Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tumor merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi berasal dari
bahasa latin, yang berarti bengkak. Istilah Tumor ini digunakan untuk
menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang tidak normal. Menurut
Brooker, 2001 pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau
jinak (benign).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada
umumnya tidak cepat membesar.Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara
serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan
tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak
mudah dikeluarkan dengan cara operasi (Robin dan Kumar, 1995).
Sedangkan kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian
sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis
lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi)
atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak
teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang
mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, 1991).
Table Insiden tumor jinak dan ganas pada tulang
Tumor Jinak Tumor Ganas
Jenis Insidens Jenis Insidens
Osteoma 39,3% Osteogenik Sarkoma 48,8%
Osteokondroma 32,5% Giant cell tumor 17,5%
Kondroma 9,8% Kondrosarkoma 10%
Tumor jinak lainnya 18, 4% Tumor ganas lainya 23, 7%

Klasifikasi Tumor Tulang Berdasarkan Kriteria Histologik Tumor Tulang


(WHO Tahun 1972). Tabel Klasifikasi Tumor Tulang Menurut WHO tahun 1972
ASAL SEL JINAK GANAS
Osteogenik Osteoma Osteoid osteoma
Osteoblastoma Osteosarkoma

1
Osteoblastoma Parosteal Osteosarkoma
Kondrogenik Kondroma Kondrosarkoma
Osteokondroma Kondrosarkoma
Fibroma Fibroma kondromiksoid jukstankortikal
Kondromiksoid Kondrosarkoma mesenkim
Giant cell tumor Osteoklastoma
Miogenik Sarkoma Ewing
Sarkoma Retikulum
Limfasarkoma
Mieloma
Vaskuler Hemangioma Angiosarkoma
Limfangioma
Intermediate : Tumor glomus
Hemangioma-
endotelioma
Hemangio-
perisitoma
Jaringan Lunak Fibroma dermoplalstik Fibrosarkoma
Lipoma Liposarkoma
Mesenkim ganas
Sarkoma tak
berdiferensiasi
Tumor lain Neurinoma Kordoma
Neurofibroma Adamantinoma
Tumor tanpa Kista soliter
klasifikasi Kista aneurisma
Kista juksta-artikuler
Defek metafisis
Granuloma eosinofil
Dysplasia fibrosa
Miositis osifikans
Tumor brown
hiperparatidoisme

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI OSTEOMA

1. Osteoma merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan dari seluruh
tumor jinak tulang, terutama terjadi pada usia 20 – 40 thn. (Arif mutaqqin. 2008)
2. Osteoma merupakan lesi tulang yang bersifat jinak dan ditandai oleh
pertumbuhan tulang yang abnormal. ( Price & Wilson, 2006 )
3. Osteoma merupakan lesi tulang yang bersifat jinak dan ditandai oleh
pertumbuhan tulang yang abnormal. Osteoma klassik berwujud sebagai suatu
benjolan yang tumbuh dengan lambat, tidak nyeri. (Lukman dan Nurna Ningsih.
2009 )
4. Osteoma sering ditemukan ditulang tengkorak dan tulang-tulang muka. Osteoma
yang luas dapat menyerang clavicula, pelvis dan jaringan tubula tulang (osteoma
periosteal). Osteoma jaringan lunak dapat terjadi dikepala, mata dan lidah atau
dieksremitas. Insiden yang terjadi pada beberapa laporan osteoma lebih banyak
terjadi pada wanita dari pada pria dengan perbandingan 3:1.
5. Osteoma merupakan tumor jinak mesenkim osteoblas yang terdiri dari
diferensiasi jaringan tulang matur.

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Meskipun tidak ada
penyebab tumor tulang yang pasti, ada beberapa factor yang berhubungan dan
memungkinkan menjadi factor penyebab terjadinya tumor tulang yang meliputi:
1. Genetik.
Beberapa kelainan gentik dikaitkan dengan terjadinya keganasna tulang, misalnya
sarcoma jaringan lunak atau soft tissue sarcoma (STS). Dari data penelitian diduga
mutasi genetic pada sel induk mesinkin dapat menimbulkan sarcoma. Ada
beberapa gen yang sudah diketahui ,mempunyaiperanan dalam kejadian sarcoma,
antara lain gen RB-1 dan p53. Mutasi p53 mempunyai peranan yang jelas dalam
terjadinya STS. Gen lain yang juga diketahui mempunyai peranan adalah gen

