Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Acuan Normatif
1.4 Ruang Lingkup
1.5 Sistematika Penulisan

BAB II

GAMBARAN UMUM DAERAH PERENCANAAN

2.1 Gambaran Umum Kota Semarang


2.1.1 Aspek Batas Administratif
Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah yang menjadi kota terbesar
ke 5 di Indonesia. Pada abad ke 18, Kota Semarang masih terpusat di sekitar kawasan
Kota Lama, Johar, dan Pelabuhan. Kemudian dibentuk pemerintahan kotapraja
(gemeente) Semarang pada tahun 1906, dengan wilayah yang semakin meluas.
Pada awal kemerdekaan Indonesia, Kota Semarang masih terdiri dari 5 Kecamatan
yang kemudian pada tahun 1976 dilakukan pemekaran wilayah yang pertama dengan
jumlah menjadi 9 kecamatan. Dengan semakin berkembangnya Kota Semarang ini,
dilakukan pemekeran wilayang kedua dan ditata ulang pada tahun 1992, sehingga secara
administratif Kota Semarang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan. Dari 16
Kecamatan yang ada, terdapat 2 Kecamatan yang mempunyai wilayah terluas yaitu
Kecamatan Mijen, dengan luas wilayah 57,55 km2 dan Kecamatan Gunungpati, dengan
luas wilayah 54,11 km2 . Kedua Kecamatan tersebut terletak di bagian selatan yang
merupakan wilayah perbukitan yang sebagian besar wilayahnya masih memiliki potensi
pertanian dan perkebunan. Sedangkan kecamatan yang mempunyai luas terkecil adalah
Kecamatan Semarang Selatan, dengan luas wilayah 5,93 km2 diikuti oleh Kecamatan
Semarang Tengah, dengan luas wilayah 6,14 km2.
Gambar 2.1 Peta Batas Administrasi Kota Semarang
Sumber : penataanruangjateng.info

Gambar 2.2 Wilayah Administrasi Kota Semarang (km 2)


Sumber : Kota Semarang dalam Angka 2009,BPS

2.1.2 Aspek Geografis


Secara geografis wilayah Kota Semarang berada antara 6º50’-7º10’ LS dan 109º35’-
110º50’ BT dengan luas wilayah 373,70 km2. Kota Semarang memiliki posisi
geostrategis karena berada pada jalur lalu lintas ekonomi pulau Jawa, dan merupakan
koridor pembangunan Jawa Tengah yang terdiri dari empat simpul pintu gerbang yakni
koridor pantai Utara; koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten
Magelang, Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke
arah Kabupaten Demak/Grobogan; dan Barat menuju Kabupaten Kendal. Dalam
perkembangan dan pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan terutama
dengan adanya pelabuhan, jaringan transport darat (jalur kereta api dan jalan) serta
transport udara yang merupakan potensi bagi simpul transportasi Regional Jawa Tengah
dan Kota Transit Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah pentingnya adalah
kekuatan hubungan dengan luar Jawa, secara langsung sebagai pusat wilayah nasional
bagian tengah.

Tabel 2.2 Batas Geografis Kota Semarang

Sumber : BPS Kota Semarang 2016

2.1.3 Aspek Sosial Budaya


Kota Semarang memiliki penduduk sangat heterogen terdiri dari campuran beberapa
etnis, Jawa, Cina, Arab dan Keturunan. Terdapat juga etnis lain dari berbagai daerah di
Indonesia yang datang ke Semarang untuk berusaha, menuntut ilmu maupun menetap
selamanya di Semarang. Mengingat Kota Semarang memiliki universitas/ sekolah dan
perguruan tinggi yang terkenal unggulan. Mayoritas penduduk di Kota Semarang
memeluk agama Islam, pemeluk agama lainnya seperti Kristen, Katholik, Hindu dan
Budha juga cukup banyak. Berikut data jumlah pemeluk Agama dalam satuan Jiwa yang
ada di Kota Semarang pada tahun 2015.

