PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik sebagai suatu teori dalam ilmu pengetahuan, membentuk sebuah paradigma
baru kehidupan masyarakat yang mencerminkan adanya sebuah pertentangan atau perbedaan
dengan berbagai persepsi dan pemahaman terhadap suatu tujuan yang diharapkan. Masyarakat
sebagai lembaga sosial tidak terlepas dari benturan-benturan kepentingan yang menimbulkan
berbagai kesalahpahaman dalam berinteraksi, konflik selalu mengiringi kehidupan masyarakat
secara universal. Bentuk konflik menjadi sebuah pendewasan untuk berpikir kritis dan peka
terhadap keadaan dengan konsep pemikiran yang lebih fleksibel dan akuntabel. Setelah
memahami bagaimana konsep konflik ada baiknya kita juga memahami bagaimana teori-teori
konflik sebagai berikut. Teori konflik telah diasaskan. Beliau ialah seorang ahli sains sosial dan
ahli ekonomi yang berasal dari Jerman. oleh Karl Marx yang kemudiannya diikuti oleh Weber.
Antara karya yang telah dihasilkan dalam memperkatakan mengenai teori konflik ini adalah
melalui karyanya terkenal iaitu “ the Communist Menifesto”.
Pandangan teori konflik mengutamakan kaedah determinisme di mana ada kuasa yang
meramalkan sesuatu. Konflik bukanlah bermaksud di dalam keadaan yang ganas tetapi berlaku
dalam bentuk perjuangan parti-parti, persaingan dalam institusi agama dan sebagainya. konflik
ialah sesuatu yang semulajadi dalam sesuatu masyarakat. Sesuatu konflik yang berlaku boleh
mempercepatkan proses kesetiaan dan keharmonian di dalam sesuatu kolompok sosial. Oleh
karena itu dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana membandingkan teori-teori konflik
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
Membandingkan Teori-Teori Konflik.
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan Masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui dan membandingkan bagaimana teori-teori Konflik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa Konflik adalah persepsi mengenai
perbedaan kepentingan (perseived of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak
yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Kepentingan adalah perasaan orang
mengenai apa yang sesungguhnya diinginkannya. Perasaan itu cenderung bersifat sentral dalam
pikiran dan tindakan orang yang membentuk inti dari banyak sikap, tujuan, dan niat (intensi)-
nya. Robbins (2001) menyatakan bahwa konflik merupakan suatu hal yang dilakukan satu pihak
serta menimbulkan ketidaksenangan pihak lain. Konflik merupakan ketidaksetujuan antara
individu ataupun kelompok dalam organisasi karena kebutuhan dari sumber daya yang terbatas,
perbedaan status, tujuan, kepentingan, atau budaya (Stoner, 1989). Menurut Taquiri dalam
Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang dapat berlaku
dalam berbagai keadaan akibat bangkitnya ketidaksetujuan, kontroversi, dan pertentangan di
antara dua pihak atau lebih secara berkelanjutan. Fisher et al. (2001) mendefinisikan konflik
sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau yang
merasa memiliki sasaran yang tidak sejalan1.
Teori Konflik adalah suatu perspektif yang memandang masyarakat sebagai sistem sosial
yang terdiri atas kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda dimana ada suatu usaha untuk
menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingan lainnya atau memproleh
kepentingan sebesar-besarnya. Teori konflik adalah istilah dalam Bahasa Inggris “Conflict
Theory” yang bermula dari pertentangan kelas sosial antara kelompok masyarakat, kelompok ini
terdiri dari kelompok tertindas dan kelompok penguasa sehingga akan mengarah pada bentuk
perubahan sosial, baik yang mengarah pada dampak positif perubahan sosial ataupun yang
mengerah pada dampak negatif perubahan sosial. Teori konflik berasal dari Eropa dalam karya-
karya Karl Marx, Max Weber, dan George Simmel.
