Anda di halaman 1dari 32

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan CPO di Dunia


Produksi minyak sawit dunia didominasi oleh Indonesia dan Malaysia.
Kedua negara ini secara total menghasilkan sekitar 85-90% dari total produksi
minyak sawit dunia. Indonesia adalah produsen dan eksportir minyak sawit yang
terbesar. Dalam jangka panjang, permintaan dunia akan minyak sawit
menunjukkan kecenderungan meningkat sejalan dengan jumlah populasi dunia
yang bertumbuh dan meningkatkan konsumsi produk-produk dengan bahan baku
minyak sawit seperti produk makanan dan kosmetik. Sementara itu, pemerintah di
berbagai negara sedang mendukung pemakaian biofuel. Ekspetasi produksi
minyak kelapa sawit dilampirkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Ekspektasi Produksi Minyak Kelapa Sawit 2016


2.2 Perkembangan CPO di Indonesia
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan luas areal
tanam sejalan dengan peningkatan kebutuhan CPO. Pada tahun 2000, luas kebun
sawit 4 juta hektar dan meningkat menjadi 8 juta hektar pada tahun 2015 atau
terjadi kenaikan dua kali lipat dari tahun 2000 dan diperkirakan mencapai 13 juta
hektar pada tahun 2020. Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Selatan tersebar di
beberapa Kabupaten, yaitu: Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kabupaten Ogan Ilir,
Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Musi Rawas,
8

Kabupaten Musi Rawas Utara, Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat.
Produksi CPO dunia telah mencapai 50 juta ton. Indonesia dan Malaysia
merupakan negara penghasil CPO di dunia yang mencapai produksi CPO ± 80 %.
CPO digunakan sebagai bahan baku minyak goreng, biodiesel, margarin,
kosmetik dan industri farmasi. Produksi minyak dan lemak dunia dari minyak
kelapa sawit mengalami peningkatan dari 13 % pada tahun 1990 menjadi 28 %
pada tahun 2011 (Basiron, 2007) yang peningkatanya cukup signifikan.
Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Indonesia mencapai 640 pabrik
dengan produksi CPO sebesar 23 juta ton pada tahun 2015. Produksi CPO
diperkirakan meningkat pada tahun 2020, yaitu sebesar 40 juta ton. Perkembangan
perkebunan kelapa sawit dan industri CPO memberikan dampak positif antara lain
penyerapan tenaga kerja dan peningkatan perekonomian masyarakat. Pabrik
Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) mengolah Tandan Buah Segar (TBS)
menghasilkan CPO. Pengolahan TBS menjadi CPO melalui beberapa tahapan
proses, yaitu: sterilisasi, penebahan, digestasi, pengepresan, penyaringan,
pengendapan, sentrifugasi dan pengeringan.

2.3 POME dan Produksi POME


POME adalah hasil samping pengolahan minyak kelapa sawit yang
dikategorikan sebagai limbah cair. POME adalah cairan kecokelatan tebal dengan
kandungan BOD dan COD yang tinggi (Poh,dkk. 2010). Selama proses ekstraksi
minyak sawit, dihasilkan sekitar 1,5 ton POME untuk setiap ton Tandan Buah
Segar (TBS) Kelapa Sawit (Appels,dkk, 2008). Untuk setiap produksi 1 ton CPO
diperlukan 5-7,5 ton air, maka lebih dari 50% dari air tersebut berpotensi untuk
menjadi POME (Wu,dkk, 2007). Ini berarti 2,5 - 3,75 tonnes POME terbentuk
dari 1 ton CPO yang digunakan untuk diproduksi.

2.4 Pengolahan dan Penelitian POME di Indonesia

Di Indonesia dan Malaysia hampir semua pabrik pengolahan kelapa


sawit menggunakan sistem kolam terbuka untuk mengolah POME dengan
pertimbangan keekonomian dan kemudahan pengoperasian sehingga limbah
POME masih belum dimanfaatkan dan akan menjadi ancaman bagi lingkungan
jika dibuang langsung ke arusnya (Ngan, 2000). Di Negara Malaysia, dalam
9

rangka untuk mengontrol polusi industri atas pembuangan dari pabrik kelapa
sawit di atur dalam Peraturan 1977 diundangkan di bawah Environmental Quality
Art, 1974 dan diberlakukan oleh Departemen Lingkungan (Wu,dkk, 2007). Dalam
proses pengelolaan sistem kolam terbuka paling effisien dengan menggunakan
sistem biologis (Ngan, 2000), POME dialirkan melalui serangkaian kolam dengan
beberapa langkah pengolahan. Penamaan dan fungsi kolam mungkin berbeda -
beda antara pabrik yang satu dengan yang lain.
Secara umum sistem ini terdiri dari empat jenis kolam : kolam lemak
(fatpit), kolam pendinginan (Cooling Pond), kolam anaerobik (Anaerobik Pond)
dan kolam aerobik (Aerobik Pond). Kolam lemak digunakan untuk
mengumpulkan sisa - sisa minyak dan lemak pada POME. Meskipun dari segi
ekonomi sistem kolam dinilai menguntungkan, namun sistem ini membutuhkan
lahan yang lebih luas, memakan waktu dan melepas metana langsung ke atmosfer
dari penguraian zat organik yang terjadi di kolam anaerobik (Ma,dkk, 1985).
Sehingga diperlukan isolasi jenis bakteri indigen yang berasal dari limbah cair
POME sebagai habitat asal bakteri indigen dan menentukan parameter kinetik
pertumbuhannya sebagai tolak ukur kinerja bakteri mendegradasi limbah cair.
Penelitian yang ditujukan untuk menentukan berbagai parameter kinetika
pertumbuhan bakteri dari berbagai limbah telah dilakukan oleh beberapa peneliti
seperti (Manfaati,R, 2010) selaku Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan
Universitas Diponegoro Semarang. Bakteri yang diisolasi dari koloni proteolitik
penghasil asam laktat dengan parameter kinetik µm = 1.104 hari-1, Ks adalah 4,324
g/l, kd sebesar 0,031 jam-1, Yg = 0,182 mg MLVSS/mg COD.
(Margono, 2010) dari Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret
melakukan isolasi bakteri bacillius dalam medium glukosa melakukan uji
parameter kinetik menghasilkan nilai µm = 0.148 hari-1, Ks adalah 0.413 g/l, kd
sebesar 0.442 jam-1, Y tertinggi adalah 0.8665 mg MLVSS/mg COD. Selanjutnya
(Romli,R, 2010) tahun 2011 dari Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB melakukan isolasi bakteri dan pengujian
parameter kinetik dengan µm = 0.372 hari-1, Ks adalah 3.362.1 g/l, kd sebesar
0.132 jam-1, Y tertinggi adalah 0.9114 mg MLVSS/mg COD. Sedangkan oleh
(Fahria, 2014) dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
10

melakukan isolasi bakteri dan melakukan pengujian parameter kinetik dengan µm


= 0.102 hari-1, Ks adalah 0.555 g/l, kd sebesar 1,37 x 10-16 jam-1, Y tertinggi adalah
0,4583 mg MLVSS/mg COD. Dari berbagai penelitian sebelumnya nilai
parameter kinetika pertumbuhan bakteri dilakukan hanya secara partial terhadap
ketersediaan jenis bakteri yang terdapat di dalam limbah. Diperlukan pemeriksaan
parameter kinetika pertumbuhan bakteri secara menyeluruh (bakteri lipolitik,
bakteri selulolitik, bakteri proteolitik) dari limbah POME pabrik kelapa sawit
dengan memberikan substrat yang sesuai sehingga dapat memberikan nilai
parameter kinetika yang mendekati nilai parameter kinetika standar yang akan kita
gunakan tersebut.

