Anda di halaman 1dari 24

BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil penelitian studi kasus berupa asuhan keperawatan daris

pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi sampai evaluasi. Pembahasan kasus ini adalah

dengan cara membandingkan kasus kelolaan pertama dan kasus kelolaan kedua dari pengkajian

sampai dengan evaluasi serta memberikan pemecahan masalah secara ilmiah.

A. Hasil Studi Kasus

1. Pengkajian pasien A

Pengkajian dilakukan pada hari Selasa tanggal 6 Februari 2018 pukul 08.15 WIB

di Instalasi Gawat Darurat RSUD KRT Setjonegoro. Pengkajian dimulai pada pukul 08.20

WIB data yang didapatkan melalui wawancara dengan pasien, keluarga pasien, dan

observasi dari data pasien.

Dari data pengkajian ini didapatkan identitas pasien yaitu pasien bernama Tn.M

usia 53 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan terakhir SD dan bekerja sebagai buruh

tani. Pasien beragama islam, alamat Purbosono, Kertek, Wonosobo, diagnose Medis PPOK.

Penanggung jawab adalah Tn.T usia 40 tahun jenis kelamin laki-laki, alamat Purbosono

Kertek, Wonosobo, pekerjaan tani, hubungan dengan pasien adalah keluarga pasien.

Pengkajian primer didapatkan airway jalan nafas tidak efektif, terdapat sumbatan

jalan nafas berupa secret dan tidak ada tanda-tanda perdarahan di jalan nafas. Breathing

pasien tampak bernafas dengan spontan, tidak teratur, terdapat sesak nafas, Circulation
pasien tampak lemah, akral dingin, kulit tampak pucat, nadi teraba kuar, TD: 130/84

mmhg, N: 94 x menit, RR: 26 x menit, S: 38,40C, SPO2. 94%, Disability keadaan umum

lemah, kesadaran composmentis, GC S: (E4 M6 V5), Eksposure tidak terdapat luka / jejas di

tubuh pasien dari kepala sampai kaki.

Pengkajian sekunder didapatkan Sign and Symtoms pasien mengatakan sesak nafas,

batuk berdahak, nyeri perut, dada terasa ampeg dan mual serta nafsu makan menurun,

Allergies pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan obat-

obatan, Medication keluarga pasien mengatakan, pasien menggunakan obat control setiap

bulannya dan rutin dalam pengobatannya, Post Medical History pasien datang atas rujukan

dari dokter spesialis paru tempat pasien melakukan control. Pasien memiliki riwayat

penyakit paru sejak ± 6 tahun yang lalu dan sekarang rutin berobat ke dokter spesialis

paru, Last Oral Intake keluarga pasien mengatakan pasien terakhir minum air putih dan

makan roti 1 bungkus pada pukul 15.00 WIB, Event keluarga pasien mengatakan sebelum

dibawa ke rumah sakit, pasien mengeluh sesak nafas, napas berat, batuk berdahak, demam

dan nyeri dada. Pada hari Selasa tanggal 06 Februari 2018 adalah jadwal pasien

melakukan control di klinik dokter paru dan kemudian oleh dokter di rujuk ke RSUD

KRT Setjonegoro untuk penanganan lebih lanjut.

Riwayat kesehatan sekarang pasien mengeluh sesak nafas ±3 hari terakhir terutama

jika untuk beraktivitas dan batuk mengi selama 3 hari terakhir semakin berat, terdapat

dahak yang berwarna kekuningan dan nyeri dada, dada terasa ampeg. Pasien mengalami

demam selama 3 hari, tidur dengan 1 bantal dan nafsu makan menurun.
Riwayat kesehatan dahulu, pasien dan keluarga pasien mengatakan bahwa pasien

memiliki riwayat sesak sudah 6 tahun yang lalu, sesak dan batuk tidak pernah hilang

total, batuk semakin memberat jika terkena asap dan kelelahan. Keluarga pasien

mengatakan pasien pernah masuk rumah sakit beberapa kali, terakhir masuk rumah sakit

pada Juni 2016 di RSI Wonosobo. Pasien saat ini bekerja sebagai petani. Pasien memiliki

riwayat perokok aktif selama ±25 tahun dan mulai berhenti merokok sekitar 6 tahun yang

lalu.

Riwayat penyakit keluarga, pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang

mempunyai penyakit menurun, menahun ataupun menular.

Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan EKG dan Irongen thorax PA. Gambaran

EKG terdapat ST (Sinus Thacykardy). Hasil rongen pada tanggal 6 Februari 2018

menunjukkan corakan bronkovaskuler meningkat dengan perselubang di kedua lapang paru

menyongkong adanya gambaran bronchopneumonia.

