Anda di halaman 1dari 8

EPISTAKSIS (tatalaksana farmako, askep, pem diagnostik)

TEST DIAGNOSTIK
- Pemeriksaan Laboratorium
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk
memperkuat diagnosis epistaksis.
- Pemeriksaan darah tepi lengkap.
- Fungsi hemostatis
- EKG
- Tes fungsi hati dan ginjal
- Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
- CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing
dan neoplasma.

7. KOMPLIKASI
 Sinusitis
 Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
 Deformitas (kelainan bentuk) hidung
 Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
 Kerusakan jaringan hidung infeksi
 Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumonia
 Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum
 Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik,
Perforasi septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )
 Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas,
paralisis fasialis, infark miokard.
 Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard.
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat terjadi
syok atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan infark
serebri, insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian.
Dalam hal ini harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu cairan masuk lebih
cepat. Pemberian antibiotika juga dapat membantu mencegah timbulnya sinusitis, otitis
media akibat pemasangan tampon.
Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika
disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat
melalui hidung dan sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor
kurang efektif. Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris (yang dapat merusak
saraf wajah) adalah solusi satu-satunya.
8. PENCEGAHAN
1. Jangan mengkorek-korek hidung.
2. Jangan membuang ingus keras-keras.
3. Hindari asap rokok atau bahan kimia lain.
4. Gunakan pelembab ruangan bila cuaca terlalu kering.
5. Gunakan tetes hidung NaCl atau air garam steril untuk membasahi hidung.
6. Oleskan vaselin atau pelembab ke bagian dalam hidung sebelum tidur, untuk mencegah
kering.
7. Hindari benturan pada hidung

PENATALAKSANAAN

Pertama-tama keadaan umum dan tanda vital harus diperiksa. Anamnesis singkat sambil
mempersiapkan alat, kemudian yang lengkap setelah perdarahan berhenti untuk membantu
menentukan sebab perdarahan.

Penanganan epistaksis yang tepat akan bergantung pada suatu anamnesis yang cermat. Hal-hal
penting adalah sebagai berikut :

 riwayat perdarahan sebelumnya


 lokasi perdarahan
 apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan (ke posterior) ataukah keluar dari
hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak
 lama perdarahan dan frekuensinya
 kecenderungan perdarahan
 riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
 hipertensi
 diabetes mellitus
 penyakit hati
 gangguan anti koagulan
 trauma hidung yang belum lama
 obat-obatan misalnya aspirin, fenilbutazon (butazolidin).

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan perdarahan, mencegah
komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu keadaan umum
pasien.

Dampak hilangnya darah harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan usaha mencari sumber
perdarahan dan menghentikannya. Walaupun sudah dihentikan, kemungkinan fatal untuk beberapa
jam kemudian untuk seorang pasien tua yang mengalami perdarahan banyak akibat efek kehilangan
darahnya adalah lebih besar jika dibanding dengan akibat perdarahan (yang terus berlangsung) itu
sendiri. Penilaian klinis termasuk pengukuran nadi dan tekanan darah akan menunjukkan apakah
pasien berada dalam keadaan syok. Bila ada tanda-tanda syok segera infuse plasma expander.

1. Menghentikan perdarahan

Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti kaustik dan pemasangan tampon, lebih baik daripada
pemberian obat hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti dengan sendirinya.
Posisi penderita sangat penting, sering terjadi pasien dengan perdarahan hidung harus dirawat dengan
posisi tegak agar tekanan vena turun. Sedangkan kalau sudah terlalu lemah, dibaringkan dengan
meletakkan bantal di belakang punggungnya, kecuali sudah dalam keadaan syok.

Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk membersihkan hidung dari bekuan
darah. Kemudian tampon kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau
pantocain 2 % dimasukkan ke dalam rongga hidung, untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi
rasa nyeri pada waktu tindakan-tindakan selanjutnya. Tampon ini dibiarkan selama 3-5 menit. Dengan
cara ini dapatlah ditentukan apakah sumber perdarahan letaknya di bagian anterior atau posterior.

Perdarahan anterior seringkali berasal dari septum bagian depan. Bila sumbernya terlihat, tempat
asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti 20-30%, atau dengan larutan Asam
Trikloroasetat 10%, atau dapat juga dengan elektrokauter.

Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan tampon
anterior, dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin atau salep antibiotik. Pemakaian vaselin atau
salep pada tampon berguna agar tampon tidak melekat, untuk menghindari berulangnya perdarahan
ketika tampon dicabut. Tampon dimasukkan melalui nares anterior dan harus dapat menekan tempat
asal perdarahan. Tampon ini dapat dipertahankan selama 1-2 hari.

Bila hanya memerlukan tampon hidung anterior dan tanpa adanya gangguan medis primer, pasien
dapat diperlakukan sebagai pasien rawat jalan dan diberitahu untuk duduk tegak dengan tenang
sepanjang hari, serta kepala sedikit ditinggikan pada malam hari. Pasien tua dengan kemunduran fisik
harus dirawat di rumah sakit.

