Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep kesatuan usaha menegaskan bahwa perusahaan merupakan entitas
yang berdiri sendiri dan beritndak atas namanya sendiri dan perusahaan menjadi
fokus pelaporan. Ini berarti bahwa fungsi penglolaan dan pemilikan terpisah
sehingga hubungan keduanya dipandang sebagai hubungan bisnis. Hubungan
bisnis dapat dipertahankan kalau aset yang dikelola manajemen selalu
ditunjukkan asal atau sumbernya. Setelah badan usaha berdiri dan pemilik
menanamkan dana ke badan usaha, upaya badan usaha dalam mendatangkan
pendapatan dilakukan dengan menyediakan barang dan jasa yang melibatkan
pemerolahan berbagai aset. Pemerolehan aset pada umumnya dilakukan melalui
pertukaran potensi jasa yang telah dimiliki badan usaha atau melalui utang. Aset
merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi semantik berupa
posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen lain yaitu kewajiban dan
ekuitas.
Elemen yang terdapat dalam sebuah laporan keuangan keuangan memiliki
makna yang menunjukkan realitas kegiatan perusahaan sehingga pembaca laporan
keuangan dapat memperoleh gambaran yang jelas dan memadai mengenai realitas
tersebut secara finansial tanpa harus mengamati sendiri secara fisis realitas
finansial tersebut. Salah satu komponen kerangka konseptual adalah
pengidentifikasian elemen-elemen laporan keuangan. Pengidentifikasian tersebut
meliputi pengertian, pengakuan, pengukuran penilaian dan pengungkapan. Salah
satu elemen tersebut adalah aset.
Aset adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha
dikemudian hari. Aset dipahami sebagai harta total. Namun biasanya untuk
keperluan bisnis analisis dirinci menjadi beberapa kategori seperti aset lancar,
investasi jangka panjang, aset tetap, aset tidak berwujud. Aset merupakan elemen

1
pelaporan keuangan yaitu neraca yang akan membentuk informasi berupa posisi
keuangan perusahaan bila dihubungkan dengan elemen yang lain yaitu kewajiban
dan ekuitas. Aset mempresentasikan potensi jasa fisis dan nonfisis yang
memampukan perusahaan untuk menyediakan jasa dan barang. Bagi manajemen,
di dalam membaca neraca, nilai aset perlu dicermati karena menjadi dasar
pengukuran prestasi keuangan perusahaan. Ukuran ini menjadi pembanding
prestasi sesuatu perusahaan dengan prestasi perusahaan yang lain dalam hal yang
sama.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan Aset ?
1.2.2 Bagaimanakah Pengukuran Aset ?
1.2.3 Bagaimanakah Penilaian Aset ?
1.2.4 Bagaimanakah Pengakuan Aset ?
1.2.5 Bagaimanakah Penyajian Aset ?
1.2.6 Masalah apasajakah yang berkaitan dengan Aset ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui Apakah yang dimaksud dengan Aset
1.3.2 Mengetahui Bagaimanakah Pengukuran Aset
1.3.3 Mengetahui Bagaimanakah Penilaian Aset
1.3.4 Mengetahui Bagaimanakah Pengakuan Aset
1.3.5 Mengetahui Bagaimanakah Penyajian Aset
1.3.6 Mengetahui Masalah apasajakah yang berkaitan dengan Aset

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Aset

FASB mendefinisikan aset dalam kerangka konseptualnya sebagai berikut


(SFAC No 6,prg 25): “Assets are probable future economic benefits obtained or
controlled by a particular entity as a result of past transactions or events.” Manfaat
ekonomis masa depan memungkinkan diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh
suatu entitas akibat transaksi atau kejadian masa lalu.

Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi aset sebagai berikut: “An assets
is resource controlled by the enterprise as a result of past events and From which
future economic benefits are expected to flow to the enterprise.”

Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting


Standard Board (AASB) mendefinisikan aset sebagai berikut: “Assets are service
potential or future economic benefits controlled by the reporting entity as a result of
past transaction or other past events.” Aset sebagai Potensial jasa atau manfaat
ekonomis masa depan yang dikendalikan dengan pelaporan entitas sebagai hasil dari
transaksi atau kejadian masa lalu.

Definisi FASB dan AASB cukup dibandingkan dengan definisi yang lain luas
karena aset dinilai mempunyai sifat sebagai manfaat ekonomi (economic benefits)
dan bukan sebagai sumber ekonomi (resources) karena manfaat ekonomi tidak
membatasi bentuk atau jenis sumber ekonomi yang dapat dimasukkan sebagai aset.

3
2.1.1 Karakteristik Aset
2.1.1.1 Manfaat Ekonomik Aset

Untuk dapat di sebut aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomi di
masa yang akan datang yang cukup pasti. Ini mengisyaratkan bahwa manfaat tersebut
terukur dan dapat dikaitkan dengan kemampuan untuk mendatangkan pendapatan
atau aliran kas di masa depan. Sejalan dengan APB, FASB menyatakan bahwa aset
adalah sumber ekonomi karena potensi jasa atau utilitas yang melekat di dalamnya
yaitu suatu daya atau kapitas langka yang dapat di manfaatkan kesatuan usaha dalam
upayanya untuk mendatangkan pendapatan melalui kegiatan ekonomi yaitu
konsumsi, produksi, dan pertukaran.

