PENDAHULUAN
Artritis reumatoid adalah penyakit multisistem kronis yang penyebabnya tidak diketahui.
Terdapat berbagai manifestasi sistemik pada penyakit ini, karakteristiknya adalah peradangan
yang menetap pada cairan sendi (sinovitis), biasanya menyerang area sekitar sendi dengan
Potensi dari inflamasi yang terjadi pada cairan sendi dapat menyebabkan kerusakan
kartilago, erosi pada tulang, dan perubahan yang lebih lanjut pada integritas sendi sebagai tanda
khas pada penyakit ini. Walaupun berpotensi merusak, artritis reumatoid cukup bervariasi.
Beberapa penderita hanya menunjukkan penyakit oligoartikular yang ringan dengan durasi yang
singkat disertai dengan kerusakan sendi yang minimal, sedangkan pada penderita yang lain dapat
hal frekuensi dan tingkat keberatannya. Sebagian besar, tanda dari artritis reumatoid adalah
homogen, dan pola dari perubahan sendi dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor genetik. Artriris
reumatoid dihubungkan dengan penyakit ekstra-artikular yang secara konsisten lebih sedikit
terjadi pada orang Asia dan Afrika dibanding dengan orang Kaukasia.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. EPIDEMIOLOGI
Artritis reumatoid merupakan penyakit yang jarang pada laki-laki dibawah umur 30 tahun.
Insiden penyakit ini memuncak pada umur 60-70 tahun. Pada wanita, prevalensi penyakit ini
meningkat dari pertengahan abad ke-20 dan konstan pada level umur 45-65 tahun dengan masa
Prevalensi dari artritis reumatoid mendekati 0,8 % dari populasi (kisaran 0,3 - 2,1%),
wanita terkena tiga kali lebih sering dibandingkan dengan laki-laki. Prevalensi penyakit ini
meningkat dengan umur, dan jenis kelamin, perbedaannya dikurangi pada kelompok usia tua.
Penyakit ini menyerang orang-orang di seluruh dunia dari berbagai suku bangsa. Onset dari
penyakit ini sering pada dekade ke-empat dan ke-lima dari kehidupan. 1,5,6
Faktor resiko genetik tidak sepenuhnya dihitung pada insiden terjadinya artritis reumatoid,
hanya menyatakan bahwa faktor lingkungan juga berperan penting pada penyebab dari penyakit
ini. Hal ini ditekankan pada penelitian epidemiologi di Afrika yang mengindikasikan cuaca dan
urbanisasi merupakan pengaruh utama pada insiden dan tingkat keberatan dari artritis reumatoid
B. ETIOLOGI
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui. Dikatakan bahwa artritis reumatoid
mungkin merupakan manifestasi dari respon terhadap agen infeksius pada orang-orang yang
rentan secara genetik. Karena distibusi artritis reumatoid yang luas, hal ini menimbulkan
hipotesis bahwa jika penyebabnya adalah agen infeksius, maka organisme tersebut haruslah
tersebar secara luas. Beberapa kemungkinan agen penyebab tersebut diantaranya termasuk
mikoplasma, virus Epstein-Barr (EBV), sitomegalovirus, parvovirus, dan virus rubella, tapi
berdasarkan bukti-bukti, penyebab ini ataupun agen infeksius yang lain yang menyebabkan
multifaktorial. Terdapat kerentanan genetik yang jelas, dan penelitian pada orang kembar
mengindikasikan indeks sekitar 15-20%. Sebanyak 70% dari pasien artrirtis reumatoid
merokok dan agen infeksius dikatakan memiliki peranan penting pada etiologi, namun
gerakan yang luas. Sendi sinovial diklasifikasikan berdasarkan jangkauan gerakan atau
a. Kartilago hialin
Bagian tulang yang bersentuhan pasti dilindungi oleh kartilago hialin yang menyediakan
permukaan yang lembut dan cukup kuat untuk menyerap gaya tekan serta menahan berat
tubuh. Lapisan kartilago memiliki ketebalan 7 mm pada orang muda dan semakin tipis dan
rentan terhadap tekanan seiring dengan pertambahan usia. Hal ini menyebabkan
bertambahnya tekanan pada struktur sendi. Kartilago tidak diperdarahi tetapi menerima
b. Ligamentum kapsuler
Sendi dikelilingi dan ditutupi oleh jaringan fibrosa yang mengikat tulang-tulang yang
berkaitan. Jaringan tersebut cukup regang sehingga pergerakan dapat dilakukan tapi juga
c. Membran sinovial
