspek TB Paru

10
2.1.9.2 Diagnosis TB Paru Anak

Diagnosis Paru pada anak tidak harus diperiksa dahak, melainkan secara klinis berupa

gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Gejala klinis TB pada anak tidak khas, Gejala

khas TB sebagai berikut: batuk ≥ 2 minggu, demam ≥ 2 minggu, BB turun atau tidak naik

dalam 2 bulan sebelumnya, lesu atau malaise ≥2 minggu, menetap walau sudah diberikan

terapi yang adekuat.2


Bagan 2.2 Alur Diagnostik TB Anak
Diagnosis TB pada anak dengan menggunakan nilai atau system skor (Scoring system)

pada anak dengan gejala TB atau merupakan salah satu anggota keluarga dari pasien TB

terutama TB menular (TB BTA Positif). 2

Table 2.1 Sistem Skoring TB Anak

2.1.10 Terapi TB Paru

2.1.10.1 Pengobatan TB Orang Dewasa.


I. Tahap pengobatan TB :

Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan

maksud:

 Tahap Awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah

dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah bakteri yang ada dalam tubuh

pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah
resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada

semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan

pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat

menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama. 2


 Tahap Lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa kuman yang masih ada

dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan

mencegah terjadinya kekambuhan. 2


II. Jenis Obat Tuberkulosis

Jenis Sifat Efek Samping


Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis
toksik,gangguan fungsi hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu Syndrome, gangguan
gastrointestinal, urine berwarna
merah, gangguan fungsi hati,
demam, skin rash, anemia hemolitik.
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan
fungsi hati, gout artritis.
Streptomisin (S) Bakterisidal Gangguan keseimbangan dan
pendengaran, trombositopenia
Etambutol (E) Bakterisidal Gangguan penglihatan, buta warna,
neuritis perifer

Table 2.2 Panduan Obat Asli Tuberkulosis dan Efek Sampingnya

III. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


 Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
• Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
• Pasien TB paru terdiagnosis klinis
• Pasien TB ekstra paru
 Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya

(pengobatan ulang) :
• Pasien kambuh
• Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up). 2

2.1.10.2 Pengobatan TB Anak.

1.Panduan OAT Anak

Anak umumnya memiliki jumlah bakteri yang lebih sedikit (pausibasiler) sehingga

rekomendasi pemberian 4 macam OAT pada fase intensif hanya diberikan kepada anak

dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa. Terapi TB pada anak dengan BTA

negative menggunakan panduan INH, Rifampisin dan Pirazinamid. Pada fase inisial (2 bulan

pertama) diikuti Rifampisin dan INH pada 4 bulan fase lanjutan. 2

Nama Obat Dosis Dosis maksimal


harian(mg/kgBB/hari) (mg/hari)
Isoniazid (H) 10 (7 – 15) 300
Rifampisin (R) 15 (10 – 20) 600
Pirazinamid (Z) 35 (30 – 40)
Etambutol (E) 20 (15 – 25)

Tabel 2.3 Dosis OAT TB Anak

2. Kombinasi Dosis Tetap (KDT) atau Fixed Dose Combination (FDC)


Untuk mempermudah pemberian OAT dan meningkatkan keteraturan minum obat, paduan OAT

disediakan dalam bentuk KDT.

Berat badan Fase Intensif (2 bulan) RHZ Fase Lanjutan (4bulan) (RH
(kg) (75/50/150) (75/50)
5-7 1 Tablet 1 Tablet
8 - 11 2 Tablet 2 Tablet
12 - 16 3 Tablet 3 Tablet
17 - 22 4 Tablet 4 Tablet
23 – 30 5 Tablet 5 Tablet
> 30 OAT dewasa

Tabel 2.4 Dosis Obat KDT TB anak

2.1.11 Program Penanggulangan TB

Strategi Direct Observed Treatment Short-Course (DOTS) adalah penemuan dan

penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan

memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insiden TB di masyarakat.

Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam pencegahan penularan

TB. Dengan menggunakan strategi DOTS, biaya program penanggulangan TB akan lebih

hemat.3

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yaitu:

1. Komitmen politis

2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya

3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus

yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.

4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.


5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil

pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.


2.1.12 Strategi Penemuan TB Di Indonesia

Strategi penemuan pasien TB di Indonesia dapat dilakukan secara pasif (di dalam

gedung) secara intensif (penguatan jejaring layanan dan kolaborasi layanan kesehatan) maupun

secara aktif (kegiatan di luar gedung) dan masif (cakupan seluas mungkin). Kedua upaya

penemuan pasien TB tersebut harus didukung dengan kegiatan promosi yang aktif, sehingga

semua terduga TB dapat ditemukan, terdiagnosis dan mendapatkan pengobatan sedini mungkin.5

2.1.12.1 Penemuan pasien TB secara pasif-intensif

Kegiatan penemuan yang dilaksanakan di dalam fasilitas kesehatan dengan

memperkuat jejaring layanan TB melalui kegiatan Public-Private Mix (PPM) di tingkat

