Anda di halaman 1dari 33

“PENGARUH PEMBERIAN SOAL OPEN-ENDED TERHADAP KEMAMPUAN

PENALARAN MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI


GAYA BELAJAR DAN GENDER”

Diajukan untuk Memenuhi


Tugas Mata kuliah Seminar Matematika

Oleh:
HESTI SUKESIH
A1C215029

Dosen Pengampu :
Sri Winarni, S.Pd., M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PEND. MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
DAFTAR ISI

Daftar Isi .................................................................................................................. i

Daftar Gambar ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan Makalah .......................................................... 1


1.2 Masalah atau Topik Bahasan..................................................................... 3
1.1 Tujuan Penulisan Makalah ........................................................................ 4

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kemampuan Penalaran Matematis ........................................................... 5


2.2 Masalah Open-Ended ................................................................................. 6
2.3 Gaya Belajar Siswa ..................................................................................... 7
2.4 Gender .......................................................................................................... 10
2.5 Keterkaitan kemampuan penalaran matematis, masalah open-ended,
gaya belajar dan gender ............................................................................. 11
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Dengan Pemberian


Soal-Soal Open Ended ................................................................................ 12
3.2 Deskripsi Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Dengan Pemberian
Soal Open-Ended Ditinjau Dari Gaya Belajar Dan Gender ................... 17

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 28


4.2 Saran ............................................................................................................ 29

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Contoh soal dalam LKS .................................................................... 13

Gambar 3.2 Contoh jawaban siswa pada kelompok satu dan empat kelas
eksperimen ............................................................................................................... 14

Gambar 3.3 Contoh soal di LKS............................................................................ 15

Gambar 3.4 Contoh jawaban salah satu kelompok dari kelas control .............. 16

Gambar 3.5 soal mengukur indikator ................................................................... 18

Gambar 3.6 Jawaban Siswa VL-1 ......................................................................... 19

Gambar 3.7 Jawaban Subyek VP-1 ...................................................................................... 21

Gambar 3.8 Jawaban Subyek AL-1...................................................................................... 22

Gambar 3.9 Jawaban Subyek AP-1 ...................................................................................... 24

Gambar 3.10 Jawaban Subyek KL-1 ................................................................... 25

Gambar 3.11 Jawaban Subyek KP-1 ......................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan Makalah

Matematika merupakan disiplin ilmu yang berkaitan erat dengan rasionalitas,


logika, dan penalaran. Ciri-ciri khusus yang dimiliki matematika yaitu menekankan
pada proses deduktif yang memerlukan penalaran yang logis. Departemen Pendidikan
Nasional (2003) menyatakan bahwa materi matematika dan penalaran matematika
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami
melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi
matematika.
Kemampuan penalaran matematis merupakan kunci dari materi matematika,
sehingga merupakan bagian penting dalam pembelajaran matematika. Bernalar
matematis merupakan suatu kebiasaan, seperti kebiasaan lainnya maka harus
dikembangkan melalui pemakaian konsisten dan dalam berbagai konteks. Orang yang
bernalar dan berpikir secara analitik akan cenderung mengenal pola, struktur atau
keberaturan baik di dunia nyata maupun pada simbol-simbol. Oleh karena itu,
kemampuan penalaran matematis harus dimiliki siswa dalam menyelesaikan
persoalan matematika.
Dalam belajar, setiap siswa memiliki karakter masing-masing. Oleh karena
itu, siswa satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan dalam berbagai aspek,
terutama proses belajar. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan
penalaran matematis adalah gaya belajar. Menurut Ghufron dan Risnawita
(Waskitoningtyas, 2017), gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang
menjelaskan mengenai bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh
masing-masing orang untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi
yang sulit dan baru melalui persepsi yang berbeda.
De Porter dan Hernacki (Waskitoningtyas, 2017) mengatakan bahwa ada tiga
jenis gaya belajar yaitu gaya belajar visual (cara melihat), gaya belajar auditori (cara
mendengar), dan gaya belajar kinestetik (belajar melalui gerak dan sentuhan). Setiap

1
siswa pasti memiliki ketiga modalitas ini, namun seseorang biasanya memiliki hanya
satu jenis modalitas yang lebih menonjol.
Selain gaya belajar, perbedaan gender juga memungkinkan dapat
mempengaruhi kemampuan penalaran matematis siswa. Menurut Cixous (Tong
2004:41), gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan yang dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Sedangkan menurut
Krutetski (Amir, 2013: 24), perbedaan laki-laki dan perempuan dalam belajar
matematika adalah laki-laki lebih unggul dalam penalaran, sedangkan perempuan
lebih unggul dalam ketepatan, ketelitian, kecermatan dan keseksamaan berpikir.
Dalam hal ini, kemampuan penalaran matematis siswa kemungkinan terdapat
perbedaan jika ditinjau dari siswa laki-laki dan perempuan.