- Melapisi kapsul
- Menutupi bagian tulang di dalam sendi yang tidak ditutupi oleh kartilago sendi
d. Cairan sinovial
Cairan sinovial merupakan cairan kental dengan konsistensi menyerupai putih telur dan
o Mencegah terpisahnya kedua ujung tulang yang berlengketan, seperti sedikit air
Beberapa sendi memiliki struktur-struktur yang terdapat di dalam kapsul, tetapi berada di
lemak dan meniskus pada sendi lutut. Jika struktur tersebut tidak menyokong berat tubuh,
f. Struktur ekstrakapsular
o Otot atau tendon, juga menyediakan stabilitas. Selain itu otot dan tendon juga
meregang melintasi sendi ketika terjadi pergerakan. Jika otot berkontraksi, otot
tersebut akan memendek dan menarik dua tulang sehingga semakin berdekatan.
Saraf dan pembuluh darah yang melintasi sendi biasanya bertugas menyuplai kapsul dan otot
yang menggerakkannya.
D. PATOFISIOLOGI
Artritis reumatoid adalah proses inflamasi kompleks yang merupakan hasil reaksi dari
berbagai populasi sel imun dengan aktivasi dan proliferasi dari fibroblas sinovial. Respon
inflamasi ini menyerang cairan sinovial pada persendian, bursa dan tendon, serta jaringan lain di
seluruh tubuh. Orang-orang yang menderita penyakit ini menunjukkan tanda-tanda klinik yang
bermacam-macam dan distribusinya pada muskuloskeletal. Dalam jaringan sinovial, proses
inflamasi terjadi secara jelas, menimbulkan edema dan proliferasi kapiler dan sel mesenkim.
Pada jaringan sendi dan cairan sinovial, terjadi akumulasi dari leukosit yang menghasilkan enzim
lisosom dan proinflamasi lain, serta mediator-mediator toksik. Kemudian, dengan teraktivasinya
sel-sel imun dan fibroblas sinovial, mediator ini dapat merusak kartilago persendian yang
bedekatan. Jika proses ini terus berlanjut dan tidak dikendalikan, permukaan sendi akan hancur,
dan secara bertahap terjadi fibrosis pada jaringan fibrosa kapsul persendian dan jaringan sendi
Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi akibat proses
pencernaan oleh karena produksi protease, kolagenase dan enzim-enzim hidrolitik lainnya.
Enzim-enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon dan tulang pada sendi, serta dilepaskan
bersama dengan radikal oksigen dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear
dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen
yang diproduksi secara lokal. Kedua adalah, destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus
reumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi vaskular yang terbentuk dari sinovium yang
meradang dan kemudian meluas ke sendi. Disepanjang pinggir panus, terjadi destruksi kolagen
dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus tersebut.10
Hiperplasia sinovial dan formasi ke dalam panus merupakan patogenesis artritis reumatoid
yang fundamental. Proses ini dimediasi oleh produksi dari berbagai sitokin, contohnya tumor
necrosis factor α (TNF-α) dan interleukin-1 (IL-1) oleh antigen presenting cells dan sel T. TNF-α
Diagnosis dari artritis reumatoid dengan anamnesis dan pemeriksaan yang dikorelasikan
dengan data laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Karakteristik pasien, termasuk umur, jenis
kelamin dan etnis, sangat penting, karena hal tersebut berhubungan dengan resiko dan tingkat
1. Gambaran Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid.
Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam.
b. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi di tangan, namun
biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal. Hampir semua sendi diartrodial
dapat terserang.
c. Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat generalisata tetapi terutama
menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis,
yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam
d. Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada gambaran radiologik.
boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai.
Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dan
subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami
f. Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga
orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini
adalah bursa olekranon (sendi siku) atau sepanjang permukaan ekstensor dari lengan.
Walaupun demikan, nodul-nodul ini dapat juga timbul pada tempat lainnya. Adanya
nodul-nodul ini biasanya merupakan petunjuk dari suatu penyakit yang aktif dan lebih
berat.
luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat
rusak.
Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari artritis reumatoid dari
Tabel 1: 1987 Revised American Rheumatism Association Criteria for the Classification of
Rheumatoid Arthritis
Kriteria Definisi
ii. Artritis pada tiga atau lebih Setidaknya tiga area sendi secara bersama-sama dengan
metatarsofalangs (MTP)
vi. Serum faktor reumatoid reumatoid dengan berbagai metode yang mana hasilnya
Untuk klasifikasi, pasien dikatakan menderita atrtritis reumatoid jika pasien memenuhi
minggu. Pasien dengan dua diagnosis klinis, tidak dikeluarkan pada kriteria ini.
2. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis pada pasien dengan artritis reumatoid adalah penilaian standar untuk
peradangan pada sendi, kelemahan dan keterbatasan gerak. Selain itu, pada pemeriksaan fisis
perikardial, efusi pleura, splenomegali, dan ulkus kulit pada ekstremitas bawah.2
Pada artritis reumatoid yang lanjut, tangan pasien dapat menunjukkan deformitas
boutonnierre dimana terjadi hiperekstensi dari sendi distal interfalangs (DIP) dan fleksi pada
sendi proksimal interfalangs (PIP). Deformitas yang lain merupakan kebalikan dari deformitas
boutonniere, yaitu deformitas swan-neck, dimana juga terjadi hiperekstensi dari sendi PIP dan
fleksi dari sendi DIP. Jika sendi metakarpofalangs telah seutuhnya rusak, sangat mungkin untuk
Gambar 2 : Gambaran skematik dari deformitas swan-neck dan deformitas boutonniere, sering telihat
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis artritis reumatoid.
Beberapa hasil uji laboratoirum dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis artritis
reumatoid. Sekitar 85% pasien artritis reumatoid memiliki autoantibodi di dalam serumnya yang
dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah imunoglobulin M (IgM) yang beraksi
terhadap perubahan imunoglobulin G (IgG). Keberadaan dari faktor reumatoid bukan merupakan
hal yang spesifik pada penderita artritis reumatoid. Faktor reumatoid ditemukan sekitar 5% pada
serum orang normal, insiden ini meningkat dengan pertambahan usia, sebanyak 10-20% pada
orang normal usia diatas 65 tahun positif memiliki faktro reumatoid dalam titer yang rendah.1,10
Laju endap darah (LED) eritrosit adalah suatu indeks peradangan yang tidak spesifik.