Hasil terapi yang di berikan pada Tn.M infuse RL 20 tetes per menit, O2 5 lpm

dengan sungkup sederhana ,infuse PCT (Paracetamol) 100 mg/8 jam , injeksi

methylprednisolon 25 mg/8 jam, visalin 1gr/12 jam, nebulizer ventolin 2,5 mg : pulmicot 0,5

mg/ 8jam (1:1)

Analisa data yang didapatkan pada hari Selasa, 6 Februari 2018 adalah
a. Data subyektif : pasien mengatakan sering batuk-batuk, pasien mengatakan batuk

berdahak dan sulit untuk mengeluarkan lendirnya.

Data Obyektif: pasien tampak batuk terus menerus, tampak ada lendir kekuningan,

suara nafas wheezing, pasien tampak sesak, pasien tampak gelisah, lemas dan pucat,

respirasi 26 x/menit.

b. Data subjektif : pasien mengatakan dada pasien terasa ampeg, pasien mengatakan

sudah ±3 hari mengalami sesak nafas terutama jika untuk beraktivitas.

Data Obyektif : pasien tampak sesak, pasien tampak menggunakan otot bantu

pernafasan nasal kanul O2, RR: 26 x/menit tampak lemah, gelisah dan pucat.

2. Dioagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian dapat dirumuskan diagnose keperawatan pada Tn.M

yaitu :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret

ditandai dengan pasien mengatakan sering batuk berdahak dan sulit untuk

mengeluarkan lendirnya, suara nafas pasien wheezing, pasien tampak sesak, pasien

tampak gelisah,lemas dan pucat, respirasi 26 x/menit.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan pasien

mengatakan dada pasien terasa ampeg, pasien mengatakan sudah ±3 hari

mengalami sesak nafas terutama jika untuk beraktivitas, pasien tampak sesak, pasien

tampak menggunakan otot bantu pernafasan dan alat bantu pernafasan nasal kanul

O2, RR: 26 x/menit tampak lemah gelisah dan pucat.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang disusun untuk diagnose pertama yaitu bersihan jalan nafas tidak

efektif berhubungan dengan sputum berlebih, tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x1 jam masalah bersihan jalan nafas teratasi dengan criteria hasil RR

normal (16-20 x/menit), tidak ada kecemasan, mampu membersihkan secret, tidak ada

hambatan dalam jalan nafas, tidak ada batuk. Intervensi yang akan dilakukan antara lain

posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, keluarkan secret dengan bantuan / suction,

berikan minum hangat kepada pasien, ajarkan batuk efektif, auskultasi suara nafas, catat

adanya suara tambahan.

Diagnose keperawatan kedua yaitu pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

hiperventilasi tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x1 jam

masalah pola nafas tidak efektif teratasi dengan criteria hasil RR normal (16-20 x/menit),

adanya kesimetrisan ekspansi dada, tidak menggunakan otot bantu nafas, tidak ada

pernafasan cuping hidung saat beraktifitas, tidak ada sesak nafas, kolaborasi dalam

pemberian antibiotic, berikan O2 sesuai kebutuhan. Intervensi yang akan dilakukan adalah

posisikan pasien pada posisi semi fowler, lakukan fisioterapi dada jika diperlukan, monitor

respiratori, kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi, kolaborasi dalam pemberian

bronkodilator sesuai program terapi.

4. Implementasi Keperawatan

Berdasarkan intervensi yang telah disusun oleh penulis, Implementasi yang

dilakukan pada tanggal 6 Februari 2018 adalah sebagai berikut :


Dilakukan tindakan keperawatan pada pukul 08.20 WIB yaitu. Memberikan terapi

oksigenasi. Respon pasien mendapatkan terapi oksigenasi 5 lpm menggunakan sungkup

muka sederhana.

Pukul 08.20 WIB yaitu mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan suara

napas pasien. Pengukuran tanda-tanda vital didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran

composmentis, GCS: (E4 M6 V5) , TD: 130/84 x/menit, RR: 26 x/menit, S: 38,4 0C, N: 94

x/menit, akral dingin, SPO2: 94 %, suara nafas wheezing.

Pukul 08.20 WIB memasang infuse RL 20 tetes per menit dan memberikan obat

inj methylprednisolon 25 mg dan inj ranitidine 25 mg dengan IV cath terpasang pada

tangan kanan dan obat masuk melalui selang infuse.

Pukul 08.25 WIB memberikan terapi nebulizer ventolin 2,5 mg : pulmicort 0,5 mg

(1:1). Respon pasien yaitu pasien mengatakan dahaknya keluar, dahak keluar kental

berwarna putih kekuningan.

Pukul 08.30 WIB melakukan pemeriksaan EKG pada pasien, gambaran EKG pada

pasien adalah sinus Tachycardi.

