Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa-masa awal Kerajaan Panjalu tidak banyak diketahui. Prasasti TURUN
HYANG II (1044) yang diterbitkan Kerajaan Jangala hanya memberitakan tentang
adanya perang saudara antara kedua Kerajaan sepeninggal Airlangga.
Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti SIRAH
KETING (1104) atas nama SRI JAYAWARSA. Sebelum Sri Jayawarsa hanya SRI
RAMAWIJAYA yang sudah diketahui dan sesudahnya diketahui secara jelas
berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan Panjalu dibawah pemerintahan SRI JAYABHAYA berhasil
menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti
NGANTANG (1135) yaitu Panjalu Jayati atau Panjalu menang. Kerajaan Panjalu
mengalami masa kejayaan, wilayahnya meliputi Jawa dan beberapa pulau di
Nusantara. bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatera.
Hal ini diperkuat dengan kronik Cina ling-wai-tai-ta karya Chou-ku-fei (1178),
bahwa pada masa itu negeri yang paling kaya selain cina secara berurutan adalah
Arab, JAWA, Sumatera. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah,
JAWA adalah kerajaan PANJALU. Sumatera dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari atau Singosari, adalah
sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222.
Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang.
Kerajaan Singasari (1222-1293) adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara
yang didirikan oleh Ken Arok. Sejarah Kerajaan Singasari berawal dari daerah
Tumapel, yang di kuasai oleh seorang akuwu (bupati). Letaknya di daerah
pegunungan yang subur di wilayah Malang dengan pelabuhan bernama Pasuruan.
Dari daerah inilah Kerajaan Singasari berkembang dan bahkan menjadi sebuah
kerajaa besar di Jawa Timur. Perkembangan pesat yang di alami oleh kerajaan
Singasari ini setelah berhasil mengalahan Kerajaan Kendiri dalam pertempuran di
dekat Ganter tahun 1222 M. Kerajaan Singasari mencapai puncak kejayaan ketika
dipimpin oleh Raja Kertanegara (1268-1292) yang bergelar Maharajadhiraja
Kertanegara Wikrama Dharmottunggadewa.
Ken Arok merebut daerah Tumapel, salah satu wilayah Kerajaan Kediri yang
dipimpin oleh Tunggul Ametung, pada 1222. Ken Arok pada mulanya adalah anak
buah Tunggul Ametung, namun ia membunuh Tunggul Ametung karena jatuh cinta
pada istrinya, Ken Dedes. Ken Arok kemudian mengawini Ken Dedes. Pada saat
dikawini Ken Arok, Ken Dedes telah mempunyai anak bernama Anusapati yang

1
kemudian menjadi raja Singasari (1227-1248). Raja terakhir Kerajaan Singasari
adalah Kertanegara.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan materi yang kami miliki maka kami akan mebahas mengenai
beberapa hal yang terangkum dalam rumusan masalah berikut:
1. Dimanakah letak kerajaan Kediri dan Singasari?
2. Siapa saja raja-raja yag pernah memimpin di kerajaan Kediri dan Singasari?
3. Bagaimana kehidupan di kerajaan Kedii dan Singasari?
4. Apa hubungan kerajaan Kediri dan Singasari dengan Kerajaan Majapahit?
5. Mengapa kerajaan Kediri dan Singasari bisa runtuh?

C. Tujuan
Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk:
1. Untuk mengetahui letak Kerajaan Kediri dan Singasari
2. Untuk mengetahui siapa saja yang pernah memimpin Kerajaan Kediri dan
Singasari
3. Untuk mengetahui kehidupan di Kerajaan Kediri dan Singasari
4. Untuk mengetahui hubungan Kerajaan Kediri dan Singasari dengan Majapahit
5. Untuk mengetahui penyebab runtuhnya Kerajaan Kediri dan Singasari

D. Manfaat
Makalah ini kami buat dengan beberapa harapan diantaranya:
1. Untuk memberikan pengetahuan baru bagi para pembaca tentang Kerajaan
Singasari
2. Untuk memberikan pengetahuan baru tentang Kehidupan pada waktu Kerajaan
Singasari berkuasa