Pasien dengan artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal
ini berarti bahwa LED dapat dipakai untuk memantau aktivitas penyakit.10
Anemia normositik normokrom sering didapatkan pada penderita dengan artritis rematoid
yang aktif melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespon pada
pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat seseorang merasa kelelahan.1.10
Analisis cairan sinovial menunjukkan keadaan inflamasi pada sendi, walaupun tidak ada
satupun temuan pada cairan sinovial spesifik untuk artritis reumatoid. Cairan sinovial biasanya
keruh, dengan kekentalan yang menurun, peningkatan kandungan protein, dan konsentrasi
glukosa yang mengalami sedikit penurunan atau normal. Hitung sel leukosit (WBC) meningkat
mencapai 2000/µL dengan lebih dari 75% leukosit PMN, hal ini merupakan karakteristik
peradangan pada artritis, walaupun demikian, temuan ini tidak mendiagnosis artritis reumatoid.1
4. Pemeriksaan Radiologi
Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiologis
kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi, setelah sendi mengalami kerusakan yang lebih
berat, dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Juga dapat terjadi
erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya
irreversibel.10
Gambar 3 : Artritis erosif yang mengenai tulang karpal dan sendi metakarpofalangs. [dikutip dari
kepustakaan 12]
Gambar 4: A. Perubahan erosif pada ulna dan distal radius. B. Erosi komplit pada pergelangan tangan.
Gambar 5: C. Swelling dan erosi pada sendi MTP 5. D. Nodul subkutaneus multipel pada tangan [dikutip
lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi sendi dan inflamasi hiperplastik sinovial.
Nodul reumatoid merupakan massa jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan
ekstensor pada aspek ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya terlihat
diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini berkembang sekitar
20% pada penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi pada penyakit lain, sehingga membantu
4.2 CT Scan
Computer tomography (CT) memiliki peranan yang minimal dalam mendiagnosis artritis
reumatoid. Walaupun demikian, CT scan berguna dalam memperlihatkan patologi dari tulang,
erosi pada sendi-sendi kecil di tangan yang sangat baik dievaluasi dengan kombinasi dari foto
CT scan jarang digunakan karena lebih rendah dari MRI dan memiliki kerugian dalam hal
radiasi. CT scan digunakan sebatas untuk mengindikasikan letak destruksi tulang dan stabilitas
tertinggi tulang secara tepat, seperti pada pengaturan pre-operatif atau pada tulang belakang.5
Sonografi dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan frekuensi tinggi digunakan
untuk mengevaluasi sendi-sendi kecil pada artritis reumatoid. Efusi dari sendi adalah hipoekhoik,
sedangkan hipertrofi pada sinovium lebih ekhogenik. Nodul-nodul reumatoid terlihat sebagai
cairan yang memenuhi area kavitas dengan pinggiran yang tajam. Erosi tulang dapat terlihat
sebagai irregularitas pada korteks hiperekhoik. Komplikasi dari arthritis reumatoid, seperti
tenosinovitis dan ruptur tendon, juga dapat divisualisasikan dengan menggunakan ultrasonografi.
Hal ini sangat berguna pada sendi MCP dan IP. Tulang karpal dan sendi karpometakarpal tidak
tervisualisasi dengan baik karena konfigurasinya yang tidak rata dan lokasinya yang dalam.14
Gambar 6 : Erosi (tanda panah) pada sendi metakarpofalangs pada penderita artritis reumatoid (A)
bidang longitudinal (B) bidang transverse. M, kaput metakarpal dan P, falangs [dikutip dari kepustakaan
15]
Gambar 7 : (A) Gambaran normal bagian longitudinal dari sendi metakarpofalangs. (B) Sendi
metakarpofalangs pada pasien artritis reumatoid. FP, bantalan lemak; M dan MC,kaput metakarpal; P,
falangs; S, sinovitis.