Tabel 2.3 Jumlah Pemeluk Agama (jiwa) di Kota Semarang tahun 2015

Sumber : BPS Kota Semarang 2015

Walaupun warga Kota Semarang sangat heterogen, namun kehidupan sosial


masyarakat Kota Semarang sangat damai. Toleransi kehidupan umat beragama terasa
sangat tinggi. Inilah faktor yang sangat mendukung kondisi keamanan sehingga
Semarang menjadi kota Indonesia yang sangat baik untuk pengembangan investasi dan
bisnis.
Keragaman etnis yang ada di Kota Semarang juga melatar belakangi tagline dalam
City Branding Kota Semarang yaitu “Variety of Culture”. "Variety of Culture" bermakna
bahwa Kota Semarang mempercantik diri dan berkembang dengan tetap
mempertahankan budayanya yang heterogen. Pesan yang disampaikan bahwa sentuhan
harmonisasi berbagai budaya Jawa bersama budaya China, Arab, dan Belanda pasti
dirasakan di Kota Semarang.
Kota Semarang memiliki Keanekaragaman Budaya yang merupakan aset utama yang
harus ditonjolkan, karena dari sudut pandang wisata hal itu merupakan daya tarik agar
wisatawan tertarik berkunjung ke Kota Semarang. Dampak dari keanekaragaman budaya
ini memunculkan banyak jenis ragam variasi dalam banyak hal. Misalnya dilihat dari
sudut kesenian, peninggalan bangunan/arsitektur, religi, kuliner dan event lainnya. Dari
ragam variasi yang terasa di Kota Semarang tersebut dapat diketahui bahwa budaya yang
ada di Kota Semarang antara lain budaya Jawa, Pesisir, Arab dan China.
Sebagai pelengkap branding Kota Semarang memiliki logo yang mencerminkan
budaya Kota Semarang yaitu logo “Warak Ngendog”. “Warak Ngendog” merupokan
binatang mitologis yang digambarkan sebagai simbol pemersatu tiga etnis mayoritas
yang ada di Semarang. Bagian tubuh icon terdiri dari Naga (Cina), Buroq (arab) dan
Kambing (Jawa). Hewan ini biasanya dijadikan maskot dalam festival dugderan yang
dilaksanakan beberapa hari sebelum bulan puasa.
Terlepas dari siapa pembuat pertama, Warak Ngendog memiliki makna filosofi yang
selalu relevan sebagai pedoman hidup manusia pada zaman apapun. Wujud makhluk
rekaan yang merupakan gabungan tiga simbol etnis mencerminkan persatuan atau
akulturasi budaya di Semarang. Konon ciri khas bentuk yang lurus dari Warak Ngendog
menggambarkan citra warga Semarang yang terbuka, lurus, dan berbicara apa adanya,
sehingga tak ada perbedaan antara ungkapan hati dengan ungkapan lisan.

Gambar 2.3 Logo City Branding Kota Semarang


Sumber : http://st281837.sitekno.com/article/144413/city-branding-kota-semarang.html

Pemilihan warna yang digunakan dalam City Branding ini adalah warna merah,
jingga, hijau, dan biru. Warna-warna tersebut melambangkan keragaman budaya di Kota
Semarang :
1. Merah : melambangkan kebudayaan Cina.
2. Hijau : melambangkan budaya Arab.
3. Jingga : melambangkan budaya Jawa.
4. Biru : melambangkan budaya Pesisir.

Pembangunan budaya di Kota Semarang diupayakan untuk pembinaan, pengembangan


dan kelestarian budaya daerah sebagai budaya integral nasional. Kelompok-kelompok
seni budaya, termasuk budaya tradisional terus dimotivasi dan didorong semangatnya
untuk menekuni seni yang diminatinya, dengan menonjolkan pengembangan kreasi
dalam rangka memenuhi keinginan masyarakat yang haus akan inovasi. Bahkan
Pemerintah Daerah Kota Semarang telah memberikan suatu tempat, yaitu Taman Raden
Saleh kota Semarang, dimana di sana tersedia berbagai fasilitas, seperti panggung
tertutup, sanggar terbuka dan lain-lain.

Pembangunan Kota Semarang pada sektor Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan


kualitas manusia Indonesia yang cerdas dan terampil yang diikuti rasa percaya diri
sendiri serta sikap dan perilaku inovatif, disamping itu merupakan proses budaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung seumur hidup dan di
dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