Pukul 08.35 WIB mengajarkan pasien cara batuk efektif. Respon pasien yaitu

pasien mengatakan paham, pasien mampu melakukan batuk efektif yang dianjurkan.

Pukul 08.35 WIB memposisikan pasien semi fowler. Respon pasien yaitu pasien

mengatakan sesak nafas berkurang, pasien tampak lebih nyaman.

Pukul 08.40 WIB memberikan terapi obat inf PCT (Paracetamol) 100 mg. Respon

pasien: obat masuk melalui selang infuse IV.


Pukul 09.00 WIB mengobservasi kesadaran dan keadaan umum pasien serta tanda-

tanda vital pasien. Di dapatkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran composmentis,

GCS : E4 M6 V5, TD: 130/80 x/menit, N: 100 x/menit, nafas teratur tidak ada dypsnea,

suara nafas wheezing.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi untuk diagnose keperawatan pertama dilakukan pada tanggal 06 Februari

2018 pukul 09.10 WIB dengan hasil:

Subjektif (S): pasien mengatakan dahak keluar dan sesak berkurang.

Obyektif (O): sputum keluar berwarna putih, pasien tampak lebih nyaman, TD: 130/80

x/menit, N: 100 x/menit, RR: 26 x/menit, S: 36,5%, SPO2: 99%, suara nafas wheezing.

Analisa (A): masalah teratasi sebagian.

Planing (P): lanjutkan intervensi dengan pindah perawatan di ruang Cempaka, monitor TTV,

anjurkan batuk efektif.

Evaluasi untuk diagnose keperawatan kedua dilakukan pada tanggal 06 Februari

2018 pukul 09.15 WIB dengan hasil:

Subyektif (S): pasien mengatakan sesak nafas berkurang.

Obyektif (O): tidak ada sianosis, nafas teratur 22 x/menit.

Analisa (A): masalah teratasi sebagian.


Planing (P): lanjutkan intervensi dengan pindah ke ruang perataan di bangsal Cempaka,

pertahankan O2, monitor frekuensi pernafasan, pertahankan posisi semi fowler.

1. Pengkajian pasien B

Pengkajian dilakukan pada hari Selasa tanggal 06 Februari 2018 pukul 10.15 WIB

di Instalasi Gawat Darurat RSUD KRT Setjonegoro. Pengkajian dimulai pada pukul 10.15

WIB data yang didapatkan melalui wawancara dengan pasien, keluarga pasien, dan

observasi dari data pasien.

Dari data pengkajian ini didapatkan identitas pasien yaitu pasien bernama Tn.S,usia

62 tahun, pendidikan terakhir SD dan sudah tidak bekerja. Pasien beragama islam,alamat

Kepil,Wonosobo, diagnose Media PPOK Eksaserbasi Akut. Identitas penanggung jawab

adalah Ny.M usia 47 tahun, jenis kelamin perempuan,alamat Kepil, Wonosobo, pekerjaan

ibu rumah tangga, dan hubungan dengan pasien adalah anak kandung pasien.

Pengkajian primer didapatkan airway pasien terdapat penumpukan secret, Breathing

pasien sesak napas, pasien dyspnea, respirasi 34 x menit, saat di auskultasi terdengar suara

napas ronkhi, tampak penggunaan otot bantu pernafasan, tampak pernafasan cuping hidung.

Circulation nadi teraba kuat, Nadi 100 x menit, TD: 142/94 mmHg, Suhu 36.70C. CRT 3

detik SPO2 93%. akral dingin, warna kulit perifer sianosia. Disability keadaan umum

lemah, kesadaran composmentis (GCS E4 M5 V6). Eksposure tidak terdapat jejas di seluruh

tubuh pasien.
Pengkajian sekunder didapatkan Sign and Symtoms pasien mengeluh sesak nafas ,

batuk ± 1 bulan. Secret tidak mau keluar. Allergies pasien mengatakan tidak punya alergi

terhadap obat maupun makanan. Medication keluarga pasien mengatakan sebelum masuk

rumah sakit pasien belum mengkomsumsi obat apapun selama 2 hari terakhir. Post

Medical History pasien mengatakan mempunyai riwayat merokok sejak remaja. Pasien

mengatakan sudah pernah 2 kali dirawat di rumah sakit dengan keluhan yang sama dan

selama 2 tahun rutin kontrol di dokter spesialis paru karena penyakit bronchitis. Last Oral

Intake keluarga pasien mengatakan pasien terakhir makan pukul 06.30 WIB dengan nasi,

lauk dan sayur. Event pasien mengatakan mengalami batuk ± 1 bulan secret tidak mau

keluar dan memberat 2 hari ini. Kemudian pada tanggal 06 Februari 2018 pukul 08.00

WIB sesak bertambah berat dan dada terasa seperti di tusuk, pasien lemas dan pucat. Oleh

keluarganya dibawa ke dokter spesialis paru yang biasa keluarga mengontrolkan pasien,

tetapi dokternya tidak ada sehingga keluarga membawa pasien ke IGD KRT Setjonegoro.

