GEDHANG GOYENG.COM
blog resmi arek ngrayun ponorogo
16 Januari 2015
MAKALAH KEPEMILIKAN
DALAM ISLAM DAN
AKAD
KEPEMILIKAN DALAM ISLAM DAN AKAD
“Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah
Studi Materi Fiqih”
DISUSUN OLEH:
DosenPengampu:
Erwin Yudi Prahara, M.Ag
KELAS TB.G/V
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
SEPTEMBER 2014
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam telah mengatur tatanan kehidupan bagi
pemeluknya. Khususnya dalam hubungan antara
manusia dengan manusia yang lain yang disebut
dengan muamalah. Dalam fikih muamalah banyak
menjelaskan hal-hal penting dalam kehidupan
manusia. Hubungan antara manusia satu dengan
manusia lain dalam memenuhi kebutuhan, harus
terdapat aturan yang mewajibkan hak dan kewajiban
keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk
membuat kesepakatan dalam rangka memenuhi
kebutuhan keduanya lazim disebut dengan proses
berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini
merupakan fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah ,
karena itu merupakan kebutuhan manusia sejak
manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai
agama yang komprehensif dan universal memberikan
aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat
diimplementasikaan dalam setiap masa. Salah
satunya dalam hal kepemilikan hak dan akad.
Kepemilikan terhadap harta yang didalam Islam diatur
dan diarahkan untuk kemaslahatan. Hal ini terkait
dengan konsep hal milik dalam Islam yang
memberikan batasan-batasan bagi pemilik harta baik
dari cara perolehnya maupun cara pembalanjaannya.
Karena itulah dalam Islam perlindungan terhadap
harta menjadi salah satu tujuan disyariatkan dalam
hukum Islam yang utama selain perlindungan
terhadap agama Islam, jiwa, akal dan kehormatan.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian kepemilikan dalam Islam ?
2. Apa sebab, macam, ihrazul mubahat dan
khalafiyah, ihyaul mawat dan hikmah dalam
kepemilikan ?
3. Pengertian akad dalam Islam ?
4. Apa rukun, syarat, macam, dan hikmah akad ?
PEMBAHASAN
A. Kepemilikan
1. Pengertian dan dasar kepemilikan
Mikiyah menurut bahasa berasal dari kata milku
artinya sesuatu yang berada dalam kekuasaanya,
sedangkan milkiyah menurut istilah adalah suatu
harta atau barang yang secara hukum dapat dimilik
oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan
untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain.
Adapun menurut ulama fikih adalah kekhususan
seorang pemilik terhadap sesuatu untuk
dimanfaatkan, selama tidak ada penghalang syar’i.
Milik adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang
penguasanya dapat melakukan sendiri tindakan
terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dan dapat
dinikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan
syarak. Islam mengajarkan bahwa hak milik memiliki
fungsi sosial. Artinya terdapat kepentingan orang lain
atau kepentingan umum yang harus diperhatikan.
Lebih dari itu bahwa milik pada hakikatnya hanyalah
merupakan titipan dari Allah sehingga perlakuan
terhadap kepemilikan harus mengindahkan aturan
dari pemiliknya yang asli.
2. Sebab-Sebab Kepemilikan
Harta benda atau barang dan jasa dalam Islam harus
jelas status kepemilikannya, karena dalam
kepemilikan itu terdapat hak-hak dan kewajiban
terhadap barang atau jasa, misalnya dalam waktu
tertentu. Kejelasan status kepemilikan dapat dilihat
melalui sebab-sebab berikut:
a. Disebabkan ihrasul mubahat (memiliki benda yang
boleh dimiliki)
Barang atau benda tidaklah benda yang menjadi hak
orang lain dan tidak ada
larangan hukum agama untuk diambil sebagai milik.
Misal: ikan disungai, ikan
dilaut, hewan buruan, burung-burung dialam bebas air
hujan dan lain-lainnya.
b. Disebabkan Al uqud , barang yang dimiliki karena
melalui akad.
Misal: lewat jual beli, sewa-menyewa, pemberian dan
lainnya.
3. Macam-Macam Kepemilikan
Menurut pandangan Islam bahwa hak milik itu dapat
dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya:
a. Kepemilikan penuh (milk-tam), yaitu penguasaan
dan pemanfaatan terhadap benda atau harta yang
dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara hukum.
b. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang
terhadap benda atau barang terbatas kepada
penguasaan materinya saja.
c. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang
terhadap benda atau barang terbatas kepada
pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum
untuk menguasai harta itu.
Menurut Dr. Husain Abdullah kepemilikan dapat
dibedakan menjadi:
a. Hak milik pribadi (individu), Islam membolehkan
hak individu terhadap harta benda dan membenarkan
pemelikan semua yang diperoleh secara halal dimana
seseorang mendapatkan sebanyak harta yang
diperoleh. Menurut pengetahuan, kemahiran, dan
tenaga dengan menggunakan cara-cara yang
bermoral dan tidak anti sosial. Hak milik individu
merupakan sesuatu yang mendasar, bersifat
permanen. Melekat pada eksistensi manusia dan
bukan merupakan fenomena sementara. Sedemikian
Islam menghargai hak milik individu, sampai-sampai
harta mas kawin dalam pernikahan yang gagal
(dengan persyaratan tartentu) harus dikembalikan
kepada yang punya.
b. Hak milik umum, Konsep hak milik umum mula-
mula digunakan dalam Islam dan tidak terdapat dalam
masa sebelumnya. Semua harta dan kekayaan milik
masyarakat yang memberikan pemilikan atau
pemanfaatan atas berbagai macam benda yang
berbeda-beda kepada warganya. Pembagian
mengenai harta yang menjadi milik masyarakat
dengan milik individu secara keseluruhan berdasakan
kepentingan umum.
c. Hak milik negara, Hak milik negara pada dasarnya
adalah hak milik umum. Tetapi dalam pengelolahan
hak yang mengelola adalah pemerintah. Contohnya:
gedung sekolah negeri, gedung pemerintahan, hutan
dan lainnya.