Uang atau kas mempunyai manfaat karena apa yang dapat dia beli atau karena
daya tukarnya. Dengan kata lain, potensi jasa kas dapat ditukarkan dengan potensi
jasa apapun yang diperlukan kesatuan usaha untuk melaksanakan kegiatan
ekonominya. Kemampuan ini di sebut dengan daya beli atas sumber ekonomi. Daya
beli uang menjadi pengukur manfaat ekonomi masa depan.

Objek selain kas lainnya harus memiliki nilai manfaat ekonomis yang dapat
ditukarkan dengan kas, barang, atau jasa, sehingga dapat digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa, atau dapat digunakan untuk melunasi kewajibannya.

2.1.1.2 Dikuasai Oleh Entitas

Sesuatu dapat dikatakan sebagai aset bila unit usaha tertentu dapat
menggunakan manfaat aset tersebut dan menguasainya sehingga dapat
mengendalikan akses pihak lain terhadap aset tersebut. Penguasaan dan pengendalian
terhadap suatu aset dapat diperoleh suatu unit usaha melalui pembelian, pemberian,
penemuan, perjanjian, produksi, penjualan, dan pertukaran. Perlu diperhatikan bahwa
pemilikan bukan merupakan kriteria utama untuk mengakui suatu aset. Pemilikan
umumnya dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang sah menurut hukum terhadap
suatu barang. Hal ini disebabkan akuntansi tidak memusatkan pada substansi

4
ekonomi suatu transaksi yang mempengaruhi posisi keuangan atau hasil usaha suatu
perusahaan (economic substance over legal form).

Akuntansi lebih memusatkan pada substansi ekonomi suatu transaksi yang


mempengaruhi posisi keuangan/ hasil usaha suatu perusahaan. kepemilikan hanya
merupakan karakteristik pendukung untuk mengakui aset karena ada hak yuridis yang
pasti untuk menguasainya. Bentuk fisik juga bukan faktor penentu dari aset.
Misalnya, Paten dan Hak Cipta merupakan aktiva meskipun kedua elemen tersebut
tidak memiliki bentuk fisik. Hal ini disebabkan kedua elemen tersebut memiliki
manfaat ekonomi di masa mendatang, dikuasai oleh perusahaan dan berasal dari
transaksi masa lalu.

2.1.1.3 Timbul Akibat Transaksi Atau Kejadian Masa Lalu


Kriteria ini sebenarnya menyempurkan kriteria penguasaan dan sekaligus
sebagai tes pertama pengakuan objek sebagai suatu aset tetapi tidak cukup untuk
mengakui secara resmi dalam sistem pembukuan. Untuk mengakui sebagai aset,
selain definisi, kriteria yang lain seperti keterukuran, keberpautan, dan keterandalan
juga harus dipenuhi.
Transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi
tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan manfaat ekonomi
masa depan tidak cukup untuk mengakui suatu objek ke dalam aset kesatuan usaha
untuk dilaporkan via statemen keuangan. Suatu unit usaha dapat mengakui suatu aset
apabila telah menjadi transaksi atau peristiwa lain yang menyebabkan suatu entitas
memiliki hak atau pengendalian terhadap manfaat dari aset tersebut. Misalnya suatu
mesin dapat diklasifikasikan sebagai asset apabila mesin tersebut benar-benar telah
dibeli dari transaksi yang benar-benar sah. Apabila mesin tersebut baru akan
diperoleh sesuai dengan anggaran yang ditetapkan (masih dianggarkan), maka mesin
tersebut tidak dapat dipandang sebagai aset, karena belum ada transaksi yang
dilakukan.

5
Meskipun definisi FASB tersebut dapat diterima secara umum, banyak
kritikan yang ditujukan ke FASB. Hal ini disebabkan dalam definisinya, FASB
mengabaikan faktor exchangeability, yang artinya suatu pos dapat dipisahkan dari
entitas dan memiliki nilai jual yang terpisah. Mac Neal (1939) mengatakan bahwa
suatu barang yang kehilangan faktor exchangeability berarti kehilangan nilai ekonomi
karena pembelian atau penjualannya tidak memungkinkan untuk dilakukan sehingga
tidak ada nilai pasar yang melekat pada barang tersebut.

FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset dengan alasan
transaksi atau kejadian tersebut dapat memengaruhi jumlah aset, baik menambah
maupun mengurangi. Contohnya adalah pembayaran tunai atas penjualan
sebelumnya, penjualan kredit, asuransi yang dibayar di muka, dan lainnya.