Dalam konteks modern menurut buku Ritzer (2005: 134) disebutkan bahwa teori
konflik muncul di Amerika, meskipun terdapat fakta bahwa teori ini muncul kembali pada
pertengahan abad kedua puluh dengan terinspirasi dari Eropa yang merupakan asal kritik
1
Group Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik, Jakarta: Salemba Humanika, hal. 20
2
fungsionalisme struktural. Awal kritik fungsionalisme menurut Turner (1978: 143) datang dari
David Lockwood dan Ralf Dahrendorf, yang berpendapat bahwa teori fungsional, khususnya
yang dipaparkan oleh Talcott Parsons, mempresentasikan kaitan pandangan organisasi sosial
yang tidak bisa memprediksikan konflik dan perubahan. Kritik ini ditopang oleh teoretisi kritis
Lewis Coser (1964: 26) yang berpendapat bahwa teori konflik dan fungsional yang terlalu
ekstrim, membutuhkan penilaian fungsi konflik. Karl Marx yang kemudiannya diikuti oleh
Weber. Mereka ialah seorang ahli sains sosial dan ahli ekonomi yang berasal dari Jerman Antara
karya yang telah dihasilkan dalam memperkatakan mengenai teori konflik ini adalah melalui
karyanya terkenal iaitu “ the Communist Menifesto”. Pandangan teori konflik mengutamakan
kaedah determinisme di mana ada kuasa yang meramalkan sesuatu. Konflik bukanlah bermaksud
di dalam keadaan yang ganas tetapi berlaku dalam bentuk perjuangan parti-parti, persaingan
dalam institusi agama dan sebagainya. konflik ialah sesuatu yang semulajadi dalam sesuatu
masyarakat. Sesuatu konflik yang berlaku boleh mempercepatkan proses kesetiaan dan
keharmonian di dalam sesuatu kolompok sosial. Terdapat tiga andaian penting mengenai teori
konflik iaitu konsep dialektik, determinisme dan aktivisme sosial. Konsep dialektik bermaksud
evolusi bukan merupakan proses utama kepada perubahan sosial tetapi sebab utama yang
menghasilkan perubahan sosial ialah konflik. Determinisme ekonomi pula bermaksud asas
kepada perubahan sosial adalah ditentukan oleh persainganpersaingan ekonomi. Manakala
aktivisme sosial bermaksud tugas utama analisisi sosial adalah kritikan. Teori Konflik adalah
suatu perspektif yang memandang masyarakat sebagai sistem sosial yang terdiri atas
kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda dimana ada suatu usaha untuk menaklukkan
komponen yang lain guna memenuhi kepentingan lainnya atau memproleh kepentingan sebesar-
besarnya.
B. Macam-macam Teori Konflik
Teori Konflik Menurut Para Ahli, penjelasan mengenai teori konflik ini pada
hakekatnya berpedoman pada pemikiran para teori sosiologi dan tokohnya, antara lain adalah
sebagai berikut; a) Teori konflik aliran Marx; b) Teori konflik aliran Weber; c) Teori konflik
aliran Ralf Dahrendorf; d) Teori Coser.
3
Dalam buku Fatimah Daud (1992) disebutkan bahwa Pandangan teori konflik aliran
Marx adalah berasaskan tarsiran-tafsiran sosiologikal terhadap karya-karya Mark. Mengikut
pandangan pengikut teori aliran Marx, mereka berpandangan bahawa teori bukanlah semata-
mata sebagai satu cara menganalisis struktur masyarakat tetapi lebih kepada cara bagaimana
sesuatu reformasi sosial berlaku dalam masyarakat. Konsep sejarah materialisme Marx
mempunyai tiga elemen penting yaitu ia merupakan satu teori atau kaedah ilmiah, merupakan
satu ajaran politik dan satu pegangan hidup seakan agama. Karl Marx sebagai pencetus awal
mula teori ini berpendapat bahwa tujuan dari masyarakat seutuhnya adalah menciptakan kondisi
masyarakat tanpa kelas (sosialisme), dalam hal ini identik dengan konflik kelas sosial yang
merupakan sumber yang paling penting dan sumber paling berpengaruh dalam semua perubahan
sosial.Teori konflik aliran Marx beranggapan asas kepada pembentukan sesebuah masyarakat
adalah disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi seperti tanah, modal, industri dan perdagangan.