2.5 Karakteristik POME


Para pemilik atau pengelolan PKS sudah mulai merubah dengan
memodifikasi kolam yang ada dengan teknologi pengelolaan lainnya. Ada
beberapa teknologi pengolahan POME yang baru saat ini, diantara teknologi yang
baru itu adalah membran dan terakhir terdengar dengan elektrokoagulasi.
Munculnya perkembangan teknologi pengelolaan POME ini disebabkan oleh
beberapa maksud dan tujuan tertentu. Karakteristik POME dan Karakteristik
POME pabrik kelapa sawit dilampirkan pada Tabel 2.1. dan Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Karakteristik POME
Parameter Unit Range
Ph - 4-5
Biological Oxygen Demand (BOD) mg/L 25,000 – 65,714
Chemical Oxygen Demand (COD) mg/L 44,300 – 102,696
Total Solids (TS) mg/L 40,500 – 72,058
Suspended Solids (SS) mg/L 18,000 – 46,011
Volatile Solids (VS) mg/L 34,000 – 49,300
Oil and Grease (O and G) mg/L 4000 – 9341
Ammoniacal Nitrogen (NH3-N) mg/L 35 – 103
Total Nitrogen mg/L 750 – 770
Sumber : Poh PE, Yong WJ, Chong MF, 2010

Tabel 2.2 Karakteristik POME Pabrik Kelapa Sawit


Parameter Unit Nilai
Ph - 6,1
Biological Oxygen Demand (BOD) mg/L 1018,57
Chemical Oxygen Demand (COD) mg/L 5928,40
Total Solids (TS) mg/L 428
11

Minyak dan Lemak mg/L 1869


Total Nitrogen mg/L 100,9
Sumber : PT Agro Indralaya Mandiri 2016
Konsentrasi padatan dan keasaman yang tinggi menyebabkan limbah
tidak cocok untuk pembuangan langsung ke sungai. POME mampu menghasilkan
gas hingga 28m3 per ton limbah yang diolah dan menghasilkan hasil samping
yang baik untuk dimanfaatkan sebagai pupuk (Direktorat Pengolahan Hasil
Pertanian, 2010). Baku Mutu dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.3 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak Sawit
Parameter Kadar Maksimum Beban Pencemar
(mg/l) Maksimum
(kg/ton)
BOD5 100 0,25
COD 350 0,88
Residu tersuspensi 250 0,63
Minyak dan lemak 25 0,063
Nitrogen total (Sebagai 50 0,125
N)
pH 6,0 – 9,0
Debit limbah maksimum 2,5 m3 per ton produk minyak sawit (CPO)
Sumber : Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 8 tahun 2012

2.5.1. COD (chemical oxygen demand)


Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan kebutuhan oksigen untuk
mengoksidasi zat-zat organik maupun anorganik secara kimiawi, baik yang dapat
didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O
dalam sebuah sampel limbah. Umumnya uji COD menghasilkan nilai kebutuhan
oksigen yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji BOD, karena bahan - bahan
yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi
dalam uji COD. Bahkan yang tidak dapat didegradasi secara biologis tersebut
akan didegradasi secara kimiawi melalui proses oksidasi, jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi tersebut dikenal dengan nama COD (chemical
oxygen demand) (Suharto, 2011).
2.5.2. BOD (biochemical oxygen demand)
Angka BOD (biochemical oxygen demand) disebut juga kebutuhan
oksigen biokimiawi adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara
global proses-proses mikrobiologis yang sebenarnya terjadi di dalam limbah.
Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob
12

untuk menguraikan zat organik yang terdapat di dalam limbah. Pengukuran BOD
diperlukan untuk menentukan beban pencemaran yang berasal dari air buangan
penduduk ataupun industri dengan mendesain sistem pengolahan biologis (ZR
dkk, 2006). Pengukuran BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik oleh
oksigen dalam air, dan proses tersebut berlangsung disebabkan adanya bakteri
aerobik. Pada kondisi suhu optimal, kecukupan nutrien, kecukupan oksigen
terlarut, nilai pH optimal, maka Bakteri dapat tumbuh dan berkembang biak
secara maksimal dengan menggunakan subtrat senyawa kimia organik dalam
limbah cair (Suharto, 2011).
2.5.3. TSS (total suspended solid)
TSS adalah jumlah berat dalam mg/liter kering lumpur yang ada dalam
limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron
(Suharto, 2011). Kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 103°C –
105°C, hingga diperoleh berat tetap. Partikel yang sama besar, partikel yang
mengapung dan zat-zat yang menggumpal yang tidak tercampur dalam air,
terlebih dahulu dipisahkan sebelum pengujian (Lenore,dkk, 1998). Padatan
tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil
dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan organik tertentu, sel mikroorganisme dan
lainnya (ZR,dkk,2006). Penentuan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk
mengetahui kekuatan pencemaran air limbah domestik, dan juga berguna untuk
penentuan efisiensi unit pengolahan air (BAPPEDA, 1995). Metode ini digunakan
untuk menentukan residu tersuspensi yang terdapat dalam contoh uji air dan air
limbah secara gravimetrik (Lenore,dkk, 1998).
2.5.4. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) seringkali dijadikan parameter baik buruknya
kualitas suatu limbah. Nilai pH limbah digunakan untuk mengekpresikan kondisi
keasaman (kosentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14.
Kisaran nilai pH 1 - 7 termasuk kondisi asam, pH 7 - 14 termasuk kondisi basa,
dan pH 7 adalah kondisi netral. Derajat keasaman mempengaruhi daya racun
bahan pencemaran dan kelarutan beberapa gas, serta menentukan bentuk zat di
dalam air. Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali (pH naik)
13

maupun ke arah asam (pH menurun), akan mengganggu kehidupan


mikroorganisme yang ada di dalam limbah tersebut.
2.6 Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)
Limbah cair Kelapa sawit tanpa adanya upaya untuk mencegah atau
mengelola limbah hasil pembuangan pabrik yang tidak diolah secara efektif akan
timbul dampak negatif terhadap lingkungan seperti timbulnya bau, pencemaran air
dan perairan umum di sekitar pabrik, dan gas rumah kaca yang berdampak
perubahan iklim global (Suharto, 2011). Skema pengolahan pabrik kelapa sawit
menurut Mawarti (2012) dilampirkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Skema Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit menurut Mawarti (2012)
LCPKS yang dihasilkan pabrik pengolahan kelapa sawit di Indonesia
untuk setiap ton produksi CPO adalah 2,5 - 3 ton. Hasil samping proses produksi
tersebut berasal dari air kondensat rebusan 36 % (150 - 175 kg/ton TBS). Sistem
pengelolaan LCPKS pada saat ini didominasi oleh pengelolaan dengan
menggunakan teknologi kolam limbah terbuka. Pengelolaan ini menggunakan
kolam anaerobik, kolam fakultatif dan kolam aerobik. Teknologi ini diketahui
mengeluarkan biaya yang besar untuk perawatan dan juga dalam prosesnya
menghasilkan gas metana sebagai gas rumah kaca yang dilepaskan bebas ke
atmosfir (Nasution, 2012). Sistem kolam adalah sistem operasi yang mudah tetapi
memiliki kelemahan seperti membutuhkan lahan yang luas, waktu retensi hidrolik
14

yang relatif lama untuk kinerja yang efektif, bau busuk serta kesulitan dalam
memperbaiki kualitas LCPKS dan penyerapan biogas. Skema Pengolahan Limbah
Cair Pabrik Kelapa Sawit (Malangyudo, 2012) dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.3. Skema Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit menurut
Malangyudo, 2011.
Pada emisi gas metan dari kolam anaerobik menunjukkan bahwa gas
metana yang dipancarkan sebesar 1043,1 kg/hari/kolam. Dengan demikian, gas
metana dapat diserap sebagai sumber energi terbarukan. Kolam anaerobik
memiliki waktu 14 retensi terpanjang di sistem tambak yaitu sekitar 20-200 hari.
Umumnya, retensi waktu air limbah di tangki anaerobik terbuka 20 hari.
Akumulasi lumpur terjadi dan air di tangki dikeringkan sekali setiap dua minggu.
Lumpur dikeringkan dalam lubang dangkal dan kemudian dijual ke petani untuk
15

digunakan sebagai pupuk di perkebunan mereka. Selama perawatan di tangki


anaerobik terbuka, gas metana mempunyai potensi meningkatkan emisi gas rumah
kaca 25 kali dibandingkan dengan karbon dioksida (Yahaya, 2013).
2.7 Proses Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerobik
Pengolahan secara anaerob berarti selama proses pengolahan tidak ada
udara yang masuk di dalam reaktor. Dalam proses pengolahan anaerobik, produk
yang dihasilkan adalah biogas, yaitu terdiri dari gas metana (CH4) dan
karbondioksida (CO2). Bila dibandingkan dengan menggunakan pengolahan
aerobik, pengolahan anaerobik lebih cocok digunakan pada limbah engan angka
COD yang tinggi. Adapun dalam pengolahan anaerobik ini terjadi 3 jenis
penguraian yaitu hidrolisis, asidogenesis dan metanogenesis. Pengolahan anaerob
memiliki bebearapa keuntungan dan kerugian dapat dilihat Tabel 2.4 berikut ini :
Tabel 2.4 Keuntungan dan Kerugian Proses Anaerobik
No Keuntungan Kerugian
1 Energi yang dibutuhkan Membutuhkan waktu pembiakan
sedikit yang lama
2 Produk samping yang Membutuhkan penambahan
dihasilkan sedikit senyawa alkalinity
Membutuhkan penambahan
senyawa alkalinity
3 Nutrisi yang dibutuhkan Tidak mendegradasi senyawa
sedikit nitrogen dan phospor
4 Dapat menghasilkan Sangat sensitif terhadap efek dari
senyawa metana (CH4) yang perubahan temperatur
merupakan sumber energi
yang potensial
5 Hanya membutuhkan reaktor Menghasilkan senyawa yang
dengan volume yang kecil beracun seperti H2S

