Anda di halaman 1dari 9

Hasil-hasil Kebudayaan pada Masa Hindhu dan Budha di Indonesia

1. Candi

Pada zaman purba bangunan-bangunan kuno sering disebut dengan candi. Pada dasarnya
fungsi dari bnagunan candi yaitu sebagai bangunan untuk memuliakan orang terdahulu yang
telah wafat, khususnya untuk oara raja, kaum terkemuka atau bangsawan. Yang dikuburkan
dalam candiri itu sendiri bukanlah mayat ataupun abu jenazah orang yang telah wafat yang sudah
dibakar sesudah melalui upacara pembakaran mayat melaikan berbagi macam benda seperti,
potongan-potongan berbagai jenis logam, batu-batu akik, yang disertai dengan saji-sajian.
Benda-benda tersebut dikenal oleh orang Hindhu Budha dengan sebutan pripih yang mereka
anggap sebagai lambang-lambang zat jasmaniah drai sang raja bahwa arwah mereka sudah
bersatu kembali dengan dewa yang meciptakannya.

Sebenarnya fungsi candi-candi pada agama Hindu sebagai pemakaman, sedang fungsi
candi-candi agama budha lebih dimaksudkan sebagai tempat sembayang atau pemujaan dewa
mereka belaka. Didalam candi-candi agama Budha tidak terdapat peti pripih, dan arcanya tidak
berwujud raja berketerbalikan dengan candi-candi agama Hindhu.

Candi sendiri merupakan bangunan yang terdiri atas 3 bagian, antar lain : kaki, tubuh dan
atap. Kaki candi berbentuk seperti bangun bujur sangkar, dan biasanya agak tinggi, serupa batur,
dan dapat dinaiki tangga yang menuju terus ke dalam bilik candi. Ditengah-tengah bagian candi
terdapat tempat meletakkan pripih yang dikenal dengan peringi.

Didalam tubuh canditi terdapat bilik candi yang mana didalamnya berisi arca-arca
perwujudan. Arca-arca ini teletak dibagian tengah bilik candi yang terletak pas ditengah peringi,
dan menghadap pintu masuk candi. Pada dinding-dinding bilik bagian luarnya diberi relung-
relung yang diisi dengan arca-arca. Dalam relung dinding bagian selatan terdapat sebuah arca
yang disebut dengan arca Guru, dalam relung bagian utara terdapat juga sebuah arca Durga
sedang dalam relumng dinding bagian belakang (barat atau timur, tergantung dari arah
menghadapnya candi) arca Ganeca. Pada candi-candi yang agak besar relung-relung itu diubah
menjadi bilik-bilik, masing-masing bilik terdapat pintu masuk sendiri. Dengan demikian dapat
diperoleh sebuah bilik tengah dengan dikelilingi oleh bilik-bilik samping, sedang bilik mukanya
menjadi jalan keluar untuk masuk candi.
Kebanyakan atap candi terdiri atas susunan tiga tingkatan, tingakatn tersebut semakin ke
atas semakin kecil ukurannya, pada bagian atas candi diberi sebuah puncak yang berupa
semacam genta. Didalam atap candi terdapat sebuah rongga kecil yang dasarnya berupa batu segi
emapat berpahatkan gamabar teratai merah, takhta dewa. Maksud dari rongga ini dipercaya
sebagai bersemayam semestara sang dewa.

Ada beberapa macam candi diantaranya ada candi yang berdiri sendiri, ada kelompok
candi yang berdiri atas sebuah candi induk dan candi-candi perwara yang lebih kecil. Cara
mengelompokkan candi rupanya erat hubungannya dengan alam pikiran serta sususan
masyarakatnya. Kelompok candi-candi dibagian selatan Jawa Tengah selalu disusun demikian
rupa, sehingga candi indukm .berdiri ditengah dan candi-candi perwaranya teratur rapi berbaris-
baris disekelilingnya, sedangkan dibagian utara Jawa Tengah candi-candi itu umumya
berkelompok dengan tidak beraturan dan itu merupakan gugusan candi-candi yang masing-
masing berdiri sendiri. kenyataan demikian menggambarkan adanya pemerintahan pusat yang
kuat di Jawa Tengah Selatan dan pemerintahn feudal yang terdiri atas daerah-daerah swatantra
yang sederajat di Jawa Tengah Utara.