Selain tiga karakteristik yang dijelaskan di atas, FASB juga memberikan


beberapa karakteristik pendukung yaitu:

1. Melibatkan Kos
Pemerolehan aset akan melibatkan kos atau biaya. Apabila kos timbul
akibat perolehan suatu objek dengan pertukaran maupun pembelian, objek
tersebut dapat dikategorikan sebagai aset walaupunn nilai kos teresbut harus
ditaksir secara layak sebagai dasar pencatatan awal. Esensi utama terletak
pada nilai ekonomis yang akan diperoleh dimasa mendatang.
2. Berwujud
Wujud bukanlah merupakan kriteria yang baku untuk mengidentifikasi
aset. Objek seperti hak paten, goodwill dan pos-pos tak berwujud lainnya
dapat dikategorikan sebagai aset lancar dan tidak masuk dalam aset tidak
berwujud karena objek-objek tersebut memiliki nilai tersendiri.
3. Pertukaran
Banyak pendapat yang mengatakan dalam memenuhi definisi sebagai
aset, suatu sumber ekonomi harus dapat ditukarkan dengan sumber ekonomi

6
lainnya. Syarat ini diajukan untuk melihat seberapa jauh manfaat ekonomi
akan menjadi cukup pasti dan terukur dengan handal apabila suatu aset
tersebut memiliki nilai ukur maupun nilai tukar. Syarat argumen ini disanggah
karena manfaat ekonomi tidak hanya terletak pada nilai tukar tetapi juga dari
daya guna suatu objek untuk produksi.
4. Terpisahkan
Syarat dari suatu aset untuk dapat ditukarkan harus dapat dipisahkan
dengan sumber ekonomi lain atau berdiri sendiri,akan tetapi argument lain
menyatakan keterpisahan dan dan ketertukaran hanyalah merupkan syarat
untuk memperoleh manfaat aset. Dengan argumen diatas FASB tidak
memasukkan keterpisahan sebagai kreteria untuk mendefinisikan aset.
5. Berkekuatan Hukum
Penguasaan atas aset tidak harus didukung dengan cara yuridis. Klaim
atas piutang tidak harus diidukung oleh dokumen yang mempunyai daya
paksa secara hukum untuk memenuhi definisi aset.
2.2 Pengukuran Aset
Pengukuran bukan merupakan kriteria untuk mendefinisikan aset tetapi
merupakan kriteria pengukuran aset. Salah satu kriteria pengukuran aset adalah
ketertukaran manfaat ekonomi pada masa yang akan datang. Yang dimaksud
pengukuran di sini adalah penentuan jumlah rupiah yang harus diletakkan pada suatu
objek aset pada saat terjadinya perolehan yang akan dijadikan data dasar untuk
mengikuti aliran fisik objek tersebut. Dengan konsep kotinuitas usaha, sumber
ekonomi akan mengalami 3 (tiga) tahap perlakuan sejalan dengan kegiatan usaha
yaitu tahap pemerolehan, pengolahan, dan penjualan/penyerahan. Secara akuntansi,
aliran fisik suatu sumber ekonomi harus direpresentasi dalam jumlah rupiah sehingga
hubungan antar objek bermakna sebagai informasi. Kos menjadi data dasar untuk
mengikuti aliran fisik kegiatan ekonomi suatu badan usaha. Sebagai aliran informasi,
kos juga mengalami 3 (tiga) tahap perlakuan akuntansi mengikuti aliran fisik, yaitu:

7
1. Pengukuran, pengakuan, dan klasifikasi pertama kali pada saat terjadinya.
Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pengukuran.
2. Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisik aset berupa
alokasi, distribusi, dan penggabungan untuk kepentingan internal. Untuk
selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut penelusuran.
3. Pembebanan ke pendapatan periode berjalan atau periode yang akan datang.
Kos yang belum menjadi beban pendapatan akan melekat pada objek menjadi
aset badan usaha. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut
pembebanan.

Perlu ditegaskan kembali bahwa kos adalah pengukuran sedangkan aset atau
biaya adalah elemen yang diukur. Sebagai pengukur elemen, kos melekat pada aset
atau biaya sehingga kos, aset, dan biaya, ketiganya sering dirancukan. Kerancuan
dapat timbul karena secara teknis pembukuan suatu kos dapat dibebankan atau
didebetkan ke aset atau biaya pada saat terjadinya. Bila suatu pengeluaran langsung
dicatat sebagai biaya, secara konseptual di anggap bahwa kos objek bersangkutan
dicatat sebagai aset dan kemudian pada saat yang sama kos tersebut langsung
dipindah ke biaya. Dengan kata lain, secara konsptual kos semua sumber ekonomik
yang diperoleh dianggap telah diperlakukan sebagai aset walaupun hanya sesaat.
Karena kos merepresentasi manfaat ekonomi, bila kos diperlakukan sebagai
aset, kos itu disebut dengan kos belum habis artinya kos yang belum habis atau tak
terhabiskan dimanfaatkan dalam menghasilkan pendapatan. Bila manfaat ekonomi
telah digunakan dalam mendatangkan pendapatan, bagian dari kos aset yang
merepresentasi manfaat yang telah dihabiskan disebut dengan kos ter habiskan dan
menjadi pengukur biaya.
2.2.1 KOS Sebagai Pengukur dan Bahan Oleh Akuntansi

Konsep dasar penentuan harga kesepakatan menegaskan bahwa pengukuran


aset pada saat pemerolehan yang paling objektif adalah jumlah rupiah yang terlibat
dalam transaksi pertukaran antara dua pihak independen yang sama-sama

8
berkehendak. Jumlah rupiah tersebut akan menjadi pengukur aset yang diperoleh
kesatuan usaha dan akan menjadi bahan olahan akuntansi yang disebut kos.