Pengolahan anaerobik bahan organik merupakan suatu proses biokimia


kompleks yang melibatkan banyak senyawa intermediet. Pengolahan anaerobik
dapat diaplikasikan secara luas untuk berbagai macam limbah dan sangat cocok
untuk pengolah limbah yang mengandung karbon organik konsentrasi tinggi,
termasuk air limbah dari kota, pertanian dan industri, kotoran hewan dan sisa-sisa
tanaman, seperti limbah pabrik kelapa sawit, air limbah Rumah Pemotongan
Hewan, limbah cair pabrik, air limbah tekstil dan limbah makanan.
Perombakan limbah dapat berjalan lebih cepat pada penggunaan bakteri
thermophilic. Temperatur yang tinggi dapat memacu perombakan bahan - bahan
16

organik, perombakan yang cepat akan dimanfaatkan oleh bakteri methanogenic


untuk menghasilkan gas metana, sehingga dapat meningkatkan produksi biogas
Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) mengandung kadar bahan organik yang
tinggi, sehingga dapat diolah secara anaerob untuk menghasilkan biogas.
Pengolahan anaerob ini akan menguraikan senyawa organik di air limbah menjadi
asam lemak rendah, asam asetat, hidrogen dan lain - lain melalui asam lemak
tinggi, asam amino dll dengan cara hidrolisis, fermentasi melibatkan bermacam-
macam bakteri anaerob fakultatif (bakteri metabolisme yang tahan hidup hanya di
kondisi anaeob) dan selanjutnya diuraikan secara reduksi (proses produksi gas)
menjadi CO2, CH4, amonia dan H2S, proses produksi asam dan gas pada umumnya
dilakukan didalam bak yang sama, karena itu menjaga keseimbangan kedua
proses produksi gas. Diagram konversi bahan organik menjadi metan secara
anaerobik (Jiang, 2006) dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4 Diagram Konversi Bahan Organik Menjadi Metan Secara Anaerobik
(Jiang, 2006)

2.8 Tahapan Pengolahan Limbah Cair Proses Anaerobik


2.8.1. Reaksi Hidrolisa / Tahap pelarutan
Hidrolisis merupakan langkah awal untuk hampir semua proses
penguraian dimana bahan organik akan dipecah menjadi bentuk yang lebih
sederhana sehingga dapat diurai oleh bakteri pada proses fermentasi. Bakteri
17

mendekomposisi rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak menjadi bagian


yang lebih pendek. Sebagai contoh, polisakarida diubah menjadi monosakarida.
Protein dibagi menjadi peptida dan asam amino. Lemak dihidrolisis menjadi asam
- asam lemak atau gliserol (Price,dkk, 1981). Laju hidrolisis merupakan fungsi
dari faktor seperti pH, suhu, komposisi serta ukuran partikel substrat dengan
reaksi sebagai berikut.
(C6H10O5)n (s) + n H2O(l) n C6H12O6
Selulosa air glukosa
(C6H10O6)x + xH2O (C6H12O6)
Karbohidrat air glukosa
2.8.2. Reaksi Asidogenik / Tahap pengasaman
Pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa, dikonversikan menjadi
asam lemak volatil, alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida, air dan
hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam - asam organik yang terbentuk
adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam. Reaksi yang terjadi
menurut (Price,dkk, 1981) adalah :
a) n (C6H12O6) 2n (C2H5OH) + 2n CO2(g) + kalor
glukosa etanol karbondioksida
b) 2n (C2H5OH)(aq) + n CO2(g) 2n (CH3COOH)(aq) + nCH4(g)
etanol karbondioksida asam asetat metana

2.8.3. Reaksi Metanogenik / Tahap gasifikasi


Pada tahap ini, bakteri metana membentuk gas metana secara perlahan
secara anaerob. Proses ini berlangsung 14 hari di dalam digester. Pada proses ini
akan dihasilkan CH4, CO2, sedikit H2 dan H2S. Reaksi yang terjadi adalah :
2n (CH3COOH) 2n CH4(g) + 2n CO2(g)
asam asetat gas metana gas karbondioksida
Metanogenesis merupakan langkah penting dalam proses pengolahan
anaerobik secara keseluruhan, karena proses ini adalah yang paling lambat pada
proses reaksi biokimia. Metanogenesis sangat dipengaruhi oleh kondisi operasi.
Komposisi bahan baku, laju pengumpanan, suhu, dan pH adalah faktor yang
mempengaruhi proses metanogenesis. Overloading pada digester, perubahan suhu
atau masuknya oksigen dalam jumlah besar dapat mengakibatkan penghentian
18

produksi metana (Al,dkk, 2008). Metanogen dan asidogen membentuk suatu


hubungan yang saling menguntungkan dimana metanogen mengubah hasil dari
proses asidogen seperti hidrogen, asam format dan asetat menjadi metana dan
karbon dioksida. Mikroorganisme yang membentuk metana diklasifikasikan
sebagai archaea yang bekerja tanpa adanya oksigen. Mikroorganisme non
metanogenik yang berperan dalam tahapan proses hidrolisis dan fermentasi
merupakan bakteri fakultatif (Deublein,dkk, 2008).
Mikroorganisme metanogen tumbuh secara lambat dalam air limbah dan
waktu tumbuh berkisar 13 hari pada suhu 35oC dan 50 hari pada suhu 10C.
Bakteri metanogen dibagi menjadi dua, yaitu bakteri metanogen hidrogenotropik
(seperti chemolitotrof yang menggunakan hidrogen) merubah hidrogen dan
karbondioksida menjadi metan dan bakteri metanogen asetotropik atau bakteri
asetoklastik atau bakteri penghilang asetat, yang merubah asetat menjadi metan
dan CO2. Bakteri asetoklastik tumbuh jauh lebih lambat dari pada bakteri
pembentuk asam. Kelompok ini terdiri dari dua kelompok, yaitu Metanosarkina
dan Metanotrik. Kurang lebih sekitar 2/3 metan dihasilkan dari konversi asetat
oleh metanogen asetotropik. Sepertiganya reduksi karbondioksida oleh hidrogen.
2.9 Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu prokariotik yang hidup bebas
dan dapat ditemukan di beberapa lingkungan seperti udara, tanah, debu, air, serta
hidup di dalam tubuh hewan, tumbuhan,manusia atau berada di tempat umum
yang memang tak terlihat oleh mata karena ukurannya yang kecil. Nama bakteri
berasal dari bahasa Yunani dari kata bacterion yang berarti batang kecil.
2.9.1. Bentuk Bakteri
Bakteri memiliki beberapa macam bentuk yaitu basil (tongkat), coccus,
dan spirilum. Bakteri yang berbentuk tongkat maupun kokus dibagi menjadi
beberapa macam. Pada bentuk basil pembagiannya yaitu basil tunggal, diplobasil,
dan tripobasil. Sedangkan pada coccus dibagi menjadi monococcus, diplococcus,
sampai stophylococcus. Khusus pada spirilum hanya dibagi menjadi dua bentuk
yaitu setengah melengkung dan melengkung (Fardiaz,S, 1992).
2.9.2. Sifat Kimiawi pada Susunan Sel Bakteri
19

Sel terdiri dari berbagai bahan kimia. Bila sel Bakteri diberi perlakuan
kimiawi, maka sel ini memperlihatkan susunan kimiawi yang spesifik. Sifat
kimiawi pada susunan sel bakteri, mencakup kepada (Fardiaz,S, 1992).
2.9.2.1. Membran Sel Prokariotik
Pada beberapa bakteri, membran mengelilingi sitoplasma tanpa
menunjukkan adanya lipatan. Membran pada bakteri lain mengalami pelipatan ke
dalam yang disebut mesosom. Pada bakteri fotosintetik, klorofil tidak terdapat
dalam suatu kloroplas, melainkan terdapat dalam membran yang sangat berlipat -
lipat di dalam sel, yang disebut membran tilakoid. Sistem fotosintetik pada bakteri
disamping menggunakan klorofil, juga karotenoid. Keduanya mengandung sistem
transport elektron yangmenghasilkan ATP pada proses fotosintesis.
2.9.2.2. Dinding Sel
Dinding sel bakteri bersifat agak elastis dan tidak bersifat permeable
terhadap garam dan senyawa tertentu dengan berat molekul rendah. Secara normal
konsentrasi garam dan gula yang menentukan tekanan osmotik di dalam sel lebih
tinggi daripada di luar sel. Apabila tekanan osmose di luar sel naik, air sel akan
mengalir keluar, protoplasma mengalami pengkerutan, dan membran akan terlepas
dari dinding sel. Proses ini disebut dengan plasmolisis. Dinding sel bakteri gram
positif: Dinding sel bakteri gram positif terdiri 40 lapis rangka dasar murein,
meliputi 30 - 70 % berat kering dinding sel bakteri. Senyawa lain penyusun
dinding sel gram positif adalah polisakarida yang terikat secara kovalen, dan asam
teikoat yang sangat spesifik. Di luar rangka murein tersebut terdapat sejumlah
besar lipoprotein, lipopolisakarida dan lipida jenis lain.
2.9.2.3. Flagel dan Pili
Flagel merupakan salah satu alat gerak bakteri. Letak flagel dapat polar,
bipolar, peritrik, maupun politrik. Flagel mengakibatkan bakteri dapat bergerak
berputar. Penyusun flagel adalah sub unit protein yang disebut flagelin, yang
mempunyai berat molekul rendah. Ukuran flagel berdiameter 12 - 18 nm dan
panjangnya lebih dari 20 nm. Pada beberapa bakteri, permukaan selnya dikelilingi
oleh puluhan sampai ratusan pili, dengan panjang 12 nm. Pili disebut juga sebagai
fimbrae. Sex-pili berperan pada konjugasi sel. Pada bakteri Escherichia coli strain
K-12 hanya dijumpai 2 buah pili.
20

