PENDAHULUAN
Teori radikal universalitas bersandar pada satu argumentasi bahwa hanya ada satu
paket pemahaman mengenai HAM, bahwa nilai-nilai HAM berlaku sama dan dapat
diimplementasikan pada masyarakat dengan latar belakang budaya dan historisitas yang
berbeda. Implikasinya, pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai HAM berlaku sama
dan bersifat universal bagi semua bangsa dan negara di dunia. Dalam konteks ini, nilai HAM
dianggap sebagai nilai yang universal, dimana suatu konstruk nilai yang menembus batas
Nilai-nilai HAM tanpa terkecuali oleh penganut teori radikal universalitas bersifat
universal dan tidak dapat dimodifikasi sebagai upaya pemaduan dengan budaya lokal suatu
bahwa Mesir dan Libanon berkontribusi besar dalam penyusunan DUHAM, sehingga
DUHAM bukanlah dominasi barat, bahkan rumusan tentang kebebasan beragama merupakan
bukti bahwa DUHAM juga mengadopsi nilai-nilai yang berakar dari luar barat. Kalangan ini
juga berpendapat bahwa budaya itu bersifat dinamis sehingga klaim karakteristik budaya
suatu komunitas, etnis atau negara bersifat tetap dan utuh terbantahkan, karena anggapan
bahwa suatu masyarakat memiliki satu nilai hanyalah merupakan klaim yang kurang
berdasar.
1
Dengan demikian, baik di barat maupun di timur, hak atas pendidikan itu sama-sama
diakui meskipun dikonstruksi dalam pendekatan yang berbeda. Pemahaman HAM sebagai
suatu “konsensus lintas budaya”, mengutip pendapat Bielefeldt, adalah syarat mutlak adanya
sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia mutlak ada, hidup dan dilestarikan dalam nilai
HAM yang universal, mengingat bahwa justru dengan pelenyapan unsur sosio-kultural
tertentu, konsep HAM yang agung dan luhur akan terjebak dalam situasi dilematis. Merujuk
“konsensus lintas budaya”, nilai HAM tidak dapat dilepaskan sama sekali dari budaya lokal.
Dalam konsep lintas budaya, kesetaraan dan kerjasama adalah poin substansial yang harus
menjadi sudah biasa dalam terbukanya ruang konseptual bagi pluralitas pandangan, ideologi,
agama, keyakinan, doktrin dan hal-hal yang berlainan. Secara normatif, ketika HAM
dipandang sebagai suatu aturan semesta seluruh umat manusia, dengan asumsi HAM tersebut
tidak berlaku sebagai penjajah feodal yang kaku. Ini mengandung permintaan yang dalam
bagi kedua belah pihak, pelaku dan budaya sasaran. Para aktivis HAM dituntut untuk lebih
toleran terhadap pluralisme budaya sasaran, sedang sebaliknya, pemilik budaya hendaknya
Dibalik universalisme hak asasi manusia dan kekhususan budaya, suatu wacana lain
yang tak kalah penting adalah pengembalian arti dan keberpihakan HAM terhadap kaum
miskin dan tertindas. Pola pemikiran seperti ini sederhana saja yaitu ketika HAM dekat dan
2
bersinggungan dengan masalah-masalah praktis dan konkrit, serta mampu melindungi kaum
miskin dan terpinggirkan, dia akan semakin tumbuh dan berarti dalam universalitasnya.
Lebih lanjut, dalam wacana universalitas nilai HAM, ada teori weak relativist. Teori ini pada
dasarnya beranggapan bahwa nilai-nilai HAM bersifat universal dan susah untuk
tampat tidak adanya pengakuan (justifikasi) terhadap nilai-nilai HAM lokal, melainkan hanya
mengakui adanya nilai-nilai HAM yang bersifat universal Kemudian, dikenal Hukum Alam
sebagai landasan teori hukum. Hukum Alam beranggapan bahwa HAM-sebagai karunia dari
Tuhan-secara kodrati tidak lekang oleh perkembangan dan perubahan zaman. HAM dianggap
sebagai konstruk yang universal dan tidak terikat pada perbedaan subjek dan konteks serta
1. Apa Nilai Yang Dimaksud Dengan Partikularitas Hak Asasi Manusia ( HAM ) ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
Bila berbicara mengenai Hak Asasi Manusia dalam dunia modern saat ini, maka kita
Universalisme HAM dianggap terwujud dalam Universal Declration of Human Rights yang
mewakili tradisi dunia Barat yang menjunjung tinggi konsep kebebasan dan individualisme.
Sedangkan di dunia Timur konsep mengenai tanggung jawab dan komunitas lebih dominan.