Kabupaten atau Kota dan memperkuat kolaborasi layanan antara layanan TB dengan layanan

kesehatan lain yang diselenggarakan di fasyankes dengan Pendekatan Praktis Kesehatan paru

(PAL = Practical Approach to Lung health), kolaborasi TB-HIV, jejaring layanan TB, TB-Gizi,

dan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). 5

2.1.12.2 Penemuan pasien TB secara aktif dan/atau masif berbasis keluarga dan

masyarakat

Berupa kegiatan-kegiatan penemuan terduga atau pasien TB yang dilakukan di luar

fasilitas pelayanan kesehatan melalui beberapa upaya penjangkauan secara aktif oleh petugas

kesehatan atau potensi kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk menemukan dan merujuk

terduga TB ke fasyankes untuk penegakan diagnosis. Upaya penemuan secara aktif di

masyarakat dapat juga dilaksanakan dengan upaya terjun ke masyarakat dengan menghadirkan

sarana diagnostik secara langsung ke masyarakat, misalnya dengan mendatangkan sarana

diagnostik yang bersifat mobile ke suatu daerah dalam satu periode tertentu. 5
Kegiatan penemuan pasien TB secara aktif harus terintegrasi dengan Gerakan Masyarakat

dan pendekatan Keluarga Sehat. Kegiatan ini harus bisa menggerakkan atau melibatkan secara

aktif semua potensi kesehatan masyarakat yang ada di suatu wilayah antara lain: Kader

Kesehatan, Kader dari UKBM (Posyandu, Posbindu, Pos TB desa, Poskesdes dan Polindes),

kader organisasi kemasyarakatan, tokoh masyarakat, tokoh agama, kelompok dukungan pasien

dan kelompok peduli TB lainnya. 5

Kegiatan penemuan pasien TB secara aktif berbasis keluarga dan masyarakat dapat berupa:

A. Investigasi kontak

Kegiatan investigasi kontak diselenggarakan melalui kolaborasi antara pemberi

layanan kesehatan dengan potensi kesehatan masyarakat. Dilakukan pada paling sedikit 10 -

15 orang kontak erat dengan pasien TB. Kontak erat adalah orang yang tinggal serumah

(kontak serumah) maupun orang yang berada di ruangan yang sama dengan pasien TB aktif

(detected cases/ confirm cases) yang ternotifikasi selama satu periode tertentu, yaitu

sekurang-kurangnya selama 8 jam sehari selama satu bulan atau lebih. 5

Investigasi kontak dilaksanakan untuk semua pasien TB aktif dewasa untuk

mendeteksi secara dini kemungkinan penularan kepada kontak serumah atau kontak eratnya.

Investigasi kontak juga dilaksanakan pada pasien TB anak yang ditemukan untuk mencari

sumber penularan. Pelaksanaan kegiatan investigasi kontak harus dicatat dan dilaporkan

baik dalam kartu pengobatan pasien TB maupun register pemeriksaan kontak.5

B. Penemuan Aktif pada Populasi Kunci di Masyarakat


Penemuan aktif pada populasi kunci di Masyarakat dilakukan kepada orang-orang

dengan resiko TB seperti anak usia <5 tahun, orang dengan gangguan sistem imunitas,

malnutrisi, lansia, wanita hamil, perokok dan mantan penderita TB yang mengakses layanan
di UKBM terkait misalnya di Posyandu, Posbindu, Polindes dan Poskesdes. Kegiatan ini

diselenggarakan di daerah-daerah beresiko tinggi untuk TB dan daerah dengan beban TB

yang tinggi (di atas angka estimasi insidensi TB nasional).

Kegiatan dilaksanakan dengan dua metode yaitu:

1. Metode skrining atau penapisan gejala pada populasi kunci yang datang ke layanan

UKBM.
2. Metode penelusuran terhadap kondisi-kondisi tertentu yang mungkin dipengaruhi

oleh terjadinya TB, misalnya pada anak batita atau balita dengan grafik tumbuh-

kembang di bawah garis merah, lansia yang mengalami penurunan berat badan atau

pada pasien diabetes yang tidak terkontrol.