Di Jawa Timur sejak dimulainya zaman Singhasari, pada susunan kelompok candi
berlainan dengan candi-candi yang berada di Jawa Tengah. Candi di Jawa Timur induknya
terletak dibagian belakang halaman candi, sedangkan candi-candi perwaranya serta bangunan-
bangunan lainnya ada dibagian depan. Candi induk sendiri merupakan bagian yang tersuci dan
didalam kelompok menduduki tempat yang tertinggi. Susunan demikan menggambarkan
pemerintahan federal yang terdiri atas Negara-negara bagian yang baronotomi penuh, sedangkan
pemerintahan pusat sebagi penguasa tertinggi berdiri dibelakang mempersatukan pemerintahan-
pemerintahan daerah dalam rangka kesatuan.

Adapun perbedaan-perbedaan yang terpenting pada candi dari kedua macam langgam itu
adalah sebagai berikut :

Langgam Jawa Tengah

1. Bentuk bangunannya tambun


2. Atapnya nyata berundak-undak
3. Puncaknya berbentuk ratna atau stupa
4. Gawang pintu dan relung berhiaskan kala makara
5. Reliefnya timbul agak tinggi dan lukisannya naturalis
6. Letak candi ditangah halaman
7. Kebanyakan menghadap ke Timur
8. Kebanyakan terbuatdari batu andesit
Langgam Jawa Timur
1. Bentuk bangunannya ramping
2. Atapnya merupakan perpaduan tingkatan
3. Puncaknya berbentuk kubus
4. Makara tidaka da, dan pintu serta relung hanya ambang atasnya saja yang diberi kepala
kala
5. Reliefnya timbul sedikit saja dan lukisannya simbolis menyerupai wayang kulit
6. Letak candi dibagian belakang halaman
7. Kebanyakan menghadap ke barat
8. Kebanyakan terbuat dari bata

Candi-candi jenis Jawa Tengah Utara antara lain :

1. Candi Gunung Wukir


2. Candi Badut
3. Candi Dieng
4. Candi Gedong Songo

Candi-candi jenis Jawa Tengah Selatan antara lain :

1. Candi Kalasan
2. Candi Sari
3. Candi Borobudur
4. Candi Medut
5. Candi Sewu
6. Candi Plaosan
7. Candi Loro Jonggrang

Candi-candi jenis Jawa Timur antara lain :


1. Candi Kidal
2. Candi Jago
3. Candi Singosari
4. Candi Jawi
5. Candi Panataran
6. Candi Jabung
7. Candi Muara Takus
8. Candi Gunung Tua

2. Patung Dewa

1. Arca Siwa sebagai mahadewa laksananya : Ardhacandrakapala, yaitu bulan sabit


dibawah sebuah tengkorak, yang terdapat pada mahkota, mata ketiga didahi, upawita
ular naga, cawat kulit harimau yang dinyatakan dengan lukisan kepala serta ekor
harimau pada kedua pahanya, mempunyai 4 tangam yang masing-masing memegang
camara diantaranya penghalau lalat, aksamala, kamandalu, trisula.
2. Arca Siwa sebagai Mahaguru atau Mahayogi laksananya : Kamandulu dan trisula,
perutnya gendut, berkumis panjang dan berjanggut runcing.
3. Arca Siwa Bhairawa : bersanjatakan gada.
4. Arca Siwa sebagai Bhairawa : berhiasakan rangkaian tengkorak, tangan satunya
memegang mangkuk dari tengkorak dan tangan lainnya sebuah pisau, kendaraan
serigala, seringkali dilukiskan berdiri diatas bangkai dan lapik dari tengkorak-tengkorak.
5. Arca Durga, istri Siwa sebagai Mahisasuramardini : berdiri diatas seekor lembu yang ia
taklukan, bertangakan 8, 10, 12, masing-masing tangnnya memegang senjata.
6. Arca Wisnu laksananya : bertangan empat yang masing-masing memegang gada, cakra
cangkha dan buah atau kuncup teratai, kedaraannya adalah garuda.
7. Arca Brahma : berkepala empat, tangannya empat pula, dan yang dua dibelakangan
memegang aksamala dan camara, kendaraanya adalah hangsa.