Asas kepada perubahan sesebuah struktur masyarakat adalah disebabkan faktor-faktor berkaitan
dengan pengeluaran ekonomi. Faktor lain seperti agama, institusi politik, kekeluargaan dan
pendidikan pula menjadi superstruktur masyarakat. Sebarang perubahan yang berlaku pada
superstruktur masyarakat hanya akan berlaku jika terdapat perubahan pada asasnya
Marx menulis tentang kapitalisme, pemilikan dan kontrol atas saranasarana produksi
sebagai berada di tangan individu-individu yang sama. Kaum industrialis dan borjuis adalah
pemilik dan pengelola sistem kapitalis, sedangkan para pekerja atau proletar, demi kelangsungan
hidup mereka, tergantung pada sistem itu. Teori konflik merupakan model pluralis yang berbeda
dengan model dua kelas dari Marx. Unit analisis Marx menggunakan seluruh masyarakat,
manusia dibagi ke dalam kelompok yang mengendalikan sarana produksi lewat pemilikan
sarana tersebut dan kelompok yang tidak ikut dalam pemilikan. Pertentangan antara buruh dan
manajemen, yang merupakan topik permasalahan utama bagi Marx, misalnya, akan terlembaga
lewat serikat-serikat buruh. Pada saatnya, serikat buruh tersebut akan terlibat dalam pertentangan
yang mengakibatkan perubahan di bidang hukum serta ekonomi dan perubahan-perubahan
konkret dalam sistem pelaisan masyarakat. Timbulnya kelas menengah baru sebenarnya
merupakan suatu perubahan struktural yang berasal dari institusionalisasi pertentangan kelas.
2
https://www.academia.edu/9642755/Teori_Konflik
5
(Ritzer dan Goodman, 2005: 153) disebutkan bahwa pemikiran Ralf Dahrendort atas teori ini
adalah mengasumsikan bahwa setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan, dan
pertikaian serta konflik ada dalam sistem sosial juga berbagai elemen kemasyarakatan
memberikan kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan. Suatu bentuk keteraturan dalam
masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang memiliki kekuasaan,
sehingga ia menekankan tentang peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam
masyarakat. Bagi Dahrendorf, masyarakat memiliki dua wajah, yakni konflik dan konsesus yang
dikenal dengan teori konflik dialektika. Dengan demikian diusulkan agar teori sosiologi dibagi
menjadi dua bagian yakni teori konflik dan teori konsesus (Ritzer dan Goodman, 2005: 154).
Teori konflik harus menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat
masyarakat sedangkan teori konsesus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat. Bagi Ralf,
masyarakat tidak akan ada tanpa konsesus dan konflik. Masyarakat disatukan oleh
ketidakbebasan yang dipaksakan.
Dengan demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan
otoritas terhadap posisi yang lain. Menurut Dahrendorf, sumber konflik yaitu;
1) Adanya status sosial di dalam masyarakat;
2) Adanya benturan kayamiskin, pejabat-pegawai rendah, majikan-buruh, kepentingan (buruh
dan majikan, antar kelompok, antar partai;
3) Adanya dominasi;
4) Adanya ketidakadilan atau diskriminasi, agama), kekuasaan (penguasa dan dikuasai).
6
integrasi sebelumnya yang menyediakan basis untuk konflik, sebaliknya, konflik dapat
menimbulkan konsensus dan integrasi. Contohnya adalah aliansi antara Amerika Serikat dan
Jepang yang berkembangsesudah Perang Dunia II.
Sedangkan dalam menggantikan hubungan-hubungan kekayaan dengan hubungan
kekuasaan sebagai inti dari teori kelas, Dahrendorf menyatakan bahwa model dua kelas ini tidak
dapat diterapkan pada masyarakat secara keseluruhan tetapi hanya pada asosiasi-asosiasi tertentu
yang ada dalam suatu masyarakat. Biasanya dalam masyarakat historis tertentu pertentangan
yang berbeda saling tumpang tindih. Fenomena ini mengandung makna bahwa figur kekuasaan
sebuah institusi (misalnya gereja) tidak perlu mengambil bagian dalam kekuasaan institusi lain
(misalnya negara). Bilamana pemisahan itu terjadi di sebagian besar institusi, maka intensitas
pertentangan akan meningkat. Pengucilan yang berganda dari struktur kewenangan seperti itu
dapat diamati di dalam sejarah hubungan-hubungan kelompok minoritas, hubungan-hubungan
perburuhan dan hubungan-hubungan antar bangsa.
Aspek terakhir teori konflik Dahrendorf adalah hubungan konflik dengan perubahan.