2.1.4 Aspek Perekonomian


Pembangunan di bidang ekonomi yang selama ini menjadi titik berat pembangunan di
Kota Semarang dimana pembangunan di Kota Semarang bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat yang adil makmur, merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945, dalam rangka mendukung pembangunan daerah Propinsi Jawa Tengah, serta
bertujuan mengembangkan potensi perekonomian daerah secara optimal.
Pertumbuhan ekonomi disamping dapat berdampak pada peningkatan pendapatan
perkapita, pada akhirnya juga akan berpengaruh pada pendapatan Pertumbuhan ekonomi
yang ditunjukkan oleh angka PDRB atas dasar harga konstan 2000 merupakan salah satu
indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan. Pada tahun 2013, PDRB kota
Semarang naik menjadi 24.196.487,72. Ini berarti daerah semakin mampu menggali
potensi ekonomi yang ada, sehingga akan semakin besar PDRB dan PAD-nya.
Berdasarkan pada data yang bersumber dari BPS Kota Semarang tahun 2016 ada 2
sektor yang cukup besar sumbangannya dalam PDRB atas dasar harga berlaku, yaitu
sektor perdagangan, hotel dan restoran; serta sektor industri pengolahan. Sumbangan
sektor perdagangan, hotel dan restoran sampai tahun 2013 cenderung naik yaitu dari
28,01 % pada 2012 menjadi 28,43 % pada tahun 2013 dengan laju pertumbuhan sebesar
10,03 %. Untuk sektor Industri pengolahan menyumbang 24,63 % pada tahun 2013
mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 24,36 % dengan
pertumbuhan 13,46 %.
Kota Semarang nampaknya akan terus berkembang, selain sebagai kota perdagangan
juga menjadi kota jasa pariwisata. Oleh karena itu, di Semarang terus bertumbuh hotel-
hotel dari kelas, melati hingga bintang. Perkembangan menjadi kota jasa tersebut akan
ditunjang dengan sarana transportasi udara dengan Bandara Ahmad Yani yang
ditingkatkan statusnya menjadi Bandara Internasional, maupun transportasi darat berupa
Kereta Api (KA) dan bus dengan berbagai jurusan. Berikut tabel jumlah hotel, jumlah
kamar dan jumlah tempat tidur pada hotel bintang dan non bintang di Kota Semarang
tahun 2015.
Seiring dengan perkembangan Kota, Kota Semarang berkembang menjadi kota yang
memfokuskan pada perdagangan dan jasa. Berdasarkan lokasinya, kawasan perdagangan
dan jasa di Kota Semarang terletak menyebar dan pada umumnya berada di sepanjang
jalan-jalan utama. Kawasan perdagangan modern, terutama terdapat di Kawasan
Simpanglima yang merupakan urat nadi perekonomian Kota Semarang. Di kawasan
tersebut terdapat setidaknya tiga pusat perbelanjaan, yaitu Matahari, Living Plaza (ex-
Ramayana) dan Mall Ciputra, serta PKL-PKL yang berada di sepanjang trotoar. Selain
itu, kawasan perdagangan jasa juga terdapat di sepanjang Jl Pandanaran dengan adanya
kawasan pusat oleh-oleh khas Semarang dan pertokoan lainnya serta di sepanjang Jl
Gajahmada. Kawasan perdagangan jasa juga dapat dijumpai di Jl Pemuda dengan adanya
DP mall, Paragon City dan Sri Ratu serta kawasan perkantoran. Kawasan perdagangan
terdapat di sepanjang Jl MT Haryono dengan adanya Java Supermall, Sri Ratu, ruko dan
pertokoan. Adapun kawasan jasa dan perkantoran juga dapat dijumpai di sepanjang Jl
Pahlawan dengan adanya kantor-kantor dan bank-bank. Belum lagi adanya pasar-pasar
tradisional seperti Pasar Johar di kawasan Kota Lama juga semakin menambah aktivitas
perdagangan di Kota Semarang.

2.1.5 Aspek Klimatologi


Secara Klimatologi, Kota Semarang seperti kondisi umum di Indonesia, mempunyai
iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari
bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut (NW)
menciptakan musim hujan dengan membawa banyak uap air dan hujan. Sifat periode ini
adalah curah hujan sering dan berat, kelembaban relatif tinggi dan mendung. Lebih dari
80% dari curah hujan tahunan turun di periode ini. Dari Juni hingga Oktober angin
bertiup dari Selatan Tenggara (SE) menciptakan musim kemarau, karena membawa
sedikit uap air. Sifat periode ini adalah sedikit jumlah curah hujan, kelembaban lebih
rendah, dan jarang mendung.
Berdasarkan data yang ada, curah hujan di Kota Semarang mempunyai sebaran yang
tidak merata sepanjang tahun, dengan total curah hujan rata-rata 9.891 mm per tahun. Ini
menunjukkan curah hujan khas pola di Indonesia, khususnya di Jawa, yang mengikuti
pola angin monsun SENW yang umum. Suhu minimum rata-rata yang diukur di Stasiun
Klimatologi Semarang berubah-ubah dari 21,1 °C pada September ke 24,6 °C pada bulan
Mei, dan suhu maksimum rata-rata berubah-ubah dari 29,9 °C ke 32,9 °C. Kelembaban
relatif bulanan rata-rata berubah-ubah dari minimum 61% pada bulan September ke
maksimum 83% pada bulan Januari. Kecepatan angin bulanan rata-rata di Stasiun
Klimatologi Semarang berubah-ubah dari 215 km/hari pada bulan Agustus sampai 286
km/hari pada bulan Januari. Lamanya sinar matahari, yang menunjukkan rasio
sebenarnya sampai lamanya sinar matahari maksimum hari, bervariasi dari 46% pada
bulan Desember sampai 98% pada bulan Agustus.