Dalam agam Budha juag menganal dengan adanya Dhyani-Budha, Manusia-Budha dan
Dhyani-Bodhisattwa. Pada patung Dhyani-Budha dan Manusia-Budha memiliki persamaan,
hanya saja memiliki perbedaan dalam hubungannya dengan lain-lain petunjuk. Arca Budha pada
umunya pun sama saja, sangat sederhana tanpa sesuatu hiasan, hanya memakai jubah. Tanda-
tandanya ialah rambut selalu keriting, diatas kepala ada tojolannya seperti sanggul yang
dinamakan usnisa dan diantara keningnya ada jerawat yang disebut dengan urna.

Arca Budha dapat dibedakan dari sikap tangannya, diantaranya :

1. Wairocana, sikap tangannya memutar roda dharma


2. Aksobhya, sikap tangan memanggil bumi sebagai saksi
3. Amoghasidhi, sikap tangan menentramkan
4. Amitabha, sikap tangan bersemedi
5. Ratnasambhawa, sikap tangan memberi anugerah
6. Awalokiteswara, sebuah arca Amitabha dimahkotanya, sebagai Padmapani ia memegang
sebatang bungai teratai merah ditangannya dan laksana maitreya ia sebuah stupa
dimahkotanya.

3. Seni Ukir

Hasil-hasil seni pahat ukir ini terutama sekali berupa hiasan-hiasan pengisi bidang pada
dinding-dinding candi. Yang menjadi pola hiasan ialah makhluk-makhluk ajaib dan tumbuhan-
tumbuhan, sesuai dengan suasana Gunung Mahameru.

Pada candi-candi Jawa Tengah sendiri dirangkai dengan makara. Makara ini menghiasi
bagian bawah kanan kiri pintu atau relung. Makara adalah semacam ikan yang mulutnya
ternganga, sedangkan bibir atasnya melingkar ke atas seperti belalai gajah yang diangkat.

Makhluk-makhluk ajaib itu sering kali sudah disamarkan menjadi hiasan-hiasan daun-
daunan. Daun-daunan ini menjadi pola uatama dalam ukiran-ukiran, dan biasanya dirangkai oleh
sulur-sulur yang melingkar melingkar meliku menjadi sulu gelung. Khusus sulur gelung ini
biasanya menjadi pengisi lajur-lajur yang tegak lurus. Banyak pula sulur-sulur itu keluar dari
sebuah jambangan dan melingkar meliku ke kanan dan ke kiri mengisi bidang-bidang datar.

4. Barang-barang Logam

Pada umumnya arca-arca logam itu berukuran kecil, maka sudah dipastikan fungsi adri
arca-arca ini dipakai sebagai pemujaan-pemujaan dirumah. Karena arca-arca ini brukur kecil
maka akan sangat mudah untuk orang mebawanya kesana kemari hal itu menjadikan kesulitan
dalam menentukan dari zaman sejarh yang mana asalnya suatu arca logam tersebut. Ada pula
berbagin arca logam yang berukuran besar. Dari Sulawesi Selatan terdapat sebuah arca Budha
sebesar manusi. Lebih besar lagi arca yang pernah ditemukan yaitu arca perunggu dari Candi
Sewu, namun arca tersebut sudah lenyap namun daripadanya ditemukan kembali beberapa ikal
dari rambutnya.