2.9.2.4. Kapsul dan Lendir


Bakteri mengakumulasi senyawa - senyawa yang kaya akan air, sehingga
membentuk suatu lapisan di permukaan luar selnya yang disebut sebagai kapsul
atau selubung berlendir. Fungsinya untuk kehidupan bakteri tidak begitu esensial,
namun menyebabkan timbulnya sifat virulen terhadap inangnya. Keberadaan
kapsul mudah diketahui dengan metode pengecatan negatif menggunakan tinta
cina atau nigrosin. Kapsul akan tampak transparan diantara latar belakang yang
gelap. Pada umumnya penyusun utama kapsul adalah polisakarida yang terdiri
atas glukosa, gula amino, rhamnosa, serta asam organik seperti asam piruvat dan
asam asetat. Ada pula yang mengandung peptida, seperti kapsul pada bakteri
Bacillus sp. Lendir merupakan kapsul yang lebih encer. Adakalanya kapsul bakteri
dapat dipisahkan dengan metode penggojokan kemudian diekstrak.
2.9.3. Reproduksi Bakteri
Perkembangan mikroorganisme bakteri dapat terjadi dengan banyak cara
yaitu secara seksual dan aseksual yang paling banyak terjadi adalah
perkembangbiakan aseksual. Perkembangan biakan aseksual terjadi dengan
pembelahan biner, yakni satu sel induk membelah menjadi dua sel anak.
Kemudian masing - masing sel anak membentuk dua sel anak lagi dan seterusnya.
Tipe lain cara perkembangbiakan aseksual disamping pembelahan biner
(binaryfission) adalah dengan cara melakukan pembelahan ganda (multiplefission)
dan perkuncupan (budding). Kecepatan pembelahan sel ditentukan dengan waktu
generasi. Waktu generasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk membelah,
bervariasi tergantung dari spesies dan kondisi pertumbuhan. Pembelahan biner
yang terjadi pada bakteri adalah pembelahan biner melintang. Pembelahan biner
melintang adalah suatu proses reproduksi aseksual; setelah pembentukan dinding
sel melintang, maka satu sel tunggal membelah menjadi dua sel yang disebut
dengan sel anak.
Dijelaskan bahwa sistem reproduksi bakteri adalah dengan cara
pembelahan biner melintang, satu sel membelah diri menjadi 2 sel anakan yang
identik dan terpisah. Selang waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri
menjadi dua kali lipat disebut sebagai waktu generasi. Waktu generasi pada setiap
bakteri tidak sama, ada yang hanya memerlukan 20 menit bahkan ada yang
21

memerlukan sampai berjam-jam atau berhari-hari. Bila bakteri diinokulasikan,


pembiakan tidak segera terjadi tetapi ada periode penyesuaian pada lingkungan
yang dikenal dengan pertumbuhan (Hadioetomo,R, 1993).
Kemudian akan memperbanyak diri (replikasi) dengan laju yang konstan,
sehingga akan diperoleh kurva pertumbuhan. Bakteri biasanya melakukan
pembiakan secara aseksual atau vegetatif. Pembiakan ini berlangsung cepat, jika
faktor-faktor luar menguntungkan. Pelaksanaan pembiakan yaitu dengan
pembelahan diri atau divisio. Pembelahan diri dapat dibagi atas 3 fase, yaitu:
2.9.3.1. Fase pertama
Pada fase ini sitoplasma terbelah oleh sekat yang tumbuh tegak lurus
pada arah memanjang.
2.9.3.2. Fase Kedua.
Pada fase ini diikuti oleh suatu dinding melintang. Dinding melintang ini
tidak selalu merupakan penyekat yang sempurna; di tengah - tengah sering
ketinggalan suatu lubang kecil, di mana protoplasma kedua sel baru masih tetap
berhubung - hubungan. Hubungan protoplasma itu disebut plasmodesmida.
2.9.3.3. Fase terakhir
Fase ini adalah terpisahnya kedua sel. Ada bakteri yang segera berpisah,
yaitu yang satu terlepas sama sekali dari pada yang lain, setelah dinding melintang
menyekat secara sempurna. Bakteri yang semacam ini merupakan koloni yang
merata, jika dipiara pada medium padat. Sebaliknya, bakteri -bakteri yang
dindingnya lebih kokoh itu tetap bergandeng - gandengan setelah pembelahan.
Bakteri macam ini merupakan koloni yang kasar permukaannya.
Jika faktor-faktor luar menguntungkan, maka setelah terjadi pembelahan,
sel-sel baru membesar sampai masing - masing menjadi sebesar sel induk. Hal ini
dimungkinkan karena gampangnya peresapan zat makanan yang tersedia di dalam
medium. Kokus membelah diri menjadi dua setengah bola, kemudian keduanya
tumbuh menjadi dua bola yang masing-masing sebesar induk kokus. Ada basil
yang setelah membelah diri, menjadi dua bagian yang masing - masing
menyerupai kokus. Sudah barang tentu kokus ini bukan kokus yang sebenarnya,
sebab kokus ini kemudian memanjang menjadi basil seperti induk semula. Di
dalam koloni yang tua, pembesaran basil itu tidak seimbang dengan kecepatan
22

pembelahannya, artinya banyak basil sebelum mencapai panjang yang sebenarnya


telah mulai membelah lagi (Hadioetomo,R, 1993).
Dengan demikian panjang basil dapat berbeda - beda, sedang
diameternya tetap sama saja. Pada golongan dan golongan spiril, pembelahan itu
satu jurusan saja. Dinding yang membagi dua bakteri - bakteri itu tegak lurus pada
poros dari ujung ke ujung. Basil - basil baru yang tetap bergandeng - gandengan
setelah pembelahan, merupakan streptobasil. Contoh untuk ini
adalah Streptobaccilus moniliformis, yaitu suatu patogen yang kedapatan pad tikus
dan kadang - kadang pada manusia. Pada kokus kita kenal bentuk streptokokus,
yaitu kalau pembelahan terus - menerus terjadi menurut satu jurusan dan sel - sel
bergandeng - gandengan. Contoh untuk ini adalah Streptococcus lactis, suatu
saproba yang menyebabkan masamnya air susu. Jika pembelahan berlangsung
menurut satu jurusan, akan tetapi kokus hanya bergandengan dua - dua saja
terjadilah suatu bentuk yang kita sebut diplokokus.
Contoh untuk ini adalah Diplococcus pneumoniae, yaitu penyebab
penyakit pneumonia atau yang disebut radang paru - paru. Jika pembelahan terjadi
menurut satu jurusan, kemudian diikuti dengan pembelahan ke lain jurusan yang
tegak lurus pada arah pembelahan yang pertama, terjadilah suatu tetrad atau
tetrakokus. Contoh untuk ini adalah Mikrococcus tetragenus. Sering kali beberapa
tetrad masih mengelompok merupakan suatu kepingan.
Jika pembelahan kokus berlangsung berganti - ganti ke tiga jurusan yang
tegak lurus satu sama lain, terjadilah kelompok serupa kubus. Kelompok semacam
ini disebut sarsina. Contoh untuk ini adalah Sarcina lutea, suatu saproba yang
kedapatan dimana - mana. Jika pembelahan tidak teratur arahnya, sehingga terjadi
kelompok serupa untaian buah anggur, maka kelompok ini
disebut stafilokokus. Contoh ini adalah Staphylococcus aureus, suatu patogen
yang banyak kedapatan pada kulit dan lapisan lendir.
Pengelompokan itu sangat dipengaruhi oleh keadaan dinding sel bakteri.
Jika dinding itu liat, maka sel - sel akan tetap berkelompok. Jika dinding itu tidak
liat, sel - sel mudah terpisah yang satu daripada yang lain. Bakteri yang suka
bergerak itu merupakan koloni yang berliku - liku seperti huruf cina, contoh untuk
23

ini adalah Corynebacterium diphtheria, yaitu patogen yang menyebabkan


penyakit tenggorokan dipteri.

