PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak diragukan lagi bahwa sejarah tafsir Al-Qur’an berlangsung
melalui berbagai tahap dan kurun waktu yang panjang sehingga mencapai
bentuknya yang kita saksikan sekarang ini berupa tulisan berjilid-jilid
banyaknya, baik yang tercetak maupun yang masih berupa tulisan tangan.
Pertumbuhan tafsir Al-Qur’an dimulai sejak dini, yaitu sejak mulai hidupnya
Rasulullah SAW, orang pertama yang menguraikan Kitabullah Al-Qur’an dan
menjelaskan kepada umatnya wahyu yang diturunkan Allah SWT ke dalam
hatinya. Pada masa itu tak seorangpun dari para sahabat beliau yang berani
menafsirkan Al-Qur’an, karena beliau masih berada di tengah-tengah mereka.
Setelah beliau kembali ke haribaan Allah SWT, maka para sahabat beliau
yang mendalami Kitabullah mengetahui berbagai rahasianya yang tersirat dan
yang telah menerima tuntunan serta petunjuk dari beliau, mau tidak mau
merasa terpanggil untuk tampil ambil bagian dalam menerangkan dan
menjelaskan apa saja yang mereka ketahui dan mereka fahami mengenai Al-
Qur’an.
1
Berangkat dari sini, pemakalah akan membahas dan menguraikan metode-
metode penafsiran Al-Qur’an yang digunakan oleh para mufasir
B. Rumusan Masalah
Agar makalah ini tidak terlalu melebar pemabahasannya penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bunyi dan terjemah Q.S al muddatsir ayat 1-6 dan Q.S as
fushilat ayat 33-34 beserta isi kandungannya ?
2. Bagaimana asbabun nuzul dari kedua surat tersebut?
3. Bagaimana tafsir dari Q.S al muddatsir ayat 1-6 dan Q.S as fushilat ayat
33-34 ?
4. Bagaimana hikmah dan penerapannya dalam sehari hari ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka makalah ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui ayat dan terjemah dari Q.S al muddatsir ayat 1-6 dan Q.S
as fushilat ayat 33-34
2. Mengetahui asbabun nuzul dari Q.S al muddatsir ayat 1-6 dan Q.S as
fushilat ayat 33-34
3. Mengetahui tafsir dari Q.S al muddatsir ayat 1-6 dan Q.S as fushilat
ayat 33-34
4. Mengetahui hikmah dan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
2
II. PEMBAHASAN
A. Q.S. FUSHSHILAT
Surah Fushilat (Yang Dijelaskan) diturunkan di Mekkah sesudah surah
Ghaafir, 54 ayat. Surah ini juga dinamakan dengan surah “as-Sajadah” atau surah
“al-Masabih”.
Surah ini menjelaskan tentang sifat al-Qur’an, tindakan orang musyrik
terhadap al-Qur’an. Gambaran tentang tanada-tanda kekuasaan Allah dalam
menjadikan bumi dan langit (yang akan dibahas), mengancam para musyrik
dengan azab yang telah menimpa kaum ‘Ad dan Tsamud, serta dengan azab yang
akan menmpa mereka pada hari kiamat.
Disamping itu, juga menjelaskan keadaan para mukmin yang berlaku
lurus, bagaimana kesudahan mereka di dunia dan di akhirat, menjelaskan
sebagaian akhlak para mukmin, beberpa tanda-tanda kekuasaan Allah, serta
membahas keadaan al-Qur’an, beberpa akhlak manusia dan tabiatnya, yang semua
dimaksudkan untuk menyucikan jiwa.1
ْ س ُن فَإِّذَا الَّذ
ِّي َب ْين ََك َ س ِّيئَةُ ۗ اِّ ْدفَ ْع ِّبالَّ ِّت ْي ِّه
َ ي أ َ ْح َّ سنَةُ َو َال ال َ َو َال ت َ ْست َ ِّوى ْال َح
٣٤ي َح ِّم ْي ٌم ٌّ َوبَ ْينَهٗ َعدَ َاوة ٌ َكأَنَّهٗ َو ِّل
Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah ( kejahatan itu) dengan
cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan
dia akan seperti teman yang setia.
1 Tengku M. Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nuur jilid 4, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra(, hlm. 3641.
3
Munasabah Ayat
Setelah ayat yang lalu memuji kaum beriman yang konsisten dan
menyampaikan janji Allah tentang dukungan malaikat kepada mereka, ayat diatas
melanjutkan pujian tetapi kali ini bagi mereka yang beriman, konsisten, lagi
berupaya membimbing pihak lain agar menjadi manusia-manusia muslim yang
taat dan patuh kepada Allah.
Dengan demikian, ayat diatas bukanlah lanjutan dari ucapan malaikat.
Ayat diatas menyatakan: Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada
seorang yang menyeru kepada Allah agar yang Maha Kuasa ituselalu diesakan,
disembah dan ditaati secara tulus dan dia menyampaikan seruannya dalam
keadaan telah mngerjakan amal yang saleh sehingga seruannya semakin mantap.
B. QS. AL-MUDDATSIR
Surat al-Mudatsir diturunkan Allah di Makkah, setelah surat al-Muzammil
sebagaimana urutannya dalam al-mushaf al-utsmânya.2 Surat ini secara umum
memiliki isi yang serupa dengan surat sebelumnya. Yaitu tentang perintah
langsung Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk menyerukan dakwanya.
Menyampaikan dakwa kepada kaum beliau. Selain itu juga membicarakan tentang
kondisi neraka dan orang-orang musyrik yang mengingkari dakwa Rasulullah
saw.3
2 Imam Jalaluddin as-Suyuthi, al-itqan fi ‘Ulumi al-Qur’an, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, Cet.I,
2004 hlm. 21.
3 Syekh Muhammad Ali ash-Shabuny, Ijazu al-Bayan fi Suar al-Qura’an, Cairo: Dar Ali ash-
Shabuny, 1986, hlm. 267-268
4
َٰٓيَأَيُّ َها ۡٱل ُمدَّثِّ ُر
1. "Hai orang yang berkemul (berselimut),"
ۡ َٱلر ۡجزَ ف
ٱه ُج ْر ُّ َو
5. "dan perbuatan dosa tinggalkanlah,"
C. ASBABUN NUZUL
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ayat ini turun berkenaan dengan Abu
Bakar r.a. ketika orang-orang musyrik berkata “Tuhan kami Allah, malaikat
putrinya, adalah penolong kami disisi Allah”. Demikian pula orang-orang yahudi
berkata “Tuhan kami Allah, Uzair putranya, dan Muhammad bukan seorang
5
nabi.” Mereka semua tidak pada jalan yang benar. Oleh karena itu, Abu Bakar r.a.
berkata “ Tuhan kita satu, Allah semata, tiada sekutu bagiNya, Muhammad hamba
dan utusanNya.” Dia (Abu Bakar) pun pada jalan yang benar.
Di antara wasiat Nabi saw kepada kedua shahabatnya yang mulia Abi
Dzar dan Mu’adz bin Jabal radhiallahu anhma: Bertaqwalah kepada Allah di
manapun engkau berada dan balaslah perlakuan buruk dengan balasan yang baik
niscaya dia akan menghapuskannya dan berakhlaklah kepada manusia dengan
akhlak yang baik. Sunan Tirmidzi: no: 1987 dan dia berkata: Hadits hasan shahih
6
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhoon (al-Bukhori dan Muslim) yang
bersumber dari Jabir bahwa Rasulullah saw bersabda: “Ketika aku telah selesai
uzlah-selama sebulan di gua Hira-, aku turun ke lembah. Sesampainya ke tengah
lembah, ada yang memanggilku, tetapi aku tidak melihat seorangpun di sana. Aku
menengadahkan kepala ke langit. Tiba-tiba aku melihat malaikat yang pernah
mendatangiku di Gua Hira. Aku cepat-cepat pulang dan berkata (kepada orang
rumah): “Selimuti aku ! Selimuti aku !” Maka turunlah ayat ini (Al-Muddatstsir:
1-2) sebagai perintah untuk menyingsingkan selimut dan berdakwah.
D. TAFSIR AYAT
1. Surat Fushilat ayat 33
Artinya: Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata “Sungguh, aku
termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri).
7
daripada Al-Qur’an, siapakah yang lebih baik perkataannya dari orang yang
menyeru manusia agar taat kepada Allah.
Ibnu sirin, as-Suddi, Ibnu Zaid dan al-Hasan berpendapat bahwa orang yang
paling baik perkataannya itu ialah Rasulullah SAW. Al-Hasan apabila membaca
ayat ini maka ia berkata: Inilah Rasulullah; inilah habibullah; inilah waliyullah;
inilah sawfatullah; inilah khairotullah; inilah, demi Allah penduduk bumi yang
paling di cintai Allah. Dia memenuhi seruan Allah dan menyeru manusia agar
memenuhi seruan Allah. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa ayat ini
maksudnya umum, yang semua orang yang menyeru untuk menaati Allah.
Rasulullah, termasuk orang yang paling baik perkataannya, karena beliau
menyeru manusia kepada agama Allah. Sedangkan, dalam tafsir Ibnu Katsier
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah para juru azan.
Dan dalam tafsir Al-Misbah, lafadz َ َالللِّ أ لَى إِّ َعآ د/ yang menyeru kepada
Allah mengandung banyak macam dan peringkat. Peringkat pertama dan utama
tentunya diduduki oleh Rasul SAW, yang memang digelar oleh Allah
sebagai da’iyan ila Allah,disusul oleh para ulama dan cendikiawan yang tulus dan
mengamalkan ilmunya dan yang terjun ke masyarakat membimbing mereka.
Semakin luas lapangan bimbingan semakin tinggi pula peringkat da’I, demikian
juga sebaliknya, sampai sementara ulama menyebut pengumandang adzan pun
termasuk dalam pengertian kata ini walau yang diajaknya hanya seorang.
Dalam Tafsir Maraghi dijelaskan bahwa, tidak ada seorang pun yang lebih
baik perkataannya daripada orang yang memiliki tiga sifat berikut ini:
8
c. Mengambil Islam sebagai agamanya dan ikhlas kepada Tuhannya, yakni,
seperti kata orang; ini adalah Qaul si fulan, yang artinya madzhab dan
keyakinan dia.
Dari ayat ini dipahami bahwa sesuatu yang paling utama dikerjakan oleh
seorang muslim ialah memperbaiki diri lebih dahulu, dengan memperkuat iman di
dada, menaati segala perintah Allah, dan menghentikan segala larangan-Nya.
Setelah diri diperbaiki, serulah orang lain mengikuti agama Allah. Orang yang
bersih jiwanya, kuat imannya, dan selalu mengerjakan amal yang saleh, ajakannya
lebih diperhatikan orang, karena ia menyeru orang lain dengan keyakinan yang
kuat dan dengan suara yang mantap, tidak ragu-ragu.
Ayat ini menjelaskan bahwa kebaikan yang diridhai Allah dan diberi pahala
itu tidak sama dengan keburukan yang dibenci-Nya dan orang yang
melakukannya pasti diazab. Di dalam tafsir Al-Qur’an dan tafsirnya ayat ini dapat
ditafsirkan dengan pernyataan bahwa tidak sama dakwah orang yang menyeru
kepada Allah dan mengikuti islam, dengan perbuatan mencela orang-orang yang
melaksanakan dakwah itu.
Sikap orang kafir yang mencela para da’I diterangkan dalam firman Allah:
9
Hati kami sudah tertutup dari apa yang engkau seru kami
kepadanya…(Fusslilat/41:5)
Pendapat ini, hampir sama dengan Tafsir Ibnu Katsier, firman Allah “Dan
tidaklah sama kebaikan & kejahatan” yaitu terdapat perbedaan yang amat besar
antara kebaikan dan kejahatan. “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih
baik” yaitu jika ada orang yang berlaku buruk kepadamu, maka tolaklah dengan
cara yang lebih baik. Maksudnya, hadapilah tindakan mereka yang buruk dengan
berbuat baik kepada mereka, hadapilah dosa dengan member maaf, marah dengan
bersabar dan mendiamkan kekeliruan-kekeliruan serta menanggung hal-hal yang
tidak disukai. Firman Allah”Maka tiba-tiba yang antaramu dan antara dia ada
permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang baik.” yakni, jika engkau
berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadamu, niscaya kebaikan itu
akan mengarahkannya untuk bersikap tulus kepadamu, mencintaimu dan
merindukanmu, sehingga seakan-akan dia menjadi teman setia dalam arti
mendekatinya dengan rasa kasih sayang dan berbuat baik.
Muqatil berkata: Ayat ini turun mengenai Abu Sufyan bin Harm. Dulunya, ia
memusuhi Nabi SAW, namun kemudian menjadi pendukungnya dalam islam dan
sahabatnya yang setia dengan cara berbesan, karena sikap nabi yang tidak
10
berdendam, tidak melepaskan sakit hati. Inilah suatu contoh yang ditinggalkan
Rasulullah SAW bahwasannya orang kerap kali memusuhi islam, membenci dan
menghalanginya, sebagaimana dilakukan oleh Abu Sufyan tersebut. Tetapi karena
cara Nabi SAW menghadapinya bukan dengan kebencian, bukan memperbanyak
musuh, melainkan memperbanyak kawan, akhirnya Abu Sufyan takluk.
Namun, toleransi tersebut memerlukan jiwa besar, terutama tatkala dia mampu
berbuat buruk dan membalasnya. Kemampuan ini sangat penting bagi adanya
dampak toleransi sehingga kebaikan terhadap pelaku keburukan tidak dianggap
sebagai kelemahan. Jika dia meresa lemah, maka toleransinya tidak bernilai dan
tidak memiliki dampak kebaikan sedikitpun.
Toleransi ini pun terbatas pada kondisi keburukan pribadi, bukan permusuhan
terhadap akidah dan fitnah di antara kaum mukminin. Jika yang terjadi
permusuhan dan fitnah, dia perlu melawannya dengan segala cara atau dia
bersabar hingga Allah memutuskan perkaranya. Inilah suatu peringkat, yaitu
peringkat pembalasan keburukan dan kebaikan. Toleransi terhadap dorongan
kemarahan dan kedengkian serta sikap proporsional dalam menetapkan kapan dia
harus toleran dan kapan membalas dengan kebaikan. Merupakan derajat agung
yang tidak dapat dilakukan oleh semua manusia. Peringkat ini memerlukan
kesabaran. Perangkat itupun merupakan perolehan yang dianugerahkan Allah
kepada hamba-Nya yang berusaha, sehingga mereka berhak menerimanya.
11
2. Tafsir QS. Al-Mudatsir 1-6
12
yang meyakinkan setidaknya kesan pertama akan dikenali oleh masyarakat saat
berhadapan dengan kita. Karena itulah risalah yang dibawa Nabi Muhammad
Saw. selalu sarat dengan kebersihan. makin dalam dan matang keimanan
seseorang maka ia akan semakin memelihara kebersihan. pakaian yang suci
menjadi syarat sahnya shalat.
Ayat ke 5 berbunyi” Dan perbuatan Dosa tinggalkan”
setelah ia memelihara kebersihan fisik, maka ia menyempurnakannya
dengan kebersihan batin. Yaitu dengan menjauhi srta meninggalkan segala macam
bentuk doasa. Ini adalah bentuk penanggalan. Hal-hal yang negative dari dalam
diri seseorang dai. Dosa dan maksiat akan mengakibatkan hati seseorang terkotori
sehingga kata-katanya juga takkan lagi memiliki kekuatan. Dan idealnya memang
penampilan fisik yang bagus dibareengi dengan kebersihan hati dan kejernihan
jiowa. Hal tersebut akan mengundang pesona dan charisma yang sangat kuat.
ayat ke enam “Dan jangan kamu memberikan (dengan maksud )
memperoleh (balasan) yang lebih banyak“
keikhlasan, juga merupakan penyempurnaan hati yang sudah dijauhkan
dari doasa dan maksiat. Akhlak ini juga akan membuat seorang dai kuat dan
tangguh. Kerja tanpa pamrih, dan kemurnian dakwah pun terjaga dengan jernih
hati pelakunya. Larangan ini bertujuan supaya para dai penerus dakwah para nabi
terus berbuat dan berbuat, lebih gigih dan berusaha dan ringan berkorban serta
mudah melupakannya setelah itu. Karenalah hanya orang berjiwa kerdilah yang
selalu merasa besar. sehingga satu-satunya harapan yang diinginkan hanya dari
Dzat yang tak pernah habis kedermawannya serta pemiliknya tiada batas.
Ketika Rasulullah saw pulang dari gua Hira, beliau mendengar sesuatu dan
mencarinya, namun tak dijumpainya, maka dengan segera beliau meminta
isterinya untuk menutupinya dengan selimut. Kemudian turunlah surat al-
Muddatsir yang secara singkat dapat diungkap sebagai berikut:
Allah menyuruh Nabi Muhammad saw agar melepaskan selimutnya dan
bergegas menyerukan dakwah Islam, mengajak manusia untuk masuk Islam,
khusunya untuk melaksanakan hal-hal berikut:
Mengagungkan nama Allah.
13
Mensucikan diri lahir dan batin.
Menjauhi perbuatan dosa dan noda.
Memperbanyak sedekah, serta tak mengharapkan balasan atasnya.
Memperteguh tekad hati, bermental baja, serta tidak berputus asa dalam
mengabdi dan menyembah Allah.
Hari Kiamat merupakan saat yang sulit, khusunya bagi orang-orang
kafir.Maka biarkanlah mereka sibuk menumpuk harta, membanggakan anak dan
keturunannya seraya menentang ajaran Islam dan munudh Nabi saw sebagai
tukang sihir. Dan sesungguhnya mereka itu akan dimasukkan ke dalam neraka.
Setiap insan itu tidak akan dapat terbebas dari cacatan amal perbuatan selama
hidupnya, dan sesungguhnya siapa yang suci dari dosa, maka dia akan
memperoleh kebahagiaan di surga, sedangkan orang-orang yang tidak mau
melaksankan shalat serta tidak mau beramal shalih dan mereka mengucapkan
kata-kata kotor serta mendustakan agama, maka sesungguhnya mereka itu akan
masuk ke dalam neraka saqar. Pada masa jahiliyah, masyarakat Arab memiliki
suatu kepercayaan dan kebebasan yang sangat bertentangan dengan kehendak
Allah swt, seperti menyembah berhala, melakukan perbudakan, memandang
rendah kaum wanita, gemar melakukan peperangan antar suku, gemar berjudi dan
minum minuman keras, percaya pada tahayul dan khurafat serta melakukan
berbagai kemungkaran lainnya. Namun, meskupun zaman Jahiliyah terkenal
dengan berbuatan yang jelek,toh sebenarnya masa itu terdapat beberapa
kepercayaan dan kebiasaan yang baik, seperti menghormati bulan-bulan haram,
menghormati Ka’bah, melakukan haji, bermurah hati dalam menghormati tamu
dan lain-lain.
isi yang terkandung dalam Q.S al muddatsir
Perintah untuk mulai berda´wah mengagungkan Allah, membersihkan pakaian,
menjauhi maksiat, memberikan sesuatu dengan ikhlas dan bersabar dalam
menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah
Allah akan mengazab orang-orang yang menentang Nabi Muhammad s.a.w.dan
mendustakan Al Quran
Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang ia usahakan.
14
E. Hikmah yang dapat Diambil
Dari Surat Fussilat ayat 1-6:
15
4) Selalu mengingat Allah swt, supaya terhindar dari godaan setan dan
dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
5 Imam Jalaluddin as-Suyuthi, al-itqan fi ‘Ulumi al-Qur’an, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, Cet.I,
2004 hlm. 21.
16
B. Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18