5. Kesusastreraan

Kejayaan dari sastra Jawa Kuno yaitu berlangsung pada zaman Kediri, diantara hasil-
hasilnya berupa kakawin. Yang terpenting diantara yaitu :

1. Arjunawiwaha, karangan Mpu Kanwa


Meriwayatkan pertapaan yang dilakukan oleh Arjuna untuk mendapatkan senjata guna
keperluan perang melawan Kurawa. Sebagi seorang petapa Arjuna berhasil membasmi
raksasa yang bernama Niwatakawaca yang menyerang kayangan, dan sebagai hadiah apa
yang telah dilakukan Arjuna tersebut dia diperkenankan menikmati hidup di Indraloka.
2. Krsnayana, karangan Mpu Triguna
Meriwayatkan Krsna, yang dikenal sebagai anak yang nakl tetapi Krsna dikasihi orang
karena kebaikannya menolong dan mempunyai kesaktian yang luar biasa. Setelah Krsna
dewasa dia menikah dengan seorang perempuan bernama Rukmini dengan jalan
menculiknya.
3. Sumanasantaka, kangan Mpu Monaguna
Menceritakan seorang bidadri yang bernama Harini yang terkana kutukan bhagawan
Trnawisnu dan menjelma menjadi seorang putrid yang kemudian kawin dengan seorang
raja dan beranak Dacaratha. Habis waktu kutukannya ia kembali lagi ke kayangan, dan
tidak lama kemudian sang suami menyusulnya ke kayangan
4. Smaradhahana, karangan Mpu Dharmaja
Inti ceritanya adalah lenyapnya Kama dan Ratih dari kayangan, karena habis terbakar
oleh sinar api dari mata ketiga dewa Siwa dan kemudian mengembara di atas dunia
menjadi penggoda umat manusia.
5. Bharatayudha, karangan Mpu Sedah dan Mpu panuluh
Menceritakan tentang peperangan selama 18 hari antara para Pandawa dan para Korawa,
gubuhan Mahabarata.
6. Hariwangsa, karangan Mpu Panuluh
Cerita dari Hariwangsa hampir sama dengan Krsnayana, terutama mengenai perkawinan
Krsnma dengan Rukmini.
7. Gatotkacasraya, karangan Mpu Panuluh
Menceritakan tentang perkawinan antara Abimanyu dengan Siti Sundhari yang hanya
dapat dilakukan dengan bantuan Gatotkaca. Dalam kitab ini untuk pertama kalinya
muncul tokoh penawakan.
8. Wrttasancaya, karangan Mpu Tanakung
Isi didalamnya yaitu dimaksudkan untuk dapat dipakai sebagai bimbingan atau pelajaran
dalam melayani tembang Jawa Kuno (kekawin). Isinya mengisahkan burung belibis
dalam usaha menolong seorang putri yang kehilangan kekasih.
9. Lubdhaka, karangan Mpu Tanakung
Menceritakan seorang pemburu yang bernma Lubdhaka yang tidak sengaja melakukan
pemujaan yang sangat istimewa terhadap Siwa, maka meskipun roh seorang pemburu
masuk neraka, namun karena ia memuja Siwa dengan tulus, roh Lubdhaka diangkat oleh
Siwa ke surga.

Beberapa hasil kesusastraan pada zaman kerajaan Majapahit, diantara yaitu :