Mengingat pentingnya kemampuan penalaran matematis siswa, maka prestasi


yang dihasilkan melalui kemampuan kognitif siswa haruslah baik. Namun pada
kenyataannya, kemampuan penalaran matematis siswa masih tergolong rendah,
berdasarkan laporan hasil study TIMSS (Trends International Mathematics and
Science Study) pada tahun 2007 yang dilakukan di 59 negara termasuk Indonesia,
menunjukkan bahwa kemampuan penalaran siswa di Indonesia mendapat skor 405
dari 500 skor rata-rata TIMSS. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ambarsari (Lestari dkk , 2016) yang menyebutkan bahwa dari 10
siswa yang dites, hanya 3 siswa yang mampu menyelesaikan soal penalaran yang
diberikan, itupun tidak terselesaikan dengan sempurna. Nugroho (Lestari dkk , 2016),
juga menyebutkan bahwa sekitar 57% siswa menunjukan tingkat berpikir yang
rendah.

Salah satu penyebab rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa


adalah di dalam proses belajar mengajar, sangat sedikit guru yang menggunakan
pertanyaan-pertanyaan untuk menumbuhkan penalaran siswa. Di dalam ujian
nasionalpun soal yang diberikan kepada siswa dalam bentuk pilihan ganda, sehingga
tanpa mencaripun siswa bisa menjawab soal dengan cara menebak. Hal ini
menyebabkan kurangnya kreativitas dan daya nalar siswa karena siswa tidak perlu

2
susah untuk memikirkan jawaban dari soal yang diberikan. Selain itu, masalah-
masalah matematika terbuka (open problems) sendiri jarang disentuh pada saat
penyajian soal-soal dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Akibatnya
bila ada soal atau permasalahan seperti itu dianggap ’salah soal’ atau soal yang tidak
lengkap. Padahal, soal seperti itu menuntut kreativitas siswa dalam menjawabnya dan
siswa dituntut untuk berpikir lebih daripada hanya mengingat prosedur baku dalam
menyelesaikan suatu masalah.

Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya-upaya pembenahan terhadap


pembelajaran matematika di sekolah dalam rangka melatih kemampuan penalaran
matematis siswa. Salah satu upaya tersebut adalah melalui pemberiaan soal-soal
Open-ended. Heddens dan Speer (Mustikasari, 2010) mengungkapkan bahwa dengan
pemberian soal terbuka, dapat memberi rangsangan kepada siswa untuk
meningkatkan cara berpikirnya, siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan
hasil eksplorasi daya nalar dan analisanya secara aktif dan kreatif dalam upaya
menyelesaikan suatu permasalahan.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal, siswa tidak cukup


dengan hanya diberikan soal-soal tertutup yang terdapat dalam buku pelajaran
matematika yang selama ini dipakai di sekolah, tapi diperlukan juga pemberian soal-
soal open-ended yang bisa mengembangkan kemampuan penalaran siswa melalui
permasalahan-permasalahan matematika yang diberikan oleh guru, yang selama ini
tidak terdapat dalam buku pelajaran siswa.

Berdasarkan permasalahan yang telah di paparkan diatas, penulis tertarik


menulis makalah yang berjudul ” Pengaruh Pemberian Soal Open-Ended Terhadap
Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar Dan Gender”.

3
1.2 Masalah atau Topik Bahasan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, topik bahasan pada
makalah ini yaitu:
1. Apakah terdapat pengaruh pemberian soal open-ended terhadap kemampuan
penalaran matematis siswa?
2. Apakah terdapat pengaruh pemberian soal open-ended terhadap kemampuan
penalaran matematis siswa ditinjau dari gaya belajar dan gender?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Berdasarkan topik bahasan diatas, tujuan penulis membuat makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian soal open-ended terhadap
kemampuan penalaran matematis siswa
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian soal open-ended terhadap
kemampuan penalaran matematis siswa ditinjau dari gaya belajar dan
gender.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kemampuan Penalaran Matematis

