Nim : A1P116109
Kelas : Geo A
Sumber buku
BAB 6
OBJEK ILMU DAN SUMBER- SUMBER ILMU
Pendahuluan
Human are in persuit of knowledge memiliki peranan yang sangat signifikan
dalam membuat pertimbangan, keputusan dan juga tindakan pada kehidupan ilmiah.
Pengkajian mendalam dan sistematis terhadap ilmu, kriteria-kriteria dalam perolehannya
dan keterbatasan-keterbatasannya serta cara menjustifikasi ilmu tersebut, dikenal dengan
nama “epistemologi” . epistemologi berasal dari bahasa yunani episteme yang berarti
‘pengetahuan’ (knowledge) dan logos yang berarti ‘ilmu’ . epistemology merupakan cabang
filsafat yang membahas mengenai ilmu, sehingga epistemologi dikenal dengan nama
filsafat ilmu atau teori ilmu.
Epistemologi membahas secara mendalam segala sesuatu mengenai proses yang
terlihat dalam usaha manusia untuk memperoleh ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang
di dapat melalui metode keilmuan sehingga metode inilah yang membedakan ilmu dengan
buah pemikiran lainnya. Epistemologi bertujuan untuk menganalisa proses bagaimana
mendapatkan ilmu.
Ilmu merupakan produk dari pandangan alam (worldview) suatu bangsa, agama,
budaya, atau peradaban karena ia mengandung nilai dan kepercayaan dari suatu
masyarakat sehingga ilmu tidak bebas nilai (value free). Epistememologi islam memiliki ke
khasan yang tidak dimiliki epistemology barat ataupun peradaban lainnya yang pernah ada.
Oleh karena itu tulisan ini akan memaparkan aspek epistemologi yang berkaitan dengan
objek ilmu dan sumber-sumber ilmu dalam perspektif islam.
Objek ilmu
Sumber-sumber ilmu
Sumber ilmu yang primer dalam epistemologi islam adalah wahyu yang diterima
oleh Nabi yang berasal dari Allah swt. Sebagai sumber dari segala sesuatu. Al-Wahyu atau
wahyu merupakan masdar (infinitf). Yang memberikan dua pengertian dasar yaitu
tersembunyi dan cepat. Pengertian wahyu secara etimologi meliputi: (1) ilham sebagai
bawaan dasar manusia, (2) ilham berupa naluri pada binatang, (3) siyarat yang cepat
menurut rumuas dan kode, (4) bisikan dan tipu daya setan untuk menjadiakn yang buruk
kelihatan indah dalam diri manusia, serta (5) apa yang di sampaikan allah pada
malaikatnya berupa suatu perintah untuk di kerjakan. Namun, makna wahyu dalam sebagai
istilah adalah “kalam allah yang di turunkan kepada seorang nabi”.
Oleh karena itu penjelasan mengenai sumber ilmu dalam epistemologi islam
ditekankan kepada : pertama, kalam Allah, berupa Kitab suci Al-Quran. Kedua, Nabi atau
Rasulullah sebagai penerima wahyu, dalam hal ini merujuk kepada Hadits, yaitu segala
sesuatu yang bersumber dari Rasulullah swt, baik ucapan, perbuatan, maupun ketetapan
yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah swt. yang di syariatkan
kepada manusia. Namun demikian, epistemology islam yang bersumber dari Al-Quran dan
sunnah juga mengafirmasi sumber ilmu lainnya, yaitu akal (‘aql) dan hati (qalb) serta
indra-indra yang terdapat dalam diri manusia.
Al-Quran
Al-Quran merupakan wahyu Allah swt. Yang di turunkan kepada Rasulullah
Muhammad saw. Oleh karena itu, Al-Quran menempati urutan pertama dalam hierarki
sumber ilmu dalam epistemologi islam. Al-Quran sebagai sumber ilmu, dijelaskan melalui
ayat-ayat yang menyatakan bahwa Al-Quran merupakan petunjuk bagi umat manusia dan
alam semesta, yaitu diantaranya dalam surah at-Takawir ayar 27, dan al-Furqan ayat 1, dan
al-Baqarah ayat 185.
Al-Quran menurut definisi mayoritas ulama adalah kalam atau Firman Allah swt. Yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Yang pembacanya merupakan suatu ibadah. Al-
Quran memiliki berbagai keistimewaan yang tidak dimiliki kitab-kitab terdahulu, karena
kitab-kitab terdahulu hanya diperuntukan bagi satu zaman tertentu. Dengan keistimewaan
tersebut, Al-Quran mampu memecahka problem kemanusiaan dalam berbagai segi
keehidupan, yaitu rohani dan jasmani, serta sosial dan ekonomi.
Seluruh ilmu di dunia ini berasal dari allah swt. Yang kekuasaan_Nya meliputi
bumi dan langit. Allah swt mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya
sebagaimana disebutkan dalam surah ar-Rahman ayat 1-4 bahwa Allah swt. telah
mengajarkan kepada manusia Al-Quran. Ia juga mengajarkan kepada manusia apa-apa
yang belum di ketahuinya.