a. Negarakertagama, karangan Prapanca, tahun 1365 M


Menceritakan tentang Singasari dan Majapahit dalam sumber-sumber pertama dan
tenyata sesuai dengan isi prasasti. Kitab ini memuat tentang kota Majapahit, perjalanan
Hayam Wuruk di sepanjang Jawa Timur dijalin dengan daftar candi-candi, upacara
Sradha yang dilakukan oleh roh Gayatri, termasuk soal pemerintahan dan keagamaan
pada masa pemerintahan hayam Wuruk.
b. Sutasoma, karangan Mpu Tantular
Menceritak sosok Sutasoma, dia dlah seorang anak raja yang taat pada agamanya Budha
sehingga membuatkan meninggalkan hal yang bersifat keduniawian. Satosoma bahkan
rela mengorbankan dirinya untuk menolong sesama.
c. Arjunawijaya
Menceritakan tentang raja raksasa yangb bernama Rawana yang terpaksa tunduk pada
raja yng bernama Arjuna Sahasrabahu.
d. Kunjarakarna
Menceritakan tentang seorang raksasa, Kunjarakarna yang ingin menjelma menjadi
manusia, dalam menjalankan keinginanya tersebut Kunjarakama menghadap Wairocana
dan diizinkan melihat keadaan di neraka. Ia taat kepada agama budha, dan akhirnyab
keinginnya terkabulkan.
e. Parhyayajna
Menceritakan tentang para Pandawa setelah kalah main dadu dan mendapat penghinaan-
penghinaan dari para kaurawa. Dan akhirnya meraka ke hutan dan Arjuna bertapa di
gunung Indrakila.
f. Tantu panggelaran
Menceritakan tentang penugasan Brahma dan Wisnu serta Bhatara Guru mengisi pulau
Jawa dengan manusia karena pulau tersebut selalu goncang sehingga para dewa pun
memindahkan gunung Mahameru dari India ke Jawa. Runtuhan gunung tersebut jatuh
dan menjadi gunung-gunung yang berjajar sepanjang pulau Jawa. Sedangkan gunung
Mahameru menjadi gunung Semeru di dekat Malang. Wisnu kemudian menjadi raja
pertama di pulau Jawa dengan nama Kandiawan. Ia mengatur pemerintahan, masyarakat
dan keagamaan.
g. Calon Arang
Menceritakan kisah tentang seorang janda yang memiliki anak gadis yang cantik yang
hidup pada pemerintahan raja Airlangga namun sang gadis tidak ada yang mau
meminangnya dikarenakan tidak ada yang berani. Karena merasa terhian Calon Arang
mneyebarkan wabah ke seluriuh negara dan mengakibatkan Calon Arang mendapatkan
hukuman mati Mpu Bharada atas perintah raja Airlangga.
h. Korawasrama
Menceritakan tentang sehabis perang besar antara kaurawa dan pandawa, para kaurawa
dihidupakn kembali. Mereka kelak diijinkan akan dapat membalas dendam terhadap para
pandawa, namun sebelum mendpatkan hal tersebut para kaurawa diberi persyaratan agar
melakukan tapa yang berat, karena para kaurawa yang mempunyai ambisi yang besar
sehingga membut mereka pergi ke hutan-hutan untuk bertapa.
i. Bubhukshah
Menceritakan tentang dua orang bersaudara yaitu Bubhukshah dan Gagang Aking yang
tidak dapat sepakat mengenai cara-cara yang baik untuk mendapatkan kesempurnaan.
Maka mereka pergi bertapa. Bubhukshah makan segala apa yang dapat dimakan,
sedangkan Gagang Aking hanya makan tumbuh-tumbuhan, datanglah kepada mereka
seekor harimau putih utusan Bhatara Guru. Harimau itu menginginkan daging manusia.
berkatalah Gagang Aking bahwa tak ada gunanya kalau harimau itu hendak memakan
dirinya yang kurus kering itu. Sebaliknya Bubhukshah dengan tak ragu-ragu
menyediakan dirinya untuk dimakan. Bubhukshah segera digendong oleh harimau itu ke
surga sedangkan Gagang Aking boleh turut berjalan kaki. Dan mereka mendapatkan
temapat surge yang berbeda.
j. Pararaton
Menceritakan tentang perjalanan atau kisah para orang-orangberpengatuh, namun sifat
dari Pararaton tidak seperti sejarah, melainkan dongeng. Mula-mula diuraikan sifat Ken
Arok yang penuh dengan kegaiban. Begitu pula denga raja-raja Singosari lainnya.
Kemudian pada bagian ke II menguraikan kisah Raden Wijaya mulai ikut Kertanegara
sampai menjadi raja Majapahit. Kemudian diceritakan tentang Jayanegara dan
pemberontakan-pemberontakan Rangga Lawe dan Sora, dan juga peristiwa putri Sunda di
Bubat. Penutupnya adalah semacam daftar raja-raja sesudah Hayam Wuruk.

Anda mungkin juga menyukai