2
BAB II
KERAJAAN KEDIRI

A. Sejarah Kerajaan Kediri


Lahirnya Kerajaan Kediri berkaitan dengan adanya pembagian kekuasaan di
Kerajaan Medang Mataram pada tahun November 1041. Airlangga membagi
kerajaan bertujuan untuk menghindari terjadinya perang saudara di Mataram. Setelah
Mataram dibagi 2 oleh Mpu Bharada seorang Brahmana yang terkenal akan
kesaktiannya, muncullah Panjalu dan Janggala yang dibatasi gunung Kawi dan
sungai Brantas. Kerajaan barat yang bernama Panjalu diberikan pada Samarawijaya
(iparnya) yang berpusat di kota baru dengan ibukota Daha yang meliputi Kediri,
Madiun sedangkan kerajaan timur yang bernama Janggala diberikan pada Mapanji
Garasakan (anak keduanya) yang berpusat di kota lama yang meliputi daerah Malang
dan delta sungai Bantas, dengan pelabuhan Surabaya, Rembang dan Pasuruan
ibukotanya Kahuripan. Padahal airlangga telah mempersiapkan putra sulungnya
sebagai penggantinya, tapi tidak bersedia dan lebih memilih menjadi petapa yang
bergelar Dewi Kilisuli. Sumber sejarah yang menceritakan pembagian kerajaan ada
dalam Prasasti Wurara ada juga yang menyebut dengan nama Prasasti Mahaksubya
(1289 M), Kitab Negarakertagama (1365 M), Kitab Calon Arang (1540 M).
Dalam Serat Calon Arang dijelaskan bahwa ‘sesungguhnyA kota Daha sudah
ada sebelum Kerajaan Kediri berdiri. Daha merupakan singkatan dari Dahanapura
yang berarti kota api tapi ini terdapat pada prasasti Pamwatan yang dikeluarkan
Airlangga tahun 1042.’ Saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tak
lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah ke Daha.Menurut kitab
Negarakertagama, sebelum dibelah menjadi 2, nama kerajaan yang dipimpin oleh
Airlangga sudah bernama Panjalu yang berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan Janggala
lahir sbg pecahan dari Panjalu. Adapun Kahuripan adalah nama kota lama yang
sudah ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi ibukota Kerajaan Janggala.
Dalam perkembangan selanjutnya, ibukota Kerajaan Panjalu di Daha
dipindahkan ke wilayah Kediri sehingga nama kerajaan lebih dikenal sebagai
Kerajaan Kediri. Pada awalny, nama Panjalu memang lebih sering dipakai daripada
nama Kediri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh
Raja-raja Kediri. Bahkan nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-Chia-Lung dlm
kronik Cina yang berjudul Ling Wai Tai Ta (1178).