2.2.2 Penentuan Harga Kesepakatan Sebagai Bukti


Transaksi pertukaran dapat dijadikan landasan untuk menentukan kos yang
terandalkan karena penentuan harga kesepakatannya didasarkan atas mekanisme
pasar yang bebas sehingga dia menjadi bukti validitas pengukuran kos lebih-lebih
dalam mekanisme pasar sempurna. Telah disinggung di atas bahwa mekanisme pasar
bebas menjamin dan menghendaki agar :
1. Kedua belah pihak melakukan transaksi dengan bebas tanpa tekanan atau
ancaman dari pihak manapun.
2. Kedua belah pihak memiliki kemampuan memperoleh informasi secara bebas
3. Barang yang dipertukarkan cukup standar (umum) dan tersedia cukup banyak di
pasar bebas.

Jadi, bila kondisi-kondisi di atas tidak dipenuhi, penentuan harga kesepakatan


yang terjadi tidak dapat diterima begitu saja sebagai pengukur kos yang objektif.
Walaupun demikian, berdasarkan konsep dasar relativitas bukti dapat dianggap
bahwa penentuan harga yang akhirnya disepakati merupakan bukti yang terbaik
diperoleh sebagai dasar penentuan kos.

2.2.3 Pengukuran KOS

Dalam praktiknya, perolehan aset merupakan proses yang tidak terjadi begitu
saja selesai dalam satu kegiatan tetapi terdiri atas serangkaian kegiatannya misalnya,
menempatkan order, menerima barang, meneliti kecocokan, mengangkut
barang,mencoba barang, menyimpan atau menempatkan barang, dan akhirnya
menggunakan barang tersebut. Kos yang melekat pada suatu objek ditentukan oleh
batas kegiatan perolehan dan jenis penghargaan.

9
2.2.3.1 Batas Kegiatan
Secara konseptual pembentukan kos suatu aset (baik berwujud atau tidak
berwujud) adalah semua pengeluaran (pengorbanan sumber ekonomi) yang terjadi
atau diperlukan akibat kegiatan memperoleh suatu aset sampai ditempatkan pada
kondisi siap dipakai atau berfungsi sesuai dengan perolehannya.
2.2.3.2 Jenis Penentuan harga
Agar penentuan harga yang telah disetujui dapat dicatat dalam system
akuntansi. Penentuan harga tersebut harus dinyatakan dalam satuan mata uang. Bila
transaksi terjadi dalam mekanisme pasar bebas antara pihak independen, kos tunai
(cash cost) adalah pengukur aset yang paling valid dan objektif.
2.2.4 Rugi Dalam Perolehan Aset
Sebelum pendapatan terjadi yang ditimbulkan oleh upaya yang
direpresentasikan oleh biaya, kos mengalami penghimpunan, penggabungan, dan
reklasifikasi. Kos yang terhimpun tersebut tetap merepresentasi aset kalau aset
tersebut belum dikeluarkan sebagai biaya. Akan tetapi, karena suatu kondisi tertentu
dapat terjadi bahwa suatu potensi jasa tertentu tidak lagi mempunyai kemampuan
untuk menghasikan pendapatan. Dalam kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa
manfaat ekonomi telah hangus dan merupakan rugi.

2.3 Penilaian

Dalam menilai suatu objek untuk tujuan penyajian, akuntansi dapat


menggunakan berbagai dasar penilaian (bases for valuation), tergantung pada makna
yang ingin ditunjukkan melalui pos laporan keuangan. Penilaian pos aset
dimaksudkan untuk menentukan berapa jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada
tiap pos aset dan apa dasar penilaiannya.

10
2.3.1 Tujuan dan Basis Penilaian

Tujuan dari penilaian aset adalah untuk merepresentasi atribut pos-pos aset
yang tarkait dengan tujuan laporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian
yang sesuai. Sedangkan tujuan pelaporan keuangan sendiri yaitu untuk menyediakan
informasi yang dapat membantu pengguna laporan keuangan dalam menilai jumlah,
waktu, dan ketidakpastian aliran kas bersih ke entitas.

2.3.2 Konsep dan Basis Penilaian

Hendriksen dan Van Breda (1992) dalam (Suwardjono 2005) membahas


konsep dan dasar penilaian aset untuk tujuan pelaporan keuangan dari dua dimensi
yaitu arah aliran aset dan waktu. Bila suatu aset telah dikuasi oleh suatu entitas,
masalah penilaian yang muncul adalah dasar apa yang digunakan untuk
mempresentasikan makna atau atribut aset secara tepat. Nilai yang diperoleh atas
dasar pertukaran perolehan disebut dengan nilai masukan (input/entry value)
sedangkan jika dilihat dari nilai pertukaran pemanfaatan disebut nilai keluaran
(output/exit value). Nilai masukan didasari pada jumlah rupiah yang harus
dikeluarkan atau dikorbankan untuk memperoleh suatu aset tertentu yang masuk ke
dalam entitas. FASB mengidentifikasi lima makna atau atribut yang dapat
direpresentasi berkaitan dengan aset, dasar penilaian menurut FASB (SFAC No. 5,
prg. 67) dapat diringkas sebagai berikut:

1. Historical cost
Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik, dan kebanyakan
persediaan dilaporkan atas dasar kos historisnya. Kos historis merupakan
jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk memperoleh aset
tersebut. Kos historis ini nantinya akan disesuaikan dengan penyusutan nilai
manfaat aset tersebut.

