Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kesehatan Lingkungan


2.1.1 Definisi/Konsep dan batasan kesehatan lingkungan
Lingkungan merupakan tempat dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup dengan segala keadaan
dan kondisi yang secara langsung maupun tidak diduga dapat mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan
dari organisme tersebut. Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan lingkungan adalah suatu
keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari
manusia.
Menurut Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi
lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk
mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.
Kesehatan lingkungan merupakan bagian dari dasar-dasar kesehatan masyarakat modern yang meliputi semua
aspek manusia dalam hubungannya dengan lingkungan serta tujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan nilai-
nilai kesehatan manusia pada tingkat setinggi-tingginya dengan jalan memodifisir tidak hanya faktor social dan
lingkungan fisik semata-mata, tetapi juga terhadap semua sifat-sifat dan tingkah laku dalam lingkungan yang dapat
membawa pengaruh terhadap ketenangan, kesehatan dan keselamatan organisme umat manusia (Mulia Ricky M,
2005).
2.1.2 Ruang lingkup kesehatan lingkungan
Menurut WHO, terdapat 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan yaitu:
1) Penyediaan Air Minum
2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3) Pembuangan Sampah Padat
4) Pengendalian Vektor
5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6) Higiene makanan, termasuk higiene susu
7) Pengendalian pencemaran udara
8) Pengendalian radiasi
9) Kesehatan kerja
10) Pengendalian kebisingan
11) Perumahan dan pemukiman
12) Aspek kesling dan transportasi udara
13) Perencanaan daerah dan perkotaan
14) Pencegahan kecelakaan
15) Rekreasi umum dan pariwisata
16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk.
17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam Pasal 22
ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ada 8, yaitu:
1) Penyehatan Air dan Udara
2) Pengamanan Limbah padat/sampah
3) Pengamanan Limbah cair
4) Pengamanan limbah gas
5) Pengamanan radiasi
6) Pengamanan kebisingan
7) Pengamanan vektor penyakit
8) Penyehatan dan pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca bencana
2.1.3 Sasaran kesehatan lingkungan
Berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 1992 pasal 22 ayat (2), sasaran kesehatan lingkungan adalah
sebagai berikut:
a) Tempat umum: hotel, terminal, pasar, pertokoan dan usaha-usaha yang sejenis
b) Lingkungan pemukiman: rumah tinggal, asrama dan pemukiman sejenis
c) Lingkungan kerja: perkantoran, kawasan industri, dan kawasan sejenis
d) Angkutan umum: kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum
e) Lingkungan lain yang bersifat khusus: lingkungan yang berada dalam keadaan darurat, bencana perpindahan
penduduk secara besar-besaran, reactor atau tempat yang bersifat khusus.
2.1.4 Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan
Sejarah perkembangan global health sendiri dimulai dengan tonggak peristiwa yang secara langsung maupun
tidak ikut berpengaruh pada perkembangan penyakit dan masalah kesehatan di dunia. Beberapa peristiwa terkait
diantaranya antara lain:
a) Konsep Karantina
Konsep karantina ini merupakan era dimulainya strategi kesehatan global modern. Karantina atau
quadraginta (latin) berarti 40. Pada awalnya konsep ini menerapkan konsep isolasi selama 40 hari terhadap
semua penderita penyakit pes. Sebagaimana kita ketahui pada tahun 1348 lebih dari 60 juta orang meninggal
karena penyakit Pes. Peristiwa ini dikenal sebagai Black Death. Pada tahun 1348 Pelabuhan Venesia sebagai
salah satu pelabuhan yang terbesar di Eropa melakukan upaya karantina dengan cara menolak masuknya kapal
yang datang dan daerah terjangkit Pes atau dicurigai terjangkit penyakit pes (plague). Pada tahun 1383 di
Marseille, Perancis, ditetapkan UU Karantina yang pertama dan didirikan Station Karantina yang pertama.
b) Tahap perdangangan dan perbudakan
Tahap ini telah memunculkan era pertukaran penyakit dan masalah kesehatan antar negara, seiring lalu
lintas dan mobilitas pergerakan manusia antar negara yang mengikutinya.
c) Era lahirnya kedokteran tropis
Era ini dimulai ketika banyak penyakit tropis meluas ke Eropa Utara dan Amerika Utara (Abad 17-19).
Beberapa penyakit yang menandai era itu misalnya Plasmodium vivax (malaria), Plague, Typhoid, Cholera,
Cacar. P. vivax menjadi indigenous di southeast England. Kedokteran tropis sendiri pada mulanya
berasal Kerajaan Inggris atau Colonial science, yang dikembangkan sebagai komponen penting dari Future
development of British economic and social imperialism. Bidang ini dimanfaatkan oleh kolonialis untuk
menjaga kesehatan personil British di berbagai wilayah kekuasaan dan sekembalinya ke Inggris. Sedangkan
berbagai disiplin ilmu yang terlibat antara lain kesehatan masyarakat, travel dan eksplorasi, ilmu pengetahuan
alam, teori evolusi, dan pengetahuan tentang penyebab penyakit.
d) International Sanitary Conferences dan L’Office Internationale d’Hygiene Publique (OIHP)
Latar belakang lahirnya konferensi ini ditandai antara lain, bahwa pada kurun waktu 1830 – 1847,
wabah kolera melanda Eropa. Kemudian dilaksanakan diplomasi penyakit infeksi secara intensif dan kerjasama
multilateral kesehatan masyarakat yang kemudian menghasilkan international sanitary conference, di Paris
pada tahun 1851, yang kemudian dikenal sebagai ISR 1851. Pada tahun 1951 World Health Organization
mengadopsi regulasi yang dihasilkan oleh international sanitary conference. Kemudian pada tahun 1969 diubah
lagi menjadi International Health Regulations (IHR) dan dikenal sebagai IHR 1969. Pada tahun 1983 WHO
melakukan revisi international health regulations menjadi IHR 1969 third annotated edition. Dengan revisi ini
penyakit Karantina yang dulunya 6 penyakit menjadi 3 penyakit yaitu Pes (Plague), Demam kuning (Yellow
Fever) serta Kolera.
e) The League of Nations Health Organization
Liga bangsa-bangsa sendiri merupakan sebuah organisasi antar pemerintah yang didirikan sebagai hasil
dari Konferensi Perdamaian Paris yang mengakhiri Perang Dunia Pertama. Ini adalah organisasi internasional
pertama permanen yang utama misi adalah untuk menjaga perdamaian. Sedangkan terkait kesehatan,
Konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia telah ditandatangani oleh semua 61 negara dari Perserikatan Bangsa-
Bangsa pada 22 Juli 1946. Sejak pembentukannya, WHO telah bertanggung jawab untuk memainkan peran
utama dalam pemberantasan cacar. Prioritas saat ini meliputi penyakit menular, khususnya, HIV / AIDS,
malaria dan TBC, mitigasi dampak penyakit tidak menular, kesehatan seksual dan reproduksi, pengembangan,
dan penuaan, nutrisi, keamanan dan kesehatan makanan, dan lain sebagainya.
f) Office of Malaria control in War areas: 1942-1945
Latar belakang era ini dimulai ketika mulai disadari oleh para pemimpin perang bahwa malaria telah
melumpuhkan dan membunuh banyak serdadu mereka, sehingga tindakan khusus penting segera dilakukan
untuk menjamin keselamatan tentara dari keganasan penyakit ini.
g) WHO Constitution (1946)
Konstitusi WHO ini merekomendasikan kesehatan untuk semua orang, dengan definisi kesehatan
sebagai keadaan sejahtera dari fisik, mental dan sosial dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kecacatan.
h) The Cold War Effect:1949-1956
Perang Dingin adalah sebutan bagi situasi tegang dan konflik antara Blok Barat dengan komando
Amerika Serikat dan Blok Timur dibawah Uni Soviet. Dampak era ini juga berimbas pada bidang kesehatan
dan epidemiologi, dengan kompetisi dibidang pengembangan vaksin, eradikasi berbagai penyakit, dan lain
sebagainya.
i) The global malaria Eradication (1955-1978)
Tahap ini di Indonesia ditandai dengan pencanangan Kopem (Komando pemberantasan malaria) oleh
Presiden Soekarno yang kemudian diikuti penyemprotan nyamuk malaria secara simbolis pada tanggal 12
November 1964, di desa Kalasan, kota Yogyakarta, yang kemudian kita kenal sebagai Hari Kesehatan Nasional
itu. Dikemudian hari kopem ini merupakan cikal bakal lahirnya konsep dan lembaga Puskesmas.
j) The Small Pox Eradication (1959)
Pemberantasan penyakit cacar disebut merupakan prestasi terbesar dalam kesehatan masyarakat.Sebuah
resolusi Majelis (Kesehatan Dunia WHA33.3), yang diadopsi pada tanggal 8 Mei 1980, menyatakan bahwa
tujuan global pemberantasan cacar telah dicapai, dimana kasus terakhir ditemukan pada tanggal 26 Oktober
1977 di Somalia. Temuan ini kemudian diikuti oleh dua tahun pencarian kasus aktif untuk memastikan bahwa
penularan virus itu telah dihentikan.
k) Alma Ata Conference (1978)
Deklarasi Alma-Ata diadopsi pada Konferensi Internasional tentang Kesehatan hasil konferensi ini
antara lain mengemukakan pentingnya tindakan mendesak oleh semua pemerintah, semua pekerja kesehatan
dan pembangunan, dan masyarakat dunia untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan semua orang.
Deklarasi ini merupakan deklarasi internasional pertama yang menggarisbawahi pentingnya perawatan
kesehatan primer. Dan sejak itu diterima oleh negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
sebagai kunci untuk mencapai tujuan “Kesehatan Untuk Semua”.
l) Health for All in the Year 2000
Merupakan deklarasi dari “Kesehatan untuk Semua di Tahun 2000” menganjurkan pendekatan “inter-
sektoral” dan multidimensi untuk kesehatan dan pembangunan sosial ekonomi, menekankan penggunaan
“teknologi tepat guna,” dan mendesak partisipasi aktif masyarakat dalam perawatan kesehatan dan pendidikan
kesehatan di setiap tingkat.
m) Selective vs comprehensive primary health care
Kita mengenal era ini dengan istilah G.O.B.I, yang merupakan akronim dari huruf pertama yang
menggambarkan masing-masing empat unsur dalam paket intervensi yaitu Growth monitoring atau monitoring
pertumbuhan anak, Oral rehydration therapy atau terapi rehidrasi oral dalam kasus diare, Breast feeding atau
pemberian ASI eksklusif pada bayi serta Immunization atau imunisasi. Dalam prakteknya masih sering terjdi
perdebatan efektifitas program ini dengan Primary Health Care. Program ini dipelopori oleh UNICEF.
n) The recipe for economic recession
Era ini ditandai dengan adanya krisis minyak pada tahun 1970-an, yang melahirkan kebijakan formula
dari Bank Dunia, IMF dan AS, diantaranya dengan melakukan pemotongan secara drastis terhadap belanja
publik termasuk kesehatan. Hal ini untuk mengurangi inflasi dan hutang public. Paket kebijakan yang terkenal
ari formula ini antara lain privatisasi di semua sector serta desentralisasi.
o) The decline of WHO
Pada tahun 1982 terjadi pengurangan anggaran WHO yang sangat signifikan.yang diikuti kebijakan
Amerika Serikat (1985) untuk menahan kontribusi anggaran rutin mereka pada WHO sebagai protes terhadap
kebijakan program Obat Esensial dan international Code on pengganti ASI.
Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan di Indonesia sendiri terbagi pada masa sebelum orde baru dan
setelah orde baru
1. Sebelum Masa Orde Baru
Sebelum masa orde baru sebenarnya sudah dipikirkan mengenai perlindungan dan pelestarian lingkungan yang