Riwayat kesehatan sekarang pasien mengeluh sesak nafas, pasien mengatakan batuk

= 1 bulan, secret tidak mau keluar dan memberat 2 hari terakhir. Kemudian pada tanggal

06 Februari 2018 pukul 08.00 WIB sesak nafas bertambah berat dan dada terasa seperti

ditekan, pasien lemas dan pucat. Oleh keluarga pasien di bawa ke dokter spesialis paru

karena dokter pada hari tersebut libur pasien kemudian di bawa ke IGD RSUD KRT

Setjonegoro.

Riwayat penyakit dahulu, pasien pernah 2 kali di rawat di RS dengan keluhan yang

sama dan selama 2 bulan rutin kontrol ke dokter specialis paru karena bronchial.
Riwayat penyakit keluarga, pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang

mempunyai penyakit menurun, menular ataupun menahun.

Hasil pemeriksaan penunjang adalah gambaran EKG irama sinus tachycardia.

Program terapi yang diberikan pada Tn.S infuse RL 20 tmp, O2 8 lpm dengan NRM,

injeksi ranitidine 25 mg/8jam, injeksi cefoperazone 1 gram/12 jam, injeksi

methylprednisolone 25 mg/12 jam, nebulizer ventolin 2,5 mg : pulmicort 0,5 mg/12 jam.

2. Analisa Data

Data focus yang didapatkan hari Selasa 06 Februari 2018 adalah

a. Data subyektif : pasien mengatakan sesak napas dan dada terasa seperti ditekan,

pasien mengatakan batuk ±1 bulan, secret sulit untuk di keluarkan.

Data obyektif : terdapat sumbatan jalan napas berupa secret, saat diauskultasi

terdengar suara nafas tambahan ronkhi, pasien tampak pucat dan lemas, RR 34

x/menit.

Problem : Bersihan jalan nafas tidak efektif.

Etiologi : Peningkatan produksi secret.

b. Data subektif : pasien mengatakan sesak nafas.

Data obektyif : terdapat Dyspnea, RR 34x/menit, terdapat menggunakan alat bantu

pernafasan NRM dengan 8 lpm, tampak penggunaan otot bantu pernafasan, tampak

pernafasan cuping hidung, akral dingin, pasien tampak gelisah.

Problem : Pola nafas tidak efektif

Etiologi : Bronkokonstriksi
3. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian dapat dirumuskan diagnose keperawatan pada Tn.S yaitu :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret

di tandai dengan pasien mengatakan sesak napas dan dada terasa seperti di tekan,

secret susah untuk dikeluarkan, suara nafas ronkhi, pasien tampak pucat dan lemas,

respirasi 34 x/menit.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkokonstriksi ditandai dengan

pasien mengatakan sesak napas, terdapat dyspnea, RR=34 x/menit, tampa

menggunakan alat bantu NRM dengan 8 lpm, tampak penggunaan otot batu

pernafasan, tampak pernafasan cuping hidung, akral dingin, pasien tampak gelisah.

4. Intervensi Keperawatan

Intervensi yang disusun untuk diagnose pertama yaitu bersihan jalan napas tidak

efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret, tujuannya adalah setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 1x1 jam diharapkan jalan nafas kembali efektif,

dengan criteria hasil tidak ada suara tambahan, respirasi di batas normal (16-20 x/menit,

pasien mampu mengeluarkan secret tanpa bantuan, pasien memperlihatkan perilaku / upaya

mempertahankan jalan nafas. Intervensi yang akan dilakukan antara lain lakukan suction

bila perlu, ajarkan batuk efektif, aukultasi suara nafas tambahan, kolaborasdi dalam

pemberian tindakan nebulizer, kolaborasi dalam pemberisan antibiotic, berikan O2 sesuai

kebutuhan.

Diagnose keperawatan kedua yaitu pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

bronkokonstriksi, tujuannya adalah setelah dilakukan tindakana keperawatan selama 1x30


jam pasien diharapkan mampu menunjukkan perbaikan pola nafas dengan criteria hasil

frekuensi nafas dalam batas normal (16-20 x/menit), sesak nafas berkurang, tidak ada

penggunaan otot bantu pernafasan,tidak ada pernafasan cuping hidung,tidak ada sianosi.

Intervensi yang akan dilakukan yaitu berikan posisi smi fowler, monitor pola nafas dan

frekuensi napas, monitor adanya dyspnea, koaborasi pemberian O2 sesuai indikasi,

kolaborasi

Pemberian bronkodilator sesuai program terapi.