11
2. Current (replacement) cost
Beberapa persediaan disajikan sebesar nilai sekarang. Nilai sekarang adalah
jumlah rupiah kas atau setaranya yang harus dikorbankan apabila aset
tertentu diperoleh sekarang.
3. Current market value
Beberapa jenis investasi dalam surat berharga disajikan atas dasar nilai pasar
saat ini. Nilai pasar saat ini adalah jumlah rupiah kas atau setaranya yang
dapat diperoleh entitas dengan menjual aset tersebut dalam kondisi
perusahaan yang normal (tidak akan dilikuidasi). Nilai pasar sekarang juga
digunakan untuk aset yang memiliki kemungkinan akan laku dijual dibawah
nilai bukunya.
4. Net realizable value
Beberapa jenis piutang jangka pendek dan persediaan barang disajikan
sebesar nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih merupakan jumlah rupiah
kas atau setaranya yang akan diterima (tanpa didiskon) dari aset tersebut
dikurangi dengan pengorbanan (kos) yang diperlukan untuk mengonversi
aset tersebut menjadi kas atau setaranya.
5. Present (or discounted) value of future cash flows
Piutang dan investasi jangka panjang disajikan sebesar nilai sekarang
penerimaan kas di masa mendatang sampai piutang terlunasi (dengan tarif
diskon implisit) dikurangi dengan tambahan kos yang mungkin diperlukan
untuk mendapatkan penerimaan tersebut.
6. Fair value
Berdasarkan FAS 157, nilai wajar adalah harga yang dapat diterima untuk
menjual aset atau membayar transfer kewajiban di pasaran saat tanggal
pengukuran. Menurut (Yongkui 2013)
“The introduction of fair value can be attributed to the modern measurement
concept, according to which, a measurement attribute which reflects the
company’s real value should be introduced, so that the enterprise’s market

12
value can be reflected as much as possible in the book value of equity.
However, there is an intrinsic conflict between fair value and asset
specificity, using fair value to measure specific asset will enlarge the gap
between the book value and market value of the enterprise’s equity.
Therefore, the future accounting model will not necessarily be dominated by
fair value; rather, it is very likely to be a mixed measurement model
incorporating historical cost, fair value, and value-in-use.”

2.4 Pengakuan

Pada umumnya pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya


transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi aset. Disamping memenuhi
definisi aset, kriteria keterukuran, keberpautan, dan keterandalan harus dipenuhi
pula. Menurut Sterling, Belkaoui (1993) menunjukkan kondisi perlu (necessary) dan
kondisi cukup (sufficient) yang merupakan penguji (test) yang cukup rinci untuk
mengakui aset tersebut, yaitu:

1. Deteksi adanya aset (detection of existence test). Untuk mengakui aset, harus ada
transaksi yang menandai timbulnya asset
2. Sumber ekonomi dan kewajiban (economic resources and obligation test). Untuk
mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomi yang langka,
dibutuhkan dan berharga.
3. Berkaitan dengan entitas (entity association test). Untuk mengakui aset, kesatuan
usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.
4. Mengandung nilai (non-zero magnitude test). Untuk mengakui aset, suatu objek
harus mempunyai manfaat yang terukur secara moneter.
5. Berkaitan dengan waktu pelaporan (temporal association test). Untuk mengakui
aset, semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal
neraca).

13
6. Verifikasi (verification test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti pendukung
untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas dipenuhi.
Yang dikemukakan Belkoui di atas sebenarnya adalah apa yang disebut
dengan kaidah pengakuan (recognition rules) yang merupakan petunjuk teknis atau
prosedur untuk menerapkan empat kriteria pengakuan (recogniton criteria) FASB
yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Kaidah tersebut
diperlukan karena kriteria pengakuan sifatnya konseptual atau umum. Penerapan
kaidah pengakuan di atas sebenarnya berkaitan dengan masalah apakah suatu kos
dikapitalisasi atau di biayakan. Bila kaidah pengakuan diatas tidak dipenuhi, kos
harus diperlakukan menjadi beban pendapatan sebagai biaya atau rugi.
2.5 Penyajian
Prinsip akuntansi yang diterima umum, terutama standar akuntansi,
menetapkan penyajian dan pengungkapan tiap pos-pos aset. Meskipun aset
didefinisikan secara umum sebagai manfaat ekonomis masa depan yang dikuasai dan
dikendalikan oleh entitas dan yang benar-benar timbul dari transaksi yang sah, tiap
pos aset diidentifikasi lebih lanjut dan spesifik sesuai dengan sifat pos tersebut.
Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang
mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi
pedoman penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut:
1. Aset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformatakun atau di
bagian atas dalam neraca berformat laporan.
2. Aset diklasifikasi menjadi aset lancar dan aset tetap.
3. Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang
paling lancar dicantumkan pada urutan pertama.
4. Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus
diungkapkan (misalnya metode depresiasi aset tetap dan dasar penilaian
sediaan barang).