telah dimulai sejak tahun 1882 ditandai dengan dikeluarkannya UU tentang higiene. Undang-undang tersebut
mengatur tentang perseorangan dan umum walaupun masih diterbitkan dalam bahasa belanda. Pada tahun 1924 atas
prakarsa Rockefeller Foundation Amerika Serikat, didirikanlah Rival Hygiene Work di Banyuwangi dan Kebumen.
Upaya tersebut dilanjutkan dengan integrase usaha pengobatan dan usaha kesehatan lingkungan di Bekasi hingga
didirikan Bekasi Training Center pada tahun 1956. Selanjutnya Prof. Muchtar mempelopori tindakan kesehatan
lingkungan di Pasar Minggu sebagai upaya sosialisasi kepada masyarakat. Pada tahun 1995 dicanangkan program
pemberantasan malaria sebagai program kesehatan lingkungan di tanah air.
2. Sesudah Masa Orde Baru
Dimulai pada tahun 1968 dengan dicanangkannya program kesehatan lingkungan terintegrasi dalam upaya
pelayanan puskesmas. Mengingat masih buruknya kesehatan keluarga maka pada tahun 1974 dikeluarkan instruksi
presiden mengenai Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga (Samijaga). Dilanjutkan dengan program Perumahan
Nasional, proyek Husni Thamrin, Kampanye Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta berbagai program lainnya.
2.1.5 Konsep hubungan interaksi antara agen-host lingkungan
Tiga komponen (faktor) yang berperan dalam menimbulkan penyakit adalah sebagai berikut.
1. Agen (agent) atau penyebab: adalah penyebab penyakit pada manusia
2. Penjamu (host): manusia yang terkena penyakit
3. Lingkungan (environtment): segala sesuatu yang berada di luar kehidupan organisme, contohnya lingkungan
fisik, kimia, dan biologi
Dalam usaha pencegahan dan kontrol yang efektif terhadap penyakit perlu di pelajari mekanisme yang terjadi antara
agent, host dan environment yaitu :
1. Interaksi antara agen penyakit dan lingkungan
Suatu keadaan terpengaruhnya agen penyakit secara langsung oleh lingkungan yang menguntungkan agen penyakit.
Terjadi pada saat prapatogenesis suatu penyakit, misalnya viabilitas bakteri terhadap sinar matahari, stabilitas vitamin
yang terkandung dalam sayuran di dalam ruang pendingin dan penguapan bahan kimia beracun oleh proses pemanasan
bumi global.
2. Interaksi antara manusia dan lingkungan
Suatu keadaan terpengaruhnya manusia secara langsung oleh lingkungan dan terjadi pada saat prapatogenesis suatu
penyakit, misalnya udara dingin, hujan dan kebiasaan membuat dan menyediakan makanan.
3. Interaksi antara host dengan agen penyakit
Suatu keadaan agen penyakit yang menetap, berkembangbiak dan dapat merangsang manusia untuk menimbulkan
respon berupa tanda-tanda dan gejala penyakit berupa demam, perubahan fisiologi jaringan tubuh dan pembentukan
kekebalan atau mekanisme pertahanan tubuh lainnya. Interaksi yang terjadi dapat berupa sembuh sempurna, kecacatan
atau kematian.
Karakteristik tiga komponen (faktor) yang berperan dalam menimbulkan penyakit adalah sebagai berikut.
1). Karakteristik lingkungan
Fisik: air, udara, tanah, iklim, geografis, perumahan, pangan, panas, radiasi
Sosial: status sosial, agama, adat istiadat, organisasi sosial politik
Biologis: mikroorganisme, serangga, binatang, dan tumbuh-tumbuhan
2). Karakteristik agen (penyebab penyakit)
a. Agen biologis: metazoa, protozoa, fungi, bakteri, rickettsia, virus
b. Agen nutrien: protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan air
c. Agen fisik: suhu, kelembapan, kebisingan, radiasi, tekanan, dan panas
d. Agen kimia: eksogen (seperti alergen, gas, debu) dan endogen (seperti metabolit dan hormon)
e. Agen mekanis: gesekan, pukulan, tumbukan, atau tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan
3). Karakteristik Host (Penjamu)
Faktor manusia sangat kompleks dalam proses terjadinya penyakit dan tergantung dari karakteristik yang
dimiliki oleh masing-masing individu, yakni sebagai berikut.
a. Umur: penyakit arterosklerosis pada usia lanjut, penyakit kanker pada usia pertengahan
b. Seks: risiko kehamilan pada wanita, kanker prostat pada laki-laki
c. Ras: sickle cell anemia pada ras negro
d. Genetik: buta warna hemofilia, diabetes, talasemia
e. Pekerjaan: asbestosis, bysinosis
f. Nutrisi: gizi kurang menyebabkan tuberkulosis, obesitas, diabetes
g. Status kekebalan: terhadap penyakit virus yang tahan lama dan seumur hidup
h. Adat istiadat: kebiasaan makan ikan mentah menyebabkan infeksi cacing hati
i. Gaya hidup: merokok, minum alkohol
j. Psikis: stres menyebabkan hipertensi, ulkus peptikum, insomnia.
Dalam mempengaruhi timbulnya penyakit tesebut, unsur-unsur yang terdapat pada tiap faktor memegang
peranan yang amat penting. Pengaruh unsur tersebut adalah sebagai penyebab timbulnya penyakit, yang dalam
kenyataan sehari-hari tidak hanya berasal dari satu unsur saja, melainkan dapat sekaligus dari beberapa unsur.
Karena adanya pengaruh dari beberapa unsur inilah sering disebutkan bahwa penyebab timbulnya suatu
penyakit tidak bersifat tunggal , melainkan bersifat majemuk yang dikenal dengan istilah multiplecausation of disease.
Selanjutnya, dalam menimbulkan penyakit, peranan unsur-unsur tersebut tidaklah secara sendiri-sendiri, melainkan
saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Hubungan yang diperlihatkan bagaikan jaringan jala penyebab dan
karena itu populer dengan sebutan web of causation (Azwar, 1988).
Jika bibit penyakit ditinjau dari sifat patogenisiti ini dan kemudian dikaitkan dengan lingkungan dan pejamu
sebagai dua faktor lainnya yang mempengaruhi timbulnya suatu penyakit, maka ketiganya terikat dalam suatu
hubungan yang berbentuk segi tiga yang dikenal dengan sebutan epidemiological triangle.
2.1.6 Masalah-masalah kesehatan lingkungan di Indonesia
1. Air bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan
dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sedangkan, air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum. Syarat-syarat kualitas air bersih diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Syarat fisik: tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
b. Syarat kimia: kadar besi maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, kesadahan (maks. 500 mg/l).
c. Syarat mikrobiologis: koliform tinja atau total koliform (maks. 0 per 100 ml air)
2. Pembuangan kotoran atau tinja
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu menggunakan jamban dengan syarat sebagai berikut:
a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur
c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar atau bila memang benar-benar diperlukan harus dibatasi seminimal
mungkin
f. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang
g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal
3. Kesehatan pemukiman
Secara umum, rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari
kebisingan yang mengganggu
b. Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu privasi yang cukup, komunikasi yang sehat antar-anggota keluarga dan
penghuni rumah
c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih,
pengelolaan tinja, dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak
berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindunginya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping
pencahayaan dan penghawaan yang cukup
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam
rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, ridak mudah terbakar, dan
tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
4. Pembuangan sampah
Teknik pengelolaan sampah yang baik harus memperhatikan
faktor-faktor atau unsur sebagai berikut.
a. Penimbunan sampah: faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi
sampah
adalah
jumlah
penduduk
dan
kepadatannya
, tingkat
aktivitas, pola kehidupan atau tingkat sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan kemajuan teknologi
b. Penyimpanan sampah
c. Pengumpulan, pengelolaan, dan pemanfaatan kembali
d. Pengangkutan
e. Pembuangan
Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat mengetahui hubungan dan urgensi masing-
masing unsur tersebut agar kita dapat memecahkan masalah-masalah ini secara efisien.
5. Serangga dan Binatang Pengganggu
Serangga sebagai reservoir bibit penyakit yang kemudian disebut sebagai vektor misalnya pinjal tikus untuk
penyakit pes atau sampar, nyamuk Anopheles sp. untuk penyakit malaria, nyamuk Aedes sp. untuk demam berdarah
dengue (DBD). Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit, misalnya anjing, dapat menularkan penyakit
rabies atau anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga
menimbulkan diare.
6. Makanan dan Minuman
Sasaran higiene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah makan, jasa boga, dan makanan
jajanan. Persyaratan higiene sanitasi makanan dan minuman tempat pengelolaan makanan meliputi lokasi dan
bangunan, fasilitas sanitasi, dapur, ruang makan, dan gudang makanan, pengolahan makanan, penyimpanan bahan
makanan dan peralatan yang digunakan.
7. Pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air, tanah, dan udara. Pencemaran udara dapat dibagi lagi
menjadi pencemaran udara di dalam ruangan dan diluar ruangan. Polusi udara dalam ruangan merupakan masalah
dalam pemukiman, gedung umum, bis, kereta api, dan lainnya. Masalah ini lebih berpotensi menjadi masalah
kesehatan yang sesungguhnya, mengingat manusia cenderung lebih sering berada di dalam ruangan daripada di
jalanan. Mengenai masalah pencemaran udara di luar rumah, berbagai analisis data menunjukkan bahwa ada
kecenderungan peningkatan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan risiko dampak pencemaran pada
beberapa kelompok berisiko tinggi penduduk kota dibanding pedesaan. Keadaan ini, bagi jenis pencemar yang
akumulatif, tentu akan lebih buruk di masa mendatang. Pembakaran hutan untuk lahan pertanian atau sekedar diambil
kayunya ternyata membawa dampak serius, misalnya infeksi saluran pernapasan akut, iritasi pada mata, terganggunya
jadwal penerbangan dan ekologi hutan.
2.1.7 Penyebab masalah kesehatan lingkungan di Indonesia
Penyebab masalah kesehatan lingkungan di Indonesia antara lain adalah pertambahan dan kepadatan penduduk,
keanekaragaman sosial budaya dan adat istiadat dari sebagian besar penduduk, serta belum memadainya pelaksanaan
fungsi manajemen. Contoh hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di perkotaan
dan pemukiman di antaranya sebagai berikut:
1. Urbanisasi > kepadatan kota > keterbatasan lahan > daerah kumuh (slum) > sanitasi kesehatan lingkungan
buruk
2. Kegiatan di kota (industrialisasi)> menghasilkan limbah cair > dibuang (ke sungai) tanpa pengolahan > sungai
dimanfaatkan untuk mandi, cuci, kakus > penyakit menular
3. Kegiatan di kota (lalu lintas alat transportasi) > emisi gas buang (asap) > mencemari udara kota >udara tidak
layak dihirup > penyakit ISPA
A. Kabupaten/Kota Sehat
Dalam tatanan desentralisasi (otonomi daerah) di bidang kesehatan, pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010
ditentukan oleh pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan setiap provinsi, yaitu Provinsi Sehat. Khusus untuk
kabupaten atau kota, penetapan indikator hendaknya mengacu pada indikator yang tercantum dalam Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Bidang Kesehatan. Standar Pelayanan Minimal ini dimasukkan sebagai bagian dari indikator
Kabupaten/Kota Sehat (Healthy City). Kemudian ditambah hal-hal spesifik yang hanya dilaksanakan di kabupaten