2.10 Pertumbuhan Bakteri


Pertumbuhan merupakan proses perubahan bentuk yang semula kecil
kemudian menjadi besar. Pertumbuhan menyangkut pertambahan volume dari
individu itu sendiri. Pertumbuhan pada umumnya tergantung pada kondisi bahan
makanan dan juga lingkungan. Apabila kondisi makanan dan lingkungan cocok
untuk mikroorganisme tersebut, maka mikroorganisme akan tumbuh dengan
waktu yang relatif singkat dan sempurna. Pertumbuhan merupakan proses
bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat suatu organisme, misalnya kita
makhluk makro ini dikatakan tumbuh ketika bertambah tinggi, bertambah besar
atau bertambah berat. Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih diartikan
sebagai pertumbuhan koloni, yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran koloni
yang semakin besar atau subtansi atau massa Bakteri dalam koloni tersebut
Semakin banyak pertumbuhan pada bakteri diartikan sebagai
pertambahan jumlah sel bakteri itu sendiri. Pertumbuhan mikroorganisme
tergantung dari tersediannya air. Bahan - bahan yang terlarut dalam air, yang
digunakan oleh mikroorganisme untuk membentuk bahan sel dan memperoleh
energi, adalah bahan makanan. Tuntutan berebagai mikroorganisme yang
menyangkut susunan larutan makanan dan persyaratan lingkungan tertentu, sangat
berbeda - beda. Oleh karena itu diperkenalkan banyak resep untuk membuat
media biak untuk mikroorganisme (Hadioetomo,R, 1993).
Bakteri merupakan mikroorganisme yang perlu diketahui kemampuannya
untuk tumbuh dan hidup sebab beberapa diantaranya sering dimanfaatkan untuk
keperluan penelitian. Sampai sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan terus
menggali potensi apa yang terdapat di dalam mikriba, oleh karena itu perlu
diketahui seluk beluk dari Bakteri itu sendiri. Salah satunya yaitu faktor - faktor
apa saja yang dapat mempengaruhi pertumbuhannya. Setiap Bakteri memiliki
karakteristik kondisi pertumbuhan yang berbeda - beda. Pertumbuhan bakteri pada
kondisi yang optimum lebih cepat jika dibandingkan dengan jamur dan kapang.
Hal ini disebabkan karena bakteri memiliki struktur sel yang lebih sederhana,
sehingga sebagian besar bakteri memiliki waktu generasi hanya sekitar 20 menit
24

jika dibandingkan dengan khamir dan kapang yang struktur selnya lebih rumit dan
waktu generasinya yang cukup lama.
2.10.1 Pengertian Pertumbuhan Mikroorganisme
Pertumbuhan pada mikroorganisme diartikan sebagai penambahan
jumlah atau total massa sel yang melebihi inokulum asalnya. Pertumbuhan
merupakan suatu proses kehidupan yang irreversible artinya tidak dapat dibalik
kejadiannya. Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas
konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran,
diikuti pertambahan jumlah, pertambahan ukuran sel, pertambahan berat atau
massa dan parameter lain. Sebagai hasil pertambahan ukuran dan pembelahan sel
atau pertambahan jumlah sel maka terjadi pertumbuhan populasi bakteri.
Pertumbuhan Bakteri dalam suatu medium mengalami fase - fase yang berbeda,
yang berturut - turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan
fase kematian. Pada fase kematian eksponensial tidak diamati pada kondisi umum
pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat dengan penambahan
zat kimia toksik, panas atau radiasi yang di berikan tersebut (Purwoko,T, 2007).
Dalam pertumbuhannya setiap makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang
mencukupi serta kondisi lingkungan yang mendukung demi proses pertumbuhan
tersebut, termasuk juga bakteri. Pertumbuhan bakteri pada umumnya akan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh faktor ini akan memberikan
gambaran yang memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda dan pada
akhirnya memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya. Kebutuhan
mikroorganisme untuk pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
kebutuhan fisik dan kebutuhan kimiawi atau kemis. Aspek - aspek fisik dapat
mencakup suhu, pH dan tekanan osmotik. Sedangkan kebutuhan kemis meliputi
air, sumber karbon, nitrogen oksigen, mineral - mineral dan faktor penumbuh.
Pada organisme multiselular (banyak sel), yang disebut pertumbuhan
adalah peningkatan jumlah sel per organisme, dimana ukuran sel juga menjadi
lebih besar. Pada organisme uniselular (bersel tunggal) pertumbuhan adalah
pertambahan jumlah sel, yang juga berarti pertambahan jumlah organisme yang
membentuk populasi atau suatu biakan. Pada organisme yang
25

membentuk soenositik (aselular), selama pertumbuhan ukuran sel menjadi besar,


tetapi tidak terjadi pembelahan sel.
Pada mikroorganime, pertumbuhan individu (sel) dapat berubah langsung
menjadi pertumbuhan populasi. Sehingga batas antara pertumbuhan sel dan
pertumbuhan populasi, serta sebagai satu kesatuan populasi yang kemudian
terjadi, kadang - kadang karena terlalu cepat perubahannya, sulit untuk dapat
melakukan pengamatan dan juga sulit untuk dapat kita bedakan antara
pertumbuhan populasi yang satu dengan yang lain.
Pertumbuhan dalam keadaan kesetimbangan bila terjadi secara teratur
pada kondisi konstan, sehingga jumlah pertambahan komponen kimia juga
konstan. Misalnya, pertambahan jumlah massa sel sebanyak dua kali dalam
keadaan kesetimbangan akan mengakibatkan penambahan jumlah komponen sel
seperti air, protein, ARN dan ADN sebanyak dua kali pula.

2.11 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri


2.11.1. Tingkat keasaman (pH)
Kebanyakan Bakteri tumbuh baik pada pH sekitar netral dan pH 4,6 – 7,0
merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan kapang dan
khamir tumbuh pada pH yang lebih rendah.
2.11.2. Suhu
Suhu merupakan salah satu factor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan Bakteri. Setiap Bakteri mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum
tertentu untuk pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, Bakteri
dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut :
a. Psikrofil, yaitu Bakteri yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan
pada suhu 0 - 20o C.
b. Mesofil, yaitu Bakteri yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 20
- 45o C.
c. Termofil, yaitu Bakteri yang suhu pertumbuhannya diatas 45 o C.
Kebanyakan Bakteri perusak pangan merupakan Bakteri mesofil,
yaitu tumbuh baik pada suhu ruangan atau suhu kamar. Bakteri pathogen
umumnya mempunyai suhu optimum pertumbuhan sekitar 37o C, yang juga
adalah suhu tubuh manusia. Oleh karena itu suhu tubuh manusia merupakan suhu
26

yang baik untuk pertumbuhan beberapa bakteri pathogen. Bakteri perusak dan
pathogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran suhu 4 – 66oC.
2.11.3. Nutrient
Bakteri sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi
sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur - unsur dasar tersebut
adalah : karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah
kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan sumber - sumber nutrisi ini dapat
mempengaruhi pertumbuhan Bakteri hingga pada akhirnya dapat menyebabkan
kematian. Kondisi tidak bersih dan higinis pada lingkungan adalah kondisi yang
menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan Bakteri sehingga Bakteri dapat
tumbuh berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh karena itu, prinsip daripada
menciptakan lingkungan bersih dan higinis adalah untuk mengeliminir dan
meminimalisir sumber nutrisi bagi bakteri agar pertumbuhannya terkendali.
2.11.4. Oksigen
Bakteri mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda - beda untuk
pertumbuhannya. Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, Bakteri dibedakan
atas 4 kelompok sebagai berikut :
1. Aerob, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.
2. Anaerob, yaitu bakteri yang tumbuh tanpa membutuhkan oksigen.
3. Anaerob fakultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan atau tanpa
adanya oksigen.
4. Mikroaerofil, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen pada konsentrasi
yang lebih rendah daripada konsentrasi oksigen yang normal di udara.
Bakteri perusak pangan sebagian besar tergolong aerob, yaitu
membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, kecuali bakteri yang
dapat tumbuh pada saluran pencernaan manusia yang tergolong anaerob
fakultatif.

