PENDAHULUAN
Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan yang normal antara kedua
permukaan sendi secara komplet / lengkap ( jeffrey m.spivak et al ,1999) terlepasnya kompresi
jaringan tulang dari kesatuan sendi, Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya
adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi
pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain
macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya
biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
1.2 Tujuan
1
1.2.2 Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu memberikan gambaran asuhan keperawatan meliputi :
1) Mampu memberikan gambaran tentang pengkajian kepada klien dengan dislokasi
2) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan dislokasi
3) Mampu membuat rencana keperawatan pada klien dengan dislokasi
4) Mampu menyebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam asuhan keperawatan
pada dislokasi
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi mahasiswa
Agar mahsiswa mengetahui dan memahami cara asuhan keperawatan muskluskletal
dengan diagnosa dislokasi dengan cepat dan tanggap dan meningkatkan potensi diri sehubungan
dengan penanggulangannya
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini
dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang
dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan
mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari
tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi
pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain
macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya
biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
3
2.2 Klasifikasi
2.2.3 Dislokasi traumatik. Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema (karena
mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,
syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe
kliniknya dibagi :
a. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi
b. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.
4
2. Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan
medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid
(dislokasi inferior).
6. Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas
acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur
menembus acetabulum (dislokasi sentra).
7. Dislokasi Patella
a. Paling sering terjadi ke arah lateral.
b. Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil
mengekstensikan lutut perlahan-lahan.
c. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.
5
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang
mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari
adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya
penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan
dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan
pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang
terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi
2.5 Komplikasi
a. Komplikasi dini
1. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan
mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
2. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
3. Fraktur disloksi
b. Komplikasi lanjut.
6
3. Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
4. Kelemahan otot
Nyeri terasa hebat. Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan
menerima pemeriksaan apa saja. Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak
terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
2.6.1 Nyeri
2.6.2 Perubahan kontur sendi
2.6.3 Perubahan panjang ekstremitas
2.6.4 Kehilangan mobilitas normal
2.6.5 Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
2.6.6 Deformitas
2.6.7 Kekakuan
1. Sinar-X (Rontgen)
2. CT scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan komputer,
sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara 3 dimensi.
Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada pada tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan frekuensi radio
tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh
(terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI
ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.
7
2.8 Penatalaksanaan
8
BAB III
KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
1.1 Identitas klien meliputi nama ,jenis kelamin ,usia ,alamt ,agama ,bahasa yang digunakan
,stattus perkawinan ,pendidikan, pekerjaan,asuransi golongan darah ,nomor registrasi , tanggal
dan jam masuk rumah sakit, (MRS) , dan diagnosis medis. Dengan fokus ,meliputi :
1.1.1 Umur , pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang sehingga menyebabkan fungsi
tubuh bekerja secara kurang normal dan dislokasi cenderung terjadi pada orang dewasa dari pada
anak-anak , biasanya klien jatuh dengan keras dalam keadaan strecth out
1.1.2 Pekerjaan
Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh kecelkaan yang
mengakibatkan trauma atau ruda paksa, biasaya terjadi pada klien yang mempunyai pekrjaan
buruh bangunan. Seperti terjatuh , atupun kecelakaan di tempat kerja , kecelakaan industri dan
atlit olahraga, seperti pemain basket , sepak bola dll
9
1.4 Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit ,seperti
osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan terjadinya kelainan ,penyakit alinnya seeperti
hypertensi ,riwayat cedera, diabetes milittus, penyakit jantung , anemia , obat-obat tertentu yang
sering di guanakan klien , perlu ditanyakan pada keluarga klien .
Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung pengkajian anamnesis sebaiknya dilakukan persistem B1-B6
dengan fokus pemeriksaan B3( brain ) dan B6 (bone)
1.7 B3 ( brain)
a. Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah kompos mentis
b. Pemeriksaan fungsi selebral
Status mental :observasi penampilan ,tingkah laku gaya bicara ,ekspresi wajah aktivitas motorik
klien .
c. Pemeriksaan saraf kranial
d. Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs achiles menghilang dan refleks
patela biasanya meleamh karna otot hamstring melemah
1.8 B6 (Bone)
a. Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga mengompresi sekrum gejala
gangguan motorik juga sesuai dengan distribusi segmental dan saraf yang terkena
10
b. Look ,pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya pendarahan ,pembengkakakn dan
deformitas
c. Fell , kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan palpasi pada ramus dan simfisi
fubis
d. Move , disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada daerah
ekstermitas.