6. Hikmah Kepemilikan
Ada beberapa hikmah disyariatkannya kepemilikan
dalam Islam, antara
lain sebagai berikut:
a. Terciptanya rasa aman dan tentram dalam
kehidupan bermasyarakat.
b. Terlindungnya hak-hak individu secara baik.
c. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-
fasilitas umum.
d. Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin
tinggi.
B. Akad
1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad
Kata akad berasal dari kata al-aqd berarti mengikat,
menyambung, atau menghubungkan. Dalam hukum
Indonesia, akad sama dengan perjanjian. Akad
menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan,
sedangkan menurut bahasa akad adalah transaksi
atau kesepakatan antara seseorang (yang
menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima)
untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Contohnya: akad
jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan.
Dasar hukum dilakukan akad adalah:
•
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak,
kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang
demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya
Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang
dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Maidah: 1)
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa
melakukan isi perjanjian atau akad itu hukumnya
wajib.
2. Rukun Akad
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun akad
adalah ijab dan qabul, sedangkan menurut ahli-ahli
hukum Islam kontemporer, unsur yang membentuk
akad dan menjadi rukun akad itu adalah sebagai
berikut:
a. Para pihak yang membuat akad. Dua orang atau
lebih yang melakukan akad.
b. Pernyataan kehendak para pihak akad (ijab qabul).
Dengan demikian ijab qabul adalah suatu perbuatan
atau pernyataan untuk menunjukan suatu keridhaan
dalam berakad diantara dua orang atau lebih,
sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang
tidak berdasarkan syara’.
c. Objek akad (ma’qud ‘alaih), benda-benda yang
diakad, seperti benda-benda yang dijual dalam akad
jual beli.
3. Syarat Akad
Syarat dalam akad adalah sebagai berikut :
a. Syarat orang yang bertransaksi antara lain: berakal,
baligh, mumayis dan orang yang dibenarkan secara
hukum.
b. Syarat barang yang diakadkan antara lain: bersih,
dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan
akad dan barang itu diketahui keberadaannya.
c. Syarat sighat: dilakukan dalam satu majlis, ijab dan
qabul harus ucapan yang bersambung, ijab dan qabul
merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.
4. Macam-Macam Akad
Ada beberapa macam akad antara lain:
a. Akad lisan, akad terjadi apabila ijab dan qabul
dinyatakan secara lisan oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.
b. Akad isyarat, apabila seseorang tidak mungkin
menyatakan ijab dan qabul dengan perkataan karena
bisu, maka akad dapat menggunakan isyarat.
c. Akad tulisan, akad yang dilakukan secara tertulis,
seperti perjanjian pada kertas bersegel atau akad
melalui akta notaris.
d. Akad perantara utusan (wali), akad dilakukan
melalui utusan atau wakil kepada orang lain agar
bertindak atas nama pemberian mandat.
e. Akad ta’ati (saling memberikan), akad yang
berjalan secara umum.
5. Hikmah Akad
Hikmah akad dengan disyariatkannya akad dalam
muamalah, antara lain:
a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan materi.
b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari
kedua belah pihak.
c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
e. Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.
PENUTUP
Mikiyah menurut bahasa berasal dari kata milku
artinya sesuatu yang berada dalam kekuasaanya,
sedangkan milkiyah menurut istilah adalah suatu
harta atau barang yang secara hukum dapat dimilik
oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan
untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain.
Adapun menurut ulama fikih adalah kekhususan
seorang pemilik terhadap sesuatu untuk
dimanfaatkan, selama tidak ada penghalang syar’i.
Milik adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang
penguasanya dapat melakukan sendiri tindakan
terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dan dapat
dinikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan
syarak. Hikmah Kepemilikan:
a. Terciptanya rasa aman dan tentram dalam
kehidupan bermasyarakat.
b. Terlindungnya hak-hak individu secara baik.
c. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-
fasilitas umum.
d. Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin
tinggi.
Kata akad berasal dari kata al-aqd berarti mengikat,
menyambung, atau menghubungkan. Dalam hukum
Indonesia, akad sama dengan perjanjian. Akad
menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan,
sedangkan menurut bahasa akad adalah transaksi
atau kesepakatan antara seseorang (yang
menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima)
untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Hikmah akad
dengan disyariatkannya akad dalam muamalah,
antara lain:
a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan materi.
b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari
kedua belah pihak.
c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
e. Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Iklan
REPORT THIS AD
REPORT THIS AD
BAGIKAN INI:
Twitter
Facebook16
Google
Tinggalkan komentar
TINGGALKAN BALASAN
NAVIGASI POS
← MAKALAH PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.