5. Implementasi Keperawatan

Berdasarka intervensi yang telah disusun oleh penulis, implementasi yang

dilakukkan pada tanggal 06 Februari 2018 adalah sebagai berikut.

Dilakukan tindakan keperawatan pada pukul 10.20 WIB yaitu memberikan terapi

oksigenasi 8 lpm dengan NRM. Respon pasien, pasien mengatakan sesak nafas dan dada

seperti ditekan, pasien tampak gelisah.

Pukul 10.25 WIB yaitu mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital dan

mengobservasi suara napas pasien. Pengukuran tanda-tanda vital didapatkan keadaan

umum lemah, kesadaran composmentis, CGS: (E4 M6 V5), TD : 142/94 mmHg, S : 36,7 0C,

RR : 34 x/menit CTR 3 detik, N : 100 x/menit, SPO : 93%, akral dingin, suara nafas ronkhi

dengan cuping hidung.

Pukul 10.35 WIB, melakukan EKG pada pasien didapatkan gambaran EKG sinus

rhythm.
Pukul 10.45 WIB, memasang infuse RL 20 tetes per menit, IV cath terpasang

pada tangan kanan.

Pukul 10.55 WIB, memberikan posisi semi fowler. Respon pasien yaitu pasien

mengatakan sesak napas berkurang, pasien tamapak lebih nyaman.

Pukul 11.00 WIB, memberikan terapi nebulizer Ventolin 2.5 mg : Pilmicort 0,5

mg (1:1). Respon pasien yaitu pasien mengatakan dahaknya keluar, dahak keluar kental

berwarna kekuningan.

Pukul 11.15 WIB mengajarkan pasien untuk batuk efektif. Respon pasien yaitu

pasien mengatakan paham, pasien mampu melakukan batuk efektif yang diajarkan.

Pukul 13.15 WIB mengobservasi keadaan umum tan TTV. Respon pasien yaitu

pasien mengatakan sesak nafas berkurang dengan keadaan umum lemah, keadaan

composmentis, GCD: E4 M6 V5,TD: 120/94 mmHg, N : 100 x/menit, S: 36,5 0C, RR:

26x/menit, SPO2: 99%, nafas teratur tidak ada dyspnea, suara nafas ronkhi.

6. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi untuk diagnose keperawatan pertama dilakukan pada tanggal 06 Februari

2018 pukul 13.15 WIB dengan hasil :

Subjektif (S): Pasien mengatakan dahak keluar dan sesakk nafas berkurang,

Objektif (O): sputum keluar berwarna kekuningan, pasien tampak lebih myaman, TD:

120/94 mmHg, N:94 x/menit, S: 36,5 0C, RR: 28 x/menit, SPO2: 99%, suara nafas ronkhi.

Analisa (A): masalah teratasi sebagian.


Planning (P): lanjut intervensi dengan pindah ruang perawatan di bangsal Cempaka,

pertahankan O2, anjurkan batuk efektif, kolaborasi dalam pemberian bronkodilator.

Evaluasi untuk diagnose keperawatan kedua dilakukan pada tanggal 06 Februari

2018 pukul 13.15 WIB dengan hasil :

Subjektif (S): pasien mengatakan sesak nafas berkurang.

Obyektif (O): tidak ada dypsnea,tidak ada pernafasan otot dada dan cuping hidung, nafas

teratur 28 x/menit, tidak ada sianosis.

Analisa (A): masalah teratasi sebagian.

Planing (P): lanjutkan intervensi dengan pindah ke ruang perawatan di bangsal Cempaka,

pertahankan O2, Monitor frekuensi pernafasan, tetap posisikan semifowler.

B. Pembahasan

Pada sub bab ini dilakukan pembahasan kasus dari asuhan keperawatan pada Tn.M dan

Tn.S dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) di IGD RSUD Setdjonegoro Wonosobo.

Pembahasan ini meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian dimulai dengan pengkajian primer yang terdiri dari airway, breathing,

circulation, disability, exposure, kemudian pengkajian sekunder. Secara umum data fokus

yang didapat sama dengan teori, data fokus yang ditmukan antara lain :

a. Sesak nafas
Sesak nafas yang terjadi pada pasien PPOK karena obstruksi sehingga

meningkatkan kerja system pernapasan (kelemahan otot pernapasan) yaitu pasien

PPOK bernapas menggunakan otot bantu pernafasan dan pernapasan cuping

hidung. Sesuai dengan teori menurut Mutaqqin (2008) yang menyatakan bahwa

obstruksi saluran napas dan penurunan aliran udara menyebabkan usaha bernapas

secara progresif meningkat sehingga pasien akan mengalami sesak napas.