2.12 Media Biak dan Persyaratan bagi Pertumbuhan


Sejumlah besar mikroorganisme yang tidak banyak tuntutan, misalnya
banyak pseudomonad dalam tanah dan air, dan juga Escherechia coli tumbuh
subur dalam larutan biak sesuai susunannya. Selain susunan pertumbuhannya
27

banyak mikroorganisme masih memerlukan unsure - unsur lain yakni unsur


pelengkap, vitamin - vitamin dan unsur senyawa tanbahan lain. Sesuatu larutan
biak yang dapat dibuat dari senyawa - senyawa kimia tertentu, disebut media biak
sintetik. Harus diusahakan agar untuk setiap mikroorganisme dapat ditetapkan
kebutuhan bahan makanan minuman dan mengembangkan medium minimum
yang tidak mengandung lebih banyak komponen daripada yang diperlukan untuk
pertumbuhan. Jenis - jenis yang mempunyai tuntutan tinggi memerlukan sejumlah
besar zat pelengkap. Untuk Leuconostoc mesenteroides telah mengembangkan
suatu medium sintetik mengandung lebih dari 40 komponen. (Pratiwi,T, 2006).
2.12.1. Media Biak Kompleks
Untuk banyak mikroorganisme bertuntutan tinggi belum dikenal benar
bahan - bahan makanan yang diperlukan. Orang membiakkannya dalam larutan
biak yang mengandung ekstrak ragi, otolisat ragi, pepton atau ekstrak daging.
Untuk beberapa kelompok organisme lazim juga digunakan : rempah - rempah,
dekok rumput kering, sari buah prem, sari wortel, santan dan untuk cendawan
koprofil juga sari perasan tahi kuda. Mengingat biaya, larutan - larutan biak tidak
dibentuk dari senyawa - senyawa murni tetapi lebih disukai untuk menggunakan
zat-zat kompleks, seperti air dadih, melase, air rendaman jagung atau ekstrak
kedele, yang sebagai produk sisa tersedia dengan harga murah. Media biak seperti
ini disebut media biak kompleks (Pratiwi,T, 2006).
2.12.2. Media Biak Padat
Untuk membuat biak padat pada larutan biak cair ditambahkan bahan
pemadat yang memberi konsistensi seperti selai pada larutan air. Hanya untuk
keperluan tertentu masih digunakan gelatin, karena sudah mencair pada suhu 26 -
30o C dan banyak mikroorganisme mampu mencairkan gelatin. Bahan pemadat
yang hampir ideal adalah agar. Agar adalah polisakarida dengan susunan
kompleks dan terajut kuat berasal dari ganggan laut. Agar hanya dipengaruhi oleh
sejumlah kecil bakteri. Bila diperlukan media biak padat tanpa komponen -
komponen organik, maka dipakai silikagel sebagai bahan pemadat
Pembiakan Bakteri dalam laboratorium memerlukan medium yang berisi
zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Zat
hara digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan
28

energi dalam metabolisme dan pergerakkan. Lazimnya, medium biakan berisi air,
sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen,
hidrogen serta unsur - unsur sekelumit (trace elements) (Wibowo,MS, 2012).
2.13 Fase Pertumbuhan Bakteri
Bakteri yang diinokulasikan dalam medium yang sesuai dan pada
keadaan yang optimum bagi pertumbuhannya, maka terjadi kenaikan jumlah yang
sangat tinggi dalam waktu yang relatif pendek. Pada beberapa spesies, populasi
(panen sel terbanyak yang dapat diperoleh) tercapai dalam waktu 24 jam,
populasinya dapat mencapai 10 sampai 15 milyar sel bakteri per mililiter.
Perbanyakan ini disebabkan oleh pembelahan sel secara aseksual. Fase
pertumbuhan bakteri adalah sebagai berikut :
2.13.1. Fase Lag atau Ancang - Ancang.
Fase ancang - ancang adalah fase dimana bakteri beradapatasi dengan
lingkungannya dan mulai bertambah sedikit demi sedikit. Tahap ancang -ancang
mencakup interval waktu antara saat penanaman dan saat tercapainya kecepatan
pembelahan maksimum. Lamanya tahap ancang - ancang ini terutama tergantung
dari biak awal, umur bahan yang ditanam dan juga dari sifat larutan biak. Kalau
bahan yang sel - sel harus terlebih dahulu menyesuaikan diri terhadap kondisi
pertumbuhan baru, yaitu mengenai sintesis RNA, ribosom dan enzim.
Kalau sumber energi dan sumber karbon dalam larutan biak baru
berbeda daripada yang ada di biak awal, maka adaptasi terhadap kondisi baru
kerap kali memerlukan sintetis baru enzim - enzim, yang ketika berada di biak
awal tidak diperlukan sehingga tidak dibentuk. Pada Fase lag setelah inokulasi,
mikroorganisme mereorganisasi komponen molekularnya pada saat menyerap nutrien
baru. Komposisi dan jenis nutrien akan mempengaruhi jenis enzim yang disintesa,
enzim yang dibutuhkan akan dibentuk, enzim yang tidak diperlukan akan ditekan.
“Mesin” proses di dalam sel menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan baru.
Perubahan ini akan terefleksikan dalam mekanisme sel melalui pengaturan proses
metabolisme. Selama fase ini massa sel bertambah sedikit tanpa merubah densitas sel.
Konsentrasi yang rendah beberapa nutrien dan faktor pertumbuhan akan
menghasilkan fase lag yang panjang. Periode fase lag sangat bergantung pada umur
dari inokulum. Inokulum yang optimum akan menghasilkan fase lag yang minimum.
Untuk mempersingkat fase lag, sel harus ditumbuhkan pada media dan kondisi
29

pertumbuhan yang optimum, sel harus aktif, dan volume inokulum berkisar antara
5% sampai dengan 10% (Shuler,dkk, 1992).
2.13.2. Fase Logaritmik atau Tahap Eksponensial
Tahap eksponensial adalah fase dimana pembiakan bakteri berlangsung
paling cepat. Jika ingin mengadakan piaraan yang cepat tumbuh, maka bakteri
dalam fase ini baik sekali untuk dijadikan inokulum. Tahap pertumbuhan
eksponensial atau logaritmik terciri oleh kecepatan pembelahan maksimum yang
konstan. Kecepatan pembelahan diri sepanjang tahap log bersifat spesifik untuk
tiap jenis bakteri dan tergantung lingkungan. Pada banyak jenis bakteri ukuran sel
dan kandungan protein sel sepanjang tahap log tetap konstan. Didalam sebuah
biak statik juga terjadi perubahan - perubahan sel sepanjang pertumbuhan
eksponensial, karena lingkungan juga terus berubah, konsentrasi substrat semakin
berkurang, kerapatan sel bertambah, dan lainnya (Zubaidah,E, 2006).
2.13.3. Fase Stationer
Tahap stasioner adalah fase dimana jumlah bakteri yang berkembang biak
sama dengan jumlah bakteri yang mengalami kematian. Tahap stasioner dimulai
kalau sel - sel sudah tidak tumbuh lagi. Kecepatan pertumbuhan tergantung dari
kadar substrat, menurunnya kecepatan pertumbuhan sudah terjadi ketika kadar
substrat berkurang sebelum substrat habis terpakai. Massa bakteri yang dicapai
pada tahap stasioner dinamakan hasil atau keuntungan.
2.13.4. Fase Autolisis (kematian)
Tahap Kematian adalah fase dimana jumlah bakteri yang mati semakin
banyak, melebihi jumlah bakteri yang berkembang biak. Fase kematian ditandai
dengan cepat merananya koloni dan jumlah bakteri yang mati senantiasa
bertambah. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa minggu bergantung pada
spesies dan keadaan medium serta faktor - faktor lingkungan. Kalau keadaan ini
dibiarkan terus menerus, besar kemungkinan bakteri tidak dapat dihidupkan
kembali dalam medium baru. Cara menghitung jumlah bakteri untuk membuat
grafik pertumbuhan, yaitu dengan metode penuangan, penghitungan dengan
mikroskop dengan menggunakan haemocytometer dan dengan menggunakan
turbidometer. Kurva pertumbuhan bakteri dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut.
30

Gambar 2.5 Kurva Pertumbuhan Bakteri


2.14 Parameter Kinetika Pertumbuhan Bakteri
Bakteri indigen hasil isolasi diperlukan pengujian yang berhubungan
dengan tingkat kemampuannya dalam mendegradasi limbah cair. Diperlukan nilai
parameter kinetika bakteri indigen (lipolitik, selulolitik dan proteolitik) yang
meliputi nilai laju pertumbuhan spesifik (μ), nilai hasil pertumbuahn (Y),
konstanta kejenuhan (Ks), dan koefisien kematian mikroba (Kd) (Margono, 2010).
2.14.1. Laju Pertumbuhan Spesifik (μ)
Pada balance growth, laju pertumbuhan spesifik akan sama baik
ditentukan secara massa sel ataupun jumlah sel. Konsentrasi nutrien pada fase ini
besar, maka laju pertumbuhan tidak dipengaruhi oleh konsentrasi nutrien. Laju
pertumbuhan pada fase eksponensial mengikuti persamaan diferensial orde
pertama (Shuler, 2002). Pertumbuhan eksponensial terjadi bila semua kebutuhan
untuk pertumbuhan terpenuhi, hal ini dinyatakan dengan (Fahria,dkk, 2014) :
x = μX . Δt.................................................. (1)
Dengan membagi kedua sisi pada persamaan (1) dengan ∆t, maka turunan limit ∆t
0
diperoleh : dx / dt = µX ……….....…........................... (2)
X = X0 pada t = 0 , X adalah konsentrasi biomassa (g/l), t adalah waktu (jam) dan μ
adalah laju pertumbuhan spesifik (jam -1). Integrasi persaman di atas menghasilkan :
ln X = μ Δt + ln Xo ………....................... (3)
atau μ Δt = ln (X - Xo) ........…...……...........… (4)

ln = μ t atau μ = 2,303 log / t ...…......... (5)