2.1.6 Aspek Topografi


Secara topografis Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan
daerah pantai, dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai
kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22% wilayahnya adalah dataran dengan
kemiringan 25% dan 37,78 % merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 15-40%.
Kondisi lereng tanah Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis kelerengan yaitu lereng I (0-
2%) meliputi Kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari, Semarang Timur, Semarang
Utara dan Tugu, serta sebagian wilayah Kecamatan Tembalang, Banyumanik dan Mijen.
Lereng II (2-5%) meliputi Kecamatan Semarang Barat, Semarang Selatan, Candisari,
Gajahmungkur, Gunungpati dan Ngaliyan, lereng III (15-40%) meliputi wilayah di
sekitar Kaligarang dan Kali Kreo (Kecamatan Gunungpati), sebagian wilayah kecamatan
Mijen (daerah Wonoplumbon) dan sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik, serta
Kecamatan Candisari. Sedangkan lereng IV (> 50%) meliputi sebagian wilayah
Kecamatan Banyumanik (sebelah tenggara), dan sebagian wilayah Kecamatan
Gunungpati, terutama disekitar Kali Garang dan Kali Kripik. Kota Bawah yang sebagian
besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung. Pemanfaatan lahan lebih banyak
digunakan untuk jalan, permukiman atau perumahan, bangunan, halaman, kawasan
industri, tambak, empang dan persawahan. Kota Bawah sebagai pusat kegiatan
pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan dan kebudayaan, angkutan atau
transportasi dan perikanan. Berbeda dengan daerah perbukitan atau Kota Atas yang
struktur geologinya sebagian besar terdiri dari batuan beku. Wilayah Kota Semarang
berada pada ketinggian antara 0 sampai dengan 348,00 meter dpl (di atas permukaan air
laut).
Secara topografi terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan, sehingga
memiliki wilayah yang disebut sebagai kota bawah dan kota atas. Pada daerah perbukitan
mempunyai ketinggian 90,56 - 348 mdpl yang diwakili oleh titik tinggi yang berlokasi di
Jatingaleh dan Gombel, Semarang Selatan, Tugu, Mijen, dan Gunungpati, dan di dataran
rendah mempunyai ketinggian 0,75 mdpl.
Kota bawah merupakan pantai dan dataran rendah yang memiliki kemiringan antara
0% sampai 5%, sedangkan dibagian Selatan merupakan daerah dataran tinggi dengan
kemiringan bervariasi antara 5%-40%. Secara lengkap ketinggian tempat di Kota
Semarang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Ketinggian Tempat di Kota Semarang

Sumber : Kota Semarang dalam Angka 2009

Kota Semarang sangat dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang membentuk suatu
kota yang mempunyai ciri khas yaitu terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan
daerah pantai. Dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai
kemiringan tanah berkisar antara 0 persen sampai 40 persen (curam) dan ketinggian
antara 0,75 – 348,00 mdpl.