3
MDM-2 (Murine DoubelMinute 2). Gen ini dapat mnghasilkan suatu protein yang
dapat mengikat pada gen p53 yang telah mutasi dan menginaktivitas gen tersebut.
2. Radiasi.
Keganasan jaringan lunak dapat terjadi pada daerah tubuh yang terpapar radiasi
seperti pada klien karsinoma mamma dan limfoma maligna yang mendapat
radioterapi.Halperin dkk.memperkirakan resiko terjadinya sarcoma pada klien
penyakit Hodgkin yang diradiasi adalah 0,9 %. Terjadinya keganasan jaringan
lunak dan bone sarcoma akibat pemaparan radiasi sudah dketahui sejak 1922.
Walaupun jarang ditemukan, prognosisnya buruk dan umumnya high
grade.Tumor yang sering ditemukan akibat radiasi adalah malignant fibrous
histiocytoma (MFH) dan angiosarkoma atau limfangiosarkoma.Jarak waktu antara
rdiasi dan terjadinya sarcoma diperkirakan sekitar 11 tahun.
3. Bahan Kimia.
Bahan kimia seperti Dioxindan Phenoxyherbicide diduga dapat menimbulkan
sarkoma, tetapi belum dapat dibuktikan.Pemaparan terhadap torium dioksida
(Thorotrast), suatu bahan kontras, dapat menimbulkan angiosarkoma, pada hepar,
selain itu, abses juga diduga dapat menimbulkan mosotelioma, sedangkan
polivilin klorida dapat menyebabkan angiosarkoma hepatik.
4. Trauma
Sekitar 30 % kasus keganassan pada jaringan lunak mempunyai riwayat
trauma.Walaupun sarkoma kadang-kadang timbul pada jaringan sikatriks lama,
luka bakar, dan riwayat trauma, semua ini tidak pernah dapat dibuktikan.
5. Limfedema kronis.
Limfedema akibat operasi atu radiasi dapat menimbulkan limfangiosarkoma dan
kasus limfangiosarkoma dapa estremitas superior ditemukan pada klien karsinoma
mamma yang mendapat radioterapi pasca-mastektomi.
6. Infeksi.
Keganasan pada jaringan luank dan tulang dapat juga disebabkan oleh infeksi
parasit, yaitu filariasis.Pada klien limfedema kronis akibat obstruksi, filariais
dapat menimbulkan limfangiosrakoma.

4
C. KLASIFIKASI
Tumor tulang ganas di golongkan berdasarkan TMM (Tumor, Nodus,
Metastasis), yaitu penyebaran setempat dan metastatis. Klasifikasi tumor tulang
menurut Sjamsuhidajat R (1997) sebagai berikut :
1. T (Tumor induk)
Tx : tumor tidak dapat dicapai
T0 : tidak ditemukan tumor primer
T1 : tumor terbatas dalam periost
T2 : tumor menembus periost
T3 : tumor masuk dalam organ atau struktur sekitar tulang

2. N (Kelenjar limfe regional)


N0 : tidak ditemukan tumor di kelenjar limfe
N1 : tumor di kelenjar limf regional

3. M (Metastasis jauh)
M1 : tidak ditemukan metastasis jauh
M2 :ditemukan metastasis jauh

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Penderita Osteoid Osteoma biasanya akan merasakan nyeri pada malam hari dan
menghilang dalam waktu 20 sampai 30 menit. Nyeri dapat diatasi dengan obat
non-steroid dan anti-inflamasi
2. Nyeri dan pembengkakan ekstremitas yang terkena
3. Nyeri tekan pada daerah pembengkakan
4. Fraktur patologi
5. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas
6. Teraba massa tulang
7. Peningkatan suhu kulit di atas massa
8. Adanya pelebaran vena (venektasi)
9. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, anoreksia, batuk, demam,
berat badan menurun dan malaise.

5
E. KOMPLIKASI
Apabila tumor telah bermetastase (menyebar), maka akan dapat menyerang
organ tubuh sekitar sehingga akan terjadi keabnormalan fungsi seluruh organ. Bagi
tumor ganas, akan dapat mengakibatkan kematian yang dikarenakan merusak semua
sel organ tubuh
F. PATOFISIOLOGI
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel
tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses
destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan
tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel
tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi,
sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Adanya tumor tulang Jaringan lunak di invasi oleh tumor, Reaksi tulang normal,
Osteolitik (destruksi tulang), Osteoblastik (pembentukan tulang) destruksi tulang
lokal, Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi, Pertumbuhan
tulang yang abortif.

Kelainan congenital, Genetic, Gender / jenis kelamin, Usia, Rangsangan fisik


berulang, Hormon, Infeksi, Gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)
dapat menimbulkan tumbuh atau berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat bersifat
benign (jinak) atau bersifat malignant (ganas).

Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada
umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara
serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan
tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak
mudah dikeluarkan dengan cara operasi.

Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada
umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan sehat
sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-kakinya
mencengkeram alat tubuh yang terkena. Disamping itu sel kanker dapat membuat
anak sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari tempat asalnya
melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan tumbuh kanker baru di

6
tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat
merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi terganggu.

Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak
teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik
dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan
migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini
menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol
pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, Ahmad. 1991).

Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk RNA,
berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi kromosom sel,
duplikasi DNA dari sel normal, menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada saat ini sel
tidak melakukan pembelahan)

G. PATHWAY ( terlampir )

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang diagnosis
seperti CT, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia
darah dan urine.
2. Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up
adanya stasis pada paru-paru.
3. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma osteogenik. Hiperkalsemia
terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala
hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah,
poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani
segera.
4. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan
untuk mencegah terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah
eksesi tumor. (Rasjad, 2003).

I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis

7
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat
didiagnosis.Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor,
pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara
maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan
meliputi :
a. Pembedahan
b. Kemoterapi
c. Radioterapi
d. Terapi kombinasi.
Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin
(doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi
(MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau
dalam kombinasi.Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi
dengan pemberian cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan
seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid, (Gale, 1999).

2. Tindakan keperawatan
a. Manajemen nyeri.
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam,
visualisasi, dan bimbingan imajinasi dan farmakologi (pemberian analgetika ).
b. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif.
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan
berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke
ahli psikologi atau rohaniawan.
c. Memberikan nutrisi yang adekuat.
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping
kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang
adekuat.Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi
gastrointestinal.Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan
indikasi dokter.
d. Pendidikan kesehatan.
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan
terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
(Smeltzer. 2001)

Anda mungkin juga menyukai