Dalam hal ini Dahrendorf mengakui pentingnya pemikiran Lewis Coser, yang memusatkan
perhatian pada fungsi konflik dalam mempertahankan status quo. Tetapi, Dahrendorf
menganggap fungsi konservatif dari konflik hanyalah satu bagian realitas sosial; konflik juga
menyebabkan perubahan dan perkembangan.
Singkatnya Dahrendorf menyatakan bahwa segera setelah kelompok konflik muncul,
kelompok itu melakukan tindakan yang menyebabkan perubahan dalam struktur sosial. Bila
konflik itu hebat, perubahan yang terjadi adalah radikal. Bila konflik disertai tindakan kekerasan,
akan terjadi perubahan struktur secara tiba-tiba. Apa pun ciri konflik, sosiologi harus
membiasakan diri dengan hubungan antara konflik dan perubahan maupun dengan hubungan
antara konflik dan status quo.3
3
http://repository.uinmalang.ac.id/729/1/Metateorizing%3B%20Teori%20Konflik%20%28Ralf%2
0Dahrendorf%29.pdf
7
Social Conflict ini, mengutip dan mengembangkan gagasan George Simmel untuk kemudian
dikembangkan menjadi penjelasan-penjelasan tentang konflik yang menarik. Coser mengkritik
dengan cara menghubungkan berbagai gagasan Simmel dengan perkembangan fakta atau
fenomena yang terjadi jauh ketika Simmel masih hidup. Ia juga mengkritisi dan
membandingkannya dengan gagasan sosiolog-sosiolog klasik. Menambahkan dengan gagasan
seperti dinyatakan ahli psikologi seperti Sigmund Freud. Hal yang menarik dari Coser adalah
bahwa ia sangat disiplin dalam satu tema.
Coser benar-benar fokus pada satu tema-tema konflik, baik konflik tingkat eksternal
maupun internal. Ia mampu mengurai konflik dari sisi luar maupun sisi dalam. Jika dihubungkan
dengan pendekatan fungsionalisme, nampak ada upaya Coser untuk mengintegrasikan
fungionalisme dengan konflik. Menurut George Ritzer (2005) dalam melakukan kombinasi itu,
baik teori fungsionalime maupun teori konflik akan lebih kuat ketimbang berdiri sendiri. Selama
lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada model sosiologi dengan tertumpu
kepada struktur sosial. Pada saat yang sama dia menunjukkan bahwa model tersebut selalu
mengabaikan studi tentang konflik sosial. Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi yang
menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik), Coser
mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan tersebut.4
Coser mengakui beberapa susunan struktural merupakan hasil persetujuan dan
konsensus, suatu proses yang ditonjolkan oleh kaum fungsional struktural, tetapi dia juga
menunjuk pada proses lain yaitu konflik sosial. Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer
sering melihat konflik penyakit bagi kelompok sosial. Coser memilih untuk menunjukkan
berbagai sumbangan konflik yang secara potensial positif yaitu membentuk serta
mempertahankan struktur suatu kelompok tertentu. Seperti halnya Simmel, Coser tidak mencoba
menghasilkan teori menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa
setiap usaha untuk menghasilkan suatu teori sosial menyeluruh yang mencakup seluruh
fenomena sosial adalah premature. Memang Simmel tidak pernah menghasilkan risalah sebesar
Emile Durkheim, Max Weber atau Karl Marx. Namun, Simmel mempertahankan pendapatnya
bahwa sosiologi bekerja untuk menyempurnakan dan mengembangkan bentuk- bentuk atau
konsep- konsep sosiologi dimana isi dunia empiris dapat ditempatkan. Simmel memandang
pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat Struktur sosial
4
Ritzer, George dan Doglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern,( Jakarta: Kencana.2005), hal
8
dilihatnya sebagai gejala yang mencakup pelbagai proses asosiatif dan disosiatif yang tidak
mungkin terpisah-pisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisa. Menurut Simmel konflik
tunduk pada perubahan.
Coser mengembangkan proposisi dan memperluas konsep Simmel tersebut dalam
menggambarkan kondisikondisi di mana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila
terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat. Konflik dapat merupakan proses
yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial.
Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik
dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar
tidak lebur ke dalam dunia sosial di sekelilingnya. Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat
dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Di
dunia internasional kita dapat melihat bagaimana, apakah dalam bentuk tindakan militer atau di
meja perundingan mampu menetapkan batas-batas geografis nasional. Dalam ruang lingkup yang
lebih kecil, oleh karena konflik kelompok-kelompok baru dapat lahir dan mengembangkan
identitas strukturalnya. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang
memepertahankan praktek- praktek ajaran Katolik Pra-Konsili Vatican II) dan Gereja Anglo-
Katolik (yang berpisah dengan Gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). Perang
yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok
Negara Arab dan Israel. Teori konflik menurut Coser tidak selamanya konflik itu bersifat negatif
bahkan konflik dapat menjadikan positif5. Konflik dapat menjadikan positif dalam hal membantu
mewujudkan rasa persatuan dan kesadaran akan hidup bermasyarakat.Beberapa pemikiran Coser
yaitu;
a. Katup Penyelamat
Katup penyelamat atau safety valve ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat
dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. “katup penyelamat”
membiarkan luapan permusuhan tersalur tanpa menghancurkan seluruh struktur, konflik
membantu “membersihkan suasana” dalam kelompok yang sedang kacau. Coser melihat katup
penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu
hubunganhubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam. Katup
5
Bagus, Ida W. 2012. Teori-Teori Sosial. Jakarta: Kencana Gramedia
9
Penyelamat ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan
kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat merupakan sebuah lembaga
pengungkapan rasa tidak puas
atas sebuah sistem atau struktur. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Coser; lewat katup
penyelamat itu, permusuhan dihambat agar tidak berpaling melawan obyek aslinya. Tetapi
penggantian yang demikian mencakup juga biaya bagi sistem sosial maupun bagi individu:
mengurangi tekanan untuk menyempurnakan sistem untuk memenuhi kondisi-kondisi yang
sedang berubah maupun membendung ketegangan dalam diri individu, menciptaan kemungkinan
tumbuhnya ledakan-ledakan destruktif.
b. Konflik Realistis Dan Non Realistis
Pemahaman teori konflik Coser membedakan konflik yang realistis dan yang tidak
realistis. Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang
terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang
ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok
kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan. Konflik Non-Realistis,
konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan
untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam
masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet
dan lain- lain.
c. Permusuhan Dalam Hubungan Sosial
Menurut Coser terdapat kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik reaistis tanpa
sikap permusuhan atau agresif. Sebagai contoh adalah: Dua pengacara yang selama masih
menjadi mahasiswa berteman erat. Kemudian setelah lulus dan menjadi pengacara dihadapkan
pada suatu masalah yang menuntut mereka untuk saling berhadapan di meja hijau. Masing-
masing secara agresif dan teliti melindungi kepentingan kliennya, tetapi setelah meniggalkan
persidangan mereka melupakan perbedaan dan pergi ke restoran untuk membicarakan masa lalu.
10
peningkatan interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. Bila konflik dalam kelompok tidak
ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat. Dalam
struktur besar atau kecil konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan yang
sehat. Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam
pandangan negatif saja. Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat
memperkuat struktur sosial. Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan
konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan.6
Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik,
mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan
adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi. Sasaran: mengidentifikasi dan
mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-
pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan
perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran:
membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah
dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka
6
http://digilib.uinsby.ac.id/3939/5/Bab%202.pdf
11
daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang
menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
d. Teori identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar
pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasaran: melalui
fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat
mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan
rekonsiliasi di antara mereka.
BAB III
12
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konflik dalam kehidupan masyarakat tidak dapat dihindarkan dengan berbagai stigma
yang ada didalamnya dengan berbagai gesekan-gesekan dan benturan-benturan yang muncul dari
berbagai faktor kehidupan manusia. Teori Konflik Menurut Para Ahli, penjelasan mengenai teori
konflik ini pada hakekatnya berpedoman pada pemikiran para teori sosiologi dan tokohnya,
antara lain adalah sebagai berikut; a) Teori konflik aliran Marx; b) Teori konflik aliran Weber; c)
Teori konflik aliran Ralf Dahrendorf; d) Teori Coser. Sedangkan Teori-teori utama mengenai
sebab-sebab konflik adalah: a) Teori hubungan masyarakat, b) Teori kebutuhan manusia, c)
Teori negosiasi prinsip, d) Teori Identitas, e) Teori kesalahpahaman antarbudaya, dan f) Teori
transformasi konflik
13