Klasifikasi Data
Analisa Data
DS : Nyeri
Klien mengatakan nyeri apabila Diskontuinitas tulang
beraktivitas
11
Klien mengatakan nyeri seperti Pergeseran frakmen tulang
ditekan benda berat
Klien mengatakan adanya nyeri pada
Nyeri
sendi
DO :
Wajah Nampak meringis
Skala nyeri 5 (0-10)
Pembengkakan local
DS : Gangguan
mobilitas fisik
Klien mengatakan sangat lemas Adanya trauma
Klien mengatakan susah bergerak
Klien mengatakan terjadi kekauan Deformitas tulang
pada sendi
DO :
Gangguan Fungsi Gerak
Klien nampak lemas
Keterbatasan mobilitas
Kerusakan mobilitas fisik
DS : Ansietas
Klien bertanya-tanya tentang Tindakan pengobatan
penyakitnya
DO :
Kurangnya Informasi
Klien nampak cemas
Kurang pengetahuan
Konflik Interpersonal
Ansietas
12
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas tulang
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terputusnya kontinuitas tulang
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
N INTERVENSI
DIAGNOSA
O NIC NOC
1. NYERI AKUT Setelah dilakukan MANAJEMEN
Definisi : Sensori yang tidak tindakan keperawatan NYERI
menyenangkan dan selama 1x24 jam pasien Definisi : mengurangi
pengalaman emosional yang dapat mengontrol nyeri nyeri dan menurunkan
muncul secara aktual atau dengan indicator : tingkat nyeri yang
-
potensial, kerusakan jaringan Mengenali faktor dirasakan pasien.
13
- -
Tingkah laku distraksi (jalan- Melaporkan gejala
- Gunakan teknik
jalan, menemui orang lain, pada tenaga kesehatan komunikasi terapeutik
aktivitas berulang-ulang) - Menggunakan sumber- untuk mengetahui
- Respon autonom (diaphoresis, sumber yang tersedia pengalaman nyeri
perubahan tekanan -
darah, Mengenali gejala-gejala pasien
perubahan pola nafas, nadi nyeri - Kaji kultur yang
dan dilatasi pupil) - Mencatat pengalaman mempengaruhi respon
14
- Perubahan nadi farmakologi dan inter
- Perubahan tekanan darah personal)
- Perubahan ukuran pupil- Kaji tipe dan
- Keringat berlebih sumber nyeri untuk
- Kehilangan selera menentukan intervensi
makan - Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
- Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
- Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan
dengan dokter jika
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
ANALGETIC
ADMINISTRATION
Definisi : penggunaan
agen farmakologi
untuk menghentikan
atau mengurangi
nyeri.