Menurut You Tung (2015 : 222-223), Penalaran (reasoning) adalah pemikiran


logis yang merupakan logika induksi dan deduksi untuk menghasilkan kesimpulan.
Penalaran merupkan proses berpikir yang berasal dari pengamatan indera
(pengamatan empirik) untuk menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Stacey (Maarif, 2015 : 255), mengungkapkan bahwa pemahaman matematika
dibangun atas dasar penalaran. Oleh karena itu, kemampuan penalaran matematis
harus menjadi bagian penting dalam pembelajaran matematika pada setiap jenis
jenjang pendidikan. Penalaran pada seyiap jenjang pendidikan dibangun untu
memperkuat konsep dasar dan melatih proses berpikirnya sehingga siswa terbiasa
untuk menggunakan logika dalam setiap pembelajaran matematika.
Menurut Brodie dalam (Maarif, 2015 : 255), penalaran matematis adalah
penalaran tentang objek matematika. Penalaran matematis merupakan kemampuan
dasar yang dibutuhkan untuk memahami konsep-konsep matematis, menggunakan
ide-ide dan prosedur matematika yang fleksibel, serta untuk merekronstruksi
pengetahuan matematika yang dipahami.
Menurut Sumarno (Maarif, 2015 : 256) penalaran matematis meliputi : (1)
menarik kesimpulan logis, (2) memberikan penjelasan dengan menggunakan model,
fakta, sifat-sifat, dan hubungan, (3) memperkirakan jawaban dan proses solusi, (4)
menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik, (5)
menyusun dan menguji konjektur, (6) merumuskan lawan contoh, (7) mengikuti
aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, (8) menyusun argumen yang valid, (9)
menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi
matematika..
Secara garis besar terdapat dua jenis penalaran, yaitu penalaran deduktif dan
penalaran induktif. Suriasumantri (2005) mengungkapkan penalaran deduktif adalah
suatu proses berfikir yang berupa penarikan kesimpulan yang khusus atas dasar

5
pengetahuan tentang hal yang umum berlaku untuk banyak/semua. Sedangkan
Jhonson (2009) mengungkapkan penalaran deduktif adalah proses mental membuat
kesimpulan yang logis dari hal yang umum ke hal yang khusus. (Maarif, 2015 : 257).
2.2 Masalah Open-Ended
Menurut Ngalimun (2017: 332), pembelajaran dengan problem (masalah)
terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan
berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency).
Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinalitas ide, kreativitas,
kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi.
Siswa dituntut untuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan
yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjutnya
siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan
demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang
akan membentuk pola pikir, keterpuasan, keterbukaan, dan ragam berpikir. Sajian
masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar,
diagram, table), kembangkan permasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir
siswa, kaitkan dengan materi selanjutnya, siapkan rencana bimbingan (sedikit demi
sedikit dilepas mandiri). Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian
pembelajaran, perhatikan dan catat respon siswa, bimbingan dan pengarahan,
membuat kesimpulan.
Menurut Lefudin (2017: 245), pembelajaran dengan open-ended biasanya
dimulai dengan memberikan problem terbuka kepada peserta didik, dan kegiatan
pembelajaran harus membawa peserta didik dalam menjawab permasalahan dengan
banyak cara dan mungkin juga banyak jawaban.
Menurut Takahashi (Safitri dan Rahaju, 2014: 17), soal terbuka (open-ended
problem) adalah soal yang mempunyai banyak solusi atau strategi penyelesaian. Pada
masalah atau soal open-ended, jawaban yang benar dapat lebih dari satu dan strategi
atau metode penyelesaiannya pun lebih dari satu karena bergantung pada hasil
pemikiran dan penalaran siswa.

6
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
masalah open-ended (masalah terbuka) merupakan suatu masalah atau persoalan yang
dalam penyelesaiannya mempunyai banyak penyelesaian atau dapat diselesaikan
dengan banyak strategi atau cara
Mahmudi (Safitri dan Rahaju, 2014: 17) menyatakan dasar keterbukaan soal
open ended diklasifikasikan dalam 3 tipe, yakni (1) prosesnya terbuka, maksudnya
masalah itu memiliki banyak cara penyelesaian yang benar, (2) hasil akhirnya yang
terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak jawaban yang benar, dan (3) cara
pengembangan lanjutannya terbuka, maksudnya ketika siswa telah menyelesaikan
masalahnya, mereka dapat mengembangkan masalah baru yaitu dengan cara merubah
kondisi masalah sebelumnya.

2.3 Gaya Belajar Siswa

Gaya belajar menurut Heinich dkk (Khuluqo, 2017:30) merupakan suatu


kebiasaan yang diperlihatkan oleh individu dalam memproses informasi dan
pengetahuan serta mempelajari suatu keterampilan. Sejalan dengan yang dijelaskan
Wulandari dkk (2014:2) Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh
seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir,
dan memecahkan soal.
Kemampuan seseorang untuk mengetahui sendiri gaya belajarnya dan gaya
belajar orang lain dalam lingkungannya akan meningkatkan efektifitasnya dalam
belajar. Disebutkan oleh Honey dan Mumford dalam Ghufron dan Risnawati
(2014:138) tentang pentingnya setiap individu mengetahui gaya belajar masing-
masing adalah:
1. Meningkatkan kesadaran kita tentang aktivitas belajar mana yang cocok atau
tidak cocok dengan gaya belajar kita.
2. Membantu menentukan pilihan yang tepat dari sekian banyak aktivitas.
Menghindarkan kita dari pengalaman belajar yang tidak tepat.
3. Individu dengan kemampuan belajar efektif yang kurang, dapat melakukan
improvisasi.