3
B. Raja – Raja Kerajaan Kediri
1. SRI SAMARAWIJAYA , putra airlangga = prasasti PAMWATAN (1042).
Sepeninggal Raja Airlangga dan selama kekuasaan Samarawijaya, Kerajaan
Janggala dan Panjalu tidak pernah hidup berdampingan secara damai.
Perebutan kekuasaan terus berlangsung hingga tahun 1042, Mapanji Garasakan
dapat mengalahkan Samarawijaya. Diabadikanlah nama Raja Mapanji
Garasakan (1042-1052 M) dalam Prasasti Malenga. Ia tetap memakai
lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha (Wisnu Naik Garuda).
Namun Mapanji tidak lama memimpin Kerajaan. Tampuk pemerintahan lalu
jatuh ditangan Raja Mapanji Alanjung Ahyes (1052-1059 M) dan kemudian
digantikan lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus
menerus antara Janggala dan Panjalu menyebabkan selama kira-kira 60 tahun
tidak ada berita yang jelas mengenai kedua Kerajaan tersebut hingga muncullah
nama Raja Sri Maharaja Sri Bameswara
2. SRI JAYASWARA = prasasti SIRAH KETING (1104) ,
Tidak diketahui langsung ia adalah pengganti langsung sri samarawijaya.
3. SRI BAMESWARA = prasasti PADELEGAN I (1117) , prasasti
PANUMBANGAN (1120) , prasasti TANGKILAN (1130).
Raja Sri Maharaja Sri Bameswara (1116-1135 M) dari Kediri yang
menggunakan lancana Candrakapale yaitu tengkorak yang bertaring diatas
bulan sabit. Pada masa pemerintahannya banyak dihasilkan karya-karya sastra
bahkan kiasan hidupnya yang dikenal dalam Cerita Panji.
4. SRI JAYABHAYA , raja terbesar panjalu = prasasti NGANTANG (1135)
, KAKAWIN BHARATAYUDHA (1157).
Bameswara diganti oleh Sri Maharaja Sri Jayabhaya (1135-1159 M) yang
menggunakan lencana Kerajaan berupa lencana Narasingha yaitu setengah
manusia setengah singa.
Pada masa pemerintahannya Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan
dan juga banyak dihasilkan karya sastra terutama ramalannya tentang Indonesia
antara lain akan datangnya Ratu Adil. Jayabhaya disebut sebagai penjelmaan
Dewa Wisnu. Ketika ia berkuasa, pertentangan dengan Janggala berakhir
setelah ia dapat menguasai Kerajaan tersebut. Atas kemenangan tersebut ia
memperingatinya dengan memerintahkan Mpu Sedah untuk menggubah
Kakawin (syair) Bharatayudha sebagai peringatan atas peperangan Kediri dan
Janggala. Karena Mpu Sedah tidak sanggup menyelesaikan Kakawin tersebut,
Mpu Panuluh melanjutkan dan menyelesaikannya pada tahun 1157 M.
Jayabhaya juga terkenal akan ramalannya yang sering disebut Jangka
Jayabhaya.

4
Meskipun demikian, kenyataannya 2 pujangga yang hidup sezaman
dengan Prabu Jayabhaya, yakni Mpu Sedah dan Mpu Panuluh sama sekali tidak
menyebut dalam kitab-kitab mereka ( Kakawin Bharatayudha, Kakawin
Hariwangsa, Kakawin Gatotkacasraya) bahwa Prabu Jayabhaya memiliki karya
tulis. Kakawin Bharatayudha hanya menceritakan peperangan antara Kediri dan
Janggala. Sedangkan Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya berisi
tentang cerita ketika sang Prabu Kresna, titisan batara Wisnu ingin menikah
dengan Dewi Rukmini, dari negri Kundina, putri Bismaka. Rukmini sendiri
adalah titisan dari Dewi Sri.
Kakawin Bharatayudha yang digubah oleh 2 pujangga Kediri merupakan
kisah perang saudara yang diilhami kitab Mahabharata karangan Wyasa Kresna
Dwaipayana, seorang pujangga India. Kitab tersebut mengisahkan perang
perebutan takhta Kerajaan Hastinapura di antara keluarga Kurawa dan Pandawa
yang dimenangkan oleh Pandawa.
Ramalan Jayabhaya atau sering disebut dengan Jangka Jayabhaya adalah
ramalan dalam tradisi Jawa yang salah satunya dipercaya ditulis oleh
Jayabhaya, raja Kerajaan Kediri. Ramalan ini dikenal pada khususnya
dikalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan secara turun temurun oleh para
pujangga. Asal usul utama serat Jangka Jayabhaya dapat dilihat di kitab
Musasar yang digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan
keasliannya tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yang
menuliskan bahwasanya Jayabhaya-lah yang membuat ramalan-
ramalantersebut. Isinya :
a. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran -- kelak jika sudah ada kereta tanpa
kuda
b. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang -- perahu berjalan di angkasa
c. Kali ilang kedhunge -- sungai kehilangan mata air
d. Sekilan bumi dipajeki -- Sejengkal tanah dikenai pajak.
e. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian
lelaki.
5. SRI SARESWARA = PADELEGAN II (1159), prasasti KAHYUNAN
(1161).
Sepeninggal Jayabhaya, Kerajaan Kediri dipimpin oleh Sareswara (1159-1169
M). tidak banyak yang diketahui mengenai raja ini sebab terbatasnya
peninggalan yang ditemukan. Ia memakai lencana Kerajaan berupa Ganesha.

