Anda di halaman 1dari 6

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita
nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini
yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan laporan tentang “ survey
rumah adat aceh pesisir.”

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah
SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar
yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia
paling besar bagi seluruh alam semesta.

Sekaligus pula kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya


untuk Ibu Dr. Elysa Wulandari, MT. selaku dosen mata kuliah Arsitektur
Vernakuler yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada kami guna
menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu.

Di akhir kami berharap laporan kami ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang
membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam
laporan kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Banda Aceh, 06 oktober 2018

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah Adat adalah bangunan yang memiliki cirikhas khusus, digunakan untuk
temphunian oleh suatu suku bangsa tertentu.Rumah adat merupakan salah satu
representasi kebudayaan yang paling tinggi dalam sebuah komunitas
suku/masyarakat. Keberadaan rumah adat di Indonesia sangat beragam dan
mempunyai arti yang penting dalam perspektif sejarah, warisan, dan kemajuan
masyarakat dalam sebuah peradaban.

Rumah-rumah adat di indonesia memiliki bentuk dan arsitektur masing-masing


daerah sesuai dengan budaya adat lokal. Rumah adat pada umumnya dihiasi
ukiran-ukiran indah, pada jaman dulu, rumah adat yang tampak paling indah biasa
dimiliki para keluarga kerajaan atau ketua adat setempat menggunakan kayu-kayu
pilihan dan pengerjaannya dilakukan secara tradisional melibatkan tenaga ahli
dibidangnya, Banyak rumah-rumah adat yang saat ini masih berdiri kokoh dan
sengaja dipertahankan dan dilestarikan sebagai simbol budaya Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Rumah tradisional?


2. Bagaimana arsitetuk Aceh?
3. Bagaimana sejarah bangunan arsitektur Aceh?
4. Bagaimana tata letak ruang arsitektur bangunan Aceh

1.3 Tujuan

1. Mengetahui tipologi bangunan arsitektur Aceh


2. Mengetahui sejarah bangunan arsitektur Aceh
3. Membuat analisa mengenai arsitektur Aceh
4. Membuat pembelajaran dalam bentuk penulisan makalah
Perkembangan Arsitektur
BAB 2

SEJARAH ACEH DAN RUMAH ACEH PESISIR

A. Provinsi Aceh

Aceh adalah sebuah provinsi di Indonesia. Aceh terletak di ujung utara pulau
Sumatera dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Ibu kotanya adalah
Banda Aceh. Jumlah penduduk provinsi ini sekitar 4.500.000 jiwa. Letaknya
dekat dengan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India dan terpisahkan oleh
Laut Andaman. Aceh berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara,
Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera
Utara di sebelah tenggara dan selatan.

Aceh dianggap sebagai tempat dimulainya penyebaran Islam di Indonesia dan


memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Pada awal
abad ke- 17, Kesultanan Aceh adalah negara terkaya, terkuat, dan termakmur di
kawasan Selat Malaka. Sejarah Aceh diwarnai oleh kebebasan politik dan
penolakan keras terhadap kendali orang asing, termasuk bekas penjajah Belanda
dan pemerintah Indonesia. Jika dibandingkan dengan dengan provinsi lainnya,
Aceh adalah wilayah yang sangat konservatif (menjunjung tinggi nilai agama).
Persentase penduduk Muslimnya adalah yang tertinggi di Indonesia dan mereka
hidup sesuai syariah Islam. Berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di
Indonesia, Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri karena alasan sejarah.

Rumah adat Nangroe Aceh Darussalam atau disebut juga Rumoh Aceh
merupakan rumah panggung yang memiliki tinggi beragam sesuai dengan
arsitektur si pembuatnya. Namun pada kebiasaannya memiliki ketinggian sekitar
2,5-3 meter dari atas tanah. Untuk memasukinya harus menaikit beberapa anak
tangga. Terdiri dari tiga atau lima ruangan di dalamnya, untuk ruang utama sering
disebut dengan rambat.

Rumah Aceh yang bertipe tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan untuk tipe
lima ruang memiliki 24 tiang. Bahkan salah satu rumoh Aceh (peninggalan tahun
1800-an) yang berada di persimpangan jalan Peukan Pidie, Kabupaten Sigli, milik
dari keluarga Raja-raja Pidie, Almarhum

Pakeh Mahmud (Selebestudder Pidie Van Laweung) memiliki 80 tiang, sehingga


sering disebut dengan rumoh Aceh besar.

Ukuran tiang-tiang yang menjadi penyangga utama rumoh Aceh sendiri


berukuran 20 - 35 cm.Biasanya tinggi pintu sekitar 120 - 150 cm dan membuat
siapa pun yang masuk harus sedikit merunduk. Makna dari merunduk ini menurut
orang-orang tua adalah sebuah penghormatan kepada tuan rumah saat memasuki
rumahnya, siapa pun dia tanpa peduli derajat dan kedudukannya. Selain itu juga,
ada yang menganggap pintu rumoh Aceh sebagai hati orang Aceh. Hal ini terlihat
dari bentuk fisik pintu tersebut yang memang sulit untuk memasukinya, namun
begitu kita masuk akan begitu lapang dada disambut oleh tuan rumah.Saat berada
di ruang depan ini atau disebut juga dengan seuramoe keu/seuramoe reungeun,
akan kita dapati ruangan yang begitu luas.

Anda mungkin juga menyukai