atau kota yang bersangkutan. Contohnya, kabupaten atau kota yang area pertaniannya luas dicantumkan indikator
pemakaian pestisida. Lima di antara 16 indikator merupakan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan
lingkungan, yaitu:
1. Menggunakan air bersih untuk kebutuhan schari-hari;
2. Menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan;
3. Membuang sampah pada tempat yang disediakan;
4. Membuang air limbah pada saluran yang memenuhi syarat;
5. Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar.
Terdapat juga penilaian Rumah Sehat, yaitu rumah yang digunakan orang untuk tempat berlindung yang termasuk juga
fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani, serta
keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan perorangan. Indikator Rumah Sehat adalah sebagai berikut :
a. Letak rumah yang sehat:
• Tidak didirikan di dekat tempat sampah yang dikumpulkan atau yang dibuang;
• Dekat dengan air bersih;
• Jarak kurang lebih 100 meter dari tempat buangan sampah;
• Dekat sarana pembersihan;
• Di tempat di mana air hujan dan air kotor tidak menggenang.
b. Ruangan yang sehat:
Cukup luas ditempati, cukup bersih, cukup penerangan alami dalam rumah (dapat membaca koran tanpa
penerangan tambahan di pagi hari).
c. Tata ruang yang sehat:
• Disediakan cara tersendiri untuk membuang air limbah atau mungkin untuk menyirami tanaman-tanaman di
kebun;
• Disediakan tempat khusus untuk pembuangan sampah padat;
• Terdapat tempat khusus (kandang di luar rumah) untuk binatang peliharaan;
• Bebas dari binatang penular antara lain bebas jentik, bebas tikus, dan bebas kecoa.
d. Ventilasi atau sirkulasi udara yang lancar:
• Ruangan yang cukup di mana penghuninya tidak terlalu banyak, terutama saat mereka sedang tidur;
• Kandang peliharaan sekurang-kurangnya 10 meter dari rumah;
• Terdapat tempat untuk mandi dan mencuci pakaian serta alat-alat rumah tangga lainnya dengan limbah rumah
tangga digunakan untuk menyirami tanaman di halaman atau kebun;
• Mempunyai tempat khusus untuk menyimpan makanan dan minuman yang mudah dijangkau serta aman dari
debu, tikus, serangga, dan binatang lainnya;
• Mempunyai tempat khusus memasak serta lubang atau saluran pembuangan asap.
• Mempunyai jendela yang memungkinkan udara segar masuk sehingga udara kotor atau asap yang berada di luar
dapat segera terbawa keluar;
• Memililci tempat-tempat terlindung guna menyimpan barang-barang atau apapun yang harus dijauhkan dari
jangkauan anak-anak.
e. Lantai dan dinding yang aman:
• Mudah dibersihkan;
• Permukaan halus atau rata;
• Lantai terbuat dari kayu, bambu, ubin, atau plester.
Selain Rumah Sehat, terdapat pula poin R, yakni pelayanan kesehatan lingkungan di mana item pertama (institusi yang
dibina) meliputi rumah sakit, puskesmas, sekolah, instalasi pengolahan air minum, perkantoran, industri rumah tangga
dan industri kecil, serta tempat penampungan pengungsi. Institusi yang dibina tersebut merupakan unit kerja yang
dalam memberikan pelayanan atau jasa potensial menimbulkan risiko kesehatan.
2.1.8 Indikator kesehatan lingkungan menurut Depkes RI 2007
Lingkungan merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi
keschatan masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik, lingkungan menentukan
baik buruknya status derajat kesehatan masyarakat.
Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, akan digunakan indikator-indikator seperti persentase rumah
tangga sehat, persentase rumah tangga menurut sumber air minum, persentase rumahtangga dengan sumber air minum
dari pompa/sumur/mata air menurut jarak ke tempat penampungan akhir kotoran (tinja), dan persentase rumah tangga
menurut kepemilikan fasilitas buang air besar.
a) Rumah Tangga Sehat
Terdapat beberapa indikator lingkungan yang harus dipenuhi sebuah rumah tangga agar dapat disebut sebagai
rumah tangga sehat, yaitu ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, kesesuaian luas lantai dengan jumlah
penghuni, dan lantai rumah tidak terbuat dari tanah. Selain itu, juga terdapat indikator lain yang terkait dengan faktor
perilaku dan keterjangkauan terhadap jaminan pemeliharaan kesehatan.
b) Akses terhadap Air Minum
Statistik Kesejahteraan Rakyat tahun 2006 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik mengategorikan sumber
air minum yang digunakan rumah tangga menjadi dua kelompok besar, yaitu sumber air minum terlindung dan tidak
terlindung. Sumber air minum terlindung.
Terdiri atas air kemasan, ledeng, pompa, mata air terlindung, sumur terlindung, dan air hujan. Sedangkan,
sumber air minum tak terlindung terdiri atas sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai, dan lainnya.
c) Jarak Sumber Air Minum dengan Tempat Penampungan Akhir Kotoran (Tinja)
Sumber air minum sering inenjadi sumber pencemar penyakit yang ditularkan melalui perantara air (water-borne
disease). Oleh karena itu, sumber air minum harus memenuhi syarat lokalisasi dan konstruksi. Syarat lokalisasi
menginginkan agar sumber air minum terhindar dari pengotoran, sehingga perlu diperhatikan jarak sumber air minum
dengan kakus, lubang galian sampah, lubang galian untuk air limbah, dan sumber-sumber pengotor lainnya. Jarak
tersebut tergantung dari keadaan tanah dan kemiringannya. Pada umumnya, jarak sumber air minum dengan beberapa
sumber pengotor termasuk tempat penampungan akhir kotoran (tinja) tidak kurang dari 10 meter dan diusahakan agar
letaknya tidak berada di bawah sumber-sumber tersebut.
d) Fasilitas Tempat Buang Air Besar
Keberadaan fasilitas buang air besar telah menjadi kebutuhan penting pada kehidupan masyarakat modern.
Kepemilikan dan penggunaan fasilitas tempat buang air besar merupakan isu penting dalam menentukan kualitas
hidup penduduk. Statistik Kesra tahun 2006 membagi rumah tangga berdasarkan kepemilikan fasilitas tempat buang
air besar yang terdiri atas fasilitas sendiri (pribadi), bersama, umum, dan tidak ada.
e) Luas Lantai
Pertambahan penduduk baik di perkotaan maupun pedesaan berdampak negatif terhadap perbandingan antara
jumlah luas lantai hunian terhadap penghuni dan berkurangnya ruang terbuka pada area pemukiman. Hal ini tentu saja
memiliki implikasi terhadap status kesehatan masyarakat penduduk. Jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap
jumlah koloni kuman. Kuman yang pada umumnya merupakan penyebab penyakit menular saluran pernapasan akan
semakin banyak bila jumlah penghuni semakin besar. Ukuran rumah yang relatif kecil dan berdesak-desakan diketahui
juga dapat memengaruhi tumbuh kembang mental atau jiwa anak-anak. Anak-anak memerlukan lingkungan bebas,
tempat bermain luas yang luas yang mampu mendukung daya kreativitasnya. Dengan kata lain, rumah bila terlampau
padat di samping merupakan inedia yang cocok untuk terjadinya penularan penyakit khususnya penyakit saluran
pernapasan juga dapat memengaruhi perkembangan anak.
f) Pengendalian Lingkungan
Program pengendalian lingkungan bertujuan untuk menyediakan air, udara, dan makanan yang bersih dan aman.
Hal yang juga tercakup di dalam pengendalian lingkungan adalah manajemen pengelolaan limbah padat (sampah
kering dan sampah basah), limbah cair (air kotor), dan pengendalian vektor penyakit (serangga dan binatang pengerat).
Untuk mendapatkan udara yang aman perlu dilakukan pengendalian patogen infeksius yang menyebar melalui udara
(air-borne).
Asap beracun (fume), sinar ultraviolet, serta pencemaran udara dan asap mesin juga merupakan permasalahan
yang ada di bidang pengendalian keamanan udara. Persediaan air yang bersih dan aman merupakan faktor kunci dalam
pengendalian penyakit infeksius, khususnya penyakit bawaan air (penyakit enterik atau penyakit saluran pembuangan).
Dengan demiklan, menjaga agar persediaan air tetap aman merupakan satah satu kegiatan yang paling pokok dan juga
penting dalam program keschatan saat ini.
Dewasa ini, manajemen pengelolaan limbah padat merupakan tantangan terbesar yang harus dihadapi bidang
kesehatan masyarakat. Masalah yang tetap akan menjadi tantangan bagi bidang ini adala h masalah pembuangan yang
tepat untuk sampah dan limbah padat lain, seperti material berbahaya (hazardous material) dan material infeksius yang
potensial berbahaya (biohazardous material), yang jumlahnya melimpah. Pengendalian terhadap masalah bau, lalat,
dan serangga yang berasal dari kumpulan sampah di rumah, pinggir jalan, dan tempat pembuangan akhir dapat
membantu mencegah penyebaran penyakit menular melalui vektor.
Makanan harus dijaga agar tidak dimasuki benda asing, tidak terkontaminasi, dan tidak rusak. Makanan juga
harus disimpan dan dihidangkan dengan cara yang tepat. Suhu yang tepat untuk pendinginan, pemasakan,
penyimpanan, dan transportasi harus dijaga agar tidak menyimpang. Pengelolaan makanan yang baik, termasuk
mencuci tangan sclama persiapan, sangat penting dalam pengendalian infeksi. Binatang dan serangga juga dapat
menjadi sumber penyakit dan infeksi. Pengendalian terhadap binatang (peliharaan dan binatang liar) dan serangga di
dalam koinunitas, baik di desa maupun kota, sangat penting di dalam program pengendalian penyakit (J.S. Slamet,
2002)
2.1.9 Program lingkungan sehat menurut program pembangunan Nasional
Program lingkungan sehat menurut program pembangunan nasional (Propenas) bertujuan untuk mewujudkan
mutu lingkungan hidup yang sehat yang mendukung tumbuh kembang anak dan remaja di Indonesia. Memenuhi
kebutuhan dasar untuk hidup sehat, dan memungkinkan untuk interaksi social, serta melindungi masyarakat dari
ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan sehingga tercapai derajad kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat
yang optimal.
A. Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
1. Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, dan Pemberdayaan Masyarakat
a) Lingkungan sehat
Lingkungan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat fisik,
mental, social, dan spiritual. Lingkungan tersebut mencakup unsur fisik, biologis, dan psikososial. Berbagai
aspek lingkungan yang membutuhkan perhatian adalah tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang
memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, serta lingkungan yang memungkinkan kecukupan ruang
gerak untuk interaksi psikososial yang positif antara-anggota keluarga maupun anggota masyarakat.
Lingkungan yang kondusif juga diperlukan untuk mendorong kehidupan keluarga yang saling asih,
asah, asuh untuk menciptakan ketahanan keluarga dari pengaruh negative modernisasi. Beberapa masalah
lingkungan biologis yang perlu diantisipasi adalah pembukaan lahan baru, pemukiman pengungsi, dan
urbanisasi yang sangat berkaitan erat dengan penyebaran penyakit melalui vector, perubahan kualitas udara
karena polusi, dan paparan terhadap bahan berbahaya lainnya.
b) Perilaku Sehat dan Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan umum program ini adalah memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat dalam bidang
kesehatan untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya sendiri dan lingkungannya menuju
masyarakat yang sehat, mandiri, dan produktif. Hal ini ditempuh melalui peningkatan pengetahuan, sikap
positif, perilaku dan peran aktif individu, keluarga, dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.

Perilaku masyarakat yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan, mencegah terjadinya resiko penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit,
serta berpartisipasi aktif dalam gerakan peningkatan kesehatan masyarakat, sedangkan kemampuan masyarakat
yang diharapkan pada masa depan adalah mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa
adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi.

Sasaran umum program ini adalah keberdayaan individu, keluarga, dan masyarakat dalam bidang
kesehatan yang ditandai oleh peningkatan perilaku hidup sehat dan peran aktif dalam memelihara,
meningkatkan, dan melindungi kesehatan diri dan lingkungan sesuai social budaya setempat, khususnya pada
masa kehamilan, masa bayi dan kanak-kanak, remaja perempuan usia produktif, dan kelompok-kelompok lain
dengan kebutuhan kesehatan yang khusus.
2. Program Upaya Kesehatan
Tujuan program ini adalah meningkatka pemerataan dan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna dan
berdaya guna serta terjangkau oleh segenap anggota masyarakat. Sasaran umum program ini adalah tersedianya
pelayanan kesehatan dasar (pelayanan kesehatan masyarakat yang dilaksnakan di puskesmas) dan rujukan
(pelayana kesehatan lanjutan yang dilaksanakan di rumah sakit) baik pemerintah maupun swasta yang
didukung oleh peran serta masyarakat dan sistem pembiayaan praupaya (dana jaminan kesehatan). Perhatian
utama diberikan pada pengembangan upaya kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi terhadap
peningkatan derajat kesehatan sesuai masalah setempat.
Kegiatan pokok yang tercakup dalam program upaya kesehatan adalah :
a) Meningkatkan pemberantasan penyakit menular dan imunisasi.
b) Meningkatkan upaya pemberantasan penyakit tidak menular
c) Meningkatkan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan yang terdiri atas pelayanan kesehatan dasar
dan pelayanan kesehatan rujukan.
d) Meningkatkan pelayanan kesehatan penunjang.
e) Membina dan mengembangkan pengobatan tradisional.
f) Meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi.
g) Meningkatkan pelayanan kesehatan matra.
h) Mengembangkan system surveilans epidemiologi.
i) Melaksanakan penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan
3. Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Tujuan umum program ini adalah meningkatkan intelektualitas dan produktifitas sumber daya manusia,
sedangkan tujuan khusus adalah :
a. Meningkatkan kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan status gizi
b. Meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik untuk menurunkan prevalensi gizi
kurang dan gizi lebih, dan
c. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan bermutu untuk memantapkan ketahan pangan tingkat
rumah tangga.
4. Program Sumber Daya Kesehatan
Program ini bertujuan untuk:
a. Meningkatkan jumlah, mutu, dan penyebaran tenaga kesehatan.
b. Meningkatkan jumlah, efektivitas, dan efisiensi penggunaan biaya kesehatan.
c. Meningkatkan ketersediaan sarana, prasarana, dan dukungan logistik pada sarana pelayanan kesehatan yang
semaikn merata, terjangkau, dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
5. Program Obat, Makanan, dan Bahan Berbahaya
Program ini bertujuan untuk :
a. Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan dan kesalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat
adiktif (NAPZA), dan bahan berbahaya lainnya.
b. Melindungi masyarakat dari penggunaan sediaan farmasi, makanan dan alat kesehatan (farmakes) yang
tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan
c. Menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan Pemerataan obat yang bermutu yang dibutuhkan masyarakat ;
dan
d. Meningkatkan potensi daya saing industri farmasi terutama yang berbasis sumber daya alam dalam negeri.
6. Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan
Untuk penyelenggaraan upaya kesehatan sesuai dengan tujuan, kebijakan, dan strategi yang telah ditetapkan
dibutuhkan kebijakan dan manajemen sumber daya yang efektif dan efisien didukung dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan sehigga dapat tercapai pelayanan kesehatan yang merata dan berkualitas. Sumber daya tersebut
terdiri atas sumber daya tenaga, pembiayaan, fasilitas, ilmu pengetahuan, teknologi serta informasi. Sumber daya
yang mendukung tercapainya tujuan, kebijakan, dan strategi tersebut berasal dari pemerintah dan masyarakat
termasuk swasta.
7. Program Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial
Potensi kesejahteraan sosial mencakup perorangan, keluarga, kelompok masyarakat, dan lembaga
/organisasi pelayanan sosial yang memiliki dan memanfaatkan kemampuannya dalam mengembangkan taraf
kesejahteraan sosial bagi diri, keluarga, dan lingkungannya, serta bagi mereka yang masih mengalami
permasalahan dalam memelihara, memperbaiki, dan meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya. Selain itu, potensi
kesejahteraan sosial juga mencakup nilai-nilai yang konstruktif, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Tujuan program ini adalah untuk mengembangkan kesadaran, kemampuan, tanggung jawab, dan peran aktif
masyarakat dalam menangani permasalahan sosial di lingkungannya, serta memperbaiki kualitas hidup, dan
kesejahteraan penyandang masalah kesejahteraan sosial.
8. Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan Profesionalisme Pelayanan Sosial
Program ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisme pelayanan sosial melalui
pengembangan alternatif-alternatif intervensi di bidang kesejahteraan sosial, peningkatan kemampuan dan
kompetensi pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, serta penetapan standardisasi dan
legislasi pelayanan sosial.