5
6. SRI ARYESWARA = prasasti ANGIN (1171).
Sepeninggal Sareswara, Kerajaan Kediri berurut-turut dipimpin oleh
Aryyeswara, Kroncaryyadipa. Kemudian pemerintahan Kerajaan jatuh ditangan
Raja Kameswara
7. SRI GANDRA = prasasti JARING (1181).
Terdapat sesuatu yang menarik pada masanya. Yaitu untuk pertama kalinya
didapatkan orang-orang terkemuka mempergunanakan nama-nama binatang
sebagai namanya yaitu seperti Kebo Salawah, Manjangan Puguh, macan Putih,
gajah Kuning dan sebagainya.
8. SRI KAMESWARA = prasasti CEKER (1182) , KAKAWIN
SMARADHANA
Raja Kameswara (1182-1185 M) selama beberapa waktu tidak ada berita yang
jelas mengenai Raja Kediri hingga ia muncul. Masa pemerintahan ini ditulis
dalam Kitab Kakawin Smaradhana oleh Mpu Darmaja yang berisi pemujaan
terhadap raja, serta Kitab Lubdaka dan Wretasancaya yang ditulis oleh Mpu
Tan Akung. Kitab Lubdaka bercerita tentang seorang pemburu yang akhirnya
masuk surga dan Wretasancaya yang berisi petunjuk mempelajari tembang
Jawa Kuno. Pada masa ini perkembangan karya sastra mencapai puncak
kejayaannya. Beberapa karya sastra yang muncul selain yang disebut diatas
antara lain Kitab Kresnayana, karya Mpu Triguna ; Kitab Sumanasantaka,
karya Mpu Managuna.
9. KERTAJAYA = prasasti GALUNGGUNG (1194) , prasasti KAMULAN
(1194), prasasti PALAH (1197), prasasti WATESKULON (1205) ,
NEGARAKERTAGAMA , PARARATON.
Selanjutnya pada tahun 1185-1222 M yang menjadi raja Kediri adalah
Kertajaya dan raja terakhir kerajaan Kediri. Ia memakai lencana Garuda Mukha
seperti Ria Airlangga, sayangnya ia kurang bijaksana, sehingga tidak disukai
oleh rakyat terutama kaum Brahmana. Dalam masa pemerintahannya, terjadi
pertentangan antara dirinya dan para Brahmana hal inilah akhirnya menjadi
penyebab berakhirnya Kerajaan Kediri.

C. RAJA-RAJA KERAJAAN KEDIRI SELANJUTNYA


1. Pada saat Daha menjadi bawahan Singhasari
Kerajaan Panjalu runtuh tahun 1222 dan menjadi bawahan Singhasari.
Berdasarkan prasasti Mula Malurung, diketahui raja-raja Daha zaman
Singhasari, yaitu:
- Mahisa Wunga Teleng putra Ken Arok
- Guningbhaya adik Mahisa Wunga Teleng

6
- Tohjaya kakak Guningbhaya
- Kertanagara cucu Mahisa Wunga Teleng (dari pihak ibu), yang kemudian
menjadi raja Singhasari
2. Pada saat Daha menjadi ibu kota Kadiri
Jayakatwang, adalah keturunan Kertajaya yang menjadi bupati Gelang-Gelang.
Tahun 1292 ia memberontak hingga menyebabkan runtuhnya Kerajaan
Singhasari. Jayakatwang kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri. Tapi
pada tahun 1293 ia dikalahkan Raden Wijaya pendiri Majapahit.
3. Pada saat Daha menjadi bawahan Majapahit
Sejak tahun 1293 Daha menjadi negeri bawahan Majapahit yang paling utama.
Raja yang memimpin bergelar Bhre Daha tapi hanya bersifat simbol, karena
pemerintahan harian dilaksanakan oleh patih Daha. Bhre Daha yang pernah
menjabat ialah:
- Jayanagara 1295-1309 Nagarakretagama.47:2; Prasasti Sukamerta -
didampingi Patih Lembu Sora.
- Rajadewi 1309-1375 Pararaton.27:15; 29:31; Nag.4:1 - didampingi Patih
Arya Tilam, kemudian Gajah Mada.
- Indudewi 1375-1415 Pararaton.29:19; 31:10,21
- Suhita 1415-1429
- Jayeswari 1429-1464 Pararaton.30:8; 31:34; 32:18; Waringin Pitu
- Manggalawardhani 1464-1474 Prasasti Trailokyapuri
4. Pada saat Daha menjadi ibu kota Majapahit
Menurut Suma Oriental tulisan Tome Pires, pada tahun 1513 Daha menjadi ibu
kota Majapahit yang dipimpin oleh Bhatara Wijaya. Nama raja ini identik
dengan Dyah Ranawijaya yang dikalahkan oleh Sultan Trenggana raja Demak
tahun 1527.
Sejak saat itu nama Kediri lebih terkenal dari pada Daha.