31

Dengan mengeplot ln (X - Xo) terhadap waktu (t) akan menghasilkan


garis kemiringan μ. Pada fermentasi batch, laju pertumbuhan spesifik adalah
konstan dan dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi nutrien. Pada konsentrasi
nutrien awal yang rendah akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih kecil
dari laju pertumbuhan spesifiknya. Hubungan laju pertumbuhan dengan
konsentrasi substrat (S) ditunjukkan oleh Gambar 2.6. Pada daerah A terdapat
pembatasan oleh substrat. Pada kondisi ini peningkatan konsentrasi substrat akan
meningkatkan laju pertumbuhan mikroba. Pada daerah B tak terdapat pembatasan,
dijumpai pada fasa eksponensial. Pada daerah C terjadi penghambatan oleh
substrat. Pada saat S mendekati 0, μ berbanding lurus dengan S, sedangkan jika S
berlebihan μ tidak bergantung pada S, μ = μm (laju pertumbuhan spesifik
maksimum) (Margono, 2010). µ merupakan konstanta kecepatan pertumbuhan
yang digunakan untuk memperkirakan kecepatan pertumbuhan populasi dari
masing-masing aktivitas sel individual dan dapat digunakan untuk mengetahui
dinamika pertumbuhan secara teoritis.
Waktu generasi merupakan waktu yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
dapat beregenerasi dari jumlah sel pada awalnya ke jumlah sel pada waktu
tertentu. Waktu generasi (g) dihitung dengan persamaan:

……………….........................………(6)

Gambar 2.6 Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Laju Pertumbuhan Spesifik


(Mangunwidjaja, 1994)
Model unstructured yang sering digunakan untuk menggambarkan
kinetika pertumbuhan adalah persamaan Monod. Model ini mengekspresikan
bahwa laju pertumbuhan spesifik mikroba akan meningkat jika konsentrasi
32

substrat meningkat. Namun laju pertumbuhan spesifik akan turun pada


konsentrasi substrat yang terlalu tinggi.
2.14.2 Hasil Pertumbuhan (Growth Yield)
Hasil pertumbuhan Y didefinisikan secara matematis sebagai : dimana
(dx)adalah jumlah pertambahan biomassa sebagai hasil dari penggunaan sejumlah
substrat (ds) memberikan turunan (Margono, 2010).
dx / ds = Y ................................................ (6)
Monod (1949) mengamati bahwa selama tidak ada perubahan dalam
komposisi biomassa dan kondisi lingkungan tetap konstan, hasil pertumbuhan (Y)
tetap dalam jumlah konstan. Dengan demikian, biomassa awal dan konsentrasi
substrat ditunjukkan sebagai xo, dan So, sedangkan x dan S tetap menggambarkan
konsentrasi yang sesuai selama pertumbuhan. (Pirt,S.J, 1975) telah menunjukkan
bahwa hubungan antara pertumbuhan dan penggunaan substrat dapat dinyatakan
sebagai :
(X – Xo ) = Y (So – S) .......................….. (7)
Pada batas pertumbuhan substrat, suatu biakan yang mencapai
konsentrasi biomassa maksimum (xm) akan mendekati fase penurunan
pertumbuhan. Pada kondisi ini dapat diasumsi bahwa konsentrasi batas
pertumbuhan substrat adalah 0, sehingga persamaan menjadi :
(Xm – Xo ) = Y So ..................................... (8)
atau :
Xm = Xo + Y So ..............................….. (9)
Xm = konsentrasi biomassa maksimum
Xo = konsentrasi biomassa awal
So = konsentrasi sampel awal
Y = hasil pertumbuhan
Dengan mengeplot nilai-nilai Xm terhadap So, maka diperoleh persamaan garis
lurus dengan slope garis lurus yang terbentuk adalah nilai Y.

2.14.3. Perubahan Spesifik Substrat (q)


33

Hubungan antara penggunaan substrat spesifik, laju pertumbuhan


spesifik dan hasil pertumbuhan (Margono, 2010) adalah seperti persamaan
dibawah ini :
(ds/dt)/X = q = (dX/dt)/X = µ ....… (10)
X dX/dS Y

q = µ / Y ............................................ (11)
Hubungan laju pertumbuhan spesifik dan konstanta proporsionalitas serta true-
growth yield adalah :
q = µ / Yt + b .................................... (12)

b = konstanta proporsionalitas (1/waktu)


Y = hasil Pertumbuhan
Yt = hasil pertumbuhan yang nyata
q = laju utilisasi substrat spesifik (1/waktu)
Perbandingan laju utilisasi substrat spesifik dengan laju pertumbuhan
spesifik akan menghasilkan garis lurus dengan kemiringan (slope) 1/Yt dan
perpotongan sumbu y di titik b.
2.14.4. Koefisien Kematian Mikroba (Kd) dan Hasil Pertumbuhan
Sebenarnya (Yt)

Kecepatan kehilangan biomassa dalam respirasi endogeous adalah


proporsional dengan biomassa yang hadir. Untuk memperoleh nilai koefisien
kematian (Kd) (Margono, 2010), dapat dinyatakan dengan persamaan - persamaan
dengan rumus yang akan digunakan sebagai berikut :

................…… (13)

........................... (14)

Subsitusi persamaan (14) ke persamaan (13)

..................…… (15)
34

Pertumbuhan total (dx/dt) T dapat dinyatakan sebagai berikut :

.......……........... (16)

Subsitusi persamaan (15) ke persamaan (16)

.………........... (17)

Dengan membagi kedua ruas pada persamaan (17) dengan (X) akan
menghasilkan:

q = (µ/Yt) + (Kd/Yt) …............…........... (18)


2.14.5. Konstanta Kejenuhan (Ks) dan Laju Pertumbuhan Maksimum
(μMax)
Ks adalah tetapan kejenuhan, yaitu konsentrasi substrat pada μ = ½ μm.
Nilai Ks bergantung pada jenis mikroba dan jenis substrat yang digunakan. Untuk
substrat gula, nilai Ks berkisar 1 - 100 mg/l. Sedangkan untuk substrat nitrogen
nilai Ks lebih rendah dari substrat gula. Secara umum, bila S > 3Ks, maka μ = μm
(Margono, 2010). Modifikasi persamaan (4) menghasilkan bentuk berikut :
µ = µm ((S/(Ks + S)) .............………...... (19)

dengan membagi kedua sisi dengan μ pada persamaan (19) maka persamaan yang
didapat sebagai berikut :

= + ............................…..

(20)
Dengan :
μ = laju pertumbuhan spesifik
Ks = konstanta kejenuhan
μmax = laju pertumbuhan maksimum
S = konsentrasi sampel
35

Dengan mengeplot nilai 1/μ terhadap 1/S, maka diperoleh persamaan


garis lurus dengan slope garis lurus yang terbentuk adalah nilai Ks/μmax dan
intercept garis lurus adalah 1/μmax. Model Monod ditunjukkan oleh Gambar 2.7 :

Gambar 2.7 Model Monod Pertumbuhan Mikroba (Mangunwidjaja, 1994)

Standar nilai Parameter kinetika pertumbuhan Bakteri dapat dilihat pada


Tabel 2.5 berikut ini :
Tabel 2.5 Standar Parameter Kinetik Pertumbuhan Bakteri
Parameter Kinetika Metcalf & Eddy
(2004)

Laju Pertumbuhan Spesifik Maksimum, µm (hari- 0,02


1
)

Hasil Pertumbuhan, Y (mgMLV/mg COD) 0,03

Koefisien Kematian Mikroba, Kd (gr/l) 0,01

Konstanta Kejenuhan, Ks (hari-1) 7,2

Perubahan Spesifik Substrat, q (hari-1) 0,25

2.15. Metode perhitungan nilai µmax dan Ks.


2.15.1. Metode Lineweaver-Burk Plot
36

Plot Lineweaver – Burk secara luas digunakan untuk menentukan istilah


penting dalam kinetika enzim, seperti Km dan Vmax. Interpretasi y dari grafik
semacam itu setara dengan inversi Vmax; x-intercept dari grafik mewakili −1 /
Km. Ini juga memberi kesan visual cepat dari berbagai bentuk penghambatan
enzim. Plak timbal ganda mendistorsi struktur kesalahan data, dan oleh karena itu
tidak dapat diandalkan untuk penentuan parameter kinetik enzim. Meskipun masih
digunakan untuk representasi data kinetik, [2] regresi non-linear atau bentuk linear
alternatif dari persamaan Michaelis-Menten seperti plot Hanes-Woolf atau plot
Eadie-Hofstee umumnya digunakan untuk perhitungan parameter. Ketika
digunakan untuk menentukan jenis inhibisi enzim, plot Lineweaver-Burk dapat
membedakan inhibitor kompetitif, non-kompetitif dan tidak kompetitif.
Inhibitor kompetitif memiliki y-intercept yang sama dengan enzim tanpa
hambatan (karena Vmax tidak terpengaruh oleh inhibitor kompetitif, kebalikan
dari Vmax juga tidak berubah) tetapi ada kemiringan yang berbeda dan x-
intersepsi antara dua set data. Penghambatan non-kompetitif menghasilkan plot
dengan x-intercept yang sama sebagai enzim tanpa hambatan (Km tidak
terpengaruh) tetapi lereng dan y-intercept yang berbeda.
Persamaan Lineweaver-Burk:

= +
Persamaan garis lurus yang didapat dengan plotting nilai 1/µ sebagai
sumbu Y dan nilai 1/S sebagai sumbu X.
2.15.2 Metode Eadie-Hofstee Plot
Sebuah plot v terhadap v / [S] akan menghasilkan Vmax sebagai y-
intercept, Vmax / KM sebagai x-intercept, dan KM sebagai kemiringan negatif.
Seperti teknik lain yang melinearkan persamaan Michaelis-Menten, plot Eadie-
Hofstee digunakan secara historis untuk identifikasi cepat dari istilah kinetik
penting seperti KM dan Vmax, tetapi telah digantikan oleh metode regresi
nonlinear yang secara signifikan lebih akurat dan tidak lagi komputasi tidak dapat
diakses. Hal ini juga lebih kuat terhadap data rawan kesalahan daripada plot
Lineweaver-Burk, terutama karena memberikan bobot yang sama ke titik data
dalam berbagai konsentrasi substrat atau laju reaksi. (The Lineweaver – Burk plot
tidak merata bobot titik-titik tersebut.) Kedua plot tetap berguna sebagai sarana
untuk menyajikan data secara grafis.
37

Satu kelemahan dari pendekatan Eadie-Hofstee adalah bahwa baik


ordinat maupun absis merupakan variabel independen: keduanya bergantung pada
laju reaksi. Dengan demikian kesalahan eksperimental akan hadir di kedua sumbu.
Juga, kesalahan eksperimental atau ketidakpastian akan merambat secara tidak
merata dan menjadi lebih besar di atas absis sehingga memberikan bobot yang
lebih besar ke nilai-nilai v / [S] yang lebih kecil. Oleh karena itu, ukuran khas dari
goodness of fit untuk regresi linier, koefisien korelasi R, tidak berlaku. Eadie-
Hofstee Plot Jika persamaan dikalikan dengan Dan kemudian disusun, bentuk
linearisasi lainnya dari persamaan Michaelis-Menten adalah Pada persamaan di
atas, plot v/s versus Vmax/Km akan menghasilkan garis lurus dengan slop -1/Km
dan intercept vmax/Km yang dikenal dengan Eadie-Hofstee plot.
Persamaan Eadie-Hofstee:

=-
Persamaan garis lurus yang didapat dengan plotting nilai µ/S sebagai
sumbu Y dan nilai µ sebagai sumbu X.
2.15.3. Metode Langmuir Plot
Metode ini digunakan untuk langkah linearisasi untuk menghasilkan plot
garis lurus yang bisa menentukan vmax dan Km dengan persamaan Sehingga plot
dari 1/v vs 1/s harus menghasilkan garis lurus dengan slop Km/vmax dan intercept
1/vmax. Persamaan garis lurus yang didapat dengan plotting nilai µ/S sebagai
sumbu Y dan nilai S sebagai sumbu X.
Persamaan Langmuir:

=-
Persamaan garis lurus yang didapat dengan plotting nilai µ/S sebagai
sumbu Y dan nilai S sebagai sumbu X.
2.15.4. Persamaan Contuis
Persamaan Contois menggambarkan pertumbuhan mikroba dalam
substrat terbatas dengan populasi mikroba yang tinggi (Shuler, 1992).
Persamaan Contuis :

=
Persamaan garis lurus yang didapat dengan plotting nilai 1/µ sebagai
sumbu Y dan nilai X/S sebagai sumbu X.

2.16 Metode Pengukuran Pertumbuhan


38

Dalam pertumbuhannya bakteri memiliki suhu optimum dimana pada


suhu tersebut pertumbuhan bakteri menjadi maksimal. Dengan membuat grafik
pertumbuhan suatu mikroorganisme, maka dapat dilihat bahwa suhu optimum
biasanya dekat puncak range suhu. Di atas suhu ini kecepatan tumbuh
mikroorganisme akan berkurang. diperlukan suatu metode. Metode pengukuran
pertumbuhan yang sering digunakan adalah dengan menentukan jumlah sel yang
hidup dengan jalan menghitung koloni pada pelat agar dan menentukan jumlah
total sel/jumlah massa sel. Selain itu dapat dilakukan dengan cara metode
langsung dan metode secara tidak langsung.
Dalam menentukan jumlah sel yang hidup dapat dilakukan penghitungan
langsung sel secara mikroskopik, melalui 3 jenis metode yaitu metode pelat sebar,
pelat tuang dan most-probable number (MPN). Sedang untuk menentukan jumlah
total sel dapat menggunakan alat yang khusus yaitu bejana Petrof-Hausser atau
hemositometer. Penentuan jumlah total sel juga dapat dilakukan dengan metode
turbidimetri yang menentukan volume sel mampat, berat sel, besarnya sel atau
koloni, dan satu atau lebih produk metabolit. Penentuan kuantitatif metabolit ini
juga dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl.

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB III - Saponifikasi
    BAB III - Saponifikasi
    Dokumen2 halaman
    BAB III - Saponifikasi
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Kapasitas Pabrik Propylene Oxide
    Kapasitas Pabrik Propylene Oxide
    Dokumen4 halaman
    Kapasitas Pabrik Propylene Oxide
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Trial
    Trial
    Dokumen1 halaman
    Trial
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Trial
    Trial
    Dokumen1 halaman
    Trial
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Prosedur Saponifikasi Fix
    Bab 3 Prosedur Saponifikasi Fix
    Dokumen2 halaman
    Bab 3 Prosedur Saponifikasi Fix
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Trial
    Trial
    Dokumen1 halaman
    Trial
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen2 halaman
    Bab Ii
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Instrumen Pengendalian Tekanan Landscape
    Instrumen Pengendalian Tekanan Landscape
    Dokumen2 halaman
    Instrumen Pengendalian Tekanan Landscape
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Aplikasi Alat Ukur Tekanan
    Aplikasi Alat Ukur Tekanan
    Dokumen8 halaman
    Aplikasi Alat Ukur Tekanan
    Muhammad Rifqi
    Belum ada peringkat
  • Aplikasi Alat Ukur Tekanan
    Aplikasi Alat Ukur Tekanan
    Dokumen8 halaman
    Aplikasi Alat Ukur Tekanan
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Simultaneous So2 and No - En.id
    Simultaneous So2 and No - En.id
    Dokumen2 halaman
    Simultaneous So2 and No - En.id
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Carta Psicrometrica 1
    Carta Psicrometrica 1
    Dokumen2 halaman
    Carta Psicrometrica 1
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii HC
    Bab Ii HC
    Dokumen11 halaman
    Bab Ii HC
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • The Effect of Viscosity
    The Effect of Viscosity
    Dokumen1 halaman
    The Effect of Viscosity
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Nanonano
    Nanonano
    Dokumen10 halaman
    Nanonano
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Nanonano
    Nanonano
    Dokumen10 halaman
    Nanonano
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Pemba Has An
    Pemba Has An
    Dokumen2 halaman
    Pemba Has An
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen5 halaman
    Bab Ii
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Nanonano
    Nanonano
    Dokumen1 halaman
    Nanonano
    Tri Meliasari
    Belum ada peringkat
  • Simultaneous So2 and No - En.id
    Simultaneous So2 and No - En.id
    Dokumen2 halaman
    Simultaneous So2 and No - En.id
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Nanonano
    Nanonano
    Dokumen1 halaman
    Nanonano
    Tri Meliasari
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen5 halaman
    Bab Ii
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Gas Absorpsi - En.id
    Gas Absorpsi - En.id
    Dokumen15 halaman
    Gas Absorpsi - En.id
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Grizzly
    Grizzly
    Dokumen2 halaman
    Grizzly
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Screening
    Screening
    Dokumen1 halaman
    Screening
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Tugas 3
    Tugas 3
    Dokumen4 halaman
    Tugas 3
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat
  • Alat 1
    Alat 1
    Dokumen2 halaman
    Alat 1
    medias indah monica sari
    Belum ada peringkat