dengan menambahkan amplitude color doppler (ACD) Imaging, juga menyediakan informasi
klinis yang berguna untuk dugaan artritis reumatoid. ACD imaging telah diaplikasikan untuk
artritis reumatoid dengan tujuan mengevaluasi manifestasi dari hiperemia pada peradangan
jaringan sendi. Hiperemia sinovial merupakan ciri patofisiologi yang fundamental untuk artritis
reumatoid.14
4.4 MRI
penggambaran yang jelas dari perubahan jaringan lunak, kerusakan kartilago, dan erosi tulang-
Gambar 8: koronal T1-weighted pada sendi metakarpofalangs 2-4, memperlihatkan erosi radial
reumatoid. Dengan adanya laporan mengenai sensitivitas MRI dalam mendeteksi erosi dan
sinovitis, serta spesifitas yang nyata untuk perubahan edema tulang, hal itu menandakan bahwa
MRI merupakan penolong untuk mendiagnosis awal penyakit artritis reumatoid. MRI juga
memberikan gambaran yang berbeda pada abnormalitas dari artritis reumatoid, sebagai contoh,
E. DIAGNOSIS BANDING
1. GOUT ARTRITIS
asam urat (hiperurisemia). Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan
akibat langsung dari pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan
eksresi asam urat, sedangkan gout sekunder disebabkan oleh pembentukan asam urat yang
Pada artritis gout akut, terjadi pembengkakan yang mendadak dan nyeri yang luar biasa,
biasanya pada sendi ibu jari kaki, sendi metatarsofalangeal. Artritis bersifat monoartrikular dan
menunjukkan tanda-tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan sejumlah
leukosit. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alkohol, atau stres
emosional. Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari tangan, lutut, mata kaki,
2. OSTEOARTRITIS
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat kronik,
berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh adanya deteorisasi dan abrasi rawan
sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan persendian. Gambaran klinis
osteoartritis umumnya berupa nyeri sendi, terutama apabila sendi bergerak atau menanggung
beban. Nyeri tumpul ini berkurang bila sendi digerakkan atau bila memikul beban tubuh. Dapat
pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi tersebut tidak digerakkan beberapa lama, tetapi
kekakuan ini akan menghilang setelah digerakkan. Kekakuan pada pagi hari, jika terjadi,
biasanya hanya bertahan selama beberapa menit, bila dibandingkan dengan kekakuan sendi di
pagi hari yang disebabkan oleh artritis reumatoid yang terjadi lebih lama.17
Gambar 10: Penyempitan celah sendi medial yang asimetrik [dikutip dari kepustakaan 13]
Tabel 2: Perbandingan artritis reumatoid dengan diagnosa banding berdasarkan temuan radiologi
9
Gambaran Artritis
Gout Osteoartritis
Radiologi Reumatoid
Menurun di
Mineralisasi Baik Baik
periartrikular
Kadang-kadang
Kalsifikasi Tidak Tidak
pada tophi
Punched out
Ya, pada
Erosi Tidak dengan garis
intraartikular
sklerotik
Menjalar ke tepi
Produksi tulang Tidak Ya
korteks
Bilateral,
Simetri Asimetri Bilateral, simetri
simetri
Kaki,
Proksimal ke
Lokasi pergelangan kaki, Distal ke proksimal
distal
tangan dan siku
Seagull appearance
Karakteristik yang Pembentukan
Poliartrikular pada sendi
membedakan kristal
interfalangeal
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi dari artritis reumatoid adalah (1) mengurangi nyeri, (2) mengurangi
inflamasi, (3) menjaga struktur persendian, (4) mempertahankan fungsi sendi, dan (5)
1. Obat-obatan
siklooksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemak sistemik andogen, yaitu asam
Obat standar yang sudah dipakai sejak lama dalam kelompok ini adalah aspirin.10
Selain aspirin, NSAID yang lain juga dapat menyembuhkan artritis reumatoid. Produksi
dari prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan ini memberikan efek analgesik, anti-
Pemberian obat ini baru menjadi indikasi apabila NSAID tidak dapat mengendalikan
disetujui oleh U.S Food and Drugs Administration untuk dipakai sebagai obat artritis
reumatoid. Tujuan pengobatan dengan obat-obat kerja lambat ini adalah untuk
penyakit.10
2. Terapi glukokortikoid
Terapi glukokortikoid sistemik dapat memberikan efek untuk terapi simptomatik pada
penderita artritis reumatoid. Prednison dosis rendah (7,5 mg/hari) telah menjadi terapi
suportif yang berguna untuk mengontrol gejala. Walaupun demikian, bukti-bukti terbaru
erosi tulang.1
3. Operasi
Operasi memiliki peranan penting dalam penanganan penderita artritis reumatoid dengan
kerusakan sendi yang parah. Meskipun artroplasti dan penggantian total sendi dapat
dilakukan pada beberapa sendi, prosedur yang paling sukses adalah operasi pada pinggul,
lutut, dan bahu. Tujuan realistik dari prosedur ini adalah mengurangi nyeri dan mengurangi
disabilitas.1
G. PROGNOSIS
Beberapa tampakan klinis pada pasien artritis reumatoid nampaknya memiliki nilai
prognostik. Remisi dari aktivitas penyakit cenderung lebih banyak terjadi pada tahun pertama.