b. Batuk Produktif

Batuk produktif pada pasien PPOK terjadi karena peningkatan produksi secret

akibat dari bronchitis kronis yang menyebabkan pembentukan mucus yang

berlebihan di dalam bronchus. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Mutaqqin

(2008), menyatakan bahwa tanda gejala penderita PPOK seperti predisposisi

penyakitnya, salah satunya yaitu bronchitis kronis yang menyebabkan

pembentukan mucus berlebih atau peningkatan produksi secret. Selain itu,

pendapat lain juga dipaparkan oleh Ikawati (2014) bahwa pasien yang mengalami

eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak napas yang

semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi

sputum.

c. Suara Wheezing

Pasien PPOK mengalami batuk mengi. Gejala ini sesuai dengan yang dipaparkan

oleh Somantri (2010) bahwa salah satu tanda dan gejala eksaserbasi akut pada

klien PPOK adalah peningkatan mengi. hal ini karena tejadi bronkokonstriksi atau

penyempitan di daerah bronkus sehingga menimbulkan sesak napas. Sesak napas


yang meningkat dan sering pada saat inspirasi nilah yang menimbulkan suara

berupa wheezing.

d. Suara Ronkhi

Pasien PPOK terdengar bunyi nafas ronkhi pada saat auskultasi. Hal ini sesuai

dari pendapat dari Hidayat (2008) suara terus menerus terjadi akibat proses

penyempitan jalan nafas atau adanya jalan nafas yang obstruksi , sehingga lebih

terdengar pada saat eskpirasi dari pada inspirasi.

e. Riwayat Merokok

Pasien PPOK yang merupakan riwayat perokok aktif, ini salah satu penyebab

utama dari PPOK. Hal ini sejalan dengan teori yang di kemukakan oleh Ikawati

(2014) yaitu merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK dengan risiko

30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok. Kematian

akibat PPOK terkait dengan banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok,

dan status merokok yang terakhir saat PPOK berkembang.

2. Diagnosa Keperawatan

Dari hasil pengkajian pada Tn.M dan Tn.S tanggal 06 Februari 2018 ditemukan

data-data yang menunjang , diagnosa yang ada dalam kasus nyata yaitu pada diagnosa

yang pertama yaitu bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi

secret masalah yang timbul pada Tn.M dan Tn.S adalah sesak napas karena penumpukan

secret yang berlebih dan sulit untuk di keluarkan. Hal ini sejalan dengan teori (Mutaqqin,

2008) yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi

sekret. Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidakefektifan untuk

membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk mempertahankan


kebersihan jalan napas. Batasan karakteristik diagnosa ini adalah tidak ada batuk, suara

napas tambahan, perubahan frekuensi napas, perubahan irama napas, sianosis, kesulitan

berbicara atau mengeluarkan suara, penurunan bunyi napas, dyspnea, sputum dalam

jumlah yang berlebihan, batuk yang tidak efektif, gelisah dan mata terbuka lebar.

Penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan ini dengan mempertimbangkan

bahwa ketidakefektifan bersihan jalan napas merupakan factor yang menimbulkan

kesulitan bernafas dan system yang dapat mempengaruhi system yang lain ( Doengoes,

2000).

Pada diagnosa yang kedua yaitu pada kasus nyata penulis mengambil diagnosa

pola napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokonstriksi, masalah yang timbul

pada Tn.M dan Tn.S adalah terdapat dypsnea, retraksi dada, cuping hidung. Hal ini

sejalan dengan teori menurut Mutaqqin (2018), pola napas tidak efektif adalah inspirasi

dan ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat, faktor-faktor resiko seperti

merokok menyebabkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminal yang

mengakibatkan obstruksi awal fase ekspirasi sehingga udara mudah masuk ke alveoli

saat inspirasi dan pada saat ekspirasi udara banyak terjebak dalam alveoli sehingga

terjadilah penumpukan suara dan menyebabkan sesak napas.

Diagnosa ini menjadi prioritas kedua karena apabila tidak segera ditangani pasien

bisa kelelahan dalam bernafas dan bisa menimbulkan komplikasi yang lain.