Hal inilah yang melahirkan teori relativisme budaya yang salah satu bentuk perwujudannya
terkandung dalam Cairo Declaration on Human Rights in Islam. Dalam Deklarasi Kairo
dinyatakan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari
eksploitasi dan pemaksaan, dan untuk mendapatkan kebebasan dan hak untuk hidup yang
selaras dengan Syari’ah Islam. Bahwa setiap orang secara individual dan ummah secara
Pada dasarnya, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB sejalan dengan
pandangan Islam. Namun perbedaan antara konsep universalitas HAM dengan relativisme
budaya melahirkan sudut pandang yang berbeda ketika berhadapan dengan isu-isu krusial
4
yang muncul dalam tataran praktis. Dalam Islam, bila seseorang dalam menjalankan hak
asasinya menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi orang lain, maka dia dapat dihukum.
Sedangkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB, jika ada hukum atau
hukuman yang berbenturan dengan hak asasi seseorang, maka hukum atau hukuman tersebut
harus dihapus, tanpa memandang latar belakang historis, sosial ekonomi, dan kultur
Misalnya keanekaragaman dalam falsafah atau dalam sistem hukum pidananya yang dapat
beberapa alasan. Pertama, bahwa DUHAM yang mengklaim diri sebagai universal itu hanya
dibuat oleh beberapa negara yang dimotori oleh negara-negara yang menang perang dan
melihat kekhasan budaya yang terdiferensiasi berdasarkan budaya dan ruang geografis.
Dalam pewacanaan nilai partikular HAM, teori relativitas kultural merupakan salah
satu teori yang cukup signifikan. Asumsi utama teori ini adalah bahwa nilai-nilai moral dan
budaya bersifat partikular (khusus). Hal ini berarti bahwa nilai-nilai moral HAM bersifat
5
Dalam konteks penerapan HAM, ada tiga model penerapan HAM, yaitu:
1. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak sipil, hak politik, dan hak
pemilikan pribadi
2. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak ekonomi dan hak sosial, dan
3. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak penentuan nasib sendiri dan
pembangunan ekonomi.
Melihat dari penerapan di atas, tidak mengartikan pemenuhan hak-hak dan macam-macam
yang ada dalam HAM itu sendiri tidak menjadi prioritas dalam memperjuangkannya.
Ketiga hak tersebut merupakan hak yang fundamental dalam kehidupan sehari-hari.
Yaitu hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan pribadi manusia. Misalnya hak
5. Hak Asasi Politik, yaitu yang berhubungan dengan kehidupan politik. Misalnya hak
6
6. Hak Asasi Ekonomi, yaitu hak yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian.
dan lain-lain.
7. Hak Asasi Budaya, yaitu hak yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat.
8. Hak Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum Dan Pemerintahan, yaitu hak yang
perlindungan hukum, hak membela agama, hak menjadi pejabat pemerintah, hak
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
beberapa alasan. Pertama, bahwa DUHAM yang mengklaim diri sebagai universal itu hanya
dibuat oleh beberapa negara yang dimotori oleh negara-negara yang menang perang dan
melihat kekhasan budaya yang terdiferensiasi berdasarkan budaya dan ruang geografis.
Dalam pewacanaan nilai partikular HAM, teori relativitas kultural merupakan salah
satu teori yang cukup signifikan. Asumsi utama teori ini adalah bahwa nilai-nilai moral dan
budaya bersifat partikular (khusus). Hal ini berarti bahwa nilai-nilai moral HAM bersifat
lokal dan spesifik, sehingga berlaku khusus pada suatu negara. HAM adalah klaim yang
dapat dipaksakan sebagai konsekuensi penanda kemanusiaan yang bersifat kodrat. Dalam
definisinya yang kodrat, HAM melekat pada manusia sebagai subjek pengemban hak
semenjak manusia dapat dikategorikan sebagai manusia di dalam kandungan. Hak tersebut
juga tidak dapat dicabut, dialihkan, dan dibagi-bagi. Jan Materson sebagai dikutip
8
Baharuddin Lopa, mengemukakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat
pada setiap manusia yang tanpa hak tersebut, manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Sementara itu, pengertian lebih lengkap terdapat dalam Pasal 1 Ayat 1 UU No.39 Tahun
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
3.2 Saran
terhadap HAM, itu bukan menjadi arti untuk dapat menjadikan dasar atau alas an untuk
melahirkan perbedaan pandangan terhadap paham HAM yang dianut. Karena implementasi
arti dan nilai HAM itu tidak mempunyai maksud untuk memberikan atau berniat untuk
melahirkan perbedaan pendapat atau perbedaan prinsip, melainkan menjadi suatu fungsi
9
DAFTAR PUSTAKA
wordpress.com/2008/04/18/positivisasi-hak-asasi-manusia/, diakses 8
Desember 2008).
Cepat Lambat. (2013, Oktober). Contoh Kasus Pelanggaran Ham Indonesia. Diperoleh 23
pelanggaran-ham-indonesia.html
Halimi, Muh dan Dadang Sumdawa. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
kewarganegaraan.wordpress.com/2007/11/28/pengertian-dan-macam-
Sekedar Blog. (2:54 AM). Hak Asasi Manusia. Diperoleh 23 Agustus 2014, dari
http://hanyasekedarblogg.blogspot.com/2013/05/hak-asasi-manusia.html
10