Intervensi :
- Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
15
obat
- Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgetik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgetik ketika
pemberian lebih dari
satu
- Tentukan pilihan
analgetik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
- Tentukan analgetik
pilihan, rute
pemberian dan dosis
optimal
- Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
- Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
pertama kali
- Berikan analgetik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
- Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
16
gejala (efek samping)
17
perubahan gerak (peningkatan selama 2x24 jam tingkat
- Kaji kemampuan
perhatian untuk aktivitas lain, mobilitas pasien pasien dalam
mengontrol perilaku, fokus meningkat dengan mobilisasi
dalam anggapan indikator: - Latih pasien dalam
ketidakmampuan aktivitas) - Keseimbangan tubuh pemenuhan kebutuhan
- Pergerakan yang lambat - Posisi tubuh ADL secara mandiri
- Bergerak menyebabkan tremor- Gerakan otot sesuai kemampuan
- Gerakan sendi - Dampingi dan bantu
- Kemampuan berpindah pasien saat mobilisasi
- Ambulasi: berjalan dan bantu pemenuhan
Faktor yang berhubungan :
- Ambulasi: kursi roda kabutuhan ADL
- Pengobatan
Setelah dilakukan
- Berikan alat bantu
- pembatasan gerak
tindakan keperawatan bila pasien
- pembatasan gerak
selama 2 x 24 jam pasien memerlukan
- Kurang pengetahuan tentang
dapat melakukan
- Ajarkan bagaimana
bersama dengan indikator
gerakan/pergerakakkan merubah posisi dan
klien
fisik dengan indicator : berikan bantuan jika
- pembatasan gerak
menggerakakkan jari diperlukan
- Kurang pengetahuan tentang
kaki, tangan, leher, bahu, EXERCISE
bersama dengan indikator
lutut, pinggang, siku dan THERAPY: JOINT
klien
pergelangan tangan, MOVEMENT
- Kerusakan persepsi sensori - Tentukan batasan
menggerakan jari kaki,
- Tidak nyaman, nyeri gerakan
tangan, leher, bahu.
- Kerusakan muskuloskeletal - Kolaborasi dengan
18
- Gaya hidup yang menetap, tujuan dan rencana
tidak digunakan latihan
- Malnutrisi umum atau selektif - Monitor lokasi
ketidaknyamanan atau
- Kehilangan integritas struktur
nyeri selama gerakan
tulang
atau aktivitas lindungi
pasien dari trauma
selama latihan
- Bantu pasien untuk
mengoptimalkan
posisi tubuh untuk
gerakan pasif atau
aktif
- Dorong ROM aktif
- Instruksikan pada
pasien atau keluarga
tentang ROM pasif
dan aktif
- Bantu pasien untuk
mengembangkan
rencana latihan ROM
aktif
- Dorong klien untuk
menunjukan gerakan
tubuh sebelum latihan
3. KECEMASAN/ANSIETAS Setelah dilakukan Anciety reduction (
Definisi : perasaantidak tindakan keperawatan penurunan
nyaman atau kekhawatiran yang selama 1x24 jam status kecemasan )
samar disertai respon autonom ( Intervensi :
kekebalan pasien
sumber sering sekali tidak - Gunakan poendekatan
meningkat dengan
spesifik atau tidak diketahui
indilaktor: yang menenangkan
oleh individu,perasaantakut
- Klien -
mampu Nyatakan dengan
yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya. Hal ini mengidentifikasi dan jelas harapan terhadap
19
merupakan isyarat mengungkapkan gejala pelaku pasien
keawaspadaan yang cemas - Jelaskan semua
memperingatkan individu akan
- Mengidentifikasi, prosedur dan apa yang
adanya bahaya dan mengungkapkan dan dirasakan selama
memampukan individu untuk menunjukkan tehnik prosedur pengobatan
bertindak menghadapi ancaman.
untuk mengontrol cemas- Temani pasien untuk
Batasan karakteristik :
- Ekspresi wajah, bahasa, memberikan
a. perilaku
dan tingkat aktivitas keamanan dan
- Penurunan produktivitas
menunjukkan mengurangi rasa takut
- Gerakan yang irelevan
berkurangnya cemas - Dorong pasien untuk
- Melihat sepintas
mengungkapkan
- Insomnia
perasaan takut dan
- Kontak mata yang buruk
persepisnya terhadapa
- Mengekspresikan kekhawatiran
penyakit yang dia
karena perubahan dalam
peristiwa hidup alami
- wajah tegang
- gemetar
- jantung berdebar-debar
- peningkatan tekanan darah
20
factor yang berhubungan
- kurangnya informasi yang di
dapat
- kurangnya pengetahuan tentang
penyakit
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini
dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang
dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan
mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari
tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi
pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain
macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya
biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
22
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3, EGC :
Jakarta
Doengoes, Mariliynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan,
EGC : Jakarta.
Pamela L.swearingen , (2000) Keperawatan Medikal –Bedah .E/2, jakarta : egc
Muttaqin.A , (2008) , Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal,Jakarta
:EGC
23