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah penentuan tujuan dan rencana perawatan yang disusun untuk

membantu pasien mengatasi masalah yang sudah didiagnosa (Bare & Smeltzer, 2002).
Berdasarkan diagnosa diatas Tn.M dan Tn.S mendapatkan 2 diagnosa yang sama

dapat dirumuskan perencanaan/intervensi sebagai berikut :

Pada diagnose keperawatan pertama, bersihan jalan napas tidak efektif

berhubungan dengan peningkatan produksi sekret. Tujuan: mempertahankan jalan napas

paten dengan bunyi napas bersih/jelas. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki jalan

napas, misal batuk efektif. Dengan criteria hasil : pasien mampu mengeluarkan secret

tanpa bantuan. Pasien memperlihatkan perilaku/upaya mempertahankan bersihan jalan

napas. Intervensi yang di berikan pada Tn.M dan Tn.S yaitu bantu pasien latihan batuk

dan napas dalam dengan rasionalisasi batuk efektif dapat mempermudah pengeluaran

secret yang melekat pada jalan napas. Lakukan pengisapan endoktrakhea sesuai program

dengan rasonalisasi pengisapan endoltrakhea atau suction dapat mengeluarkan secret jika

pasien tidak mampu melakukan batuk efektif. Kolaborasi pemberian agens mukolitik dan

bronchodilator sesuai program dengan rasionalisasi pemberian bronchodilator akan

langsung menuju bronkus yang mengalami spasme jalan napas, melebarkan jalan napas

dan mengurangi poduksi sputum sehingga lebih cepat berdilatasi. Dan jika terdapat

obstruksi jalan napas, lihat intervensi awal pada bagian pengkajian Triase yaitu buka

jalan napas dan lakukan suction.

Pada diagnosa yang kedua, pola napas tidak efektif berhubungan dengan

bronkokonstriksi. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas pasien

efektif. Dengan criteria hasil : menunjukkan kepatenan jalan napas, tidak ada dispnea,

frekuensi nafas normal (16-20 x/menit), sesak nafas berkurang, tidak ada penggunaan

otot bantu pernafasan, tidak ada pernafasan cuping hidung. Pada Tn.M dan Tn.S

dilakukan intervensi berikan posisi semifowler, dengan rasionalisasi untuk


memaksimalkan ekspansi dada. Monitor pola napas dan frekuensi pernapasan, dengan

rasionalisasi untuk mengetahui adanya peningkatan frekuensi pernapasan. Monitor

adanya dispnea, dengan rasionalisasi mengetahui perkembangan pola napas pasien.

Kolaborasi dalam pemberian oksigen sesuai indikasi, dengan rasionalisasi membantu

memenuhi oksigen pasien secara adekuat.

4. Implementasi Keperawaan

Implementasi keperawatan adalah realisasi dari rencana tindakan asuhan

keperawatan (Nursalam, 2014).

a) Implementasi yang dilakukan penulis pada diagnosa keperawatan pertama

ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi

sekret pada Tn.M dan Tn.S pada tanggal 06 Februari 2018 yaitu:

Memberikan terapi oksigenasi pada PPOK sangat menjadi prioritas utama karena

mencegah terjadinya hipoksemia. Hal ini sejalan dengan teori Somantri (2010) yaitu

pada PPOK jika terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigenasi merupakan hal yang sangat

penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik

di otot maupun organ-organ lainnya. Setelah dilakukan pemberian oksigen, sesak

pasien berkurang dibuktikan pada Tn.M RR: 24 x/menit, SPO2: 100% dan pada Tn.S

RR: 28 x/menit, SPO2: 99%.

Mengkolaborasi pemberian bronchodilator (nebulizer ventolin 2,5 mg : pulmicot

0,5 mg (1:1)) pada pasien PPOK nebulizer berfungsi untuk mencairkan secret dan

mengurangi sesak napas. Hal ini sejalan dengan teori Somantri (2010) yaitu

bronkodilator secara umum bekerja dengan merelaksasi otot polos pada saluran
napas, sehingga dapat mengurangi hambatan saluran napas. Pada pasien PPOK

manfaat klinis bronkodilator diantaranya yaitu meningkatkan kapasitas aktivitas,

mengurangi penjebakan udara di dalam paru-paru, serta meredakan gejala seperti

dipsnea. Setelah diberikan terapi nebulizer pada pasien sesak nafas.

Melatih pasien batuk efektif merupakan cara untuk mengeluarkan secret dan

mengurangi sesak napas. Hal ini sejalan dengan teori Somantri (2010) yaitu batuk

efektif bertujuan untuk mempertahankan kepatenan jalan napas. Batuk

memungkinkan pasien mengeluarkan secret dari jalan napas bagian atas dan jalan

napas bagian bawah. Setelah pasien melakukan batuk efektif pasien bisa

mengeluarkan sekret dengan mudah.

b) Implementasi yang dilakukan penulis pada diagnosa keperawatan kedua masalah

pola napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokonstriksi pada Tn.M dan Tn.S

pada tanggal 06 Februari 2018 yaitu :

Memberikan posisi semi fowler, mengauskultasi bunyi napas tambahan.