14
2.6 Masalah yang berkaitan dengan Aset
2.6.1 Masalah-masalah Khusus
Ada beberapa masalah dalam konsep masalah:
1. Beban Tangguhan (Deffered Charges)
Beban tangguhan sering menjadi masalah dalam penentuan jenis
aktiva. Menurut Commitee on Terminology yang dituangkan dalam
Accounting Terminology Bulletin No.1 (1953) disebutkan bahwa sesuai
definisi aktiva, beban tangguhan bukan merupakan aktiva dalam arti umum.
Akan tetapi jika beban tersebut dimaksudkan untuk ditandingkan dengan
pendapatan masa mendatang, maka dalam struktur akuntansi, beban tersebut
dapat diklasifikasikan sebagai aktiva dalam neraca. Beban tangguhan tidak
hanya menyangkut cost dalam bentuk fisik tetapi termasuk juga cost jasa
dalam bentuk lain selama memenuhi kriteria sebagai beban tangguhan.
Kriteria umum yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan beban
tangguhan adalah sebagai berikut:
a. Apakah cost jasa tersebut merupakan pengeluaran yang sah dan wajar?
b. Apabila cost jasa yang dikeluarkan sifatnya sah dan wajar maka cost
tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai rugi meskipun mugnkin dapat
menjadi biaya pada periode terjadinya?
c. Apakah cost jasa tersebut merupakan suatu faktor yang manfaatnya di
masa mendatang dapat diantisipasi dengan mudah?
Apabila cost jasa tersebut memiliki manfaat di masa mendatang maka
dapat diperlakukan sebagai beban tangguhan, meskipun dapat juga
dibebankan secara langsung.
d. Apakah cost jasa tersebut merupakan jenis pengeluaran yang terjadi
berulang-ulang setiapn periode?
Apabila terjadinya berulang-ulang maka, umumnya cost tersebut dapat
dibebankan langsung sebagai biaya pada periode terjadinya, kecuali untuk
persediaan barang dan biaya dibayar dimuka (prepaid expense).

15
Atas dasar kriteria diatas jelas bahwa apabila cost jasa dikeluarkan secara sah
dan wajar dan memiliki manfaat di masa mendatang maka cost tersebut dapat
ditangguhkan pembebannanya dan dilaporkan sebagai aktiva.
2. Kaplitalisasi Bunga
Kapiltalisasi bunga sering menjadi masalah dalam strutur akuntansi.
Masalah ini muncul terutama bila perusahaan sedang membangun fasilitas
fisik yang dibiayai dengan dana pinjaman dan jangka waktunya cukup lama.
Ada beberapa perlakuan akuntansi terhadap bunga tersebut yaitu,
(Hendriksen, 1982) yaitu:
a. Bunga tidak dikapitalisasi
Alasannya yaitu bunga merupakan cost pendanaan dan bukan elemen
cost. Dilihat dari konsep kesatuan usaha, bunga merupakan pembagian
laba bukan merupakan upaya untuk memperoleh pendapatan.
b. Bunga dikapitalisasi dan dimasukkan sebagai elemen cost fasilitas fisik
yang dibangun sendiri.
c. Alasanya yang mendukung perlakuan ini:
a) Definisi cost menunjukan seluruh pengorbanan sumber ekonomi
untuk memperoleh barang dan jasa. Dengan demikian bunga
merupakan elemen cost fasilitas fisik yang dibangun.
b) Bila fasilitas fisik tersebut tidak dibangun sendiri maka jumlah yang
dibayar pada kontraktor termasuk juga bagian untuk menutup bunga
yang dibayar oleh kontraktor tersebut.
c) Pembebanan bunga sebagai beban pendapatan pada tahun terjadinya
justru akan menimbulkan distorsi laba. Dengan demikian perlakuan
ini tidak sesuai dengan konsep matching.
d) Bunga dikapitalisasi tetapi tidak dimasukkan sebagai elemen cost
fasilitas fisik yang dibangun. Alasannya yaitu bahwa bunga
merupakan biaya pendanaan. Oleh karena itu, untuk menghindari
distorsi laba yang dapat mengakibatkan kesan yang salah terhadap