Hasil temuan dari UKBM tersebut dirujuk ke fasyankes untuk dilakukan evaluasi untuk

penegakan diagnosis.5

2.1.12.3 Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat

Dilaksanakan secara rutin oleh anggota keluarga maupun kader kesehatan yang

melakukan skrining gejala pengawasan batuk terhadap orang yang tinggal di lingkungannya dan

menyarankan orang dengan batuk untuk memeriksakan diri ke fasyankes terdekat. Kegiatan

pemantauan batuk ini bisa diintegrasikan kepada kegiatan kader kesehatan yang sudah rutin

berjalan misalnya kegiatan ketuk pintu kader kesehatan, kegiatan kunjungan rumah kader

jumantik, kader posyandu dan posbindu serta kegiatan upaya kesehatan berbasis masyarakat

(UKBM) yang lain. Selain mendukung penemuan kasus TB, kegiatan ini akan sangat
bermanfaat dalam rangka penyampaian edukasi mengenai TB terhadap anggota keluarga dan

masyarakat sehingga akan terbentuk awareness tentang TB di kemudian hari.5

2.1.12.4 Penemuan aktif berkala

Dilakukan oleh Puskesmas pada wilayah yang teridentifikasi sebagai daerah kantung

TB. Definisi daerah kantung TB adalah daerah yang memiliki jumlah pasien yang banyak

apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada, misalnya: Pada wilayah RT (Rukun

Tetangga) XX yang memiliki jumlah penduduk 100 jiwa, berdasarkan hasil kegiatan PWS

(Pengawasan Wilayah Setempat) dan analisis data TB setempat mempunyai penderita TB

berjumlah 3 orang. Hal ini berarti wilayah RT XX mempunyai insidensi TB sebesar

3000/100.000 penduduk (9x angka insidensi TB nasional). 5

Pada daerah ini dilakukan upaya penemuan aktif berkala akan dilakukan dengan

kegiatan skrining aktif setiap 6 bulan sekali sampai tidak ditemukan kasus TB pada kegiatan

penemuan aktif berkala 2 kali berturut-turut. Kegiatan penemuan secara aktif berkala akan

sangat efektif apabila dipadukan dengan kegiatan penemuan aktif berbasis keluarga dan

masyarakat. 5

2.1.12.5 Skrining masal

Kegiatan penemuan aktif melalui skrining massal yang dilaksanakan sekali setahun

untuk meningkatkan penemuan pasien TB di wilayah yang penemuan kasusnya masih sangat

rendah. Puskesmas bekerja sama dengan aparat desa atau kelurahan, kader kesehatan dan potensi

masyarakat melakukan skrining gejala TB secara masif di masyarakat dan membawanya ke

layanan kesehatan luar gedung. Kegiatan ini juga lebih efektif apabila dipadukan dengan

kegiatan penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat.5


2.1.13 Faktor Penyebab Rendahnya Cakupan Penemuan Penderita TB paru.

2.1.13.1 Ekonomi

Kondisi ekonomi masyarakat cenderung mempengaruhi masyarakat dalam pemilihan

pengobatan. Sulitnya akses menuju puskesmas dan sulitnya transportasi menyebabkan

masyarakat kesulitan untuk mengeluarkan biaya transportasi karena kemampuan ekonomi yang

relatif terbatas. Menurut beberapa penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar penderita TB

berasal dari golongan ekonomi relatif rendah, sehingga dari segi biaya transportasi mereka

mengalami sedikit kendala untuk mencari pengobatan ke puskesmas, dan apalagi pengobatan

TB Paru harus dilakukan berulang-ulang sampai lebih kurang 6 (enam) bulan. Sementara itu,

bagi sebagian kecil penderita yang relatif cukup baik dari segi kemampuan ekonomi cenderung

memilih pengobatan ke dokter praktek swasta. 6

2.1.13.2 Pendidikan dan Pengetahuan yang Rendah

Dengan kondisi pendidikan yang relatif rendah, maka pengetahuan masyarakat

terhadap penyakit TB Paru juga terbatas. Hal ini tampak dari persepsi masyarakat terhadap

penyakit TB Paru, dimana sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa penyakit TB Paru

adalah penyakit keturunan, memalukan dan dianggap tabu oleh masyarakat. 6

2.1.13.3 Kebiasaan dan Kepercayaan Masyarakat

Sebagian besar masyarakat biasanya cenderung untuk membeli obat warung ketika

merasakan adanya gejala batuk, sedangkan sebagian lagi langsung berobat dan mempercayakan
kesembuhannya pada tenaga kesehatan. Alasan mereka membeli obat warung karena masih

tergolong penyakit ringan, dan memilih ke puskesmas karena gejala batuknya sudah termasuk

penyakit berbahaya, menular, dan hanya bisa disembuhkan melalui pengobatan medis dengan

melakukan pengobatan atau minum obat selama jangka waktu 6 bulan. Sedangkan sebagian

kecil lainnya mempercayakan kesembuhannya melalui bantuan tenaga pengobat tradisional. 6

2.1.13.4 Akses atau Jangkauan Pelayanan Kesehatan

Kondisi keterbatasan jangkauan pelayanan dan kebijakan-kebijakan itu sendiri juga

berpengaruh terhadap pencapaian cakupan penemuan penderita. Kondisi sulitnya masyarakat

untuk mencapai akses pelayanan kesehatan (puskesmas) karena jarak yang relative jauh dan

beratnya biaya transposrtasi) adalah menjadi pertimbangan masyarakat dalam upaya pencarian

pengobatan.6

Anda mungkin juga menyukai