D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kediri


Kediri merupakan Kerajaan agraris maritim. Perekonomian Kediri bersumber
atas usaha perdagangan, peternakan dan pertanian untuk masyarakat yang hidup di
daerah pedalaman. Sedangkan yang berada di pesisir hidupnya bergantung dari
perdagangan dan pelayaran. Mereka telah mengadakan hubungan dagang dengan
Maluku dan Sriwijaya. Kediri terkenal sebagai penghasil beras, kapas dan ulat sutra.
Kerajaan Kediri cukup makmur, hal ini terlihat pada kemampuan Kerajaan yang
memberikan penghasilan tetap pada para pegawainya walaupun hanya dibayar
dengan hasil bumi. Keterangan tersebut berdasarkan kitab Chi-fan-Chi (1225) karya
Chau Ju-kua mengatakan bahwan Su-ki-tan yang merupakan bagian dari She-

7
po(Jawa) telah memiliki daerah taklukkan. Para ahli memperkirakan Su-ki-tan adalah
sebuah Kerajaan yang berada di Jawa Timur, dan yang tak lain dan tak bukan adalah
Kerajaan Kediri. Mungkin juga Su-ki-tan sebagai kota pelabuhan yang telah dikenal
para pedagang dari luar negeri, termasuk Cina.
Pemerintahannya sangat memperhatikan keadaan rakyatnya sehingga pertanian,
perdagangan dan peternakan mengalami kemajuan yang cukup pesat.
Golongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga berdasarkan
kedudukan dalam pemerintahan kerajaan, yaitu :
a. Golongan masyarakat pusat(kerajaan) : masyarakat yang terdapat dalam
lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
b. Golongan masyarakat tani (daerah) : golongan masyarakat yang terdiri atas
para pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah tani (daerah).
c. Golongan masyarakat nonpemerintah : golongan masyarakat yang tidak
mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintahan secara resmi atau
masyarakat wiraswasta.
Kediri memiliki 300 lebih pejabat yang mencatat dan mengurus semua
penghasilan Kerajaan. Disamping itu ada 1000 pegawai rendahan yang bertugas
mengurusi benteng dan parit kota serta gedung persediaan makanan.

E. Kehidupan Sosial Kerajaan Kediri


Kehidupan sosial masyarakat Kediri cukup baik karena kesejahteraan rakyat
meningkat, masyarakat hidup tenang. Dalam kitab Ling-wai-tai-ta (1178) karya
Chou-Ku-fei yang menerangkan bahwa orang-orang Kediri memakai kain sampai
lutut, rambutnya di urai, rumah-rumah telah teratur dan bersih, lantai ubinnya
berwarna hijau dan kuning. Pertanian dan perdagangan telah maju, orang-orang yang
salah didenda dengan emas. Pencuri dan perampok dibunuh, telah digunakan mata
uang perak, orang sakit tidak menggunakan obat tapi memohon kesembuhan pada
Dewa atau kepada Buddha. Tiap bulan ke-5 diadakan pesta air, alat musik yang
digunakan berupa seruling, gendang, dan gambang dr kayu. Dengan kehidupan
masyarakatnya yang aman dan damai maka seni dapat berkembang antara lain
kesusastraan yang paling maju adalah seni sastra terutama Jawa kuno. Namun, karya-
karya sastra pada masa Kerajaan Kediri kurang mengungkap keadaan pemerintahan
dan masyarakat pada zamannya. Pada masa Kameswara perkembangan karya sastra
mencapai puncak kejayaannya.

