BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kabupaten Musi Rawas Utara, Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat.
Produksi CPO dunia telah mencapai 50 juta ton. Indonesia dan Malaysia
merupakan negara penghasil CPO di dunia yang mencapai produksi CPO ± 80 %.
CPO digunakan sebagai bahan baku minyak goreng, biodiesel, margarin,
kosmetik dan industri farmasi. Produksi minyak dan lemak dunia dari minyak
kelapa sawit mengalami peningkatan dari 13 % pada tahun 1990 menjadi 28 %
pada tahun 2011 (Basiron, 2007) yang peningkatanya cukup signifikan.
Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Indonesia mencapai 640 pabrik
dengan produksi CPO sebesar 23 juta ton pada tahun 2015. Produksi CPO
diperkirakan meningkat pada tahun 2020, yaitu sebesar 40 juta ton. Perkembangan
perkebunan kelapa sawit dan industri CPO memberikan dampak positif antara lain
penyerapan tenaga kerja dan peningkatan perekonomian masyarakat. Pabrik
Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) mengolah Tandan Buah Segar (TBS)
menghasilkan CPO. Pengolahan TBS menjadi CPO melalui beberapa tahapan
proses, yaitu: sterilisasi, penebahan, digestasi, pengepresan, penyaringan,
pengendapan, sentrifugasi dan pengeringan.
rangka untuk mengontrol polusi industri atas pembuangan dari pabrik kelapa
sawit di atur dalam Peraturan 1977 diundangkan di bawah Environmental Quality
Art, 1974 dan diberlakukan oleh Departemen Lingkungan (Wu,dkk, 2007). Dalam
proses pengelolaan sistem kolam terbuka paling effisien dengan menggunakan
sistem biologis (Ngan, 2000), POME dialirkan melalui serangkaian kolam dengan
beberapa langkah pengolahan. Penamaan dan fungsi kolam mungkin berbeda -
beda antara pabrik yang satu dengan yang lain.
Secara umum sistem ini terdiri dari empat jenis kolam : kolam lemak
(fatpit), kolam pendinginan (Cooling Pond), kolam anaerobik (Anaerobik Pond)
dan kolam aerobik (Aerobik Pond). Kolam lemak digunakan untuk
mengumpulkan sisa - sisa minyak dan lemak pada POME. Meskipun dari segi
ekonomi sistem kolam dinilai menguntungkan, namun sistem ini membutuhkan
lahan yang lebih luas, memakan waktu dan melepas metana langsung ke atmosfer
dari penguraian zat organik yang terjadi di kolam anaerobik (Ma,dkk, 1985).
Sehingga diperlukan isolasi jenis bakteri indigen yang berasal dari limbah cair
POME sebagai habitat asal bakteri indigen dan menentukan parameter kinetik
pertumbuhannya sebagai tolak ukur kinerja bakteri mendegradasi limbah cair.
Penelitian yang ditujukan untuk menentukan berbagai parameter kinetika
pertumbuhan bakteri dari berbagai limbah telah dilakukan oleh beberapa peneliti
seperti (Manfaati,R, 2010) selaku Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan
Universitas Diponegoro Semarang. Bakteri yang diisolasi dari koloni proteolitik
penghasil asam laktat dengan parameter kinetik µm = 1.104 hari-1, Ks adalah 4,324
g/l, kd sebesar 0,031 jam-1, Yg = 0,182 mg MLVSS/mg COD.
(Margono, 2010) dari Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret
melakukan isolasi bakteri bacillius dalam medium glukosa melakukan uji
parameter kinetik menghasilkan nilai µm = 0.148 hari-1, Ks adalah 0.413 g/l, kd
sebesar 0.442 jam-1, Y tertinggi adalah 0.8665 mg MLVSS/mg COD. Selanjutnya
(Romli,R, 2010) tahun 2011 dari Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB melakukan isolasi bakteri dan pengujian
parameter kinetik dengan µm = 0.372 hari-1, Ks adalah 3.362.1 g/l, kd sebesar
0.132 jam-1, Y tertinggi adalah 0.9114 mg MLVSS/mg COD. Sedangkan oleh
(Fahria, 2014) dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
10
untuk menguraikan zat organik yang terdapat di dalam limbah. Pengukuran BOD
diperlukan untuk menentukan beban pencemaran yang berasal dari air buangan
penduduk ataupun industri dengan mendesain sistem pengolahan biologis (ZR
dkk, 2006). Pengukuran BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik oleh
oksigen dalam air, dan proses tersebut berlangsung disebabkan adanya bakteri
aerobik. Pada kondisi suhu optimal, kecukupan nutrien, kecukupan oksigen
terlarut, nilai pH optimal, maka Bakteri dapat tumbuh dan berkembang biak
secara maksimal dengan menggunakan subtrat senyawa kimia organik dalam
limbah cair (Suharto, 2011).
2.5.3. TSS (total suspended solid)
TSS adalah jumlah berat dalam mg/liter kering lumpur yang ada dalam
limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron
(Suharto, 2011). Kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 103°C –
105°C, hingga diperoleh berat tetap. Partikel yang sama besar, partikel yang
mengapung dan zat-zat yang menggumpal yang tidak tercampur dalam air,
terlebih dahulu dipisahkan sebelum pengujian (Lenore,dkk, 1998). Padatan
tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil
dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan organik tertentu, sel mikroorganisme dan
lainnya (ZR,dkk,2006). Penentuan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk
mengetahui kekuatan pencemaran air limbah domestik, dan juga berguna untuk
penentuan efisiensi unit pengolahan air (BAPPEDA, 1995). Metode ini digunakan
untuk menentukan residu tersuspensi yang terdapat dalam contoh uji air dan air
limbah secara gravimetrik (Lenore,dkk, 1998).
2.5.4. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) seringkali dijadikan parameter baik buruknya
kualitas suatu limbah. Nilai pH limbah digunakan untuk mengekpresikan kondisi
keasaman (kosentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14.
Kisaran nilai pH 1 - 7 termasuk kondisi asam, pH 7 - 14 termasuk kondisi basa,
dan pH 7 adalah kondisi netral. Derajat keasaman mempengaruhi daya racun
bahan pencemaran dan kelarutan beberapa gas, serta menentukan bentuk zat di
dalam air. Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali (pH naik)
13
Gambar 2.2 Skema Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit menurut Mawarti (2012)
LCPKS yang dihasilkan pabrik pengolahan kelapa sawit di Indonesia
untuk setiap ton produksi CPO adalah 2,5 - 3 ton. Hasil samping proses produksi
tersebut berasal dari air kondensat rebusan 36 % (150 - 175 kg/ton TBS). Sistem
pengelolaan LCPKS pada saat ini didominasi oleh pengelolaan dengan
menggunakan teknologi kolam limbah terbuka. Pengelolaan ini menggunakan
kolam anaerobik, kolam fakultatif dan kolam aerobik. Teknologi ini diketahui
mengeluarkan biaya yang besar untuk perawatan dan juga dalam prosesnya
menghasilkan gas metana sebagai gas rumah kaca yang dilepaskan bebas ke
atmosfir (Nasution, 2012). Sistem kolam adalah sistem operasi yang mudah tetapi
memiliki kelemahan seperti membutuhkan lahan yang luas, waktu retensi hidrolik
14
yang relatif lama untuk kinerja yang efektif, bau busuk serta kesulitan dalam
memperbaiki kualitas LCPKS dan penyerapan biogas. Skema Pengolahan Limbah
Cair Pabrik Kelapa Sawit (Malangyudo, 2012) dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.3. Skema Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit menurut
Malangyudo, 2011.
Pada emisi gas metan dari kolam anaerobik menunjukkan bahwa gas
metana yang dipancarkan sebesar 1043,1 kg/hari/kolam. Dengan demikian, gas
metana dapat diserap sebagai sumber energi terbarukan. Kolam anaerobik
memiliki waktu 14 retensi terpanjang di sistem tambak yaitu sekitar 20-200 hari.
Umumnya, retensi waktu air limbah di tangki anaerobik terbuka 20 hari.
Akumulasi lumpur terjadi dan air di tangki dikeringkan sekali setiap dua minggu.
Lumpur dikeringkan dalam lubang dangkal dan kemudian dijual ke petani untuk
15
Gambar 2.4 Diagram Konversi Bahan Organik Menjadi Metan Secara Anaerobik
(Jiang, 2006)
Sel terdiri dari berbagai bahan kimia. Bila sel Bakteri diberi perlakuan
kimiawi, maka sel ini memperlihatkan susunan kimiawi yang spesifik. Sifat
kimiawi pada susunan sel bakteri, mencakup kepada (Fardiaz,S, 1992).
2.9.2.1. Membran Sel Prokariotik
Pada beberapa bakteri, membran mengelilingi sitoplasma tanpa
menunjukkan adanya lipatan. Membran pada bakteri lain mengalami pelipatan ke
dalam yang disebut mesosom. Pada bakteri fotosintetik, klorofil tidak terdapat
dalam suatu kloroplas, melainkan terdapat dalam membran yang sangat berlipat -
lipat di dalam sel, yang disebut membran tilakoid. Sistem fotosintetik pada bakteri
disamping menggunakan klorofil, juga karotenoid. Keduanya mengandung sistem
transport elektron yangmenghasilkan ATP pada proses fotosintesis.
2.9.2.2. Dinding Sel
Dinding sel bakteri bersifat agak elastis dan tidak bersifat permeable
terhadap garam dan senyawa tertentu dengan berat molekul rendah. Secara normal
konsentrasi garam dan gula yang menentukan tekanan osmotik di dalam sel lebih
tinggi daripada di luar sel. Apabila tekanan osmose di luar sel naik, air sel akan
mengalir keluar, protoplasma mengalami pengkerutan, dan membran akan terlepas
dari dinding sel. Proses ini disebut dengan plasmolisis. Dinding sel bakteri gram
positif: Dinding sel bakteri gram positif terdiri 40 lapis rangka dasar murein,
meliputi 30 - 70 % berat kering dinding sel bakteri. Senyawa lain penyusun
dinding sel gram positif adalah polisakarida yang terikat secara kovalen, dan asam
teikoat yang sangat spesifik. Di luar rangka murein tersebut terdapat sejumlah
besar lipoprotein, lipopolisakarida dan lipida jenis lain.
2.9.2.3. Flagel dan Pili
Flagel merupakan salah satu alat gerak bakteri. Letak flagel dapat polar,
bipolar, peritrik, maupun politrik. Flagel mengakibatkan bakteri dapat bergerak
berputar. Penyusun flagel adalah sub unit protein yang disebut flagelin, yang
mempunyai berat molekul rendah. Ukuran flagel berdiameter 12 - 18 nm dan
panjangnya lebih dari 20 nm. Pada beberapa bakteri, permukaan selnya dikelilingi
oleh puluhan sampai ratusan pili, dengan panjang 12 nm. Pili disebut juga sebagai
fimbrae. Sex-pili berperan pada konjugasi sel. Pada bakteri Escherichia coli strain
K-12 hanya dijumpai 2 buah pili.
20
jika dibandingkan dengan khamir dan kapang yang struktur selnya lebih rumit dan
waktu generasinya yang cukup lama.
2.10.1 Pengertian Pertumbuhan Mikroorganisme
Pertumbuhan pada mikroorganisme diartikan sebagai penambahan
jumlah atau total massa sel yang melebihi inokulum asalnya. Pertumbuhan
merupakan suatu proses kehidupan yang irreversible artinya tidak dapat dibalik
kejadiannya. Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas
konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran,
diikuti pertambahan jumlah, pertambahan ukuran sel, pertambahan berat atau
massa dan parameter lain. Sebagai hasil pertambahan ukuran dan pembelahan sel
atau pertambahan jumlah sel maka terjadi pertumbuhan populasi bakteri.
Pertumbuhan Bakteri dalam suatu medium mengalami fase - fase yang berbeda,
yang berturut - turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan
fase kematian. Pada fase kematian eksponensial tidak diamati pada kondisi umum
pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat dengan penambahan
zat kimia toksik, panas atau radiasi yang di berikan tersebut (Purwoko,T, 2007).
Dalam pertumbuhannya setiap makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang
mencukupi serta kondisi lingkungan yang mendukung demi proses pertumbuhan
tersebut, termasuk juga bakteri. Pertumbuhan bakteri pada umumnya akan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh faktor ini akan memberikan
gambaran yang memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda dan pada
akhirnya memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya. Kebutuhan
mikroorganisme untuk pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
kebutuhan fisik dan kebutuhan kimiawi atau kemis. Aspek - aspek fisik dapat
mencakup suhu, pH dan tekanan osmotik. Sedangkan kebutuhan kemis meliputi
air, sumber karbon, nitrogen oksigen, mineral - mineral dan faktor penumbuh.
Pada organisme multiselular (banyak sel), yang disebut pertumbuhan
adalah peningkatan jumlah sel per organisme, dimana ukuran sel juga menjadi
lebih besar. Pada organisme uniselular (bersel tunggal) pertumbuhan adalah
pertambahan jumlah sel, yang juga berarti pertambahan jumlah organisme yang
membentuk populasi atau suatu biakan. Pada organisme yang
25
yang baik untuk pertumbuhan beberapa bakteri pathogen. Bakteri perusak dan
pathogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran suhu 4 – 66oC.
2.11.3. Nutrient
Bakteri sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi
sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur - unsur dasar tersebut
adalah : karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah
kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan sumber - sumber nutrisi ini dapat
mempengaruhi pertumbuhan Bakteri hingga pada akhirnya dapat menyebabkan
kematian. Kondisi tidak bersih dan higinis pada lingkungan adalah kondisi yang
menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan Bakteri sehingga Bakteri dapat
tumbuh berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh karena itu, prinsip daripada
menciptakan lingkungan bersih dan higinis adalah untuk mengeliminir dan
meminimalisir sumber nutrisi bagi bakteri agar pertumbuhannya terkendali.
2.11.4. Oksigen
Bakteri mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda - beda untuk
pertumbuhannya. Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, Bakteri dibedakan
atas 4 kelompok sebagai berikut :
1. Aerob, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.
2. Anaerob, yaitu bakteri yang tumbuh tanpa membutuhkan oksigen.
3. Anaerob fakultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan atau tanpa
adanya oksigen.
4. Mikroaerofil, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen pada konsentrasi
yang lebih rendah daripada konsentrasi oksigen yang normal di udara.
Bakteri perusak pangan sebagian besar tergolong aerob, yaitu
membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, kecuali bakteri yang
dapat tumbuh pada saluran pencernaan manusia yang tergolong anaerob
fakultatif.
energi dalam metabolisme dan pergerakkan. Lazimnya, medium biakan berisi air,
sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen,
hidrogen serta unsur - unsur sekelumit (trace elements) (Wibowo,MS, 2012).
2.13 Fase Pertumbuhan Bakteri
Bakteri yang diinokulasikan dalam medium yang sesuai dan pada
keadaan yang optimum bagi pertumbuhannya, maka terjadi kenaikan jumlah yang
sangat tinggi dalam waktu yang relatif pendek. Pada beberapa spesies, populasi
(panen sel terbanyak yang dapat diperoleh) tercapai dalam waktu 24 jam,
populasinya dapat mencapai 10 sampai 15 milyar sel bakteri per mililiter.
Perbanyakan ini disebabkan oleh pembelahan sel secara aseksual. Fase
pertumbuhan bakteri adalah sebagai berikut :
2.13.1. Fase Lag atau Ancang - Ancang.
Fase ancang - ancang adalah fase dimana bakteri beradapatasi dengan
lingkungannya dan mulai bertambah sedikit demi sedikit. Tahap ancang -ancang
mencakup interval waktu antara saat penanaman dan saat tercapainya kecepatan
pembelahan maksimum. Lamanya tahap ancang - ancang ini terutama tergantung
dari biak awal, umur bahan yang ditanam dan juga dari sifat larutan biak. Kalau
bahan yang sel - sel harus terlebih dahulu menyesuaikan diri terhadap kondisi
pertumbuhan baru, yaitu mengenai sintesis RNA, ribosom dan enzim.
Kalau sumber energi dan sumber karbon dalam larutan biak baru
berbeda daripada yang ada di biak awal, maka adaptasi terhadap kondisi baru
kerap kali memerlukan sintetis baru enzim - enzim, yang ketika berada di biak
awal tidak diperlukan sehingga tidak dibentuk. Pada Fase lag setelah inokulasi,
mikroorganisme mereorganisasi komponen molekularnya pada saat menyerap nutrien
baru. Komposisi dan jenis nutrien akan mempengaruhi jenis enzim yang disintesa,
enzim yang dibutuhkan akan dibentuk, enzim yang tidak diperlukan akan ditekan.
“Mesin” proses di dalam sel menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan baru.
Perubahan ini akan terefleksikan dalam mekanisme sel melalui pengaturan proses
metabolisme. Selama fase ini massa sel bertambah sedikit tanpa merubah densitas sel.
Konsentrasi yang rendah beberapa nutrien dan faktor pertumbuhan akan
menghasilkan fase lag yang panjang. Periode fase lag sangat bergantung pada umur
dari inokulum. Inokulum yang optimum akan menghasilkan fase lag yang minimum.
Untuk mempersingkat fase lag, sel harus ditumbuhkan pada media dan kondisi
29
pertumbuhan yang optimum, sel harus aktif, dan volume inokulum berkisar antara
5% sampai dengan 10% (Shuler,dkk, 1992).
2.13.2. Fase Logaritmik atau Tahap Eksponensial
Tahap eksponensial adalah fase dimana pembiakan bakteri berlangsung
paling cepat. Jika ingin mengadakan piaraan yang cepat tumbuh, maka bakteri
dalam fase ini baik sekali untuk dijadikan inokulum. Tahap pertumbuhan
eksponensial atau logaritmik terciri oleh kecepatan pembelahan maksimum yang
konstan. Kecepatan pembelahan diri sepanjang tahap log bersifat spesifik untuk
tiap jenis bakteri dan tergantung lingkungan. Pada banyak jenis bakteri ukuran sel
dan kandungan protein sel sepanjang tahap log tetap konstan. Didalam sebuah
biak statik juga terjadi perubahan - perubahan sel sepanjang pertumbuhan
eksponensial, karena lingkungan juga terus berubah, konsentrasi substrat semakin
berkurang, kerapatan sel bertambah, dan lainnya (Zubaidah,E, 2006).
2.13.3. Fase Stationer
Tahap stasioner adalah fase dimana jumlah bakteri yang berkembang biak
sama dengan jumlah bakteri yang mengalami kematian. Tahap stasioner dimulai
kalau sel - sel sudah tidak tumbuh lagi. Kecepatan pertumbuhan tergantung dari
kadar substrat, menurunnya kecepatan pertumbuhan sudah terjadi ketika kadar
substrat berkurang sebelum substrat habis terpakai. Massa bakteri yang dicapai
pada tahap stasioner dinamakan hasil atau keuntungan.
2.13.4. Fase Autolisis (kematian)
Tahap Kematian adalah fase dimana jumlah bakteri yang mati semakin
banyak, melebihi jumlah bakteri yang berkembang biak. Fase kematian ditandai
dengan cepat merananya koloni dan jumlah bakteri yang mati senantiasa
bertambah. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa minggu bergantung pada
spesies dan keadaan medium serta faktor - faktor lingkungan. Kalau keadaan ini
dibiarkan terus menerus, besar kemungkinan bakteri tidak dapat dihidupkan
kembali dalam medium baru. Cara menghitung jumlah bakteri untuk membuat
grafik pertumbuhan, yaitu dengan metode penuangan, penghitungan dengan
mikroskop dengan menggunakan haemocytometer dan dengan menggunakan
turbidometer. Kurva pertumbuhan bakteri dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut.
30
……………….........................………(6)
q = µ / Y ............................................ (11)
Hubungan laju pertumbuhan spesifik dan konstanta proporsionalitas serta true-
growth yield adalah :
q = µ / Yt + b .................................... (12)
................…… (13)
........................... (14)
..................…… (15)
34
.......……........... (16)
.………........... (17)
Dengan membagi kedua ruas pada persamaan (17) dengan (X) akan
menghasilkan:
dengan membagi kedua sisi dengan μ pada persamaan (19) maka persamaan yang
didapat sebagai berikut :
= + ............................…..
(20)
Dengan :
μ = laju pertumbuhan spesifik
Ks = konstanta kejenuhan
μmax = laju pertumbuhan maksimum
S = konsentrasi sampel
35
= +
Persamaan garis lurus yang didapat dengan plotting nilai 1/µ sebagai
sumbu Y dan nilai 1/S sebagai sumbu X.
2.15.2 Metode Eadie-Hofstee Plot
Sebuah plot v terhadap v / [S] akan menghasilkan Vmax sebagai y-
intercept, Vmax / KM sebagai x-intercept, dan KM sebagai kemiringan negatif.
Seperti teknik lain yang melinearkan persamaan Michaelis-Menten, plot Eadie-
Hofstee digunakan secara historis untuk identifikasi cepat dari istilah kinetik
penting seperti KM dan Vmax, tetapi telah digantikan oleh metode regresi
nonlinear yang secara signifikan lebih akurat dan tidak lagi komputasi tidak dapat
diakses. Hal ini juga lebih kuat terhadap data rawan kesalahan daripada plot
Lineweaver-Burk, terutama karena memberikan bobot yang sama ke titik data
dalam berbagai konsentrasi substrat atau laju reaksi. (The Lineweaver – Burk plot
tidak merata bobot titik-titik tersebut.) Kedua plot tetap berguna sebagai sarana
untuk menyajikan data secara grafis.
37
=-
Persamaan garis lurus yang didapat dengan plotting nilai µ/S sebagai
sumbu Y dan nilai µ sebagai sumbu X.
2.15.3. Metode Langmuir Plot
Metode ini digunakan untuk langkah linearisasi untuk menghasilkan plot
garis lurus yang bisa menentukan vmax dan Km dengan persamaan Sehingga plot
dari 1/v vs 1/s harus menghasilkan garis lurus dengan slop Km/vmax dan intercept
1/vmax. Persamaan garis lurus yang didapat dengan plotting nilai µ/S sebagai
sumbu Y dan nilai S sebagai sumbu X.
Persamaan Langmuir:
=-
Persamaan garis lurus yang didapat dengan plotting nilai µ/S sebagai
sumbu Y dan nilai S sebagai sumbu X.
2.15.4. Persamaan Contuis
Persamaan Contois menggambarkan pertumbuhan mikroba dalam
substrat terbatas dengan populasi mikroba yang tinggi (Shuler, 1992).
Persamaan Contuis :
=
Persamaan garis lurus yang didapat dengan plotting nilai 1/µ sebagai
sumbu Y dan nilai X/S sebagai sumbu X.