7
4. Membantu individu untuk merencanakan tujuan dari belajarnya, serta
menganalisis tingkat keberhasilan seseorang.
Gaya belajar merupakan sebuah cara pembelajaran unik yang dimiliki setiap
individu dalam proses pembelajaran yaitu menyeleksi, menerima, menyerap,
menyimpan, mengolah dan memproses informasi (Ridwan, 2017).
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
gaya belajar adalah suatu kebiasaan yang dilakukan siswa dalam menangkap stimulus
atau informasi guna membantu mereka dalam belajar dengan situasi yang telah
dikondisikan.
Menurut DePorter dan Hernacki (2015:113)terdapat tiga jenis gaya belajar
berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi
(perceptual modality):
1. Visual (Visual Leraners)
Gaya belajar Visual (Visual Leraners) menitikberatkan pada ketajaman
penglihatan. Artinya bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar
mereka paham. Gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu
buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya..
Adapun beberapa ciri-ciri individu yang bertipe visual learner seperti yang
dikemukakan oleh Deporter dan Hernacki (2015: 116) adalah : (1) Rapi dan teratur,
(2) Berbicara dengan cepat, (3) Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik, (4)
Teliti terhdap detail, (5) Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun
presentasi, (6) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam
pikiran mereka, (7) Mengingat apa yang dilihat, dari pada yang didengar, (8)
Mengingat dengan asosiasi visual, (9) Biasanya tidak terganggu oleh keributan, (10)
Mempunyai masalah untuk mengingat intruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering
kali minta bantuan orang untuk mengulanginya, (11) Pembaca cepat dan tekun, (12)
Lebih suka membaca dari pada dibacakan, (13) Membutuhkan pandangan dan tujuan
yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang
suatu masalah atau proyek (14) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat
ya atau tidak, (15) Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada berpidato.

8
2. Auditori (Auditory Learner)
Siswa yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan
menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang dikatakan guru. Hal ini
sejalan dengan yang dikatakan Khuluqo (2017:31) seseorang yang begaya auditori
mengandalakan kesukaan belajarnya melalui telinga. Peserta didik yang mempunyai
gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal
dan mendengarkan apa yang pendidik katakan.
Ciri-ciri gaya belajar auditori adalah (1) saat bekerja suka berbicara kepada
diri sendiri, (2) penampilan rapi, (3) mudah terganggu oleh keributan, (4) belajar
dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat,
(5) senang membaca dengan keras dan mendengarkannya, (6) menggerakkan bibir
mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca, (7) biasanya ia pembicara
yang fasih, (8) lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya, (9) lebih
suka gurauan lisan daripada membaca komik, (10) mempunyai masalah dengan
pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visual, (11) berbicara dalam irama yang
berpola, (12) dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan berwarna-
warna.
3. Kinestik (Tactual Learner)
Menurut Rusman (2017:106) Tactual Learner adalah siswa belajar dengan
cara melakukan, menyentuh, merasa, bergerak, dan mengalami. Anak yang
mempunyai gaya belajar kinerstik mengandalkan belajar melalui bergerak,
menyentuh, dan melakukan tindakan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam
berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktivitas dan eksplorasi sangatlah
kuat.
Ciri-ciri siswa dengan gaya belajar kinestik menurut De Porter dan Hernacki
(2015:118) adalah (1) Berbicara dengan perlahan, (2) Menanggapi perhatian fisik, (3)
Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka, (4) Berdiri dekat ketika
berbicara dengan orang, (5) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak, (6)
Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar, (7) Belajar melalui manipulasi
dan praktik, (8) Menghafal dengan cara bejalan dan melihat, (9) Menggunakan jari