Memberikan posisi semi fowler pada pasien sesak napas pemberian posisi

semifowler ini sangat penting karena dengan posisi semi fowler sesak napas bisa

berkurang danproses perbaikan kondisi pasien lebih cepat. Hal ini sejalan dengan

penelitian Supadi, Nurachmah dan Maymunah (2012) yaitu posisi semi fowler

membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehngga memperingan

kesulitan bernafas. Posisi ini akan mengurangi kerusakan membran alveolus akibat

tertimbunnya cairan. Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya grafitasi sehingga O2 bisa

berjalan menjadi optimal.


Mengauskultasi bunyi napas tambahan, pada pasien PPOK memonitor bunyi

napas tambahan sangat diperlukan, mengauskultasi kembali untuk membandingkan

suara napas setelah diberikan terapi untuk pasien PPOK. Hal ini sejalan dengan teori

Musliha (2010) yaitu pada pemeriksaan paru, salah satu tahap yang terpenting adalah

pemeriksaan auskultasi yang bertujuan untuk menilai pergerakan udara pada jalan

napas besar sampai sedang dan untuk membuat kesimpulan tentang jalan nafas,

parenkim dan rongga pleura.

5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan metode evaluasi formatif (evaluasi hasil) dan evaluasi

sumatif. Evaluasi proses dilaksanakan berdasarkan respon pasien dan tindakan yang

dilakukan pada saat dan telah tindakan keperawatan dilaksanakan. Hasil evaluasi proses

uraian dari sub bab pembahasan sebelumnya (implementasi). Untuk evaluasi hasi pada

tanggal 06 Februari 2018 yaitu :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan

produksi secret.

1) Pada pasien Tn.M

Evaluasi untuk diagnose keperawatan pertama dilakukan pada tanggal

06 Februari 2018 pukul 09.10 WIB dengan hasil:

Subjektif (S): pasien mengatakan dahak keluar dan sesak berkurang.

Obyektif (O): sputum keluar berwarna putih, pasien tampak lebih

nyaman,TD: 130/80 x/menit, N: 100 x/menit, RR: 26 x/menit, S: 36,5%,

SPO2: 99%, suara nafas wheezing. Masalah teratasi sebagian.

Planing (P): lanjutkan intervensi dengan pindah perawatan di ruang


Cempaka, monitor TTV, anjurkan batuk efektif.

2) Pasien Tn. S

Evaluasi untuk diagnose keperawatan pertama dilakukan pada

tanggal 06 Februari 2018 pukul 13.15 WIB dengan hasil :

Subjektif (S): Pasien mengatakan dahak keluar dan sesakk nafas

berkurang, Objektif (O): sputum keluar berwarna kekuningan,

pasien tampak lebih myaman, TD: 120/94 mmHg, N:94 x/menit, S:

36,5 0C, RR: 28 x/menit, SPO2: 99%, suara nafas ronkhi. Masalah

teratasi sebagian. Planning (P): lanjut intervensi dengan pindah

ruang perawatan di bangsal Cempaka, pertahankan O2, anjurkan

batuk efektif, kolaborasi dalam pemberian bronkodilator.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi.

1) Pada pasien Tn. M

Evaluasi untuk diagnose keperawatan kedua dilakukan pada

tanggal 06 Februari 2018 pukul 09.15 WIB dengan hasil:

Subyektif (S): pasien mengatakan sesak nafas berkurang. Obyektif

(O): tidak ada sianosis, nafas teratur 22 x/menit.Analisa (A):

masalah teratasi sebagian.Planing (P): lanjutkan intervensi dengan

pindah ke ruang perataan di bangsal Cempaka, pertahankan O2,

monitor frekuensi pernafasan, pertahankan posisi semi fowler.

2) Pada pasien Tn. S


Evaluasi untuk diagnose keperawatan kedua dilakukan pada

tanggal 06 Februari 2018 pukul 13.15 WIB dengan hasil :

Subjektif (S): pasien mengatakan sesak nafas berkurang.

Obyektif (O): tidak ada dypsnea,tidak ada pernafasan otot dada

dan cuping hidung, nafas teratur 28 x/menit, tidak ada sianosis.

Analisa (A): masalah teratasi sebagian.

Planing (P): lanjutkan intervensi dengan pindah ke ruang

perawatan di bangsal Cempaka, pertahankan O2, Monitor

frekuensi pernafasan, tetap posisikan semifowler.

C. Keterbatasan

Penulis menyadari bahwa ada keterbatasan dalam pembuatan karya tulis ilmiah

ini meliputi aspek teoritis, metodologis, maupun hal-hal lain yang menghambat jalannya

studi kasus.Pada pengkajian yang telah dilakukan terdapat beberapa data yang belum

sempat terkaji baik melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, maupun melihat

cacatan medis pasien.

Pada aspek metodologis, penulis menyadari bahwa dalam penulisan studi kasus terdapat

beberapa kesalahan misalnya salah ketik dalam penulisan.

Anda mungkin juga menyukai