Sasaran kinerja program ini adalah:


a. Terumuskannya alternatif intervensi pelayanan social
b. Meningkatnya kemampuan dan kompetensi pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat
c. Meningkatnya pendayagunaan tenaga-tenagaterdidik dan terlatih dalam menyelenggarakan pelayanan social
d. Tersedianya data dan informasi kesejahteraan sosial; dan
e. Terumuskannya standardisasi legislasi pelayanan sosial.
9. Program Pengembangan Keserasian Kebijakan Publik dalam Penanganan Masalah-masalah Sosial
Program ini bertujuan untuk mewujudkan keserasian kebijakan publik dalam penanganan masalah-
masalah sosial ke arah terwujudnya ketahanan sosial masyarakat dan terlindunginya masyarakat dari dampak
penyelenggaraan pembangunan dan perubahan sosial yang cepat melalui wadah jaringan kerja. Sasaran kinerja
program adalah terumuskannya dan terlaksananya kebijakan penanganan masalah-masalah sosial dalam
keselarasan antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melalui wadah jaringan kerja.
10. Program Pengembangan Sistem Informasi Masalah-masalah Sosial
Program ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis data dan informasi yang diperlukan untuk bahan
penentuan kebijakan masalah-masalah sosial, membangun sistem informasi yang diperlukan sebagai alat
peringatan dini, dan meningkatkan fungsi dan koordinasi jaringan informasi kelembagaan dalam upaya
pembentukan keterpaduan pengendalian masalah-masalah sosial. Tujuan lain program ini adalah untuk
menyediakan data dan informasi yang benar dan bertanggung jawab kepada masyarakat dan dunia usaha
tentang:
a. Perkembangan masalah menyangkut aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya
b. Modal sosial yang dimiliki masyarakat dan dunia usaha serta sumber daya ekonomi; dan
c. Perkembangan masalah-masalah sosial itu sendiri. Data dan informasi tersebut dapat didayagunakan untuk
pemberdayaan masyarakat dalam rangka penanganan masalah-masalah sosial.
11. Program Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Kependudukan
Program ini bertujuan untuk mewujudkan keserasian kebijakan kependudukan diberbagai bidang
pembangunan. Sasaran kinerja program ini adalah:
a. Terumuskannya dan terlaksananya kebijakan kependudukan bagi peningkatan kualitas, pengendalian
pertumbuhan dan kuantitas, pengarahan mobilitas dan persebaran penduduk yang serasi dengan daya
dukung alam dan daya tampung lingkungan, serta pengembangan informasi dan administrasi
kependudukan; dan
b. Terumuskannya dan terlaksananya kebijakan kependudukan yang serasi antara kebijakan kependudukan
nasional dengan kebijakan kependudukan daerah dan wilayah.
12. Program Pemberdayaan Keluarga
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan keluarga sebagai unit sosial
terkecil dalam masyarakat. Meningkatnya kesejahteraan keluarga antara lain ditandai oleh meningkatnya
kesadaran dan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar, sosial dan psikologis anggotanya baik
laki-laki mapun perempuan. Selain itu, kesejahteraan keluarga juga dicerminkan oleh meningkatnya peran
perempuan, terutama ibu dalam proses pengambilan keputusan di tingkat keluarga. Meningkatnya ketahanan
keluarga antara lain ditunjukkan oleh kemampuan keluarga dalam menangkal pengaruh budaya asing yang
negatif bagi anggotanya serta dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan NAPZA oleh anggotanya.
13. Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku posistif remaja tentang
kesehatan reproduksi dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan
kehidupan keluarga guna mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang. sasaran utama kinerja
program ini adalah:
a. Menurunnya jumlah penduduk yang melangsungkan perkawinan pada usia remaja.
b. Meningkatnya pemahaman dan upaya masyarakat, keluarga dan remaja terhadap reproduksi bagi remaja.
c. Menurunnnya jumlah kehamilan pada usia remaja.
d. Menurunnya kejadian kehamilan pranikah, dan
e. Meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja dalam hal penyakit menular seksual (PMS)
termasuk HIV/AIDS.
14. Program Keluarga Berencana.
Program KB bertujuan untuk memenuhi permintaan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang
berkualitas serta mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya meningkatkan kualitas penduduk dan
mewujudkan keluarga-keluarga kecil kecil berkualitas. Sasaran utama kinerja program KB adalah:
a. Menurunnnya pasangan usia subur (PUS) yang ingin ber KB namun tidak terlayaninya KB (unmet need)
menjadi sekitar 6,5 %.
b. Meningkatnya partisipasi laki-laki- dalam ber-KB menjadi sekitar 8 persen, dan
c. menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi 2,4% per perempuan.
15. Program penguatan Kelembagaan dan Jaringan KB.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dan sekaligus meningkatkan cakupan dan mutu
pelayanan kB dan kesehatan reproduksi, terutama yang diselenggrakan oleh masyarakat. sasaran utama kinerja
program ini adalah :
a. Meningkatkan jumlah PUS yang ber KB secara mandiri.
b. Meningkatnya cakupan dan mutu pelyanan KB dan kesehatan reproduksi yang diselenggarakan oleh
masyarakat, dan
c. Meningkatnya jumlah lembaga yang secara mandiri menyelenggarakan pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi.
2.2 Manajemen pengendalian vector
a) Pengertian
Vektor adalah anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber
Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk
kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung
juga sebagai perantara penularan penyakit, seperti yang sudah diartikan diatas.
Adapun dari penggolongan binatang ada dikenal dengan 10 golongan yang dinamakan phylum
diantaranya ada 2 phylum sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia yaitu phylum anthropoda seperti
nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara penularan penyakit malaria, deman berdarah, dan Phyluml
chodata yaitu tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes), pinjal
Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk sebagai vektor dan tikus
binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang berfimgsi sebagai vektor dan binatang pengganggu.
Namun kedua phylum sangat berpengaruh didalam menyebabkan kesehatan pada manusia, untuk itu
keberadaan vektor dan binatang penggangu tersebut harus di tanggulangi, sekalipun demikian tidak mungkin
membasmi sampai keakar-akarnya melainkan kita hanya mampu berusaha mengurangi atau menurunkan
populasinya kesatu tingkat ertentu yang tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Dalam
hal ini untuk mencapai harapan tersebut perlu adanya suatu managemen pengendalian dengan arti kegiatan-
kegiatan/proses pelaksanaan yang bertujuan untuk memurunkan densitas populasi vektor pada tingkat yang
tidak membahayakan.
Jadi Pengendalian vektor adalah semua upaya yang dilakukan untuk menekan, mengurangi, atau
menurunkan tingkat populasi vektor sampai serendah rendahnya sehigga tidak membahayakan kehidupan
manusia.
b) Meteologi pengendalian vector
Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin
dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak
membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka
memurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang
sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting d dasarkan prinsip dan konsep yang benar. Adapun
prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut :
1. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di
bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
2. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap tata lingkungan hidup.
c) Konsep dasar pengendalian Vektor
1. Harus dapat menekan densitas vector
2. Tidak membahayakan manusia
3. Tidak mengganggu keseimbangan lingkungan
d) Tujuan pengendalian vector
1. Mencegah wabah penyakit yang tergolong vector-borne disease >> memperkecil risiko kontak antara
manusia dg vektor penyakit dan memperkecil sumber penularan penyakit/reservoir
2. Mencegah dimasukkannya vektor atau penyakit yg baru ke suatu kawasan yang bebas >> dilakukan
dengan pendekatan legal, maupun dengan aplikasi pestisida (spraying, baiting, trapping)
e) Cara Pengendalian Vektor
1. Usaha pencegahan (prevention) >> mencegah kontak dengan vektor >> pemberantasan nyamuk, kelambu
2. Usaha penekanan (suppression) >> menekan populasi vektor sehingga tidak membahayakan kehidupan
manusia
3. Usaha pembasmian (eradication) >> menghilangkan vektor sampai habis
f) Metode pengendalian Vektor
1. Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) >>
memanfaatkan kondisi alam yang dapat mempengaruhi
kehidupan vector >> jangka waktu lama
2. Pengendalian terapan (applied control) >> memberikan
perlindungan bagi kesehatan manusia dari gangguan vektor
>> sementara
a) Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental
sanitation improvement)
b) Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-
mechanical control) >> modifikasi/manipulasi
lingkungan >> landfilling, draining
c) Pengendalian secara biologis (biological control) >> memanfaatkan musuh alamiah atau
pemangsa/predator, fertilisasi
d) Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) >> karantina
e) Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control)
g) Jenis-jenis vector
Seperti telah diketahui vektor adalah Anthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious
agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan.
Sebagian dari Anthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciriciri kakinya beruas-ruas,
dan merupakan salah satu phylum yang terbesarjumlahnya karena hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah
binatang.
Antropoda dibagi menjadi 4 kelas :
1. Kelas crustacea (berkaki 10): misalnya udang
2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu
3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau
4. Kelas hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk

Penyakit Penyebab Vektor


Malaria Plasmodium malariae Anopheles sundaicus
DHF Virus DHF Aedes agepti
Cholera Vibrio cholerae Musca domestica
Toxoplasmosis Toxoplasma Ctenochepalides felis
Cacing pita Dypillidium canium Ctenochepalides canis
Ricketsiosis Rickettsia prowazeki Pediculus humanus
Pest Pasteurela pestis X. cheopis

2.3 Pengendalian Vector nyamuk Aides Aegypty


a. Aedes Aegypti
Merupakan nyamuk yang hidup di daerah tropis dan paling sering ditemukan, terutama hidup dan
berkembang biak di dalam rumah, yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air di
sekitar rumah, seperti tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol.
Adapun karakteristik dari nyamuk jenis tersebut, yaitu:
1. Nyamuk ini memiliki warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama
pada kakinya (Saleha, et al, 2008)
2. Memiliki bentuk morfologi yang khas yaitu terdapat gambaran lira (lyra-form) yang putih pada punggungnya
(mesonotum)
3. Biasanya menggigit pada siang hari, terutama pagi dan sore hari
4. Jarak terbang 100 meter (Rampengan, 2008).
b. Aedes Albopictus
Secara morfologi, nyamuk Aedes Albopictus sepintas tampakseperti nyamuk Aedes Aegypti tetapi
terdapat perbedaan pada mesonotumnya yang terdapat gambaran menyerupai garis tebal putih yang berjalan
vertical (Saleha, et al, 2008).
Adapaun karakteristik dari nyamuk jenis tersebut, sebagai berikut:
1. Biasanya di sekitar rumah atau pohon-pohon, tempat penmapungan air hujan yang bersih, seperti pohon pisang,
pandan, kaleng bekas, dan lain sebagainya.
2. Tempat habitatnya di tempat air jernih
3. Menggigit pada waktu siang hari
4. Jarak terbang 5 meter (Rampengan, 2008)
c. Siklus hidup nyamuk
Nyamuk Ades Aegypty, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara
individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat bertelur rata-rata 100
butir. Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan
yang lain. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi lava.
Terdapat empat tahapan dalam siklus hidup nyamuk:
1) Telur

Fase pertama dari daur hidup nyamuk adalah fase telur. Nyamuk biasanya bertelur di air bersih yang terbuka.
Telur nyamuk akan mengambang pada permukaan air. Telur biasanya menempel berkelompok atau berdiri
sendiri. Sebagian besar telur akan menetas menjadi larva setelah 48 jam.
2) Larva
Larva memiliki habitat di air, namun jika pada waktunya ia akan naik ke permukaan air untuk mengambil
nafas. Beberapa jenis larva nyamuk menempel pada tumbuhan untuk mengambil oksigen. Larva nyamuk akan
menanggalkan kulitnya sebanyak 4 kali. Setiap hal itu terjadi, larva akan tumbuh semakin membesar. Makanan
larva nyamuk adalah mikroorganisme kecil yang ada di dalam air.
3) Pupa

Fase ini adalah fase istirahat pada siklus hidup nyamuk. Pada fase ini pupa nyamuk sama sekali tidak
membutuhkan makanan. Pupa dalam bahasa Indonesia biasa disebut juga dengan kepompong. , fase
kepompong berlangsung selama 2 hari ketika memasuki musim panas. Ketika proses pertumbuhan dalam
kepompong sudah sempurna, kulit pupa akan terlepas dan nyamuk dewasa akan keluar dari kepompong.
4) Nyamuk dewasa
Nyampuk dewasa sementara akan berada di permukaan air untuk mengeringkan badan dan menguatkan
bagian-bagian tubuh yang baru terbentuk. Sayap nyamuk akan melebar dan mengering sebelum ia mulai bisa
terbang. Setiap fase pada siklus hidup nyamuk memiliki lama waktu yang berbeda tergantung temperatur dan
jenis spesies nyamuk.

Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), ada empat tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva
tersebut, yaitu:
1. Instar I: berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
2. Instar II: 2,5-3,8 mm
3. Instar III: lebih besar sedikit dari larva instar II
4. Instar IV: berukuran paling besar, yaitu 5 mm (Depkes RI, 2005).

d. Cara pengendalian
A. Inovasi
Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti L.dan Aedes albopictus tetapi yang menjadi vektor utamanya
adalah Ae. aegypti L. Sampai saat ini penyakit ini belum ada vaksin dan obat yang dapat mencegah terjadinya
penularan. Menurut Depkes (2004), cara memberantas vektor penyakit demam berdarah yang paling tepat adalah
dengan pengelolaan lingkungan. Pengelolaan sanitasi lingkungan yang dapat diterapkan di masyarakat adalah dengan
cara Pemberantasan Sarang Nyamuk, perbaikan penyediaan air bersih, perbaikan pengelolaan sampah padat,
perubahan tempat perkembangbiakan buatan manusia dan perbaikan desain rumah. Hal ini dapat menurunkan daya
dukung lingkungan (carrying capasity) terhadap perkembangan nyamuk Ae. aegypti sebagai vektor utama penyakit
demam berdarah dengue. Pemberantasan vektor DBD dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu :
1. Pengelolaan lingkungan
Pengelolaan lingkungan mencakup semua perubahan yang dapat mencegah atau meminimalkan
perkembangan vektor sehingga kontak manusia dengan vektor berkurang. Upaya pengelolaan lingkungan yang
dapat diterapkan dalam rangka mengendalikan populasi Ae. Aegypti.
2. Modifikasi lingkungan
Menurut Kusnoputranto (2000), modifikasi lingkungan adalah suatu transformasi fisik permanen (jangka
panjang) terhadap tanah, air dan tumbuh¬tumbuhan untuk mencegah/menurunkan habitat jentik tanpa

mengakibatkan kerugian bagi manusia. Kegiatan-kegiatan


yang dapat dilakukan untuk modifikasi lingkungan antara
lain : perbaikan persediaan air bersih, tanki air atau
reservoar di atas atau di bawah tanah dibuat anti nyamuk
dan pengubahan fisik habitat jentik yang tahan lama (WHO, 2001).
3. Manipulasi lingkungan
Menurut Kusnoputranto (2000), manipulasi lingkungan adalah suatu pengkondisian sementara yang tidak
menguntungkan atau tidak cocok sebagai tempat berkembangbiak vektor penular penyakit. Beberapa usaha yang
memungkinkan dapat dilakukan antara lain antara lain pemusnahan tempat perkembangbiakan vector, misalnya
dengan 3 M plus.
4. Perubahan habitat atau perilaku manusia
Upaya untuk mengurangi kontak antara manusia dengan vektor, misalnya pemakaian obat nyamuk bakar,
penolak serangga dan penggunaan kelambu (WHO, 2001).
5. Pengendalian biologis
Antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang) dan penggunaan bakteri
endotoxinseperti Bacillus thuringiensis dan Bacillus sphaericus.
6. Pengendalian dengan bahan kimia
Antara lain dengan cara pengasapan (fogging) menggunakan malathion sebagai upaya pemberantasan
terhadap nyamuk dewasa dan pemberantasan terhadap jentik dengan memberikan bubuk abate (abatisasi) yang
biasa digunakan yakni temephos (Depkes, 2004).
2.4 Surveilance Berbasis Masyarakat (Jumantik)
Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue, dapat dilakukan dengan pemeriksaan jentik nyamuk
oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jumantik atau juru pemantau jentik adalah warga masyarakat setempat yang
telah dilatih oleh petugas kesehatan atau Puskesmas sehingga mengenal penyakit Demam Berdarah Dengue dan cara-
cara pencegahannya (Depkes, 2004). Jumantik yaitu singkatan dari Juru Pemantau Jentik adalah petugas khusus yang
berasal dari lingkungan sekitar yang secara sukarela mau bertanggung jawab untuk malakukan pemantauan jentik
nyamuk DBD aedes aegypti di wilayahnya serta melakukan pelaporan ke kelurahan secara rutin dan
berkesinambungan.
Tujuan adanya jumantik adalah untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat supaya
terhindar dari penyakit DBD. Hal ini disebabkan karena belum semua warga masyarakat membiasakan diri untuk
menjaga kebersihan lingkungannya, terutama tempat-tempat yang dapat menjadi sarang nyamuk DBD. Biasanya,
seorang Jumantik berasal dari desa/kelurahan yang bersangkutan atau kader yang telah mempunyai kinerja yang baik.
Selain itu, Jumantik bertujuan untuk mengetahui adanya Angka Bebas Jentik (ABJ) di suatu wilayah, dimana ABJ
yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan mencapai target ≥ 90%. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dilakukan seminggu
sekali selama 3 bulan berturut-turut untuk melihat adanya jentik di dalam rumah. Adapun tugas Jumantik adalah
sebagai berikut (Enampat, 2009):
1. Memeriksa jentik ditempat penampungan air bersih baik di dalam maupun di luar rumah, sekolah dan mushola
yang berfungsi untuk mengetahui adanya Angka Bebas Jentik (ABJ).
Angka Bebas Jentik (ABJ)
Jumlah bak/ tempat air yang tidak ada larva/jentik nyamuk.

Jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik


ABJ = x 100 %.
jumlah rumah yang diperiksa

Jika hasil ABJ >95% dikatakan angka bebas jentik sebagai laporan data komunitas.
2. Memberikan penyuluhan atau bimbingan tentang Demam Berdarah Dengue kepada masyarakat.
3. Bila warga menolak dilakukan pemeriksaan jentik maka bicarakan dengan ketua RT.
4. Setiap satu kader memeriksa minimal 60 rumah tiap bulan.
Contoh :
Desa Endemis 5 orang x 60 rumah = 300 rumah/bulan/desa
Desa non andemis 3 orang x 60 rumah = 180 rumah/bulan/desa
Jumantik harus mendapatkan pelatihan khusus jumantik dan tinggal di dekat wilayah pantau jentik nyamuk dbd.
Pemantauan dilakukan satu kali dalam seminggu (biasanya jumat) pada pukul pagi hari. Jika ditemukan jentik nyamuk
maka petugas berhak memberi peringatan kepada penghuni / pemilik untuk membersihkan atau menguras agar bersih
dari jentik. Jumantik lalu membuat catatan dan laporan yang diperlukan untuk dilaporkan ke kelurahan dan kemudian
dari kelurahan dilaporkan ke instansi terkait atau vertikal.
Selain petugas jumantik (juru pemantau jentik), orang yang tinggal di sekitar suatu wilayah wajib juga
melakukan pengawasan/pemantauan jentik di wilayahnya (self jumantik) dengan tehnik dasar minimal 3M Plus, yaitu :
1. Menutup
Menutup adalah memberi tutup yang rapat pada tempat air ditampung seperti bak mandi, kendi, toren air, botol
air minum dan lain sebagainya.
2. Menguras
Menguras adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti kolam renang,
bak mandi, ember air, tempat air minum, penampung air lemari es dan lain-lain.
3. Mengubur
Mengubur adalah memendam di dalam tanah untuk sampah atau benda yang tidak berguna yang memiliki
potensi untuk jadi tempat nyamuk dbd bertelur di dalam tanah.
Plus Kegiatan Pencegahan:
1. Ganti vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali
2. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
3. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti pelepah pisangatau tanaman lainnya
yang dapat menampung air hujan
4. Tutup lubang pada potongan bambu, pohon dan lainnya
5. Pelihara ikan yang berpotensi menjadi pemakan jentik
6. Gunakan obat nyamuk untuk menegah gigitan nyamuk
7. Lakukan Larvasidasi yaitu membubuhkan bubuk pembunuh jentik (Abate 1 G,Altosid 1,3 G dan Sumilarv 0,5
G) ditempat yang sulit dikuras.
8. Pasang kawat kasa di rumah
9. Pencahayaan dan ventilasi memadai
10. Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah
11. Tidur menggunakan kelambu
2.5 KLB Demam Berdarah
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan
peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
a. Kriteria KLB
Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/91, tentang Pedoman
Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika
ada unsur:
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya (jam, hari, minggu)
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam,
hari, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan
angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
Pada unit pelayanan kesehatan dengan sistem informasi yang berjalan baik dan jumlah kasus DBD dapat dideteksi
sesuai dengan wilayah administratif seperti desa atau kelurahan, maka peningkatan kasus pada setiap wilayah dapat
dijadikan peringatan dini sebelum terjadi KLB. Untuk memastikan bahwa peningkatan kasus adalah KLB atau bukan
KLB, dapat dilakukan analisis pola minimum-maksimum kasus DBD bulanan maupun mingguan dengan
pembanding kasus DBD pada tahun-tahun sebelumnya. Selain dengan menetapkan pola maksimum-minimum, pada
daerah desa atau kelurahan sebaiknya ditetapkan telah berjangkit KLB DBD apabila memenuhi satu kriteria sebagai
berikut:
 Terdapat satu kasus DBD atau lebih yang selama 3 bulan terakhir di daerah kabupaten/kota bersangkutan tidak
ditemukan penderita DBD tetapi HI jentik Aedes Aegypti desa atau kelurahan tersebut lebih dari 5%.
 Terdapat peningkatan bermakna jumlah kasus DBD dibandingkan keadaan sebelumnya.
 Terdapat peningkatan bermakna dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama.
b. Upaya penanggulangan
Adapun upaya yang dilakukan dalam penanganan dan penanggulangan KLB DBD di wilayah Puskesmas
adalah :
1) Melakukan fogging wilayah dua siklus dimana satu minggu setelah siklus pertama dilakukan fogging siklus
kedua.
2) Melakukan abatisasi di sekitar wilayah kejadian KLB DBD.
3) Penyuluhan dilakukan dengan koordinasi lintas sektor dan lintas program.
4) Pembinaan terhadap petugas surveilans puskesmas dalam hal SKD KLB.
5) Melakukan surveilans ketat hingga KLB dinyatakan berhenti
2.6 Demonstrasi upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti.
Pemberantasan sarang nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara
lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia,
dan perbaikan desain rumah. PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk
tidak berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan:
 Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan
atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.
 Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk
tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut.
 Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya seminggu sekali.
 Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas terutama yang berpotensi menjadi
tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk, seperti sampah kaleng, botol pecah, dan ember plastik.
 Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dengan menggunakan tanah.
 Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan salurannya kembali jika salurannya
tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.
2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan
atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan
menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan:
• Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan Aides aegypti sampai batas tertentu.
• Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam
dan lain-lain.
Cara unik membasmi nyamuk dengan botol plastik bekas:
Cara membasmi nyamuk unik, mudah, dan ampuh. Bagamana cara membasmi nyamuk di rumah dengan
memanfaatkan barang bekas. Barang bekas yang akan kita gunakan yaitu barang sederhana yang mungkin sering kita
buang begitu saja yaitu botol minuman mineral bekas.
Langkah membuat perangkap nyamuk dari botol bekas
Alat dan Bahan:
1. Botol plastik bekas minuman mineral ukuran 1.5 liter atau lebih.
2. Isolasi/ lakban.
3. Plastik hitam atau kertas.
4. Pisau pemotong (bisa berupa pisau Cutter).
5. Siapkan air panas sebanyak 200 ml.
6. Kurang lebih 50 gr gula merah.
7. Ragi bubuk 1 gr.
Cara membuat:
1. Membuat cairan fermentasi CO2
Cara membasmi nyamuk ini akan memanfaatkan CO2 buatan sendiri. Karena nyamuk suka dengan CO2 maka kita
jadikan ini sebagai umpan agar nyamuk datang keperangkap kita. Mulai dengan cara melarutkan 50 gr gula merah
pada air yang sudah dipanaskan sebanyak sekitar 200 ml. Biarkan suhu cairan gula ini dingin. Selanjutnya tambahkan
ragi bubuk aktif sebanyak 1 gr di bagian atas cairan tersebut tanpa di aduk, biarkan begitu saja.