Jika aktivitas penyakit berlangsung lebih dari satu tahun biasanya prognosis buruk. Wanita kulit
putih cenderung memiliki sinovitis yang lebih persisten dan lebih erosif dibanding pria.1
Harapan hidup rata-rata orang dengan artritis reumatoid memendek 3-7 tahun dari orang
normal. Peningkatan angka mortalitas tampaknya terbatas pada pasien dengan penyakit sendi
yang lebih berat, sehubungan dengan infeksi dan perdarahan gasrointestinal. Faktor yang
dihubungkan dengan kematian dini mencakup disabilitas, durasi dan tingkat keparahan penyakit,
penggunaan glukokortikoid, umur onset, serta rendahnya status sosio-ekonomi dan pendidikan.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Lipsky, Peter E. Rheumatoid Arthritis. In: Kasper LK, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E,
Hauser SL, and Jameson JL, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th ed.
2. Kent PD and Matteson EL, editors. Clinical Feature and Differential Diagnosis. In: St.Clair
EW, Pisetsky DS, and haynes BF, editors. Rheumatoid Arthritis 1st ed. New York: Lippincott
3. Calleja, Michele. Rheumatoid Arthritis, Spine. [Online]. 2009. [cited 2011 March 3]:[2
4. Snaith, Michael L. ABC of Rheumatology 3rd ed. London: BMJ Books; 2004.p.50-5
6. Eisenberg RL and Johnson NM, editors. Comprehensive Radiographic Pathology 4th ed.
7. Coote A and Haslam P, editors. Crash Course Rheumatology and Orthopaedics 1st ed. New
8. Waugh A and Grand A, editors. Rose and Wilson Anatomy and Physiology in Health and
9. Cothran Jr RL and Matinez S, editors. Radiographic Findings. In: St.Clair EW, Pisetsky DS,
and haynes BF, editors. Rheumatoid Arthritis 1st ed. New York: Lippincott Williams &
Wilkins; 2004.p.80-9
10. Carter, Michael A. Arthritis Reumatoid. Dalam: Price, SA and Wilson LM, editors.
11. Mettler , Fred A. Essentials of Radiology 2nd ed. New York: Elsevier Saunders; 2004.p.310-
12. Brant WE and Helms CA, editors. Fundamentals of Diagnostic Radiology 2nd ed. New York:
13. Berquist, Thomash H. Musculoskeletal Imaging Companion 2nd ed. New York: Lippicott
14. Tsou, Ian YY. Rheumatoid Arthritis, Hands. [Online]. 20010. [cited 2011 March 3]:[3
15. Wakefield RJ, Conaghan PG, and Emery P, editors. Ultrasonography and Magnetic
Resonance Imaging for Diagnosis and Managenet. In: St.Clair EW, Pisetsky DS, and haynes
BF, editors. Rheumatoid Arthritis 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins;
2004.p.98-104
16. Carter, Michael A. Gout Dalam: Price, SA and Wilson LM, editors. Patofisiologi Edisi 6
17. Carter, Michael A. Osteoarthritis. Dalam: Price, SA and Wilson LM, editors. Patofisiologi