Perdarahan posterior lebih sulit diatasi sebab biasanya perdarahan hebat dan sulit dicari sumber
perdarahan dengan rinoskopi anterior. Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan
pemasangan tampon posterior, yang disebut tampon Bellocq.

Tampon ini terbuat dari kasa padat berbentuk bulat atau kubus berdiameter kira-kira 3 cm. Pada
tampon ini terdapat 3 buah benang, yaitu 2 buah pada satu sisi dan sebuah pada sisi lainnya. Tampon
harus dapat menutupi koana (nares posterior).

Untuk memasang tampon posterior ini kateter karet dimasukkan melalui kedua nares anterior sampai
tampak di orofaring, lalu ditarik keluar melalui mulut. Kedua ujung kateter kemudian dikaitkan
masing-masing pada 2 buah benang pada tampon Bellocq, kemudian kateter itu ditarik kembali
melalui hidung. Kedua ujung benang yang sudah keluar melalui nares anterior kemudian ditarik dan
dengan bantuan jari telunjuk, tampon ini didorong ke nasofaring. Jika dianggap perlu, jika masih
tampak perdarahan keluar dari rongga hidung, maka dapat pula dimasukkan tampon anterior ke dalam
cavum nasi. Kedua benang yang keluar dari anres anterior itu kemudian diikat pada sebuah gulungan
kain kasa di depan lubang hidung, supaya tampon yang terletak di nasofaring tidak bergerak. Benang
yang terdapat di rongga mulut terikat pada sisi lain dari tampon Bellocq, dilakatkan pada pipi pasien.
Gunanya adalah untuk menarik tampon ke luar melalui mulut setelah 2-3 hari. Obat hemostatik
diberikan juga di samping tindakan penghentian perdarahan itu.

Pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon anterior
maupun posterior, dilakukan ligasi arteri. Arteri tersebut antara lain arteri karotis interna, arteri
maksilaris interna, arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior dan anterior.

2. Mencegah komplikasi
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaksis sendiri atau sebagai akibat usaha
penanggulangan epistaksis.

Sebagai akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi syok dan anemia. Turunnya tekanan darah
mendadak dapat menimbulkan iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga
dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini pemberian infusi atau transfusi darah harus dilakukan
secepatnya.

Pemasangan tampon dapat menyebabkan sinusitis, otitis media dan bahkan septikemia. Oleh karena
itu antibiotik haruslah selalu diberikan pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari
tampon harus dicabut, meskipun akan dipasang tampon baru, bila masih ada perdarahan.

Selain itu dapat juga terjadi hemotimpanum, sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba
Eustachius, dan air mata yang berdarah (bloody tears), sebagai akbat mengalirnya darah secara
retrograde melalui duktus nasolakrimalis.

Laserasi palatum mole dan sudut bibir terjadi pada pemasangan tampon posterior, disebabkan oleh
benang yang keluar melalui mulut terlalu ketat dilakatkan di pipi.

3. Mencegah epistaksis minor berulang

Saat pertama kali datang, pasien mungkin tidak dalam keadaan perdarahan aktif, namun mempunyai
riwayat epistaksis berulang dalam beberapa minggu terakhir. Biasanya berupa serangan epistaksis
ringan yang berulang beberapa kali.

Pemeriksaan hidung dalam keadaan ini dapat mengungkap adanya pembuluh-pembuluh yang
menonjol melewati septum anterior, dengan sedikit bekuan darah. Pembuluh tersebut dapat
dikauterisasi secara kimia atau listrik. Penggunaan anestetik topical dan agen vasokonstriktor,
misalnya larutan kokain 4% atau Xilokain dengan epinefrin, selanjutkan lakukan kauterisasi, misalnya
dengan larutan asam trikloroasetat 50% pada pembuluh tersebut.

Perdarahan berulang dari suatu pembuluh darah septum dapat diatasi dengan meninggikan mukosa
setempat dan kemudian membiarkan jaringan menata dirinya sendiri, atau dengan merekonstruksi
deformitas septum dasar, untuk menghilangkan daerah-daerah atrofi setempat dan lokasi tegangan
mukosa.

Pada perdarahan hidung ringan yang berulang dengan asal yang tidak diketahui, dokter harus
menyingkirkan tumor nasofaring atau sinus paranasalis yang mengikis pembuluh darah. Sinusitis
kronik merupakan penyebab lain yang mungkin. Akhirnya pemeriksa harus mencari gangguan
patologik yang terletak jauh seperti penyakit ginjal dan uremia, atau penyakit sistemik seperti
gangguan koagulasi. Agar epistaksis tidak berulang, haruslah dicari dan diatasi etiologi dari epistaksis.

Medika Mentosa

 Pada pasien yang dipasang tampon anterior, berikan antibiotik profilaksis.