2. Merakit perangkap nyamuk dari botol bekas


Hasil tangkapan perangkap nyamuk ini
Ambilah botol bekas yang sudah disiapkan tadi kemudian potong menjadi dua pada sepertiga bagian atas. Bekas
potongan botol yang berbentuk seperti corong jangan di buang. Tetapi balik posisinya yang mengerucut berada di
bekas potongan bagian bawah, lebih jelasnya lihat gambar.
NB:
Pelu diketahui bahwa fermentasi dengan gula merah akan memancing kehadiran semut. Agar tidak di ganggu oleh
semut maka bisa mencoba cara mengusir semut unik dan ampuh. Bisa juga meletakkan pada piring yang di isi air
seperti halnya meletakkan susu agar tidak di serbu semut.
2.7 Peran perawat dalam kesehatan lingkungan
Perawat di puskemas, sebagai perawat kesehatan, minimal dapat berperan sebagai pemberian pelayanan
kesehatan melalui asuhan keperawatan; pendidik atau penyuluh kesehatan, penemu
kasus, penghubung dan coordinator, pelaksanaan konseling keperawatan, dan model
peran (role model).
Dua peran perawat kesehatan komunitas, yaitu pendidik dan penyuluh
kesehatan serta pelaksana konseling keperawatan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat merupakan bagian dari ruang lingkup promosi kesehatan.
Berdasarkan peran tersebut, perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat
mendukung individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam mencapai tujuan
perubahan perilaku untuk hidup bersih dan sehat yang merupakan visi dari promosi
kesehatan.
1. Sebagai pendidik atau penyuluh kesehatan, fungsi yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
a. Mengkaji kebutuhan klien untuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan
dalam penyuluhan atau pendidikan kesehatan. Dari hasil pengkajian diharapkan dapat diketahui tingkat
pengetahuan klien, informasi apa yang diperlukan klien, dan apa yang ingin diketahui dari klien
b. Meningkatkan dan memelihara kesehatan klien melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan
c. Melaksanakan penyuluhan atau pendidikan kesehatan untuk memulihan kesehatan klien antara lain tentang
pengobatan, hygiene, perawatan, serta gejala dan tanda-tanda bahaya
d. Menyusun progam penyuluhan atau pendidikan kesehatan baik untuk topic sehat maupun sakit seperti nutrisi,
latihan, penyakit, dan pengelola penyakit.
e. Mengajarkan kepada klien informasi tentang tahapan perkembangan
f. Membantu klien memilih sumber informasi kesehatan dari buku-buku, koran, TV, teman, dan lainnya
2. Sebagai pelaksanaan konseling keperawatan, perawat melaksanakan fungsi antara lain sebagai berikut.
a. Memberikan informasi, mendengarkan secara subjektif, memberkan dukungan, memberikan asuhan, dan
menjaga kepercayaan yang diberikan klien.
b. Membantu klien untuk mengidentifikasi masalah serta factor-faktor yang mempengaruhi.
c. Memberikan petunjuk kepada klien untuk mencari pendekatan pemecahan masalah dan memilih cara
pemecahan masalah yang tepat.
d. Membantu klien menentukan pemecahan masalah yang dapat dilakukan,

Anda mungkin juga menyukai

  • Woc Atresia Bilier Revisi 1
    Woc Atresia Bilier Revisi 1
    Dokumen1 halaman
    Woc Atresia Bilier Revisi 1
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • SGD Komun
    SGD Komun
    Dokumen27 halaman
    SGD Komun
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Hepatitis A
    Hepatitis A
    Dokumen1 halaman
    Hepatitis A
    regina
    Belum ada peringkat
  • Dwarfisme
    Dwarfisme
    Dokumen7 halaman
    Dwarfisme
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Servik
    Servik
    Dokumen7 halaman
    Servik
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Gga 1
    Gga 1
    Dokumen63 halaman
    Gga 1
    Yendri Prisska Hardyanti
    Belum ada peringkat
  • Makalah CKD 1
    Makalah CKD 1
    Dokumen30 halaman
    Makalah CKD 1
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Makalah CKD 1
    Makalah CKD 1
    Dokumen30 halaman
    Makalah CKD 1
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Discharge Planning
    Discharge Planning
    Dokumen1 halaman
    Discharge Planning
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Makalah JANTUNG
    Makalah JANTUNG
    Dokumen29 halaman
    Makalah JANTUNG
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Askep Nutrisi Kasus Kista Ovari
    Askep Nutrisi Kasus Kista Ovari
    Dokumen1 halaman
    Askep Nutrisi Kasus Kista Ovari
    a2a15cinta
    Belum ada peringkat
  • DHF Fix
    DHF Fix
    Dokumen25 halaman
    DHF Fix
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Polio Pada Anak
    Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Polio Pada Anak
    Dokumen28 halaman
    Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Polio Pada Anak
    fifa nasrul ummah
    0% (1)
  • TKR PDF
    TKR PDF
    Dokumen34 halaman
    TKR PDF
    Yusuf Praba Rahman
    Belum ada peringkat
  • Implement As I
    Implement As I
    Dokumen4 halaman
    Implement As I
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Askep Kasus Bladder Trauma
    Askep Kasus Bladder Trauma
    Dokumen11 halaman
    Askep Kasus Bladder Trauma
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Diagnosa
    Diagnosa
    Dokumen1 halaman
    Diagnosa
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Penunjang
    Pemeriksaan Penunjang
    Dokumen14 halaman
    Pemeriksaan Penunjang
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Diagnosa Intervensi Integumen
    Diagnosa Intervensi Integumen
    Dokumen8 halaman
    Diagnosa Intervensi Integumen
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Eval
    Eval
    Dokumen1 halaman
    Eval
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Kardio
    Kardio
    Dokumen35 halaman
    Kardio
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Askep GH
    Askep GH
    Dokumen42 halaman
    Askep GH
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Klasifikasi Luka
    Klasifikasi Luka
    Dokumen3 halaman
    Klasifikasi Luka
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Teori
    Tinjauan Teori
    Dokumen4 halaman
    Tinjauan Teori
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen18 halaman
    Bab 1
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • MAKALAH Kardio Nutrisi
    MAKALAH Kardio Nutrisi
    Dokumen40 halaman
    MAKALAH Kardio Nutrisi
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Sejarah Keperawatan Dunia
    Sejarah Keperawatan Dunia
    Dokumen6 halaman
    Sejarah Keperawatan Dunia
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Evaluasi Askep Kasus
    Evaluasi Askep Kasus
    Dokumen1 halaman
    Evaluasi Askep Kasus
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat
  • Implementasi Hesti Lely Fix
    Implementasi Hesti Lely Fix
    Dokumen8 halaman
    Implementasi Hesti Lely Fix
    fifa nasrul ummah
    Belum ada peringkat