16
prestasi perusahaan terutama bila pendapatan tidak dapat menutup
bunga konstruksi tersebut, maka bunga tidak dapat dimasukkan
sebagai elemen cost fasilitas fisik. Apabila manfaat yang diperoleh
dari kapitalisasi lebih besar dibandingkan dengan mengurangkan
secara langsung sebagai biaya periode, maka kapitalisasi merupakan
pilihan yang paling baik. Bunga hanya dapat dikapitalisasi untuk
aktiva yang memenuhi syarat.
3. Aktiva Yang Memenuhi Syarat
Kapitalisasi bunga dapat dilakukan untuk aktiva berikut ini:
a. Aktiva yang dibangun/ diproduksi untuk digunakan sendiri oleh
perusahaan.
b. Aktiva yang dibangun/ diproduksi dengan tujuan untuk dijual sebagai
unit/ proyek yang berdiri sendiri.
c. Atas dasar ketentuan di atas maka ada aktiva yang tidak dapat dijadikan
obyek kapitalisasi yaitu:
a) Aktiva yang bersangkutan sudah siap digunakan sesuai dengan tujuan
pembangunan atau sedang digunakan dalam kegiatan menghasilkan
pendapatan.
b) Aktiva yang bersangkutan belum digunakan untuk tujuan
menghasilkan pedapatan dan juga tidak sedang mengalami
penyeleseian/ perbaikan atau aktivitas lain yang diperlukan untuk
menjadikan aktiva tersebut siap digunakan lagi dalam operasi.
A. Besarnya Kapitalisasi
Besarnya bunga yang dikapitalisasi secara teoritis adalah tambahan bunga
yang diperkirakan terjadi selama satu periode akibat adanya konstruksi. Bunga
tersebut adalah bunga yang dapat dihindari seandainya konstruksi tidak dilaksanakan.
Besar tarif kapitalisasi ditentukan sebagai berikut:

17
1. Apabila dana rata-rata yang tertanam dalam konstruksi tidak melebihi dana
pinjaman, maka tarif yang digunakan adalah tingkat bunga pinjaman untuk
konstruksi tersebut.
2. Apabila dana rata-rata tertanam dalam konstruksi melebihi besarnya dana
pinjaman untuk konstruksi tersebut, maka tarif kapitalisasi untuk kelebihan
dana yang tertanam tersebut adalah rata-rata tertimbang dari tingkat bunga
sumber dana lainnya.
B. Periode Kapitalisasi
Kapitalisasi bunga dapat terus dilakukan setiap periode selama ketiga syarat
berikut dipenuhi:
1. Uang muka untuk konstruksi telah dibayar
2. Kegiatan konstruksi tetap berlangsung dan tidak terhenti cukup lama selama
periode bersangkutan
3. Cost bunga telah terhimpun atau terjadi bersamaan dengan berjalannya
pembangunan konstruksi.
4. Penyajian dan pengungkapan
Agar laporan keuangan tetap informatif, ada beberapa hal yang harus
diungkapkan dalam laporan keuangan. Antara lain sebagai berikut:
a. Total bunga yang terjadi selama periode
b. Bagian dari total bunga yang dikapitalisasi
c. Total bunga yang dibebankan ke periode bersangkutan kalau selama
periode tersebut tidak ada bagian bunga yang dikapitalisasi.
d. Pengeluaran Kapital/ Untuk Aktiva (Capital Expenditure)
Capital Expenditure adalah pengorbanan sumber ekonomik yang
berkaitan dengan obyek jasa (fasilitas fisik) baik saat diperoleh maupun
saat digunakan dalam operasi.
Adapun aturan umum yang digunakan untuk menentukan pengorbanan
ekonomi sebagai pengeluaran kapital adalah:

18
a. Untuk aktiva non moneter yang baru diperoleh/dibeli, suatu pengeluaran
akan dikapitalisasi jika pengeluaran tersebut dimaksudkan untuk
memperoleh aktiva sampai aktiva yang bersangkutan siap digunakan
untuk operasi perusahaan.
b. Untuk aktiva yang telah dipakai (aktiva lama), pengeluaran akan
dikapitalisasi bila memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Menambah kapasitas produksi aktiva yang bersangkutan
b) Menambah umur ekonomi
c) Menambah nilai aktiva
d) Aktiva Donasi/Sumbangan
2.6.2 Masalah khusus lainnya yang sering timbul
Adalah apabila perusahaan memperoleh suatu aktiva tanpa harus
mengeluarkan/mengorbankan sumber ekonomi. Oleh karena itu, aktiva yang
berasal dari sumbangan memiliki manfaat untuk menghasilkan pendapatan, maka
aktiva tersebut harus ditentukan nilai wajarnya. Pengukuran semacam ini
dimaksudkan untuk menentukan secara tepat kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba.
1. Transaksi Aktiva Non Moneter
Masalah lain timbul apabila pengorbanan ekonomi untuk memperoleh
suatu aktiva bukan berupa kas tetapi berbentuk aktiva non moneter.
Pengukuran yang umum digunakan untuk menentukan aktiva non moneter
tersebut adalah jumlah rupiah uang tunai yang akan diperoleh seandainya
aktiva non moneter tersebut dijual lebih dahulu secara tunai di pasar
umum.
Apabila aktiva yang diterima adalah aktiva yang tidak sejenis, aktiva
tersebut dinilai atas dasar nilai wajarnya. Sedang untuk aktiva yang
sejenis, penilaian dapat dilakukan sebagai berikut:

19
a. Jika ada unsur rugi dalam transaksi tersebut, maka nilai aktiva yang
diterima adalah nilai wajar dari aktiva yang diserahkan ditambah
sejumlah kas tertentu yang dikeluarkan.
b. Jika ada unsur untung dalam transaksi tersebut, nilai aktiva yang
diterima adalah nilai buku aktiva yang diserahkan ditambah sejumlah
kas tertentu yang dikeluarkan.
c. Jika ada untung dan diterima sejumlah kas, maka nilai aktiva yang
diterima adalah nilai buku aktiva yang diserahkan dikurangi proporsi
tertentu dari nilai buku aktiva yang dijual.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aset merupakan elemen neraca pembentuk informasi semantik berupa posisi
keuangan dan merepresentasi potensi jasa fisik dan nonfisik yang mengambarkan
kemampuan suatu badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa. Secara resmi
aset didefinisi sebagai manfaat ekonomi masa datang yang cukup pasti yang dikuasai
oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Manfaat ekonomi aset ditunjukkan oleh potensi jasa atau utilitas yang melekat
padanya yaitu suatu daya atau kapasitas langka yang dapat dimanfaatkan kesatuan
usaha dalam upayanya untuk mendatangkan pendapatan melalui kegiatan ekonomi
yaitu konsumsi, produksi, dan pertukaran.
Penugasan harus didahului oleh transaksi atas kejadian ekonomi. Bahwa aset
harus timbul akibat transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi
definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Manfaat ekonomi dan penugasan atau
hak atas manfaat saja tidak cukup untuk memasukkan suatu objek ke dalam aset
kesatuan usaha untuk dilaporkan dalam laporan keuangan. Kriteria pengakuan yang
lain harus dibedakan dengan pengakuan aset. Kriteria manfaat masa datang yang
cukup pasti dalam definisi aset menjadikan terjadinya pengeluaran yang menjadi kos
mengalami masalah teknis yaitu dicatat sebagai aset atau biaya.
Penentuan kos suatu objek pada saat perolehan merupakan hal yang sangat
kritis karena penentuan ini akan mempengaruhi pengukuran aset dan biaya
selanjutnya khususnya pada tahap pembebanan. Pengukuran aset pada saat perolehan
yang paling objektif adalah penentuan harga kesepakatan. Kos yang melekat pada
suatu aset ditentukan oleh batas kegiatan perolehan dan jenis penentuan harga.
Secara konseptual, pembentuk kos suatu aset adalah semua pengeluaran yang terjadi
atau yang diperlakukan akibat kegiatan perolehan suatu aset sampai ditempatkan
dalam kondisi siap dipakai atau berfungsi sesuai dengan tujuan perolehannya.

21
Penilaian adalah penentuan jumlah rupiah yang harus diletakkan pada suatu
pos asset pada saat akan dilaporkan atau disajikan dalam statemen keuangan pada
tanggal tertentu. Tujuan penilaian aset adalah merepresentasi atribut pos-pos aset
yang berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan dengan menggunakan basis
penilaian yang sesuai. Penilaian dapat didasarkan pada nilai masukkan atau keluaran
bergantung pada tujuan merepresentasikan aset. Oleh karena itu, tiap dasar penilaian
mempunyai keunggulan dan kelemahan serta kondisi keterterapannya. Pengakuan
dan penyajian aset biasanya ditentukan dalam standar akuntansi yang mengatur tiap
pos aset. Masalah akuntansi yang menyangkut pengakuan biasanya berkaitan dengan
masalah apakah suatu kos atau jumlah rupiah yang terlibat dalam transaksi, kejadian,
atau keadaan tertentu dapat diasetkan.

22

Anda mungkin juga menyukai

  • Skripsi
    Skripsi
    Dokumen79 halaman
    Skripsi
    ulfa triwahyuni
    Belum ada peringkat
  • Katalog Iai 2019
    Katalog Iai 2019
    Dokumen92 halaman
    Katalog Iai 2019
    Citra Vanny Perdana
    Belum ada peringkat
  • KATA PENGANTAR Fix
    KATA PENGANTAR Fix
    Dokumen9 halaman
    KATA PENGANTAR Fix
    ulfa triwahyuni
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii PDF
    Bab Ii PDF
    Dokumen46 halaman
    Bab Ii PDF
    ulfa triwahyuni
    Belum ada peringkat
  • Modul 3 PDF
    Modul 3 PDF
    Dokumen12 halaman
    Modul 3 PDF
    ulfa triwahyuni
    Belum ada peringkat
  • BAB I ASET Bro
    BAB I ASET Bro
    Dokumen4 halaman
    BAB I ASET Bro
    ulfa triwahyuni
    Belum ada peringkat
  • BAB I ASET Bro
    BAB I ASET Bro
    Dokumen22 halaman
    BAB I ASET Bro
    ulfa triwahyuni
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    ulfa triwahyuni
    Belum ada peringkat
  • Anggaran Dana Fix
    Anggaran Dana Fix
    Dokumen3 halaman
    Anggaran Dana Fix
    ulfa triwahyuni
    Belum ada peringkat
  • Landasan Hukum
    Landasan Hukum
    Dokumen1 halaman
    Landasan Hukum
    ulfa triwahyuni
    Belum ada peringkat
  • Akt Syariah Musyarakah
    Akt Syariah Musyarakah
    Dokumen18 halaman
    Akt Syariah Musyarakah
    ulfa triwahyuni
    Belum ada peringkat