9
sebagai penunjuk ketika membaca banyak menggunakan isyarat tubuh, (10) Tidak
dapat duduk diam waktu lama.
Penggolongan siswa ke dalam masing-masing jenis gaya belajar salah satunya
dilakukan dengan memberikan suatu tes. Tes gaya belajar merupakan tes yang
dikembangkan oleh Bobbi DePorter pada tahun 2010. Seseorang yang menjalani tes
ini dihadapkan pada sekumpulan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang terkait
dengan ciri-ciri gaya belajar visual, auditori, dan kinestik yang harus dijawab (diberi
tanda checklist), Kemudian dari setiap jawaban dijumlahkan untuk menentukan nilai.
2.4 Gender
Kata gender berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin. Menurut
Cixous dalam Tong (2004:41), gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak
antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”.
Sedangkan menurut Kristeva dalam Tong (2004:42) dijelaskan bahwa gender adalah
“suatu konsep cultural yang merujuk pada karakteristik yang membedakan antara
laki-laki dan perempuan baik secara biologis, perilaku, mentalitas, dan social
budaya”.
Menurut Muhtar (Froom, 2002:56) gender dapat diartikan sebagai “jenis
kelamin social aau konotasi masyarakat untuk menentukan peran social berdasarkan
jenis kelamin”. Sedangkan menurut Fakih dalam Analisis Gender dan Transformasi
Sosial (2008:8) mendefinisikan gender sebagai “suatu sifat yang melekat pada kaum
laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural”
Dari beberapa definisi tentang gender dapat ditarik kesimpulan bahwa gender
merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan baik secara kultural dan
emosional namun memiliki hak yang sama.
Pada proses pembelajaran di kelas melibatkan siswa laki-laki maupun
perempuan. Secara biologis laki-laki dan perempuan berbeda. Perbedaan biologis
laki-laki dan perempuan oleh adanya hormon yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan. Selain faktor biologis, faktor lain yang mempengaruhi kemampuan
pemecahan masalah matematika adalah faktor psikologis. Secara psikologis laki-laki
dan perempuan berbeda. Faktor psikologis terkait dengan intelegensi, perhatian,

10
minat, bakat, motivasi, kematangan, dan kesiapan dalam belajar. Perbedaan jenis
kelamin bukan hanya berakibat pada perbedaan kemampuan dalam matematika,
tetapi cara memperoleh pengetahuan matematika juga terkait.
3.5 Keterkaitan kemampuan penalaran matematis, masalah open-ended,
gaya belajar dan gender
Menurut Awaludin (Ruslan & Santoso,2013), pembelajaran dengan
pemberian soal-soal open ended dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa.
Serta menurut Nohda (Ruslan & Santoso,2013) juga menyatakan bahwa untuk
menumbuhkembangkan kemampuan siswa dalam penalaran dan berpikir strategis
sebaiknya pembelajaran diarahkan pada problem based dan proses penyelesaian yang
diberikan harus terbuka, jawaban akhir dari masalah itu terbuka, dan cara
menyelesaikannya pun terbuka.
Jadi berdasarkan perdapat ahli diatas dapat dikatakan bahwa untuk
meningkatkan kemampuan penalaran matematis dapat dilakukan dengan pemberian
soal-soal open-ended. Soal open-ended (masalah terbuka) dapat memberi rangsangan
kepada siswa untuk meningkatkan cara berpikirnya, siswa memiliki kebebasan untuk
mengekspresikan hasil eksplorasi daya nalar dan analisanya secara aktif dan kreatif
dalam upaya menyelesaikan suatu permasalahan.
Dalam belajar matematika, siswa satu dengan yang lainnya mempunyai
perbedaan dalam berbagai aspek. Diantaranya adalah gaya belajar masing-masing
siswa yang berbeda. Selain gaya belajar perbedaan gender juga mempengaruhi dalam
belajar matematika. Perbedaan gaya belajar dan gender ini berakibat pada perbedaan
kemampuan dalam matematika, salah satunya yaitu perbedaan kemampuan penalaran
matematisnya.

11
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh pemberian soal open-ended terhadap kemampuan penalaran


matematis siswa
Sebuah penelitian dilakukan Ruslan A.S & Santoso B di kelas VIII SMPN 7
Prabu-mulih tahun ajaran 2012/2013 tentang pengaruh pemberian soal open-ended
terhadap kemampuan penalaran matematis siswa. Adapun subjek penelitian tersebut
adalah 29 siswa kelas VIII.5 dan 28 siswa kelas VIII.3.
Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Kelompok
eksperimen akan memperoleh pembelajaran dengan menggunakan LKS berupa soal-
soal open-ended dan kelompok kontrol akan mendapatkan pembelajaran
menggunakan LKS dengan soal-soal rutin. Metode yang digunakan pada masing-
masing kelas sama, yaitu diskusi kelompok.
3.1.1 Pelaksanaan Pada Kelas Eksperimen Dengan Pemberian Soal Open-Ended
Pemberian LKS berupa soal-soal open-ended diberikan setiap pertemuan
dengan materi yang sedang dipelajari yaitu lingkaran. Dalam kegiatan awal, guru
mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari siswa yaitu tentang unsur-unsur
lingkaran. Selanjutnya, guru memberikan informasi kepada siswa tentang materi
yang akan dipelajari yaitu tentang keliling dan luas lingkaran serta tujuan
pembelajaran yaitu siswa dapat menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan
keliling dan luas lingkaran.
Masuk ke kegiatan inti, guru membentuk siswa ke dalam beberapa kelompok.
Siswa duduk secara berkelompok. Guru membagikan LKS yang sudah berisi soal-
soal open-ended kepada setiap kelompok, kemudian siswa mendiskusikan dan
mengerjakan bersama-sama dalam kelompoknya. Guru membimbing siswa dalam
berdiskusi.
Karena soal yang ada di dalam LKS adalah berupa soal-soal open-ended,
maka pada soal tersebut terdapat banyak cara dalam penyelesaiannya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Shimada ( Ruslan & Santoso, 2013) mendefinisikan soal open-