Selain sebagai sumber ilmu yang utama dalam epistemologi islam, Al-Quran juga
menunjukan kepada sumber ilmu lainnya berupa kajian dan orientasi penting yang dapat
melengkapi kebenaraan ilmu wahyu. Sumber-sumber ilmu itu menurut Iqbal adalah
fenomena alam, psikologis manusia, dan sejarah yang pada dasarnya di ambil dari sumber
yang sama, yaitu Allah swt.
Menurut imam al-Ghazali, pada dasarnya Al-Quran memberikan kepada umat
islam wawasan yang luas, dan metode pemikiran yang jelas, yang dapat digunakan oleh
setiap generasi serta ilmu yang dibarengi dengan iman, yang sama sekali tidak ada
pertentangan diantara keduanya.
Hadits
Al-Quran dan Hadits adalah pedoman hidup, sumber hukum, ilmu, dan ajaran
islam serta merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Al-Quran
merupakan sumber primer yang banyak memuat poko-pokok ajaran islam, sedangkan
Hadits merupakan penjelas (bayan) bagi keumuman isi Al-Quran. Seorang muslim tidak
mungkin memahami syariat islam secara mendalam dan lengkap tanpa kehadiran Al-Quran
dan Hadits, bahkan seorang mutahajud atau orang berilmu sekalipun tidak diperbolehkan
hanya mencukupi diri menggunakan salah satu diantara keduanya. Umat Islam diwajibkan
mengikuti Hadits sebagaimana mereka diwajibkan atas mereka mengikuti Al-Quran. Ilmu
Hadits pada perkembangannya dibagi menjadi dua, yaitu ilmu Hadits Riwayah dan ilmu
Hadits Diwayah. Ilmu Hadits Riwayah menurut ibn al-Akfani, sebagaimana dikutip oleh
al-Suyuthi, adalah ilmu yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad saw.,
baik periwayatan, pemeliharaan, maupun penulisan atau pembukuan lafazh-lafazhnya.
Objek ilmu ini adalaah bagainama cara menerima, menyampaikan kepada orang lain, dan
memindahkan atau mendewankan. Sedangkan ilmu Dirayah (musthalah) yang di
definisikan at-Tirmidzi sebagai undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui
sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi, dan lain-lain.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa objek ilmu dirayah adalah keadaan para perawi dan
marwinya. Keadaan perawi menyangkut pribadinya seperti akhlak, tabi’at, dan keadaan
hafalannya serta persambungan dan terputusnya sanad. Sedangkan keadaan marwi adalah
ditinjau dari sudut keshahihan, kedhaifan dan hal-hal yang berkaitan dengan keadaan
matan hadits.
Ilmu Hadits sangat penting kaitannya dengan sumber ilmu, karena tidak dapat
mengetahui kualitas Hadits apakah shahih, hasan, dhaif tanpa ilmu ini.
Indra
Al-Quran mengajak manusia untuk menggunakan indra dan akal sekaligus dalam
pengalaman manusia, baik yang bersifat fisik maupun metafisik karena indra dan akal
saling menyempurnakan. Fakultas indra yangt di anugrahkan Allah swt. pada manusia akan
dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Al-Quran telah menemptakan tanggung
jawab yang berat atas fakultas indra kaitannya sebagai sumber ilmu. Begitu juga dengan
hati yang sama-sama dimintai pertanggingjawabannya, karena keduanya tidak bisa
dipisahkan satu dengan lainnya dan merupakan satu kesatuan dalam menerima ilmu.
Pancaindra lebih menguasai manusia menurut al-Ghazali merupakan hal yang bersifat
fitrah. Manusia lebih mengikuti dan memilih konklusi pancaindra dan hayal (wahm)
karena pancaindra ada terlebih dahulu dari pada akal yang baru hadir dan di terima apabila
akal memiliki posisi yang kuat dan dapat menguasai panca indra dan wahm.
Penutup
Objek ilmu dalam epistemology islam tidak semata-mata menjangkau realistik
fisik, namun ia juga mengakui status ontologis dan hal-hal metafisik sebagai hal yang
mungkin diketahui oleh manusia. Sumber-sumber ilmu dalam epistemologi islam terdiri
dari: (1) Wahyu, berupa AL-Quran dan Hadits Rasulullah saw., (2) Akal (‘Aql) dan kalbu
(Qalb)., (3) indra. sedangkan proses memperoleh ilmu dalam islam terkait erat dengan
peran jiwa manusia dan diperoleh melalui beberapa sumber, yaitu: persepsi indra, akal
sehat (ta’aqqul), dan intuisi serta berita yang benar (khabar shadiq). Dalam epistemologi
islam, wahyu Allah swt yang termaqtub dalam Al-Quran dan Hadists merupakan sumber
ilmu tertinggi sehingga nilai ilmiah (scientific value ) dari wahyu tersebut harus diletakkan
pada tempat yang mestinya dan tidak bolek “diceraikan” dari sains atau ilmu.