 Vasokontriktor topikal : Oxymetazoline 0,05%.
o Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi.
o Dosis : 2-3 spray pada lubang hidung setiap 12 jam.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas
o Hati-hati pada hipertiroid, penyakit jantung iskemik, diabetes melitus, meningkatkan
tekanan intraokular.
 Anestesi lokal : lidokain 4%
o Digunakan bersamaan dengan oxymetazoline
o Menginhibisi depolarisasi, memblok transmisi impuls saraf
o Kontraindikasi : hipersensitivitas.
 Salep antibiotik : mopirocin 2% (Bactroban Nasal)
o menghambat pertumbuhan bakteri.
o Dosis : 0,5 g pada setiap lubang hidung selama 5 hari.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas.
 Perak Nitrat
o Mengkoagulasi protein seluler dan menghancurkan jaringan granulasi.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas, kulit yang terluka.10,11
Intervensi radiologi, angiografi dengan embolisasi percabangan arteri karotis intema.
Hal ini dilakukan jika epistaksis tidak dapat dihentikan dengan tampon.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA EPISTAKSIS


A. PENGKAJIAN
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan
2. Riwayat Penyakit sekarang
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik
purulen , serous, mukopurulen).

8. Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
- Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
- Gelisah
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan denyut nadi
- Anemia
B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. PK : Perdarahan
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
3. Cemas
4. Nyeri Akut

C. Perncanaan Keperawatan
1. PK : Perdarahan
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
- Monitor keadaan umum pasien
- Monitor tanda vital
- Monitor jumlah perdarahan psien
- Awasi jika terjadi anemia
- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian
transfusi, medikasi
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot
pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
No. Intervensi Rasional
1 Mandiri  Penurunan bunyi nafas dapat
 Kaji bunyi atau kedalaman menyebabkan atelektasis, ronchi dan
pernapasan dan gerakan dada. wheezing menunjukkan akumulasi
 Catat kemampuan mengeluarkan sekret
mukosa/batuk efektif  Sputum berdarah kental atau cerah
dapat diakibatkan oleh kerusakan
paru atau luka bronchial
 Berikan posisi fowler atau semi Posisi membantu memaksimalkan
fowler tinggi ekspansi paru dan menurunkan upaya
 Bersihkan sekret dari mulut dan pernafasan
trakea  Mencegah obstruksi/aspirasi
 Pertahankan masuknya cairan Membantu pengenceran sekret
sedikitnya sebanyak 250 ml/hari
kecuali kontraindikasi

2 Kolaborasi  Mukolitik untuk menurunkan batuk,


 Berikan obat sesuai dengan ekspektoran untuk membantu
indikasi mukolitik, ekspektoran, memobilisasi sekret, bronkodilator
bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan
analgetik diberikan untuk menurunkan
ketidaknyamanan

3. Cemas
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1  Kaji tingkat kecemasan klien  Menentukan tindakan selanjutnya
 Berikan kenyamanan dan Memudahkan penerimaan klien
ketentraman pada klien : terhadap informasi yang diberikan
Temani klien  Meningkatkan pemahaman klien
Perlihatkan rasa empati( datang tentang penyakit dan terapi untuk
dengan menyentuh klien ) penyakit tersebut sehingga klien lebih
 Berikan penjelasan pada klien kooperatif
tentang penyakit yang dideritanya Dengan menghilangkan stimulus yang
perlahan, tenang seta gunakan mencemaskan akan meningkatkan
kalimat yang jelas, singkat mudah ketenangan klien.
dimengerti  Mengetahui perkembangan klien
 Singkirkan stimulasi yang secara dini.
berlebihan misalnya :  Obat dapat menurunkan tingkat
- Tempatkan klien diruangan yang kecemasan klien
lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang lain
/klien lain yang kemungkinan
mengalami kecemasan
 Observasi tanda-tanda vital.
 Bila perlu , kolaborasi dengan tim
medis

4. Nyeri Akut
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1  Kaji tingkat nyeri klien  Mengetahui tingkat nyeri klien dalam
 Jelaskan sebab dan akibat nyeri menentukan tindakan selanjutnya
pada klien serta keluarganya  Dengan sebab dan akibat nyeri
 Ajarkan tehnik relaksasi dan diharapkan klien berpartisipasi dalam
distraksi perawatan untuk mengurangi nyeri
 Observasi tanda tanda vital dan Klien mengetahui tehnik distraksi dan
keluhan klien relaksasi sehinggga dapat
 Kolaborasi dngan tim medis mempraktekkannya bila mengalami
Terapi konservatif : nyeri
a. obat Acetaminopen; 
Aspirin, Mengetahui keadaan umum dan
dekongestan hidung perkembangan kondisi klien.
 Menghilangkan /mengurangi keluhan
nyeri klien

Sumber

Nuty dan Endang, Epistaksis, dalam : Efianty, Nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT,
Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 125-129

Mark A. Graber dan Laura Beaty, Otolaringologi, dalam : Dewi, Susilawati, editor, Buku Saku
Kedokteran Keluarga University of IOWA, ed.3, EGC, Jakarta, 2006, 745-747

Smith-Temple, jean, dkk.(2010). Buku saku prosedur klinis keperawatan edisi 5. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai