Anda di halaman 1dari 52

Laporan Diskusi Topik Khusus

MANAJEMEN LAKTASI

Disusun Oleh:

Fegi Dwiputra Nugraha, S.Ked

Nurhapsari, S.Ked

Yosie Agni Utami, S.Ked

Pembimbing :

dr. Sylvia Rianissa Putri, M.Sc.

dr. Fitri Desimilani

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2018

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Nama Mahasiswa : Fegi Dwiputra Nugraha, S.Ked (H1AP12021)


Nurhapsari, S.Ked (H1AP12019)
Yosie Agni Utami, S.Ked (H1AP12040)

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Judul : Manajemen Laktasi
Bagian : Ilmu Kedokteran Komunitas
Pembimbing : dr. Sylvia Rianissa Putri, M.Sc.

Telah menyelesaikan tugas Diskusi Topik Khusus dalam rangka kepaniteraan


klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Bengkulu.

Bengkulu, April 2018


Pembimbing,

dr. Sylvia Rianissa Putri, M.Sc.

ii
DAFTAR ISI

Halaman judul.................................................................................................. i
Lembar Persetujuan.......................................................................................... ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 2
C. Tujuan.................................................................................................. 2
D. Manfaat................................................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3
A. Definisi Menyusui................................................................................ 3
B. Anatomi Payudara................................................................................ 3
C. Fisiologi Laktasi................................................................................... 5
D. Komposisi ASI..................................................................................... 7
E. Manfaat ASI......................................................................................... 15
F. Teknik Menyusui................................................................................. 17
G. Masalah dalam Menyusui.................................................................... 26
H. 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui...................................... 29
I. Fasilitas Khusus Menyusui.................................................................. 30
BAB III. PEMBAHASAN............................................................................... 34
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 40
A. Kesimpulan.......................................................................................... 40
B. Saran ................................................................................................... 41
Daftar Pustaka.................................................................................................. 42
Lampiran.......................................................................................................... 44

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menyusui adalah proses pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi,
yaitu cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. ASI sangat dibutuhkan
sejak bayi lahir sampai beberapa bulan untuk tumbuh kembangnya. Untuk
menunjang keberhasilan menyusui, perlu dilakukan upaya–upaya yang
terutama dimulai pada masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada
masa menyusui selanjutnya. Hal ini disebut dengan manajemen laktasi
(Menteri Kesehatan RI, 2013; Kementerian Kesehatan RI, 2014).
World Health Organization (WHO) dan Peraturan Pemerintah
merekomendasikan bahwa pemberian ASI harus dilakukan secara eksklusif,
yakni pemberian air susu ibu (ASI) selama 6 bulan pertama kehidupan bayi
tanpa disertai makanan tambahan apapun, dan dianjurkan untuk dilanjutkan
sampai anak berusia 2 (dua) tahun dengan pemberian makanan tambahan
yang sesuai (Kepmenkes, 2004; Roesli dan Yohmi, 2013; Kementerian
Kesehatan RI, 2014).
Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0–6 bulan berfluktuatif.
Pemberian ASI eksklusif untuk bayi yang berusia <6 bulan secara global
dilaporkan kurang dari 40%. Sedangkan target di Indonesia pada tahun 2016
sebesar 42%. Dengan persentase nasional mencapai 54%, Indonesia masih
lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka global, dan juga mencapai
target cakupan ASI eksklusif. Persentase cakupan ASI eksklusif di Provinsi
Bengkulu mencapai 42,5%, sudah mencapai target walaupun masih lebih
rendah dari angka nasional. Dalam rangka mendukung keberhasilan
menyusui, sampai tahun 2013, telah dilatih sebanyak 4.314 orang konselor
menyusui dan 415 orang fasilitator pelatihan konseling menyusui
(Kementerian Kesehatan RI, 2014; Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Pemberian ASI eksklusif yang baik dan benar masih banyak yang
belum mengetahui dan masih banyak yang tidak tau cara dan teknik yang
baik dalam keberhasilan memberikan ASI eksklusif. Kesadaran masyarakat

1
akan pentingnya ASI eksklusif yang kurang dapat menurunkan angka
keberhasilan laktasi ASI ekslusif. Konsep manajamen ASI ekslusif dapat
memberikan edukasi dan pelajaran bagi setiap ibu yang memiliki tanggung
jawab dalam memberikan ASI ekslusif. Pentingya pelayanan tingkat
pertama dalam memberikan informasi dan membimbing hal tersebut guna
meningkatkan angka keberhasilan ASI eksklusif.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
pada makalah ini adalah:
Bagaimana pelaksanaan manajemen laktasi di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Lempuing?

C. TUJUAN
Diskusi topik khusus bertema manajemen laktasi bertujuan untuk
mengetahui bagaimanakah pelaksanaan manajemen laktasi di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Lempuing.

D. MANFAAT
1. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan bagi petugas puskesmas dalam mengelola program
manajemen laktasi.
2. Bagi Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu
Menambah wawasan dan pengetahuan baru serta menambah referensi di
lingkungan Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Bengkulu.
3. Bagi penulis
Sebuah pengalaman dan menambah wawasan dalam mengaplikasikan
pengetahuan yang telah diperoleh selama proses belajar dalam
perkuliahan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Menyusui

Menyusui adalah proses pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi, di
mana bayi memiliki refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan ASI.
ASI merupakan cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. Pola menyusui
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu menyusui eksklusif, menyusui
predominan, dan menyusui parsial sesuai definisi WHO. Menyusui eksklusif
adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih,
selain menyusui. Menyusui predominan adalah menyusui bayi tetapi pernah
memberikan sedikit air atau minuman berbasis air, misalnya teh, sebagai
makanan/minuman prelakteal sebelum asi keluar. Menyusui parsial adalah
menyusui bayi serta diberikan makanan buatan selain ASI, baik susu formula,
bubur atau makanan lainnya sebelum bayi berumur enam bulan, baik
diberikan secara kontinyu maupun diberikan sebagai makanan prelakteal.
Untuk menunjang keberhasilan menyusui, perlu dilakukan upaya–upaya yang
terutama dimulai pada masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada
masa menyusui selanjutnya. Hal ini disebut dengan manajemen laktasi
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

B. Anatomi Payudara
Payudara adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di atas otot
dada, dan fungsinya memproduksi air susu. Kelenjar payudara berasal dari
modifikasi kelenjar keringat. Laki-laki maupun perempuan mempunyai
sepasang payudara dengan puting yang dikelilingi oleh lingkaran berpigmen
yang disebut areola. Permukaan areola tidak rata karena terdapat kelenjar
areola di bawahnya. Sekresi dari kelenjar ini melindungi puting susu dan
areola dari gesekan saat menyusui (Seeley et al., 2016).

3
Gambar 1. Anatomi payudara. (a) duktus laktiferus, (b) payudara saat tidak sedang menyusui,
(c) payudara pada ibu menyusui.
(Sumber: Seeley et al., 2016)

Struktur dari payudara pada laki-laki dan perempuan sama sebelum


masa pubertas. Payudara memiliki sistem kelenjar rundimenter, yang terdiri
dari duktus dan alveoli. Payudara perempuan mulai membesar saat pubertas,
terutama dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. Terkadang pembesaran
payudara diikuti oleh peningkatan sensitivitas dan juga rasa nyeri. Laki-laki
terkadang merasakan hal yang sama saat pubertas, payudara sedikit
membesar dan kemudian berkurang dengan cepat. Pada kasus yang jarang,
payudara laki-laki mengalami pembesaran terus menerus, kondisi ini disebut
gynecomastia (Seeley et al., 2016).
Setiap payudara perempuan memiliki 15–20 lobus yang ditutupi oleh
kelenjar adiposa. Kelenjar adiposa inilah yang memberi bentuk payudara.
Setiap lobus memiliki duktus laktiferus yang sama-sama menuju ke arah
permukaan puting. Di bawah permukaan, setiap duktus laktiferus melebar dan
menampung air susu, disebut dengan sinus laktiferus. Duktus laktiferus
menyuplai lobus yang terbagi menjadi duktus yang semakin kecil, yang
masing-masing menyuplai sebuah lobulus. Pada payudara yang menyusui,
ujung dari duktus kecil ini melebar membentuk kantung sekretori yang

4
disebut alveoli. Sel mioepitel mengelilingi alveoli. Sel ini dapat berkontraksi
dan mengeluarkan ASI dari alveoli pada payudara ibu yang menyusui. Pada
payudara yang tidak menyusui, hanya sistem duktus yang ada (Seeley et al.,
2016).
Sekumpulan ligamen suspensorium (ligamentum Cooper’s)
menyangga payudara pada tempatnya. Ligamen ini terbentang dari fascia
pada otot pectoralis mayor ke kulit di atas kelenjar mammae dan mencegah
payudara menjadi kendur. Pada wanita yang lebih tua, ligamen ini melemah
dan memanjang, menjadikan payudara lebih kendur dibandingkan wanita
yang lebih muda (Seeley et al., 2016).
Puting payudara sangat sensitif terhadap stimulasi taktil dan
mengandung otot polos yang berkontraksi, menyebabkan puting menjadi
ereksi saat merespon stimulasi. Otot polos ini bekerja seperti jaringan erektil
lainnya saat terjadi aktivitas seksual (Seeley et al., 2016).

C. Fisiologi Laktasi
Terdapat 2 hormon utama yang berperan dalam produksi ASI, yaitu
hormon prolaktin dan oksitosin (Roesli dan Yohmi, 2013).
1. Hubungan ASI dengan hormon prolaktin
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat
tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar
estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca perasalinan,
kadar estrogen dan progesteron menurun drastis sehingga prolaktin lebih
dominan, pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan
bayi lebih dini terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin
oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI lebih lancar. Setiap kali bayi
menghisap payudara akan merangsang ujung saraf sensoris disekitar
payudara, rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla
spinalis hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor penghambat
sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu
sekresi prolactin oleh kelenjar hipofisis anterior untuk menghasilkan
prolaktin. Prolaktin akan masuk ke peredaran darah kemudian ke

5
payudara menyebabkan sel sekretori di alveolus menghasilkan ASI.
Prolaktin akan berada di peredaran darah selama 30 menit setelah
dihisap, sehingga prolaktin dapat merangsang payudara menghasilkan
ASI untuk minum berikutnya. Sedangkan untuk minum yg sekarang, bayi
mengambil ASI yang sudah ada (Roesli dan Yohmi, 2013).
Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari tempat penampung ASI
(sinus laktiferus), makin banyak produksi ASI. Dengan kata lain, makin
sering bayi menyusui makin banyak ASI diproduksi. Sebaliknya, makin
jarang bayi menghisap, makin sedikit payudara menghasilkan ASI. Jika
bayi berhenti menghisap maka payudara akan berhenti menghasilkan
ASI. Prolaktin umumnya dihasilkan pada malam hari, sehingga menyusui
pada malam hari dapat membantu mempertahankan produksi ASI.
Hormon prolaktin juga akan menekan ovulasi, sehingga menyusui secara
eksklusif akan memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid.
Oleh karena itu, menyusui pada malam hari penting untuk tujuan
menunda kehamilan (Roesli dan Yohmi, 2013).
2. Hubungan ASI dengan hormon oksitosin (Love Reflex, Let Down Reflex).
Hormon oksitosin diproduksi oleh kelenjar hipofisis posterior.
Hormon tersebut dihasilkan bila ujung saraf disekitar payudara
dirangsang oleh isapan. Oksitosin akan dialirkan melalui darah menuju
ke payudara yang akan merangsang kontraksi otot di sekeliling alveoli
dan memeras ASI keluar dari sel sekretori ke sinus laktiferus sebagai
tempat penampungan ASI. Hanya ASI di dalam sinus laktiferus yang
dapat dikeluarkan oleh bayi dan atau ibunya (Roesli dan Yohmi, 2013).
Oksitosin dibentuk lebih cepat dibanding prolaktin. Keadaan ini
menyebabkan ASI di payudara akan mengalir untuk dihisap. Oksitosin
sudah mulai bekerja saat ibu berkeinginan menyusui (sebelum bayi
menghisap). Refleks oksitosin dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, dan
sensasi ibu. Biasanya perasaan ibu bisa merangsang pengeluaran ASI
secara refleks, tetapi kadang-kadang juga menghambatnya. Perasaan
yang bisa menghentikan refleks oksitosin misalnya, khawatir, sedih, atau
takut akan sesuatu, ibu kesakitan pada saat menyusui atau merasa malu.

6
Sedangkan beberapa keadaan yang dapat menimbulkan refleks oksitosin
antara lain pada saat sang ibu merasakan kasih sayang terhadap bayinya,
berinteraksi dan mengurus bayi, mendengar celotehan atau tangisan bayi.
Efek penting oksitosin lainnya adalah menyebabkan uterus berkontraksi
setelah melahirkan. Hal ini membantu mengurangi perdarahan, walaupun
kadang mengakibatkan nyeri (Roesli dan Yohmi, 2013).

Selain refleks menyusui yang terjadi pada ibu, terjadi juga reflex
menyusui yang terjadi pada bayi, diantaranya :
1. Refleks mencari puting susu (Rooting Reflex)
Bila bayi baru lahir disentuh pipinya, dia akan menoleh kearah sentuhan.
bila bibirnya dirangsang atau disentuh dia akan membuka mulut dan
berusaha mencari putting untuk menyusu
2. Refleks menghisap (Sucking Reflex)
Terjadi bila ada sesuatu yang merangsang langit-langit dalam mulut bayi.
Misalnya puting susu, terjadi refleks menghisap dan terjadi tekanan
terhadap daerah areola oleh gusi, lidah, serta langit-langit, sehingga isi
sinus laktiferus keluar dari puting dan masuk ke dalam rongga mulut bayi.
3. Refleks Menelan
Bila ada cairan di dalam rongga mulut bayi, terjadi refleks menelan
(Kosim et al., 2015).

D. Komposisi ASI
1. Aspek Gizi
Keunggulan dan keistimewaan ASI sebagai nutrisi untuk bayi
sudah tidak diragukan lagi. ASI mengandung komponen makro dan
mikro nutrien. Yang termasuk makronutrien adalah karbohidrat, protein
dan lemak sedangkan mikronutrien adalah vitamin & mineral. Air susu
ibu hampir 90%nya terdiri dari air. Volume dan komposisi nutrien ASI
berbeda untuk setiap ibu bergantung dari kebutuhan bayi. Perbedaan
volume dan komposisi di atas juga terlihat pada masa menyusui
(kolostrum, ASI transisi, ASI matang dan ASI pada saat penyapihan).

7
Kandungan zat gizi ASI awal dan akhir pada setiap ibu yang menyusui
juga berbeda. Kolostrum yang diproduksi antara hari 1-5 menyusui kaya
akan zat gizi terutama protein (Hendarto dan Pringgadini, 2013).
ASI transisi mengandung banyak lemak dan gula susu (laktosa).
ASI yang berasal dari ibu yang melahirkan bayi kurang bulan (prematur)
mengandung tinggi lemak dan protein, serta rendah laktosa dibanding
ASI yang berasal dari ibu yang melahirkan bayi cukup bulan. Pada saat
penyapihan kadar lemak dan protein meningkat seiring bertambah
banyaknya kelenjar payudara. Walapun kadar protein, laktosa, dan
nutrien yang larut dalam air sama pada setiap kali periode menyusui,
tetapi kadar lemak meningkat (Hendarto dan Pringgadini, 2013).
Jumlah total produksi ASI dan asupan ke bayi bervariasi untuk
setiap waktu menyusui dengan jumlah berkisar antara 450-1200 ml
dengan rerata antara 750-850 ml per hari. Banyaknya ASI yang berasal
dari ibu yang mempunyai status gizi buruk dapat menurun sampai jumlah
hanya 100-200 ml per hari. Komposisi ASI adalah sebagai berikut
(Hendarto dan Pringgadini, 2013):
a. Air (87.5%)
b. Karbohidrat
Laktosa sebagai karbohidrat utama dalam ASI, berfungsi sebagai
salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat
dalam ASI hampir 2 kali lipat dibanding laktosa yang ditemukan
pada susu sapi atau susu formula. Namun demikian angka kejadian
diare yang disebabkan karena intoleransi laktosa jarang ditemukan
pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini disebabkan karena
penyerapan laktosa ASI lebih baik dibanding laktosa susu sapi atau
susu formula. Kadar karbohidrat dalam kolostrum tidak terlalu
tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa pada ASI
transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Sesudah melewati masa ini
maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil.

8
c. Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda
dengan protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI
dan susu sapi terdiri dari protein whey dan Casein. Protein dalam
ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah
diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak
mengandung protein Casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi.
Jumlah protein Casein dalam ASI hanya 30% dibanding susu sapi
(80%). Disamping itu, beta laktoglobulin yaitu fraksi dari protein
whey yang banyak terdapat di protein susu sapi tidak terdapat
dalam ASI. Beta laktoglobulin ini merupakan jenis protein yang
potensial menyebabkan alergi.
Kualitas protein ASI juga lebih baik dibanding susu sapi
yang terlihat dari profil asam amino (unit yang membentuk
protein). ASI mempunyai jenis asam amino yang lebih lengkap
dibandingkan susu sapi. Salah satu contohnya adalah asam amino
taurin; asam amino ini hanya ditemukan dalam jumlah sedikit di
dalam susu sapi. Taurin diperkirakan mempunyai peran pada
perkembangan otak karena asam amino ini ditemukan dalam
jumlah cukup tinggi pada jaringan otak yang sedang berkembang.
Taurin ini sangat dibutuhkan oleh bayi prematur, karena
kemampuan bayi prematur untuk membentuk protein ini sangat
rendah.
ASI juga kaya akan nukleotida dibanding dengan susu sapi
yang mempunyai zat gizi ini dalam jumlah sedikit. Disamping itu
kualitas nukleotida ASI juga lebih baik dibanding susu sapi.
Nukleotida ini mempunyai peran dalam meningkatkan
pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang pertumbuhan
bakteri baik dalam usus dan meningkatkan penyerapan besi dan
daya tahan tubuh.

9
d. Lemak
Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu sapi
dan susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk
mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi.
Terdapat beberapa perbedaan antara profil lemak yang ditemukan
dalam ASI dan susu sapi atau susu formula. Lemak omega 3 dan
omega 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi banyak
ditemukan dalam ASI. Disamping itu ASI juga mengandung
banyak asam lemak rantai panjang diantaranya asam
dokosaheksanoik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang
berperan terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata.
Susu sapi tidak mengadung kedua komponen ini, oleh karena itu
hampir terhadap semua susu formula ditambahkan DHA dan ARA
ini. Tetapi perlu diingat bahwa sumber DHA & ARA yang
ditambahkan ke dalam susu formula tentunya tidak sebaik yang
terdapat dalam ASI. Jumlah lemak total di dalam kolostrum lebih
sedikit dibandingkan ASI matang, tetapi mempunyai persentasi
asam lemak rantai panjang yang tinggi.
ASI mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang
seimbang dibanding susu sapi yang lebih banyak mengandung
asam lemak jenuh. Seperti kita ketahui konsumsi asam lemah jenuh
dalam jumlah banyak dan lama tidak baik untuk kesehatan jantung
dan pembuluh darah.
e. Karnitin
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan
energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada 3
minggu pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar
karnitin ini lebih tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi yang
mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu
formula.

10
f. Vitamin
- Vitamin K, dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang
berfungsi sebagai faktor pembekuan. Kadar vitamin K ASI
hanya seperempatnya kadar dalam susu formula. Bayi yang
hanya mendapat ASI berisiko untuk terjadi perdarahan, walapun
angka kejadian perdarahan ini kecil. Oleh karena itu pada bayi
baru lahir perlu diberikan vitamin K yang umumnya dalam
bentuk suntikan.
- Vitamin D, dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang bayi. ASI
hanya mengandung sedikit vitamin D, tetapi dengan menjemur
bayi pada pagi hari maka bayi akan mendapat tambahan vitamin
D yang berasal dari sinar matahari.
- Vitamin E, berfungsi untuk ketahanan dinding sel darah merah.
Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan terjadinya
kekurangan darah (anemia hemolitik). Keuntungan ASI adalah
kandungan vitamin E nya tinggi terutama pada kolostrum dan
ASI transisi awal.
- Vitamin A, berfungsi untuk kesehatan mata, mendukung
pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. ASI
mengandung dalam jumlah tinggi tidak saja vitamin A dan tetapi
juga bahan bakunya yaitu beta karoten. Hal ini salah satu yang
menerangkan mengapa bayi yang mendapat ASI mempunyai
tumbuh kembang dan daya tahan tubuh yang baik.
- Vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B, asam folat, dan
vitamin C. Makanan yang dikonsumsi ibu berpengaruh terhadap
kadar vitamin ini dalam ASI. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup
tinggi dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan asam folat
mungkin rendah pada ibu dengan gizi kurang. Karena vitamin
B6 dibutuhkan pada tahap awal perkembangan sistem saraf
maka pada ibu yang menyusui perlu ditambahkan vitamin ini.
Sedangkan untuk vitamin B12 cukup di dapat dari makanan
sehari-hari, kecuali ibu menyusui yang vegetarian.

11
g. Mineral
Mineral di dalam ASI mempunyai kualitas yang lebih baik dan
lebih mudah diserap dibandingkan dengan mineral yang terdapat di
dalam susu sapi.
- Kalsium, berfungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan
rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah.
Walaupun kadar kalsium ASI lebih rendah dari susu sapi, tapi
tingkat penyerapannya lebih besar. Penyerapan kalsium ini
dipengaruhi oleh kadar fosfor, magnesium, vitamin D dan
lemak. Perbedaan kadar mineral dan jenis lemak diatas yang
menyebabkan perbedaan tingkat penyerapan. Kekurangan
kadar kalsium darah dan kejang otot lebih banyak ditemukan
pada bayi yang mendapat susu formula dibandingkan bayi
yang mendapat ASI.
- Zat besi (Fe), baik di dalam ASI maupun susu formula
keduanya rendah serta bervariasi. Bayi yang mendapat ASI
mempunyai risiko yang lebih kecil utnuk mengalami
kekurangan zat besi dibanding dengan bayi yang mendapat
susu formula. Zat besi yang berasal dari ASI lebih mudah
diserap, yaitu 20–50% dibandingkan hanya 4–7% pada susu
formula.
- Seng (Zinc), berperan dalam berbagai proses metabolisme di
dalam tubuh. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh
kekurangan mineral ini adalah acrodermatitis enterophatica
dengan gejala kemerahan di kulit, diare kronis, gelisah dan
gagal tumbuh. Kadar zinc ASI menurun cepat dalam waktu 3
bulan menyusui. Kandungan zink ASI juga lebih rendah dari
susu formula, tetapi tingkat penyerapan lebih baik. Penyerapan
zinc terdapat di dalam ASI, susu sapi dan susu formula
berturut-turut 60%, 43–50% dan 27–32%.
- Selenium, dibutuhkan untuk pertumbuhan cepat. Kadarnya
dalam ASI lebih tinggi dibandingkan susu formula.

12
2. Aspek Imunologik
Selama di dalam kandungan, janin mendapat zat protektif melalui
plasenta. Setelah lahir, suplai ini terhenti padahal sistem imunologis
neonatus belum terbentuk/berfungsi sempurna, sehingga pemberian ASI
memegang peran penting untuk mencegah infeksi. Imunoglobulin utama
di dalam ASI adalah IgA yang dihasilkan atas respons migrasi limfosit
dari usus ibu sehingga mencerminkan antigen enterik dan respiratorik
ibu; ini memberikan proteksi terhadap patogen yang ada pada ibunya
karena sistem imunologis bayi masih imatur.
ASI juga mengandung faktor proteksi yang bukan termasuk sistem
imunologik seperti lisozim, laktoferin, oligosakarida, asam lemak yang
semuanya berperan selain sebagai faktor protektif juga mengandung
beberapa faktor untuk pertumbuhan serta pematangan sistem imun dan
metabolik. ASI juga mengandung berbagai komponen anti-inflamasi
seperti vitamin A, C, dan E, sitokin, enzim dan inhibitor enzim,
prostaglandin E dan faktor pertumbuhan. ASI mengandung hormon
seperti insulin, tiroksin dan faktor pertumbuhan saraf. Ini semua tidak
terdapat di dalam susu formula. Di dalam ASI terdapat faktor-faktor anti
bakteri, faktor anti virus dan faktor anti jamur. Zat protektif di dalam ASI
dapat dibagi menjadi 3 komponen, yaitu komponen selular, komponen
imunoglobulin, komponen nonimunoglobulin.
a. Komponen selular
Sel di dalam ASI terdiri atas makrofag, limfosit, neutrofil dan sel
epitelial dan berjumlah kurang lebih 4000/mm3. Jumlah ini akan
cepat menurun setelah 2-3 bulan. Leukosit (90% dari jumlah sel) di
dalam ASI terutama terdiri dari makrofag (90%) dibandingkan
dengan neutrofil, limfosit (10% dari jumlah sel).
- Makrofag (90%)
Makrofag adalah sel fagosit besar yang mengandung lisosom,
mitokondria, pinosom dan aparat Golgi. Fungsi dari makrofag
adalah:
o Fagositosis mikroorganisme (bakteri dan jamur).

13
o Membuat C3 dan C4, lisosom dan laktoferin.
o Pelepasan IgA intraselular ke dalam jaringan.
o Pembentukan sel raksasa.
o Meningkatkan aktifitas limfosit T.
o Sebagai pengangkut dan penyimpanan imunoglobulin.
o Biosintesis dan ekskresi laktoperidase; faktor pertumbuhan
sel yang meningkatkan pertumbuhan epitel usus dan
maturasi enzim dalam brush border usus.
- Leukosit polimorfonuklear (PMN)
Kolostrum mengandung sampai 5 juta leukosit/mm3 dan 40–
60% terdiri atas PMN. ASI matur mengandung sekitar 1
juta/mm3 leukosit dan 20–30%nya adalah PMN. Setelah 6
minggu hanya ada sedikit PMN. Fungsi PMN lebih banyak
untuk proteksi jaringan kelenjar mammae dan bukan untuk
proteksi neonatus.
- Limfosit
Limfosit T dan B keduanya berada dalam kolostrum dan ASI
matur dan adalah bagian dari sistem imun ASI. Fungsi limfosit
adalah: mensintesis antibodi IgA dan berespons terhadap
mitogen dengan cara berproliferasi, meningkatkan interaksi
makrofag-limfosit, dan melepaskan mediator seperti MIF.
Sel B teridentifikasi dengan adanya pertanda surface
immunoglobulin. Di dalam ASI sel B termasuk sel yang
mengandung IgA, IgG dan IgM surface immunoglobulin. Sel T
berasal dari thymus yang mengeluarkan hormon thymosin yang
berfungsi meningkatkan jumlah limfosit yang beredar.
b. Komponen Immunoglobulin
Komposisi imunoglobulin di dalam ASI berbeda dengan yang ada di
dalam serum. Di dalam serum komponen utama adalah IgG dalam
jumlah 1250 mg/dL dan IgA hanya 250 mg/dL. Sebaliknya di dalam
kolostrum IgA 1740 mg/dL dan IgG 100 mg/dL. IgA dan IgG di

14
dalam ASI sebagian dari IgA dan IgG dari serum, sebagian lagi
dibentuk oleh kelenjar payudara.
Ada lebih dari 30 jenis imunoglobulin yang telah
teridentifikasi di dalam ASI, 18 di antaranya terdapat di dalam serum
juga, sisanya hanya ada di dalam ASI. IgA di dalam ASI terutama
adalah IgA sekretori (sIgA). Yang stabil pada pH yang rendah dan
tahan terhadap enzim proteolitik. Fungsinya di dalam usus adalah
memproteksi mukosa usus agar jangan diserang oleh virus dan
bakteri. Imunoglobulin di dalam ASI masih ditemukan setelah satu
tahun.
c. Komponen nonimunoglobulin
Daya proteksi ASI juga didukung oleh komponen
nonimunoglobulin. Oligosakarida telah dibuktikan mempunyai daya
proteksi terhadap beberapa patogen spesifik. Glikoprotein termasuk
laktoferin, imunoglobulin dan musin. Musin telah terbukti dapat
mencegah gastroenteritis yang disebabkan oleh rotavirus
- Faktor bifidus
Usus bayi mengandung Lactobacillus bifidus yang merupakan
bakteri baik di dalam usus. ASI mengandung faktor bifidus yang
menunjang pertumbuhan kuman ini. Susu sapi tidak
mengandung faktor ini.
- Antistaphylococcal factor
Substansi yang mencegah bayi dari infeksi Staphylococcus.
- Lisozim
Enzim yang mempunyai sifat bakteriolitik. Memiliki konsentrasi
tinggi di dalam ASI.

E. Manfaat ASI
a. Manfaat ASI bagi bayi
- Bayi dapat menikmati rasa aman, nyaman, kehangatan, dan
keberadaan ibunya, khususnya bila terjadi kontak kulit-ke-kulit
selama menyusu. Perasaan tersebut mungkin kurang diperoleh oleh

15
bayi yang mendapat susu botol. Hal ini berpengaruh terhadap
perkembangan emosi anak
- Bayi yang mendapat ASI mempunyai nilai IQ 3–5 kali lebih tinggi
dibandingkan bayi yang mendapat susu formula. Makin lama bayi
menyusu, makin besar efek positif pada IQ bayi. Tingkat IQ lebih
tinggi dikaitkan dengan kandungan nutrisi yang ditemukan pada
ASI. Selain intelegensia, emosi juga lebih matang, hal ini sangat
berpengaruh terhadap kehidupan sosialnya di masyarakat.
- Bayi yang mendapat ASI akan lebih jarang sakit, sehingga lebih
jarang berobat ke dokter apalagi harus dirawat inap (Hegar, 2013).
b. Manfaat menyusui bagi ibu
- Mempererat ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena berbagai
rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact).
- Kasih saying terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon
oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.
- Menyusui bayi memerlukan ekstra kalori, maka ibu yang ingin berat
badannya kembali seperti semula dapat terbantu.
- Menyusui juga merangsang uterus untuk berkontraksi kembali ke
ukurannya semula sebelum hamil sehingga membantu mengurangi
perdarahan setelah melahirkan.
- Meningkatkan kadar antibodi dalam sirkulasi darah ibu sehingga
dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi setelah melahirkan.
- Risiko kanker payudara, kanker ovarium, dan osteoporosis pasca
menopause dilaporkan juga lebih kecil pada ibu menyusui.
- Keluarga dapat menghemat dana ratusan ribu sampai jutaan rupiah
yang akan dibelikan susu formula. Belum lagi jumlah waktu yang
terbuang untuk menyiapkan, mencuci dan menghangatkan botol
sebelum diberikan kepada bayi. Meskipun ibu menyusui mempunyai
selera makan besar dan memerlukan mengkonsumsi kalori ekstra,
makanan ekstra untuk ibu tetap lebih murah dibandingkan membeli
susu formula untuk bayi. Selain itu, nilai produktivitas kerja ibu pun
akan makin meningkat.

16
- Menyusui dapat berperan sebagai salah satu cara kontrasepsi, karena
selama menyusui ovulasi akan tertekan sehingga kemungkinan hamil
selama menyusui lebih kecil. Ibu tidak akan mengalami ovulasi
(Hegar, 2013; Seeley et al., 2016).

F. Teknik Menyusui
1. Posisi Menyusui
Seringkali kegagalan menyusui disebabkan karena kesalahan
memposisikan dan melekatkan bayi. Puting ibu menjadi lecet sehingga
ibu jadi segan menyusui, produksi ASI berkurang dan bayi menjadi
malas menyusu. Oleh karena itu, ibu perlu mengetahui langkah menyusui
yang benar:
1. Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir.
2. Perah sedikit ASI dan oleskan ke puting dan areola sekitarnya.
Manfaatnya adalah sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban
puting susu.
3. Ibu duduk dengan santai kaki tidak boleh menggantung.
4. Posisikan bayi dengan benar
5. Bibir bayi dirangsang dengan puting ibu dan akan membuka lebar,
kemudian dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dan
putting serta areola dimasukkan ke dalam mulut bayi.
6. Cek apakah perlekatan sudah benar (Suardi, 2013).

Posisi menyusui harus senyaman mungkin. Posisi yang kurang


tepat akan menghasilkan perlekatan yang tidak baik. Posisi dasar
menyusui terdiri dari posisi badan ibu, posisi badan bayi, serta posisi
mulut bayi dan payudara ibu (perlekatan/ attachment). Posisi badan ibu
saat menyusui dapat posisi duduk, posisi tidur terlentang, atau posisi
tidur miring (Roesli dan Yohmi, 2013).
Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus
menghadap payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan
bayi menempel dengan badan ibu (sanggahan bukan hanya pada bahu

17
dan leher). Sentuh bibir bawah bayi dengan puting, tunggu sampai mulut
bayi terbuka lebar dan secepatnya dekatkan bayi ke payudara dengan
cara menekan punggung dan bahu bayi (bukan kepala bayi). Arahkan
puting susu ke atas, lalu masukkan ke mulut bayi dengan cara menyusuri
langit-langitnya. Masukkan payudara ibu sebanyak mungkin ke mulut
bayi sehingga hanya sedikit bagian areola bawah yang terlihat dibanding
aerola bagian atas. Bibir bayi akan memutar keluar, dagu bayi menempel
pada payudara dan puting susu terlipat di bawah bibir atas bayi (Roesli
dan Yohmi, 2013).

Posisi tubuh yang baik saat menyusui:


- Posisi muka bayi menghadap ke payudara (chin to breast)
- Perut/dada bayi menempel pada perut/dada ibu (chest to chest)
- Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga telinga bayi
membentuk garis lurus dengan lengan bayi dan leher bayi
- Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik
- Ada kontak mata antara ibu dengan bayi
- Pegang belakang bahu jangan kepala bayi
- Kepala terletak dilengan bukan didaerah siku

Posisi menyusui yang tidak benar:


- Leher bayi terputar dan cenderung kedepan
- Badan bayi menjauh badan ibu
- Badan bayi tidak menghadap ke badan ibu
- Hanya leher dan kepala tersanggah
- Tidak ada kontak mata antara ibu dan bayi
- C-hold tetap dipertahankan

Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka
dan nyeri pada puting susu dan payudara akan membengkak karena ASI
tidak dapat dikeluarkan secara efektif. Bayi merasa tidak puas dan ia
ingin menyusu sering dan lama. Bayi akan mendapat ASI sangat sedikit

18
dan berat badan bayi tidak naik dan lambat laun ASI akan mengering
(Roesli dan Yohmi, 2013).

Gambar 2. Perlekatan bayi pada payudara yang benar.


(Sumber: Soebadi, 2013).

Tanda perlekatan bayi dan ibu yang baik:


- Dagu menyentuh payudara
- Mulut terbuka lebar
- Bibir bawah terputar keluar
- Areola bagian atas yang lebih terlihat dibanding bagian bawah
- Tidak menimbulkan rasa sakit pada puting susu

Tanda perlekatan ibu dan bayi yang tidak baik :


- Dagu tidak menempel pada payudara
- Mulut bayi tidak terbuka lebar (bibir mencucu/ monyong)
- Bibir bawah terlipat ke dalam, sehingga menghalangi pengeluaran
ASI oleh lidah
- Lebih banyak areola bagian bawah yang terlihat
- Terasa sakit pada putting

19
2. Menyusui bayi kembar
Ibu dengan bayi kembar dua secara konsisten akan memproduksi jumlah
ASI dua kali lebih banyak dari jumlah ASI yang diproduksi ibu dengan
bayi tunggal, bahkan ibu dengan bayi triplet dapat memproduksi 3 liter
ASI dalam 24 jam. Komposisi laktosa, protein dan lemak sangat
bervariasi namun mencukupi kebutuhan bayi (Praborini, 2013).
Kegiatan menyusui membutuhkan energi yang cukup besar. Selain
untuk kebutuhan ibu, energi yang cukup juga dibutuhkan untuk
memproduksi ASI. Dalam 100 ml ASI terkandung 67–75 kilo kalori,
sehingga ibu-ibu dengan bayi kembar yang memproduksi ASI hampir 2
liter per hari membutuhkan tambahan energi sebesar 1500 kilo kalori per
hari. Kondisi malnutrisi dan dehidrasi pada ibu akan mengakibatkan
jumlah ASI yang diproduksi berkurang secara bermakna. Penting bagi
ibu menyusui untuk makan dan minum dalam jumlah yang cukup
(Praborini, 2013).
Bayi kembar dapat disusui dengan salah satu dari ketiga model
berikut yaitu secara simultan, atau terpisah sesuai kebutuhan masing-
masing bayi, atau bergantian. Menyusui secara simultan lebih
menghemat waktu dan memiliki keuntungan lain yaitu bayi yang lebih
kuat hisapannya akan merangsang refleks aliran untuk kembarannya
yang daya hisapnya lebih lemah. Masing-masing bayi tidak boleh
memiliki payudara favorit, dalam artian harus saling bertukar payudara
saat menyusu. Jadi bayi A saat menyusu sekarang dari payudara kiri ,
berikut dari payudara kanan dan sebaliknya. Hal ini untuk menjaga agar
ke-2 payudara ibu mendapat stimulasi hisapan yang seimbang, sehingga
asupan bayi dapat terpenuhi dan terhindar dari besar payudara yang
asimetris. Dan juga akan mencegah mata bayi menjadi juling karena
sering melihat ke satu sisi saja. Tiga posisi menyusui yang biasa
dipraktekkan saat bayi menyusu secara simultan yaitu:
a. Double Football
Bayi dipegang seperti cara memegang bola disisi kanan dan kiri
tubuh ibu. Tangan ibu menopang kepala bayi dengan badan bayi

20
berbaring di bawah tangan ibu. Banyak ibu menggunakan cara ini
sampai mereka benar-benar berpengalaman.
b. Double Cradle
Bayi dipegang seperti menyusui bayi tunggal, dimana ke-2 badan
bayi menyilang di atas perut ibu. Posisi ini biasa digunakan pada ibu
yang sudah berpengalaman dan bayi dapat mengontrol kepalanya
dengan baik.
c. Kombinasi football dan cradle (posisi sejajar)
Bayi pertama dipegang dengan cara football, sedangkan bayi yang
lain dipegang dengan posisi cradle. Posisi ini biasa digunakan oleh
ibu dengan bayi triplet atau lebih, sehingga bayi terbiasa dan
mendapat asupan ASI yang cukup.
Ketiga posisi di atas dapat dengan mudah dipraktekkan, namun untuk
pertama kali tetap membutuhkan pendampingan dari tenaga kesehatan
(Praborini, 2013).

Gambar 3. Posisi menyusui bayi kembar.


(Sumber: The Alpha Parent, 2018).

3. Frekuensi dan lama menyusui


Lamanya menyusu berbeda-beda tiap periode menyusu. Rata-rata bayi
menyusu selama 5–15 menit, walaupun terkadang lebih. Bayi dapat
mengukur sendiri kebutuhannya. Bila proses menyusu berlangsung

21
sangat lama (lebih dari 30 menit) atau sangat cepat (kurang dari 5 menit)
mungkin ada masalah. Pada hari-hari pertama atau pada bayi berat lahir
rendah (kurang dari 2500 gram), proses menyusu terkadang sangat lama
dan hal ini merupakan hal yang wajar. Sebaiknya bayi menyusu pada
satu payudara sampai selesai baru kemudian bila bayi masih
menginginkan dapat diberikan pada payudara yang satu lagi sehingga
kedua payudara mendapat stimulasi yang sama untuk menghasilkan ASI
(Roesli dan Yohmi, 2013).
Susui bayi sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan bayi (on
demand), sedikitnya lebih dari 8 kali dalam 24 jam. Awalnya bayi
menyusu sangat sering, namun pada usia 2 minggu frekuensi menyusu
akan berkurang. Bayi sebaiknya disusui sesering dan selama bayi
menginginkannya bahkan pada malam hari. Menyusui pada malam hari
membantu mempertahankan suplai ASI karena hormon prolaktin
dikeluarkan terutama pada malam hari. Bayi yang puas menyusu akan
melepaskan payudara ibu dengan sendirinya, ibu tidak perlu
menyetopnya (Roesli dan Yohmi, 2013).

4. Menilai Kecukupan ASI


- Bayi buang air kecil 1–2x perhari dalam 12–24 jam pertama
kehidupan, selanjutnya lebih dari 6 kali sehari dengan warna urin
yang tidak pekat dan bau tidak menyengat setelah 5 hari.
- Tinja bayi pertama (mekonium) keluar dalam 24 jam pertama.
- Mekonium akan menipis menjadi hijau kecoklatan/hijau kekuningan
dalam 3–6 hari. Lebih dari 6 hari, tinja ASI sudah terbentuk (cair,
bau asam, bergas).
- Berat badan naik lebih dari 500 gram dalam sebulan dan telah
melebihi berat lahir pada usia 2 minggu.
- Bayi akan rileks dan puas setelah menyusu dan melepas sendiri dari
payudara ibu (Roesli dan Yohmi, 2013; Eveline dan Pratiwi, 2017).

22
5. Teknik Memerah ASI dan Menyimpan ASI Perah
Pada beberapa keadaan tertentu, ibu kesulitan untuk menyusui anaknya
secara langsung, sehingga ASI akhirnya diberikan dalam bentuk perahan.
Contohnya adalah ketika bayi lahir dalam kondisi prematur sehingga
kemampuan untuk menetek masih belum sempurna, atau bayi maupun
ibu perlu dirawat di rumah sakit sehingga tidak memungkinkan untuk
sering bertemu. Begitu juga ketika ibu harus kembali bekerja, sekolah
atau menjalankan kesibukan lainnya juga mempersulit pemberian ASI
secara langsung. Termasuk juga saat puting mengalami lecet. Banyak ibu
juga seringkali merasa payudaranya penuh dan tidak nyaman, sehingga
ASI perlu segera diperah (Satgas ASI, 2013; Yohmi, 2014).
Cara memerah ASI dengan tangan :
1. Gunakan container / wadah yang paling bersih, bisa terbuat dari
plastik atau bahan metal (paling baik karena lemak dari ASI dapat
menempel pada sisi wadah dari kaca). Bayi membutuhkan
kandungan lemak dari ASI untuk pertumbuhannya.
2. Cuci tangan terlebih dahulu dan duduklah dengan santai. Duduk
dengan sedikit mencondongkan badan ke depan. Anda dapat duduk
di kursi dengan container/ wadah di pangkuan anda. Wadah dengan
mulut yang lebar seperti mangkok akan lebih mudah.
3. Massage dengan lembut payudara dari dasar payudara kearah puting
susu untuk merangsang refleks oksitosin (let down reflex). Rangsang
puting susu dengan ibu jari dan jari telunjuk anda. Gunakan kompres
hangat atau mandi dengan air hangat akan membantu ASI lebih
mudah keluar.
4. Letakkan ibu jari di bagian atas di bagian luar areola ( di jam 12) dan
jari telunjuk serta jari-jari lain di bagian bawah areola (di jam 6)
atau membentuk huruf C.
5. Tekan jari-jari anda kebelakang kearah dada kemudian pencet dan
tekan payudara anda diantara jari-jari anda, dan lepaskan, dorong ke
arah puting seperti mengikuti gerakan mengisap bayi. Ulangi hal ini
berulang-ulang.

23
6. Hindari menarik atau memeras terlalu keras dan bersabarlah,
mungkin akan memakan waktu yang agak lama pada awalnya.
7. Ketika ASI mengalir lambat, gerakkan jari anda di sekitar areola dan
berpindah-pindah tempat, kemudian mulai memerah lagi sampai ASI
yang tersimpan menjadi kosong.
8. Ulangi prosedur ini sampai payudara menjadi lembek dan anda
merasa telah mengosongkan payudara sebanyak yang anda bisa.

Gambar 4. Teknik memerah ASI dengan tangan.


(Sumber: Nordin, 2015).

Gambar 5. Menyimpan ASI perah.


(Sumber: Yohmi, 2014).

24
Saat memerah ASI dan menyimpannya, ada beberapa hal yang
perlu diketahui oleh ibu, yaitu:
- Pastikan ibu mencuci tangan dengan bersih sebelum memerah ASI
maupun menyimpannya.
- Wadah penyimpanan harus dipastikan bersih. Ibu dapat menggunakan
botol kaca atau kontainer plastik dengan tutup yang rapat dengan
bahan bebas bisphenol A (BPA). Hindari pemakaian kantong plastik
biasa maupun botol susu disposable karena wadah-wadah ini mudah
bocor dan terkontaminasi. Kontainer harus dicuci dengan air panas
dan sabun serta dianginkan hingga kering sebelum dipakai.
- Simpanlah ASI sesuai dengan kebutuhan bayi.
- Pastikan bahwa pada wadah ASI telah diberi label berisi nama anak
dan tanggal ASI diperah.
- Tanggal kapan ASI diperah perlu dicantumkan untuk memastikan
bahwa ASI yang dipakai adalah ASI yang lebih lama.
- Jangan mencampurkan ASI yang telah dibekukan dengan ASI yang
masih baru pada wadah penyimpanan.
- Jangan menyimpan sisa ASI yang sudah dikonsumsi
- Putarlah kontainer ASI agar bagian yang mengandung krim pada
bagian atas tercampur merata. Jangan mengocok ASI karena dapat
merusak komponen penting dalam susu (Yohmi, 2014).

Tabel 1. Panduan menyimpan ASI perah.

(Sumber: Yohmi, 2014).

25
Beberapa tips dalam menghangatkan ASI perah yang telah dibekukan:
- Cek tanggal pada label wadah ASI. Gunakan ASI yang paling dulu
disimpan
- ASI tidak harus dihangatkan. Beberapa ibu memberikannya dalam
keadaan dingin
- Untuk ASI beku: pindahkan wadah ke lemari es selama 1 malam
atau ke dalam bak berisi air dingin. Naikkan suhu air perlahan-lahan
hingga mencapai suhu pemberian ASI
- Untuk ASI dalam lemari es: Hangatkan wadah ASI dalam bak berisi
air hangat atau air dalam panci yang telah dipanaskan selama
beberapa menit. Jangan menghangatkan ASI dengan api kompor
secara langsung.
- Jangan menaruh wadah dalam microwave. Microwave tidak dapat
memanaskan ASI secara merata dan justru dapat merusak komponen
ASI dan membentuk bagian panas yang melukai bayi. Botol juga
dapat pecah bila dimasukkan ke dalam microwave dalam waktu
lama.
- Goyangkan botol ASI dan teteskan pada pergelangan tangan terlebih
dahulu untuk mengecek apakah suhu sudah hangat.
- Berikan ASI yang dihangatkan dalam waktu 24 jam. Jangan
membekukan ulang ASI yang sudah dihangatkan (Yohmi, 2014).

G. Masalah dalam Menyusui


1. Wanita dengan HIV positif
Sebaiknya tidak menyusui bila terdapat susu pengganti ASI yang
memenuhi syarat AFASS (acceptable, feasible, affordable, sustainable
dan safe). Menyusui bukan merupakan kontraindikasi bagi ibu dengan
infeksi HIV, walaupun diduga bahwa puting lecet atau berdarah dapat
meningkatkan risiko penularan (Hegar, 2013).
2. Ibu yang terkena kanker payudara
Ibu tetap dapat menyusui bayinya dengan menggunakan payudara
yang sehat sebelum dimulai kemoterapi. Kanker payudara tidak

26
ditransmisi melalui menyusui. Namun, ada pendapat yang menyatakan
bahwa hormon yang dihasilkan selama hamil dan menyusui dapat
memicu rekurensi kanker (Hegar, 2013).
3. Ibu yang mengonsumsi obat-obatan
Obat yang secara resmi boleh dibeli bebas (tanpa resep dokter),
bila hanya diminum sesuai kebutuhan dapat dianggap aman. Ibu yang
harus minum obat setiap hari, misalnya pada epilepsi, diabetes, atau
tekanan darah tinggi tetap dapat menyusui. Walaupun demikian, setiap
akan mengonsumsi obat selama menyusui sebaiknya berkonsultasi
terlebih dahulu dengan tenaga kesehatan. Untuk meminimalisasi pajanan
pada bayi, ibu dapat minum obat segera setelah menyusui atau sebelum
bayi tidur panjang (Hegar, 2013).
4. Puting susu pendek
Bila terdapat puting yang pendek atau terbenam pada saat lahir
dapat diusahakan agar puting lebih menonjol dengan menariknya
menggunakan nipple puller atau memakai spuit yang dipakai terbalik.
Namun bila cara ini kurang menolong ibu harus dibantu agar dapat
memasukkan areolanya sebanyak mungkin ke dalam mulut bayi dengan
sedikit penekanan pada areola mama dengan jari dan dengan demikian
bayi Insya Allah akan mendapat ASI dengan lancar (IDAI, 2013).
5. Puting lecet
Pada awal setelah melahirkan, puting ibu dapat dikeringkan dengan
udara setiap kali selesai menyusui untuk mencegah lecet. Pada tahap
awal pengobatan dapat dilakukan dengan mengoleskan ASI akhir (hind
milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan mengering.
Bila puting lecet, ibu dapat melapisinya dengan ASI atau pelembab
alamiah lainnya seperti suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin,
yang segera meresap ke jaringan sebelum bayi menyusu untuk membantu
penyembuhan. Untuk sementara dapat dilakukan kompres hangat atau
dingin saat tidak sedang menyusui. Ibu dapat juga melakukan perah ASI
(Alasiry, 2013; Hegar, 2013).

27
6. Mastitis
Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih
segmen payudara yang mungkin disertai atau tanpa infeksi. Ibu biasanya
mengeluhkan demam dan payudara menjadi kemerahan, tegang, panas,
bengkak, dan terasa sangat nyeri. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6
minggu pertama setelah bayi lahir (paling sering pada minggu ke-2 dan
ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang masa menyusui bahkan
pada wanita yang sementara tidak menyusui. Mastitis biasanya
menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu untuk berhenti
menyusui. Mastitis juga berpotensi meningkatkan transmisi vertikal pada
beberapa penyakit (terutama AIDS). Penyebab mastitis cukup banyak,
salah satunya pengosongan payudara yang tidak sempurna, produksi ASI
yang terlalu banyak, dapat juga terjadi ketika ibu atau bayi sakit.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor risiko
mastitis. Bila payudara penuh dan bengkak, ibu dianjurkan memerah
dengan tangan atau pompa ASI setiap 3–4 jam. Ibu juga harus banyak
beristirahat serta menjaga kebersihan tangannya. Analgesik dan
antibiotik dapat diberikan apabila keluhan tidak membaik dengan
memperbaiki posisi menyusui atau tidak ada perbaikan dalam 24 jam
(Alasiry, 2013).
7. Sindrom ASI kurang
Produksi ASI dimulai dari jumlah sedikit dan semakin meningkat pada
awal kelahiran bayi. Hal ini terjadi jika perilaku normal bayi saat lahir
dapat dilakukan, yaitu kontak kulit bayi dengan kulit dada ibu. Kontak
kulit dengan kulit ini dapat dilakukan pada semua jenis kelahiran
termasuk persalinan dengan bantuan alat dan operasi caesar. Biarkan bayi
menempel di dada ibu minimal 1 jam pada keadaan ibu dan bayi yang
sehat. Jika bayi tidak dapat melekat setelah 6 jam pasca melahirkan,
perah ASI, dan berikan dengan pipet atau sendok. Adanya rangsangan
pada payudara ibu (hisapan bayi atau perahan tangan) akan
meningkatkan produksi hormon oksitosin dan prolaktin. Hormon
oksitosin yang tinggi pada hari ke-2 meningkatkan lamanya proses

28
menyusui dan membuat ibu merasa tenang. Kadar prolaktin sangat
penting untuk memulai proses laktasi dan juga mempertahankan lamanya
laktasi. Beberapa penyebab sindrom ASI kurang antara lain posisi dan
melekatkan yang salah, kurang sering, tidak mengosongkan payudara,
menggunakan botol, ibu kurang percaya diri, ibu kurang gizi, merokok,
menggunakan alat KB hormonal, dan faktor bayi sakit atau mengalami
kelainan kongenital. Bila memang ASI kurang atau hisapan bayi kurang
kuat, ASI dapat diberikan dengan bantuan supplementer (IDAI, 2013;
Eveline dan Pratiwi, 2017).

H. 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui


Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 33 (2012) Tentang Pemberian ASI
Eksklusif, terdapat 10 langkah yang dapat dijadikan pedoman oleh fasilitas
pelayanan kesehatan untuk mendukung keberhasilan menyusui yaitu sebagai
berikut:
1. Mempunyai kebijakan tertulis tentang ASI
2. Sarana pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri atau
lainnya
3. Menyiapkan Ibu hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah
keberhasilan menyusui
4. Melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) 30 menit sampai 1 jam setelah
ibu melahirkan
5. Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang benar (posisi peletakan
tubuh bayi dan pelekatan mulut bayi pada payudara) dan
mempertahankan pemberian ASI
6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI selama 6
bulan pertama. Kandungan gizi ASI sudah sangat lengkap, dan bahkan
sering disebut vaksin pertama bayi
7. Ibu dan bayi dirawat dalam satu ruang selama 24 jam
8. Menyemangati ibu untuk memberikan ASI sesuai keinginan bayi
9. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi
10. Membina kelompok pendukung ASI untuk meningkatkan kesadaran.

29
I. Fasilitas Khusus Menyusui
Fasilitas khusus menyusui adalah ruangan yang dilengkapi dengan
prasarana menyusui dan memerah ASI yang digunakan untuk menyusui bayi,
memerah ASI, menyimpan ASI perah, dan/atau konseling menyusui/ASI.
Berdasarkan Permenkes RI No. 15 (2013), fasilitas menyusui dapat dibentuk
di berbagai tempat diantaranya tempat kerja, tempat sarana umum, termasuk
di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini bertujuan untuk memberi kesempatan
kepada ibu yang sedang menyusui. Penyediaan fasilitas khusus menyusui
dilaksanakan sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan. Dalam
menyediakan Ruang ASI, Pengurus Tempat Kerja dan Penyelenggara Tempat
Sarana Umum harus memperhatikan unsur-unsur perencanaan, sarana dan
prasarana, ketenagaan, dan pendanaan.
1. Perencanaan
Perencanaan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan jumlah Ruang ASI
yang harus disediakan, meliputi:
a. jumlah pekerja/buruh perempuan hamil dan menyusui
b. luas area kerja
c. waktu/pengaturan jam kerja
d. potensi bahaya di tempat kerja
e. sarana dan prasarana;

2. Sarana dan Prasarana


Ruang ASI diselenggarakan pada bangunan yang permanen, dapat
merupakan ruang tersendiri atau merupakan bagian dari tempat
pelayanan kesehatan yang ada di Tempat Kerja dan Tempat Sarana
Umum. Ruang ASI harus memenuhi persyaratan kesehatan. Setiap
Tempat Kerja dan Tempat Sarana Tempat Umum harus menyediakan
sarana dan prasarana Ruang ASI sesuai dengan standar minimal dan
sesuai kebutuhan.
 Persyaratan kesehatan Ruang ASI
a. tersedianya ruangan khusus dengan ukuran minimal 3x4 m2
dan/atau disesuaikan dengan jumlah pekerja perempuan yang
sedang menyusui;

30
b. ada pintu yang dapat dikunci, yang mudah dibuka/ditutup;
c. lantai keramik/semen/karpet;
d. memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup;
e. bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi;
f. lingkungan cukup tenang jauh dari kebisingan;
g. penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan;
h. kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60%; dan
i. tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan
mencuci peralatan.
 Peralatan Ruang ASI di Tempat Kerja
Sekurang-kurangnya terdiri dari peralatan menyimpan ASI dan
peralatan pendukung lainnya sesuai standar, antara lain meliputi:
a. lemari pendingin (refrigerator) untuk menyimpan ASI;
b. gel pendingin (ice pack);
c. tas untuk membawa ASI perahan (cooler bag); dan
d. sterilizer botol ASI.
 Peralatan pendukung lainnya
a. meja tulis;
b. kursi dengan sandaran untuk ibu memerah ASI;
c. konseling menyusui kit yang terdiri dari model payudara,
boneka, cangkir minum ASI, spuit 5 cc, 10 cc, dan 20 cc;
e. media KIE tentang ASI dan inisiasi menyusui dini yang terdiri
dari poster, foto, leaflet, booklet, dan buku konseling menyusui);
f. lemari penyimpan alat;
g. dispenser dingin dan panas;
h. alat cuci botol;
i. tempat sampah dan penutup;
j. penyejuk ruangan (AC/Kipas angin);
k. nursing apron/kain pembatas/ pakai krey untuk memerah ASI;
l. waslap untuk kompres payudara;
m. tisu/lap tangan; dan
n. bantal untuk menopang saat menyusui.

31
 Standar untuk Ruang ASI
a. kursi dan meja;
b. wastafel; dan
c. sabun cuci tangan.

3. Ketenagaan

Setiap pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana


umum dapat menyediakan tenaga terlatih pemberian ASI untuk
memberikan konseling menyusui kepada pekerja/buruh di ruang ASI.
Tenaga Terlatih Pemberian ASI juga harus memahami pengelolaan
pemberian ASI dan mampu memotivasi pekerja agar tetap memberikan
ASI kepada anaknya walaupun bekerja. Tenaga terlatih tersebut harus
telah mengikuti pelatihan konseling menyusui yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Pelatihan konseling
menyusui tersebut harus telah tersertifikasi mengenai modul maupun
tenaga pengajarnya. Dalam memberikan konseling menyusui, tenaga
terlatih pemberian ASI juga menyampaikan manfaat pemberian ASI
eksklusif antara lain berupa:
a. peningkatan kesehatan ibu dan anak;
b. peningkatan produktivitas kerja;
c. peningkatan rasa percaya diri ibu;
d. keuntungan ekonomis dan higienis; dan
e. penundaan kehamilan.
Setiap Ruang ASI juga harus memiliki penanggung jawab yang
dapat merangkap sebagai konselor menyusui. Penanggung jawab Ruang
ASI tersebut ditunjuk oleh Pengurus Tempat Kerja dan Penyelenggara
Tempat Sarana Umum. Apabila ruang ASI belum memiliki konselor
menyusui, Pengurus Tempat Kerja dan Penyelenggara Tempat Sarana
Umum dapat bekerja sama dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau
berkoordinasi dengan dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota untuk
memberikan pelatihan konseling menyusui. Jenis dan jumlah tenaga
kesehatan dan/atau tenaga non kesehatan sebagai Tenaga Terlatih

32
Pemberian ASI disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang
diberikan di Ruang ASI.

4. Pendanaan
Tempat Kerja dan Tempat Sarana Umum harus menyediakan dana
untuk mendukung peningkatan pemberian ASI Eksklusif. Pendanaan
tersebut bersumber dari Tempat Kerja, Tempat Sarana Umum dan
sumber lain yang tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Sumber pendanaan tidak boleh bersumber dari produsen atau
distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya.

33
BAB III
PEMBAHASAN

Pelaksanaan manajemen laktasi memerlukan beberapa program kebijakan


yang bertujuan untuk mempermudah pencapaian target. Dalam pembentukan
progam kebijakan diperlukan perencanaan yang matang untuk mengarahkan
tindakan agar sesuai dengan target yang ingin dicapai. Perencanaan program yang
terkait dengan manajemen laktasi di UPTD Puskesmas Kuala Lempuing sudah
cukup baik, namun masih terdapat beberapa keterbatasan dalam pelaksanaannya.
Selama ini terdapat beberapa program yang berkaitan dengan manajemen
laktasi di UPTD Puskesmas Kuala Lempuing, antara lain berupa pendataan
cakupan ASI eksklusif setiap tahun dan pengadaan ruangan menyusui di dalam
Puskesmas. Sementara untuk program lainnya masih tumpang tindih dengan
program gizi dan program kesehatan ibu dan anak. Meskipun sudah terdapat
beberapa program, namun dalam pelaksanaannya masih belum terarah mengingat
program tersebut bukanlah program prioritas di UPTD Puskesmas Kuala
Lempuing. Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program
manajemen laktasi di UPTD Puskesmas Kuala Lempuing, antara lain:

1. Sumber Daya Manusia


UPTD Puskesmas Kuala Lempuing memiliki 20 pegawai dengan bidang
yang beragam seperti pada Tabel 2 di bawah ini.

34
Tabel 2. Jenis ketenagaan berdasarkan tingkat pendidikan di UPTD
Puskesmas Lempuing pada tahun 2018.
No. Jenis Tenaga Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Dokter Umum - 2 2
2. Dokter Gigi - 1 1
3. Sarjana Kesehatan Masyarakat 1 1 2
4. Sarjana Keperawatan - 1 1
5. Sarjana Sains Terapan - 1 1
6. Akper - 2 2
7. Akzi - 1 1
8. AAK - 1 1
9. AKL - 1 1
10. Bidan - 5 5
11. SPK - 1 1
12. SPRG - 1 1
13. SMF - 1 1
Jumlah 1 19 20

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 15 Tahun 2013, setiap fasilitas


pelayanan kesehatan perlu memiliki tenaga khusus konselor ASI yang
mampu membantu ibu menyusui dalam upaya manajemen laktasi. Namun,
UPTD Puskesmas Kuala Lempuing belum memiliki tenaga khusus
konselor ASI yang mengikuti pelatihan konseling menyusui. Selama ini
memang belum terdapat tim khusus pelaksana program manajemen laktasi
di UPTD Puskesmas Kuala Lempuing. Pelaksana program masih
dijalankan oleh dokter, bidan KIA dan petugas gizi puskesmas yang juga
mempunyai tugas lain di luar program manajemen laktasi, sehingga hal ini
menyebabkan kurang fokusnya pelaksanaan program. Selain itu
pelaksanaan manajemen laktasi bisa maksimal jika melibatkan tidak hanya
dari pihak puskesmas, tetapi juga banyak pihak, termasuk kader, tokoh
masyarakat dan ibu menyusui itu sendiri. Namun sejauh ini, pihak
puskesmas hanya melibatkan kader, yaitu dalam program pendataan
cakupan ASI eksklusif. Hal ini menunjukkan pemanfaatan sumber daya
manusia dalam pelaksanaan manajemen laktasi masih terbatas.

35
2. Anggaran
Anggaran merupakan sejumlah dana yang diperlukan untuk
membiayai kebutuhan-kebutuhan yang mendukung pelaksanaan pelayanan
kesehatan. Pembiayaan pelayanan kesehatan UPTD Puskesmas Kuala
Lempuing bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) Kota Bengkulu,
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Jaminan Kesehatan Nasional -
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS). Sampai saat ini
UPTD Puskesmas Kuala Lempuing belum mengalokasikan dana khusus
untuk kegiatan manajemen laktasi karena program tersebut belum menjadi
program prioritas pada Puskesmas Kuala Lempuing. Pendanaannya masih
bersumber dari dana BOK yang utamanya digunakan untuk mendukung
upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Berikut adalah data
sumber dana UPTD Puskesmas Kuala Lempuing tahun 2017.

Tabel 3. Sumber Dana UPTD Puskesmas Kuala Lempuing tahun 2017


APBN DAU (APBD)
Sumber Realisasi Realisasi
No Jumlah Jumlah
Dana Fisik
Dana Abs % Dana Abs %
%
1. BPJS 240.447. 240.447.820 100 100
820
2. Operasional 39.000.000 39.000.000 100
Puskesmas
3. BOK 165.000. 165.000.000 100 100
000

Kegiatan manajemen laktasi biasanya masih tergabung dalam berbagai


program lain, seperti program kelas ibu hamil yang diadakan setiap tanggal 28.
Saat program kelas ibu hamil biasanya diadakan sosialisasi mengenai manajemen
laktasi. Berikut adalah rincian anggaran dana program kelas ibu hamil UPTD
Puskesmas Kuala Lempuing tahun 2017.

36
Table 4. Rincian Anggaran Dana Program Kelas Ibu Hamil di UPTD
Puskesmas Kuala Lempuing Tahun 2017
Sumber
No Kegiatan Biaya Keperluan
Dana
1 Pendampingan - 2 x Rp. 80.000,- x 6 - Tranportasi BOK
Kelas Ibu Hamil kali pertemuan petugas
- 10 x Rp. 25.000,- x 6 - Konsumsi Peserta
kali pertemuan
2 Sosialisasi - 3 x Rp. 250.000,- x 1 - Honour NS BOK
Pendampingan kali pertemuan
kelas ibu hamil - 3 x Rp. 80.000,- x 1 - Transportasi
kali pertemuan petugas
- 20 x Rp. 50.000,- x 1 - Transpostasi
kali pertemuan peserta
- 26 x Rp. 30.000,- x 1 - Konsumsi
kali pertemuan
- 1 x Rp. 150.000,- x 1 - ATK dan
kali pertemuan Pengadaan

3. Sosialisasi
Sosialisasi manajemen laktasi diperlukan untuk meningkatkan
pengetahuan dan motivasi ibu untuk menyusui anaknya. Hal ini dianggap
penting, mengingat kesadaran ibu menyusui di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Lempuing masih cukup rendah, terutama dalam hal pemberian
ASI eksklusif.
Data cakupan ASI eksklusif tahun 2017 di UPTD Puskesmas
Lempuing hanya 34% saja. Hal ini masih jauh dari target nasional cakupan
ASI eksklusif, yaitu sebesar 50%. Berdasarkan pengamatan, rendahnya
cakupan ASI eksklusif di UPTD Puskesmas Lempuing disebabkan
rendahnya pengetahuan ibu tentang manfaat menyusui dan teknik
menyusui yang benar. Selain itu masih terdapat budaya-budaya dalam
memberikan makanan pendamping ASI di bawah usia 6 bulan. Beberapa
ibu menyusui yang merupakan pekerja kantoran mengaku merasa kesulitan
untuk memenuhi kebutuhan ASI bayinya sehingga harus memberikan susu
formula pada bayinya saat masih berusia di bawah 6 bulan. Hal ini
dikarenakan kurangnya motivasi ibu untuk menyusui anaknya secara
eksklusif. Meskipun demikian, kegiatan konseling ASI di UPTD
Puskesmas Kuala Lempuing masih tetap berjalan. Hal ini tidak lepas dari
peran dokter, bidan KIA, dan petugas gizi puskesmas yang sering

37
mengadakan edukasi dan penyuluhan mengenai manajemen laktasi pada
ibu menyusui di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kuala Lempuing.
Untuk itu diperlukan kegiatan sosialisasi mengenai manajemen
laktasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan motivasi ibu
menyusui. Kegiatan sosialisasi manajemen laktasi di UPTD Puskesmas
Kuala Lempuing sudah berjalan cukup baik dan berkesinambungan yang
mencakup edukasi dan penyuluhan baik kepada perorangan maupun
masyarakat. Kegiatan penyuluhan perorangan atau edukasi mengenai
anjuran menyusui eksklusif serta manfaatnya biasanya dilakukan pada
setiap ibu hamil saat memeriksakan kehamilannya ke bidan di Poli Ibu
UPTD Puskesmas Kuala Lempuing. Kegiatan penyuluhan kepada
masyarakat biasanya dilakukan saat kegiatan posyandu, pembinaan kader,
dan kelas ibu hamil yang dilaksanakan setiap 1 bulan sekali. Materi
penyuluhan manajemen laktasi yang biasanya disampaikan meliputi:
- manfaat dan kandungan ASI
- pemberian ASI ekslusif
- teknik menyusui yang benar
- inisiasi menyusui dini (IMD)
- nutrisi ibu yang menunjang produksi ASI
- cara merawat payudara saat menyusui
- obat-obatan yang mempengaruhi produksi dan kandungan ASI
- penilaian kecukupan ASI pada bayi
- menyusui pada ibu yang bekerja
- pencegahan mastitis laktasional
- teknik penyapihan
- pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Selain dari kegiatan sosialisasi, motivasi ibu menyusui dapat


ditingkatkan melalui pembentukan komunitas kelompok pendukung ASI.
Kelompok pendukung ASI beranggotakan ibu menyusui yang berbasis
masyarakat, dimana pertemuan ini diadakan dalam suasana saling
mendukung untuk berbagi pengalaman, ide dan informasi seputar

38
menyusui dan hal-hal yang menjadi pendukung dan penghambat serta
permasalahan selama menyusui.
Selama ini UPTD Puskesmas Kuala Lempuing belum memfasilitasi
ibu menyusui dalam membentuk komunitas kelompok pendukung ASI.
Sehingga peran masyarakat dalam pelaksanaan program manajemen
laktasi belum dirasakan. Hal ini sangat disayangkan, mengingat komunitas
kelompok pendukung ASI cukup berperan penting dalam membangun
motivasi ibu untuk menyusui anaknya.

4. Sarana dan Prasarana


Pelaksanaan manajemen laktasi memerlukan sarana dan prasarana
sebagai fasilitas dan alat penunjang operasionalnya. Dalam hal ini UPTD
Puskesmas Kuala Lempuing sudah cukup baik dalam menyediakan sarana
dan prasarana penunjang pelaksanaan manajemen laktasi. Hal ini
dibuktikan dengan adanya fasilitas ruang ASI.
Fasilitas ruang ASI di UPTD Puskesmas Kuala Lempuing
dilengkapi dengan poster-poster tentang kandungan ASI, manfaat
menyusui dan teknik menyusui yang baik. Ruang ASI ini juga sudah
menunjang privasi dan kenyamanan ibu menyusui. Hal ini terlihat dari
ruangan yang cukup luas dan sudah tertutup rapat dengan sirkulasi udara
yang baik. Ruangan ini terletak tepat di depan Poli Ibu, dibuat pada tahun
2015 dengan luas 2 m x 1,5 m, dilengkapi dengan sebuah sofa panjang.
Sejauh ini fasilitas pojok ASI sudah dimanfaatkan dengan baik oleh Ibu
menyusui yang berobat ke UPTD Puskesmas Kuala Lempuing.
Pengadaan fasilitas ruang ASI di UPTD Puskesmas Kuala
Lempuing sebenarnya belum sesuai dengan standar fasilitas menyusui
yang tercantum dalam Permenkes RI Nomor 15 Tahun 2013, tetapi dengan
adanya ruang ASI sederhana di UPTD Puskesmas Kuala Lempuing telah
mendukung program ASI eksklusif dan memudahkan ibu menyusui yang
berkunjung ke UPTD Puskesmas Kuala Lempuing untuk menyusui
anaknya dengan privasi dan kenyamanan.

39
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Manajemen Laktasi adalah tatalaksana yang diperlukan untuk
menunjang keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama
dimulai pada masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa
menyusui selanjutnya. Dalam pelaksanaan manajemen laktasi diperlukan
peran aktif dari fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas.
Pelaksanaan manajemen laktasi di UPTD Puskesmas Kuala Lempuing
selama ini masih terdapat beberapa keterbatasan, antara lain:
1. Pelaksanaan program yang terkait dengan manajemen laktasi masih
belum terarah.
2. Belum terdapat tenaga khusus konselor ASI yang mendapat pelatihan
khusus konseling menyusui.
3. Tenaga kesehatan yang menjadi pelaksana program manajemen laktasi
masih memiliki tanggung jawab untuk tugas lain di luar manajemen
laktasi sehingga kurang fokus dalam menjalankan program.
4. Belum terdapat rincian dana khusus dalam pembiayaan pengembangan
manajemen laktasi.
5. Belum terdapat komunitas kelompok pendukung ASI yang membantu
meningkatkan motivasi ibu untuk menyusui.
Beberapa keterbatasan tersebut disebabkan karena program yang
terkait manajemen laktasi di UPTD Puskesmas Kuala Lempuing belum
dijalankan secara maksimal mengingat ini bukan program prioritas
puskesmas. Selain itu belum terdapat evaluasi dari pelaksanaan program
sehingga perencanaan dalam memperbaiki keterbatasan masih belum
dilakukan.

40
B. SARAN
Berdasarkan keterbatasan terkait pelaksanaan manajemen laktasi di
UPTD Puskesmas Kuala Lempuing maka sebaiknya pihak puskesmas
memperbaiki keterbatasan tersebut, antara lain dengan:

1. Mengadakan evaluasi pelaksanaan program manajemen laktasi,


sehingga berikutnya pelaksanaan program dapat lebih terarah.
2. Menentukan tenaga kesehatan khusus konselor ASI yang difasilitasi
untuk mengikuti pelatihan konseling khusus menyusui.
3. Merincikan dana khusus untuk pelaksanaan manajemen laktasi.
4. Menggalakan sosialisasi pemberian ASI eksklusif dalam rangka
meningkatkan cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kuala Lempuing.
5. Memfasilitasi ibu-ibu menyusui dalam membentuk kelompok
pendukung ASI.

Perbaikan dalam pelaksanaan manajemen laktasi di UPTD


Puskesmas Kuala Lempuing diharapkan dapat menunjang keberhasilan
gerakan nasional pemberian ASI Eksklusif oleh pemerintah yang bertujuan
untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.

41
DAFTAR PUSTAKA

Alasiry E. 2013. Mastitis: pencegahan dan penanganan, dalam: Indonesia


menyusui. Jakarta: IDAI.

Depkes RI. 2015 Dukung ibu bekerja beri ASI eksklusif. Tersedia dalam
https://www.depkes.go.id/article/print/15091400003/dukung-ibu-bekerja-
beri-asi-eksklusif.html. Diakses pada Maret 2018.

Eveline PN dan Pratiwi IG. 2017. Asi saya kurang? Tersedia dalam
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/asi-saya-kurang.
Diakses pada April 2018.

Hegar B. 2013. Nilai menyusui, dalam: Bedah ASI. Jakarta: IDAI.

Hendarto A dan Pringgadini K. 2013. Nilai nutrisi ASI, dalam: Bedah ASI.
Jakarta: IDAI.

IDAI. 2013. Puting susu yang pendek atau terbenam. Tersedia dalam
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/puting-susu-yang-pendek-terbenam.
Diakses pada Maret 2018.

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi dan analisis ASI eksklusif. Kementerian
Kesehatan RI: Pusat data dan informasi.

Kementerian Kesehatan RI. 2017. Profil kesehatan indonesia tahun 2016. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. 2015. Buku ajar
neonatologi. Jakarta: IDAI.

Menteri Kesehatan RI. 2013. Peraturan menteri kesehatan republik indonesia


nomor 15 tentang tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui dan/atau
memerah air susu ibu. Tersedia dalam
http://www.kesjaor.kemkes.go.id/documents/01_Permenkes%20No.15%20th
n%202013%20ttg%20Fasilitas%20Khusus%20Menyusui%20dan%20Memer
ah%20ASI.pdf. Diakses pada Maret 2018.

Nordin MM. 2015. Making breastfeeding easy. Tersedia dalam


https://mypositiveparenting.org/2015/03/28/making-breastfeeding-easy/.
Diakses pada Maret 2018.

Praborini A. 2013. Menyusui bayi kembar, dalam: Indonesia Menyusui. Jakarta:


IDAI.

42
Presiden RI. 2012. Peraturan pemerintah RI No. 33 tentang pemberian ASI
eksklusif. Tersedia dalam http://peraturan.go.id/pp/nomor-33-tahun-2012-
11e44c4efb7dccb080e3313231383033.html. Diakses pada Maret 2018.

Roes1i U dan Yohmi E. 2013. Manajemen laktasi, dalam: Bedah ASI. Jakarta:
IDAI.

Satgas ASI. 2013. Memerah asi, dalam: Bedah ASI. Jakarta: IDAI.

Seeley RR, Vanputte C, Regan J, Russo AF. 2016. Seeley’s anatomy and
physiology 11th ed. New York: McGraw-Hill.

Soebadi A. 2013. 1-2-3 menuju asi eksklusif, dalam: Bedah ASI. Jakarta: IDAI.

Suradi R. 2013. Posisi dan perlekatan menyusui dan menyusu yang benar, dalam:
Bedah ASI. Jakarta: IDAI.

The Alpha Parent. 2018. Breastfeeding twins. Tersedia dalam


https://www.thealphaparent.com/breastfeeding-twins/. Diakses pada Maret
2018.

Yohmi E. 2014. Penyimpanan asi perah, dalam: Bedah ASI. Jakarta: IDAI.

43
LAMPIRAN

Pojok ASI di UPTD Puskesmas Kuala Lempuing

44
HASIL DISKUSI

1. Cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Lempuing hanya


34%. Bagaimana upaya meningkatkannya?
Jawab:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 33 (2012) Tentang Pemberian ASI
Eksklusif, terdapat 10 langkah yang dapat dijadikan pedoman oleh fasilitas
pelayanan kesehatan untuk mendukung keberhasilan menyusui yaitu sebagai
berikut:
1. Mempunyai kebijakan tertulis tentang ASI.
2. Sarana pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri atau
lainnya.
3. Menyiapkan Ibu hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah
keberhasilan menyusui.
4. Melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) 30 menit sampai 1 jam setelah
ibu melahirkan.
5. Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang benar (posisi peletakan
tubuh bayi dan pelekatan mulut bayi pada payudara) dan mempertahankan
pemberian ASI.
6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI selama 6
bulan pertama. Kandungan gizi ASI sudah sangat lengkap, dan bahkan
sering disebut vaksin pertama bayi.
7. Ibu dan bayi dirawat dalam satu ruang selama 24 jam.
8. Menyemangati ibu untuk memberikan ASI sesuai keinginan bayi.
9. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi.
10. Membina kelompok pendukung ASI untuk meningkatkan kesadaran.

Sumber:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.

45
2. Berapakah target nasional cakupan ASI eksklusif?
Jawab:
Berdasarkan Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2015-2019, indikator pencapaian sasaran ASI eksklusif
adalah sebesar 50%. Dengan demikian, cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Kuala Lempuing yang hanya sebsar 34% masih belum mencapai
angka capaian sasaran tersebut.

Sumber:
Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015-
2019

3. Apakah Pojok ASI di Puskesmas Kuala Lempuing sudah memenuhi


standar?
Jawab:
Standar fasilitas khusus menyusui di sarana umum diatur dalam
Permenkes RI Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas
Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu, yaitu sebagai berikut:

- Pasal 9
(1) Ruang ASI diselenggarakan pada bangunan yang permanen, dapat
merupakan ruang tersendiri atau merupakan bagian dari tempat pelayanan
kesehatan yang ada di Tempat Kerja dan Tempat Sarana Umum.

(2) Ruang ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan kesehatan.

(3) Setiap Tempat Kerja dan Tempat Sarana Tempat Umum harus
menyediakan sarana dan prasarana Ruang ASI sesuai dengan standar minimal
dan sesuai kebutuhan.

46
- Pasal 10
Persyaratan kesehatan Ruang ASI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2) paling sedikit meliputi:
a. tersedianya ruangan khusus dengan ukuran minimal 3x4 m2 dan/atau
disesuaikan dengan jumlah pekerja perempuan yang sedang menyusui;
b. ada pintu yang dapat dikunci, yang mudah dibuka/ditutup;
c. lantai keramik/semen/karpet;
d. memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup;
e. bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi;
f. lingkungan cukup tenang jauh dari kebisingan;
g. penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan;
h. kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60%; dan
i. tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci
peralatan.

- Pasal 11
(1) Peralatan Ruang ASI di Tempat Kerja sekurang-kurangnya terdiri dari
peralatan menyimpan ASI dan peralatan pendukung lainnya sesuai standar.
(2) Peralatan menyimpan ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
meliputi:
a. lemari pendingin (refrigerator) untuk menyimpan ASI;
b. gel pendingin (ice pack);
c. tas untuk membawa ASI perahan (cooler bag); dan
d. sterilizer botol ASI.
(3) Peralatan pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara
lain meliputi:
a. meja tulis;
b. kursi dengan sandaran untuk ibu memerah ASI;
c. konseling menyusui kit yang terdiri dari model payudara, boneka, cangkir
minum ASI, spuit 5cc, spuit 10 cc, dan spuit 20 cc;
d. media KIE tentang ASI dan inisiasi menyusui dini yang terdiri dari poster,
foto, leaflet, booklet, dan buku konseling menyusui);

47
e. lemari penyimpan alat;
f. dispenser dingin dan panas;
g. alat cuci botol;
h. tempat sampah dan penutup;
i. penyejuk ruangan (AC/Kipas angin);
j. nursing apron/kain pembatas/ pakai krey untuk memerah ASI;
k. waslap untuk kompres payudara;
l. tisu/lap tangan; dan
m. bantal untuk menopang saat menyusui.

- Pasal 12
(1) Penyediaan Ruang ASI di Tempat Sarana Umum harus sesuai standar untuk
Ruang ASI.

(2) Standar untuk Ruang ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya meliputi:
a. kursi dan meja;
b. wastafel; dan
c. sabun cuci tangan.

Berdasarkan Permenkes tersebut, pengadaan fasilitas ruang ASI di UPTD


Puskesmas Kuala Lempuing masih belum sesuai dengan standar. Fasilitas
ruang ASI di UPTD Puskesmas Kuala Lempuing hanya memiliki luas 2 m x
1,5 m, dilengkapi dengan sebuah sofa panjang. Di dalamnya belum terdapat
wastafel dan peralatan menyusui. Akan tetapi dengan adanya ruang ASI
sederhana di UPTD Puskesmas Kuala Lempuing telah mendukung program
ASI eksklusif dan memudahkan ibu menyusui yang berkunjung ke UPTD
Puskesmas Kuala Lempuing untuk menyusui anaknya dengan privasi dan
kenyamanan.

Sumber :
Permenkes RI Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas
Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu.

48
4. Apakah pojok ASI itu perlu dalam rangka meningkatkan minat ibu untuk
menyusui anaknya secara eksklusif?
Jawab:
Pengadaan pojok ASI di sarana-sarana umum, seperti fasilitas layanan
kesehatan dan tempat kerja sangat perlu dalam mendukung program
pemerintah tentang ASI eksklusif. Fasilitas pojok ASI akan memberikan
kenyamanan untuk ibu agar tetap memberikan ASI eksklusif pada anaknya,
sehingga bekerja atau berada di tempat umum tidak lagi menjadi hambatan ibu
dalam memenuhi kebutuhan ASI anaknya. Hal ini juga diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air
Susu Ibu Eksklusif, yaitu sebagai berikut:

- Pasal 30
(1) Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus
mendukung program ASI Eksklusif.

(2) Ketentuan mengenai dukungan program ASI Eksklusif di Tempat Kerja


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perusahaan antara pengusaha dan pekerja/buruh, atau melalui perjanjian kerja
bersama antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.

(3) Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus
menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai
dengan kondisi kemampuan perusahaan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas khusus
menyusui dan/atau memerah ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Menteri.

Sumber :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.

49

Anda mungkin juga menyukai