2.1.7 Aspek Geologi


Kondisi Geologi, Kota Semarang berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang-
Semarang (RE. Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai berikut :
a. Aluvium (Qa)
Merupakan endapan aluvium pantai, sungai dan danau. Endapan pantai
litologinya terdiri dari lempung, lanau dan pasir dan campuran diantaranya
mencapai ketebalan 50 m atau lebih. Endapan sungai dan danau terdiri dari kerikil,
kerakal, pasir dan lanau dengan tebal 1 – 3 m. Bongkah tersusun andesit, batu
lempung dan sedikit batu pasir.
b. Batuan Gunungapi Gajahmungkur (Qhg)
Batuannya berupa lava andesit, berwarna abu-abu kehitaman, berbutir halus,
holokristalin, komposisi terdiri dari felspar, hornblende dan augit, bersifat keras dan
kompak. Setempat memperlihatkan struktur kekar berlembar (sheeting joint).
c. Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk)
Batuannya berupa lava basalt, berwarna abu-abu kehitaman, halus, komposisi
mineral terdiri dari felspar, olivin dan augit, sangat keras.
d. Formasi Jongkong (Qpj)
Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut batuan
gunungapi Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat kehitaman, komponen
berukuran 1 – 50 cm, menyudut – membundar tanggung dengan masa dasar tufaan,
posositas sedang, kompak dan keras. Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir
halus, setempat memperlihatkan struktur vesikuler (berongga).
e. Formasi Damar (QTd)
Batuannya terdiri dari batupasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik.
Batupasir tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus – kasar, komposisi
terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa dasar tufaan, porositas
sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman,
komponen terdiri dari andesit, basalt, batuapung, berukuran 0,5 – 5 cm, membundar
tanggung hingga membundar baik, agak rapuh. Breksi volkanik mungkin diendapkan
sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari andesit dan basalt,
berukuran 1 – 20 cm, menyudut – membundar tanggung, agak keras.
f. Formasi Kaligetas (Qpkg)
Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus
sampai kasar, setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung
moluska dan batu pasir tufaan. Breksi dan lahar berwarna coklat kehitaman, dengan
komponen berupa andesit, basalt, batuapung dengan masa dasar tufa, komponen
umumnya menyudut – menyudut tanggung, porositas sedang hingga tinggi, breksi
bersifat keras dan kompak, sedangkan lahar agak rapuh. Lava berwarna hitam
kelabu, keras dan kompak. Tufa berwarna kuning keputihan, halus – kasar, porositas
tinggi, getas. Batu lempung, berwarna hijau, porositas rendah, agak keras dalam
keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Batupasir tufaan, coklat
kekuningan, halus – sedang, porositas sedang, agak keras.
g. Formasi Kalibeng (Tmkl)
Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. Napal
berwarna abu-abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri dari mineral
lempung dan semen karbonat, porositas rendah hingga kedap air, agak keras dalam
keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Pada napal ini setempat
mengandung karbon (bahan organik). Batupasir tufaan kuning kehitaman, halus –
kasar, porositas sedang, agak keras, Batu gamping merupakan lensa dalam napal,
berwarna putih kelabu, keras dan kompak.
h. Formasi Kerek (Tmk)
Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi
volkanik dan batu gamping. Batu lempung kelabu muda – tua, gampingan, sebagian
bersisipan dengan batu lanau atau batu pasir, mengandung fosil foram, moluska dan
koral-koral koloni. Lapisan tipis konglomerat terdapat dalam batu lempung di K.
Kripik dan di dalam batupasir. Batu gamping umumnya berlapis, kristallin dan
pasiran, mempunyai ketebalan total lebih dari 400 m.
Struktur geologi yang cukup mencolok di wilayah Kota Semarang berupa
kelurusankelurusan dan kontak batuan yang tegas yang merupakan pencerminan struktur
sesar baik geser mendatar dan normal cukup berkembang di bagian tengah dan selatan
kota. Jenis sesar yang ada secara umum terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar
naik. Sesar normal relatif ke arah barat - timur sebagian agak cembung ke arah utara, sesar
geser berarah utara selatan hingga barat laut - tenggara, sedangkan sesar normal relatif
berarah barat - timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek,
Formasi Kalibeng dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier.
Berdasarkan struktur geologi yang ada di Kota Semarang terdiri atas tiga bagian yaitu
struktur joint (kekar), patahan (fault), dan lipatan. Daerah patahan tanah bersifat erosif dan
mempunyai porositas tinggi, struktur lapisan batuan yang diskontinyu (tak teratur),
heterogen, sehingga mudah bergerak atau longsor. Pada daerah sekitar aliran Kali Garang
merupakan patahan Kali Garang, yang membujur arah utara sampai selatan, di sepanjang
Kaligarang yang berbatasan dengan Bukit Gombel. Patahan ini bermula dari Ondorante, ke
arah utara hingga Bendan Duwur.
Patahan ini merupakan patahan geser, yang memotong formasi Notopuro, ditandai
adanya zona sesar, tebing terjal di Ondorante, dan pelurusan Kali Garang serta beberapa
mata air di Bendan Duwur. Daerah patahan lainnya adalah Meteseh, Perumahan Bukit
Kencana Jaya, dengan arah patahan melintas dari utara ke selatan.
Sedangkan wilayah Kota Semarang yang berupa dataran rendah memiliki jenis tanah
berupa struktur pelapukan, endapan, dan lanau yang dalam. Jenis Tanah di Kota Semarang
meliputi kelompok mediteran coklat tua, latosol coklat tua kemerahan, asosiai alluvial
kelabu, Alluvial Hidromorf, Grumosol Kelabu Tua, Latosol Coklat dan Komplek Regosol
Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua. Kurang lebih sebesar 25 % wilayah Kota
Semarang memiliki jenis tanah mediteranian coklat tua. Sedangkan kurang lebih 30 %
lainnya memiliki jenis tanah latosol coklat tua. Jenis tanah lain yang ada di wilayah Kota
Semarang memiliki geologi jenis tanah asosiasi kelabu dan aluvial coklat kelabu dengan
luas keseluruhan kurang lebih 22 % dari seluruh luas Kota Semarang. Sisanya alluvial
hidromorf dan grumosol kelabu tua.
Tabel 2.2 Penyebaran Jenis Tanah dan Lokasi di Kota Semarang