8
F. Runtuhnya Kerajaan Kediri
Kertajaya adalah raja terakhir kerajaan Kediri. Ia memakai lencana Garuda
Mukha seperti Ria Airlangga, sayangnya ia kurang bijaksana, sehingga tidak disukai
oleh rakyat terutama kaum Brahmana. Dalam masa pemerintahannya, terjadi
pertentangan antara dirinya dan para Brahmana hal inilah akhirnya menjadi penyebab
berakhirnya Kerajaan Kediri.
Pertentangan itu disebabkan Kertajaya dianggap telah melanggar adat dan
memaksa kaum brahmana menyembahnya sebagai Dewa. Para Brahmana kemudian
meminta perlindungan pada Ken Arok di Singosari. Kebetulan Ken Arok juga
berkeinginan memerdekakan Tumapel (Singosari) yang dulunya merupakan bawahan
Kediri. Tahun 1222 pecahlah pertempuran antara prajurit Kertajaya dan pasukan Ken
Arok di desa Ganter. Dalam peperangan ini, pasukan Ken Arok berhasil
menghancurkan prajurit Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan
Kediri, yang sejak saat itu menjadi bawahan Kerajaan Singosari. Runtuhnya kerajan
Panjalu-Kediri pada masa pemerintahan Kertajaya dikisahkan dalam Kitab Pararaton
dan Kitab Negarakertagama.
Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kediri menjadi suatu wilayah
dibawah kekuasaan Kerajaan Singosari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra
Kertajaya sebagai Bupati Kediri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang
bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan oleh putranya , yaitu
Jayakatwang. Tahun 1292 Jayakatwang menjadi bupati geleng-geleng. Selama
menjadi bupati, Jayakatwang memberontak terhadap Singosari yang dipimpin oleh
Kertanegara, karena dendam di masa lalu dimana leluhurnya yaitu Kertajaya
dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang
membangun kembali Kerajaan Kediri, namun hanya bertahan satu tahun. Hal itu
terjadi karena adanya serangan gabungan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol dan
pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.

G. PENINGGALAN KERAJAAN KEDIRI


Prasasti-prasasti yang menjelaskan tentang Kerajaan Kediri antara lain , yaitu :
a. Prasasti BANJARAN berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan
Panjalu atas Janggala.
b. Prasasti HANTANG berangka tahun 1052 M menjelaskan Panjalu pada masa
Jayabhaya.
Selain dari prasasti-prasasti tersebut, ada lagi prasasti yang lain tetapi tidak
begitu jelas. Dan yang banyak menjelaskan tentang Kerajaan Kediri adalah hasil
karya berupa kitab sastra seperti kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis oleh Mpu

9
Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri (Panjalu)
atas Janggala.
Kronik Cina juga banyak memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat
dan pemerintahan Kediri yang tidak ditemukan dari sumber lain. Berita tersebut
disusun melalui kitab yang berjudul Ling-mai-tai-t yang ditulis oleh Choi-ku-fei
tahun 1178 M dan kitab Chi-fan-Chi yang ditulis oleh Chau-ju-kua tahun 1225 M.
Dan di era 2000-an terdapat penemuan situs tondowongso tepatnya awal tahun
2007 yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kediri. Dalam perkembangan
politiknya wilayah kekuasaan Kediri masih sama seperti kekuasaan Raja Airlangga,
dan raja-rajanya banyak yang dikenal dalam sejarah karena memiliki lencana atau
lambang tersendiri.Semua peninggalan sejarah-sejarah tersebut diharapkan dapat
membantu memberikan lebih banyak tentang perkembangan Kerajaan Kediri dalam
berbagai aspek kehidupan

10
BAB III
KERAJAAN SINGASARI

A. Letak Kerajaan Singasari


Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari yang
sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, ketika pertama
kali didirikan tahun 1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.

Pada tahun 1253, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama


Kertanagara sebagai yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari.
Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal
daripada nama Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama
Kerajaan Singhasari.

Nama Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti Yuan dengan ejaan
Tu-ma-pan.