12
ended adalah permasalahan yang diformulasikan mempunyai banyak jawaban yang
benar. Sehingga jawaban setiap kelompok pun berbeda. Berikut adalah contoh soal
yang terdapat dalam LKS:

Gambar 3.1. Contoh soal dalam LKS


Pada gambar 3.1. Merupakan soal open-ended dengan banyak cara atau
penyelesaian. Kemudian soal yang diberikan tersebut juga disesuaikan dengan
indikator penalaran matematis. Indikator penalaran matematis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Indikator kemampuan penalaran matematis
No Indikator penalaran matematis
soal
a Mengidentifikasi permasalahan secara matematis
b Memberikan penjelasan dengan menggunakan model
c Membuat pola hubungan antar pernyataan
d Membuat pernyataan yang mendukung atau menyangkal
argument

Setelah siswa selesai mengerjakan, kemudian setiap perwakilan kelompok


mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas dengan menuliskan
jawaban masing-masing kelompok di papan tulis. Berikut adalah contoh jawaban dari
beberapa kelompok:

Gambar 3.2 Contoh jawaban siswa pada kelompok satu dan empat kelas
eksperimen

13
Pada gambar 3.2 Terlihat bahwa, jawaban yang diberikan siswa pada masing-
masing kelompok beragam. Jawaban dari kedua kelompok ini sudah tepat. Siswa
sudah memenuhi indikator penalaran matematis dimana siswa sudah dapat
mengidentifikasi permasalahan secara matematis, hal ini dapat dilihat pada jawaban
siswa dimana siswa sudah dapat menjelaskan permasalahan yang ditemukan dalam
soal dengan menyebutkan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Kemudian,
siswa juga sudah dapat memberikan penjelasan dengan model dimana siswa sudah
dapat menggunakan komponen yang diketahui dalam soal dengan memasukkannya
ke dalam model matematika berupa rumus untuk mencari keliling dari komedi putar.
Siswa juga sudah dapat membuat pola hubungan antar pernyataan. Hal ini dapat
dilihat dimana siswa membuat hubungan dari jawaban sebelumnya yaitu keliling dari
komedi putar untuk mencari banyaknya tempat duduk yang mungkin dari komedi
putar dengan keliling tersebut. Selanjutnya, siswa sudah dapat membuat pernyataan
yang mendukung atau menyangkal argument dengan membuat kesimpulan dari hasil
yang didapat.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pada kelas eksperimen dengan
pemberian soal open-ended, siswa sudah dapat memenuhi indikator penalaran
matematis dalam menjawab. Akan tetapi, masih terdapat sedikit kesalahan siswa
dalam menjawab soal yaitu siswa tidak menuliskan satuan panjang pada jari-jari dan
keliling lingkaran. Hal ini mengakibatkan siswa belum dapat memberikan penjelasan
dengan menggunakan model secara keseluruhan. Meskipun, siswa sudah dapat
menggambarkan ke dalam rumus kelilingnya, namun jika siswa tidak menuliskan
satuan dari kelilingnya berarti jawaban yang diberikan belum benar karena satuan
dari kelilingnya juga merupakan jawaban akhir dari penyelesaiannya.
Mengingat belum tercapainya kemampuan penalaran matematis siswa ini,
maka perlu dilakukan perbaikan pembelajaran dengan pemberian soal open-ended di
pertemuan selanjutnya untuk melihat peningkatan kemampuan penalaran matematis
siswa. Diharapkan dalam pemberian soal open-ended ini hendaknya intensitas
perlakuan ditingkatkan sehingga dapat optimal melatih kemampuan penalaran
matematis siswa.

14
Selanjutnya, pada akhir kegiatan selalu diadakan refleksi untuk secara
bersama-sama saling berbagi informasi dan mengoreksi jawaban masing-masing.
Dengan refleksi inilah kemampuan penalaran setiap kelompok dapat terlihat melalui
jawaban yang dituliskan di papan tulis.