Sumber : BPS Kota Semarang,2009

2.1.8 Aspek Hidrologi


Kondisi Hidrologi potensi air di Kota Semarang bersumber pada sungai – sungai
yang mengalir di Kota Semarang antara lain Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali
Banjir Kanal Timur, Kali Babon, Kali Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan lain
sebagainya. Kali Garang yang bermata air di gunung Ungaran, alur sungainya
memanjang ke arah Utara hingga mencapai Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto,
bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama
pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran
mengikuti alur yang berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras. Setelah diadakan
pengukuran debit Kali Garang mempunyai debit 53,0 % dari debit total dan kali Kreo
34,7 % selanjutnya Kali Kripik 12,3 %. Oleh karena Kali Garang memberikan airnya
yang cukup dominan bagi Kota Semarang, maka langkah-langkah untuk menjaga
kelestariannya juga terus dilakukan. Karena Kali Garang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan air minum warga Kota Semarang.
Air Tanah Bebas ini merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air (
aquifer ) dan tidak tertutup oleh lapisan kedap air. Permukaan air tanah bebas ini sangat
dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk Kota Semarang
yang berada di dataran rendah, banyak memanfaatkan air tanah ini dengan membuat
sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3 - 18 m. Sedangkan untuk
peduduk di dataran tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim penghujan
dengan kedalaman berkisar antara 20 - 40 m.
Air Tanah Tertekan adalah air yang terkandung di dalam suatu lapisan pembawa air
yang berada diantara 2 lapisan batuan kedap air sehingga hampir tetap debitnya
disamping kualitasnya juga memenuhi syarat sebagai air bersih. Debit air ini sedikit
sekali dipengaruhi oleh musim dan keadaan di sekelilingnya. Untuk daerah Semarang
bawah lapisan aquifer di dapat dari endapan alluvial dan delta sungai Garang. Kedalaman
lapisan aquifer ini berkisar antara 50 - 90 meter, terletak di ujung Timur laut Kota dan
pada mulut sungai Garang lama yang terletak di pertemuan antara lembah sungai Garang
dengan dataran pantai. Kelompok aquifer delta Garang ini disebut pula kelompok aquifer
utama karena merupakan sumber air tanah yang potensial dan bersifat tawar. untuk
daerah Semarang yang berbatasan dengan kaki perbukitan air tanah artois ini terletak
pada endapan pasir dan konglomerat formasi damar yang mulai diketemukan pada
kedalaman antara 50 - 90 m. Pada daerah perbukitan kondisi artois masih mungkin
ditemukan. karena adanya formasi damar yang permeable dan sering mengandung
sisipan-sisipan batuan lanau atau batu lempung.

2.2 Gambaran Khusus Kecamatan Semarang Barat


2.2.1 Kependudukan
2.2.1.1 Jumlah dan Perkembangan Penduduk
2.2.1.2 Kepadatan dan Penyebaran Penduduk
2.2.2 Fasilitas Umun dan Fasilitas Sosial Kecamatan Semarang Barat
2.2.3 Utilitas Listrik, Air Limbah, Drainase dan Persampahan
2.2.4 Sistem Penyediaan Air Minum Eksisting

Anda mungkin juga menyukai