Menurut Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan


Kadiri. Yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu adalah
Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya
sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian menjadi akuwu baru. Ken Arok juga
yang mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes. Ken Arok
kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri.

Pada tahun 1254 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kadiri melawan
kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang
mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang
Amurwabhumi. Perang melawan Kadiri meletus di desa Ganter yang dimenangkan
oleh pihak Tumapel.

Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan


Tumapel, namun tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok. Dalam naskah itu,
pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang
berhasil mengalahkan Kertajaya raja Kadiri.

Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255, menyebutkan


kalau pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Mungkin nama ini adalah
gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri
kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai Siwa. Selain itu, Pararaton juga
menyebutkan bahwa, sebelum maju perang melawan Kadiri, Ken Arok lebih dulu
menggunakan julukan Bhatara Siwa.

11
B. Sistem Pemerintahan Kerajaan Singasari
Ada dua versi yang menyebutkan silsilah kerajaan Singasari alias Tumapel ini.
Versi pertama adalah versi Pararaton yang informasinya didapat dari Prasasti
Kudadu. Pararaton menyebutkan Ken Arok adalah pendiri Kerajaan Singasari yang
digantikan oleh Anusapati (1247–1249 M). Anusapati diganti oleh Tohjaya (1249–
1250 M), yang diteruskan oleh Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272 M).
Terakhir adalah Kertanegara yang memerintah sejak 1272 hingga 1292 M. Sementara
pada versi Negarakretagama, raja pertama Kerajaan Singasari adalah Rangga Rajasa
Sang Girinathapura (1222–1227 M). Selanjutnya adalah Anusapati, yang dilanjutkan
Wisnuwardhana (1248–1254 M). Terakhir adalah Kertanagara (1254–1292 M). Data
ini didapat dari prasasti Mula Malurung.
1. Ken Arok (1222–1227 M)
Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang sekaligus juga menjadi Raja
Singasari yang pertama dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi.
Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya
suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra
(Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227
M). Pada tahun 1227 M, Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati
(anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan
Siwa–Buddha.
2. Anusapati (1227–1248 M)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke
tangan Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama,
Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut
dengan kesenangannya menyabung ayam. Peristiwa kematian Ken Arok
akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken
Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam
sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan
Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik
menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan
Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan
demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
3. Tohjoyo (1248 M)
Dengan meninggalnya Anusapati maka tahta Kerajaan Singasari dipegang oleh
Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab
anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian
ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya,
Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan menduduki singgasana.

12
4. Ranggawuni (1248–1268 M)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 M dengan gelar
Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa
Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar
Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan
kesejahteran rakyat Singasari. Pada tahun 1254 M Wisnuwardana mengangkat
putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan
maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada
tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau
Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5. Kertanegara (1268-1292 M)
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai
cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268
dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia
dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i
halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan
Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti
Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati
di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja. Setelah Jawa dapat
diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara
mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu
1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan
pengirimkan Arca Amoghapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja
Kertanegara. Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang,
Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara
juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa,dengan tujuan
untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol.
Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia
mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai
muka utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat
Kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan
mengirimkan pasukannya ke Jawa. Mengetahui sebagian besar pasukan
Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang
(Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan
dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan
dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.

13
Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan
berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para
pembesar istana. Kertanaga beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam
serangan tersebut. Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang),
sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura
dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas
bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi
kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang tanah yang bernama Tanah
Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati. Dengan gugurnya Kertanegara maka
Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya
kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya,
Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa––Buddha (Bairawa) di
Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang
sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.

C. Kehidupan Di Kerajaan Singasari


Dari segi sosial, kehidupan masyarakat Singasari mengalami masa naik turun.
Ketika Ken Arok menjadi Akuwu di Tumapel, dia berusaha meningkatkan kehidupan
masyarakatnya. Banyak daerah-daerah yang bergabung dengan Tumapel. Namun
pada pemerintahan Anusapati, kehidupan sosial masyarakat kurang mendapat
perhatian karena ia larut dalam kegemarannya menyabung ayam. Pada masa
Wisnuwardhana kehidupan sosial masyarakatnya mulai diatur rapi. Dan pada masa
Kertanegara, ia meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya. Upaya yang ditempuh
Raja Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik dalam negeri dan luar negeri.
Politik Dalam Negeri:
a. Mengadakan pergeseran pembantu-pembantunya seperti Mahapatih Raganata
digantikan oleh Aragani, dll.
b. Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya seperti mengangkat putra
Jayakatwang (Raja Kediri) yang bernama Ardharaja menjadi menantunya.
c. Memperkuat angkatan perang.
Politik Luar Negeri:
a. Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu untuk menguasai Kerajaan melayu serta
melemahkan posisi Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka.
b. Menguasai Bali.
c. Menguasai Jawa Barat.
d. Menguasai Malaka dan Kalimantan.

14
Berdasarkan segi budaya, ditemukan candi-candi dan patung-patung
diantaranya candi Kidal, candi Jago, dan candi Singasari. Sedangkan patung-patung
yang ditemukan adalah patung Ken Dedes sebagai Dewa Prajnaparamita lambing
kesempurnaan ilmu, patung Kertanegara dalam wujud patung Joko Dolog, dan
patung Amoghapasa juga merupakan perwujudan Kertanegara (kedua patung
kertanegara baik patung Joko Dolog maupun Amoghapasa menyatakan bahwa
Kertanegara menganut agama Buddha beraliran Tantrayana).

D. Runtuhnya Kerajaan Singasari


Sebagai sebuah kerajaan, perjalanan kerajaan Singasari bisa dikatakan
berlangsung singkat. Hal ini terkait dengan adanya sengketa yang terjadi dilingkup
istana kerajaan yang kental dengan nuansa perebutan kekuasaan. Pada saat itu
Kerajaan Singasari sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa. Akhirnya
Kerajaan Singasari mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi
pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang, yang merupakan sepupu,
sekaligus ipar, sekaligus besan dari Kertanegara sendiri. Dalam serangan itu
Kertanegara mati terbunuh. Setelah runtuhnya Singasari, Jayakatwang menjadi raja
dan membangun ibu kota baru di Kediri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singasari pun
berakhir.

E. Hubungan Kerajaan Singasari Dengan Majapahit


Pararaton, Nagarakretagama dan prasasti Kudadu mengisahkan Raden Wijaya,
cucu Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanegara lolos dari maut. Berkat
bantuan Aria Wiararaja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh
Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit. Pada tahun 1293 datang
pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk menaklukkan Jawa. Mereka
dimanfaatkan Raden Wijaya untuk mengalahkan Jayakatwang di Kadiri. Setelah
Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol
keluar dari tanah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit
sebagai kelanjutan Singasari, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa
Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.

15
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian materi diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan jika:
1. Kerajaan Singasari itu terletak di daerah Tumapel, yang di kuasai oleh seorang
akuwu (bupati). Letaknya di daerah pegunungan yang subur di wilayah Malang
dengan pelabuhan bernama Pasuruan. Dari daerah inilah Kerajaan Singasari
berkembang dan bahkan menjadi sebuah kerajaa besar di Jawa Timur.
2. Kerajaan Sigasari dipimpin oleh raja-raja termasyur seperti : Ken arok,
Anusapati, Tohjoyo, Ranggawuni dan Kertanegara.
3. Dari segi sosial, kehidupan masyarakat Singasari mengalami masa naik turun
dan seringkali mengalami berbagai masalah, namun hal itu selalu bisa di atasi.
4. Runtuhnya Singasari diawali dengan adanya sengketa yang terjadi dilingkup
istana kerajaan yang kental dengan nuansa perebutan kekuasaan.
5. Hubungan antara Singasari dan Majapahit adalah setelah Singasari runtuh maka
di bangunlah kerajaan Majapahit sebagai kelanjutannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://fithryahidayati.blogspot.com/2011/08/makalah-kerajaan-singasari.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Singhasari
http://nandawidyaningrum.blogspot.com/2012/11/kerajaan-singasari.html
Erwin, Tuti nuriah. 1990. Asia Selatan dalam Sejarah. Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
T. S. G, Mulya. India Sedjarah Politik dan Pergerakan Kebangsaan. (tjetakan kedua).
Jakarta: Balai Pustaka. 1952

17

Anda mungkin juga menyukai