3.1.2 Pelaksanaan Pada Kelas Kontrol Dengan Pemberian Soal Rutin


Pada Kelas kontrol, Pembelajarannya sama seperti di kelas eksperimen. Setiap
pertemuan juga selalu dibagikan lembar kerja siswa (LKS) yang memuat soal rutin
dengan materi keliling dan luas lingkaran. Kegiatan awal, guru mengingatkan
kembali materi yang telah dipelajari siswa yaitu tentang unsur-unsur lingkaran.
Selanjutnya, guru memberikan informasi kepada siswa tentang materi yang akan
dipelajari yaitu tentang keliling dan luas lingkaran serta tujuan pembelajaran yaitu
siswa dapat menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan keliling dan luas
lingkaran. Kegiatan inti, guru membentuk siswa ke dalam beberapa kelompok. Siswa
duduk secara berkelompok. Guru membagikan LKS yang sudah berisi soal-soal rutin
kepada setiap kelompok. Dan setelah siswa selesai mengerjakan lalu siswa
mempresentasikan dengan menuliskan di papan tulis.
Berikut adalah contoh soal yang terdapat pada kelas kontrol:

Gambar 3.3. Contoh soal di LKS


Salah satu contoh hasil kerja kelompok siswa pada soal latihan LKS di kelas
kontrol adalah sebagai berikut:

Gambar 3.4. Contoh jawaban salah satu kelompok dari kelas control

15
Jawaban salah satu kelompok pada soal di Gambar 3.3. dapat dilihat pada
Gambar 3.4. Pada jawaban siswa ini secara prosedur dan alur penyelesaiannya sudah
baik, namun pada saat menentukan luas daerah mengalami sedikit kekeliruan dimana
siswa menjawab : “Luas daerah A = luas lingkaran besar - luas 9 lingkaran kecil”.
Jawaban yang diberikan siswa ini kurang tetap, seharusnya :
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 − 𝑙𝑢𝑎𝑠 9 𝑙𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙
Luas daerah A = 4

Dalam hal ini siswa tidak melihat kejelasan soal sehingga ia keliru dalam
membuat keputusan yang tepat. Siswa menduga bahwa luas daerah A adalah luas
keseluruhan dari lingkaran besar yang sudah dikurangkan dengan 9 lingkaran
kecilnya, padahal luas daerah A yang dimaksud disini adalah seperempat dari luas
lingkaran besar yang dikurangkan dengan luas 9 lingkaran kecil. Hal ini
mengakibatkan jawaban siswa belum sesuai dengan indikator penalaran yaitu
memberikan penjelasan dengan menggunakan model karena siswa belum tepat dalam
menggunakan pemodelan matematika dan siswa juga belum membuat pernyataan
yang mendukung atau menolak argument berupa kesimpulan akhir dari jawaban yang
diperoleh. Hal ini disebabkan siswa belum terbiasa dengan menggunakan model pada
saat menyelesaikan soal.
Dari hasil diskusi kelompok dalam menyelesaikan soal pada LKS yang
diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan penalaran matematis, dimana pada kelas eksperimen menunjukan bahwa
pemberian soal open-ended lebih baik, karena soal-soal open ended memberikan
peluang kepada siswa untuk memberikan banyak pemecahan masalah dengan banyak
cara atau strategi dalam menyelesaikannya, sehingga dengan beragamnya jawaban
yang diberikan siswa tersebut guru dapat mendeteksi kemampuan berpikir siswa.
Meskipun pada awalnya, seperti dalam gambar-gambar di atas belum menunjukkan
jawaban siswa yang sesuai dengan indikator penalaran matematis akan tetapi dengan
pemberian soal-soal open ended pada setiap pertemuan dapat meningkatkan
kemampuan penalaran matematis siswa. Hal ini juga dapat dilihat pada hasil
penelitian yang telah didapat yaitu perbedaan berdasarkan pemberian soal
ditunjukkan dalam tabel berikut:

16
Pada tabel 1. Terlihat bahwa F hitung adalah 5,334 dengan probabilitas 0,026
karena probabilitas = 0,026 < 0,05 maka Ho ditolak atau menerima Ha. Dengan
demikian terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa
antara kelas yang diberikan soal open-ended dan kelas yang diberikan soal rutin.
3.2 Pengaruh pemberian soal open-ended terhadap kemampuan penalaran
matematis siswa ditinjau dari gaya belajar dan gender.
Selanjutnya, penelitian dilakukan oleh Eti Nurhayati & Fitrianto Eko Surbekti
tentang deskripsi kemampuan penalaran matematis siswa ditinjau dari gaya belajar
dan gender. Adapun subjek penelitian tersebut adalah kelas VII semester 2 SMP
Muhammadiyah Sumbang. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan
angket, tes, wawancara dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil pengisian angket gaya belajar kelas VII A dan VII D, siswa
dikelompokkan menjadi enam kelompok yaitu: 1) Siswa laki-laki tipe gaya belajar
visual, 2) Siswa laki-laki tipe gaya belajar auditori, 3) Siswa laki-laki tipe gaya
belajar kinestetik, 4) Siswa perempuan tipe gaya belajar visual, 5) Siswa perempuan
tipe gaya belajar auditori, dan 6) Siswa perempuan tipe gaya belajar kinestetik.
Berikut tabel inisial siswa yang digunakan sebagai subjek penelitian, yaitu:

Tabel. 2 Inisial siswa yang dijadikan sebagai subjek penelitian

17
Hasil analisis kemampuan penalaran matematis siswa pada materi segiempat
didasarkan pada hasil tes kemampuan penalaran matematis dan hasil wawancara
mendalam. Tes kemampuan penalaran matematis berupa tes tertulis dengan indikator
kemampuan penalaran matematis. Adapun indikator yang digunakan oleh peneliti
adalah sebagai berikut: 1) kemampuan mengajukan dugaan; 2) kemampuan
melakukan manipulasi matematika; 3) kemampuan menarik kesimpulan, menyusun
bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi; 4) kemampuan
memeriksa kesahihan suatu argumen; dan 5) kemampuan menemukan pola dari suatu
gejala matematis. Analisis kemampuan penalaran matematis dilaksanakan pada setiap
langkah atau proses jawaban siswa di setiap butir soal. Berdasarkan data-data yang
diperoleh dari hasil penelitian akan dijabarkan pendeskripsian jawaban siswa dari
hasil tes kemampuan penalaran matematis dan hasil wawancara siswa.

Gambar 3.5. Soal mengukur indikator


Pada gambar 3.5. di atas merupakan contoh soal yang digunakan dalam
penelitian untuk melihat kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan gaya
belajar dan gender. Soal tersebut merupakan contoh soal open-ended, karena
mempunyai banyak solusi atau penyelesaian tetapi mempunyai satu jawaban. Hal ini
sesuai dengan pendapat Shimada ( Ruslan & Santoso, 2013) masalah matematika
terbuka (open-ended problem) dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu : (1)
problem dengan satu jawaban banyak cara penyelesaian, yaitu soal yang diberikan
siswa mempunyai banyak solusi/cara penyelesaian, tetapi mempunyai satu jawaban,
(2) problem banyak cara penyelesaian dan juga banyak jawaban, yaitu soal yang
diberikan kepada siswa yang selain mempunyai banyak solusi atau cara penyelesaian,

18
tetapi juga mempunyai banyak jawaban. Sehingga, jawaban yang diberikan siswa
nantinya akan mempunyai banyak solusi atau penyelesaiannya sesuai dengan
kemampuan penalaran matematisnya. Untuk pendeskripsian jawaban siswa
berdasarkan gaya belajar dan gender nya adalah sebagai berikut:
3.2.1 Siswa laki-laki dengan gaya belajar visual 1 (VL-1)

Gambar 3.6. Jawaban Siswa VL-1


Berdasarkan hasil jawaban dari VL-1 diatas, terlihat bahwa jawaban yang
diberikan tidak tepat. Seperti terlihat pada gambar 3.6. Pada VL-1, cara atau
penyelesaian siswa kurang tetap dimana siswa menyelesaikan soal dengan
mengalikan jumlah persegi dengan keliling persegi. Padahal seharusnya siswa
mencari berapa keliling dari persegi 5 × 5 dengan melihat hasil keliling dari persegi 3
× 3 dan 4 × 4 pada gambar diatasnya.
Untuk analisis kemampuan penalaran matematis siswa laki-laki dengan gaya
belajar visual dapat dilihat sebagai berikut:
a. Mengajukan dugaan
Berdasarkan hasil jawaban dari VL-1 diatas, terlihat bahwa siswa belum
mampu dalam mengajukan dugaan dengan jawaban yang tepat karena siswa tidak
paham mengenai soal yang diberikan. Saat siswa menyelesaikan soal tersebut, siswa
terkesan mengarang dalam menjawab. Hal ini terlihat dari jawaban siswa dimana
siswa mencari keliling dari persegi 3 × 3 dan 4 × 4. Padahal sudah jelas diketahui
kelilingnya adalah 24 dan 32 tetapi siswa malah mencari lagi kelilingnya, dan cara
penyelesaiannya pun tidak jelas.
b. Melakukan manipulasi matematika
Siswa belum mampu melakukan manipulasi matematika. Hal ini dapat dilihat
dari jawaban siswa, dimana siswa belum mampu melakukan manipulasi dalam

19
menentukan panjang sisi dari persegi tersebut untuk mencari kelilingnya. Siswa disini
juga cenderung mengarang dalam menuliskan jawabannya.
c. Menarik kesimpulan dari pernyataan , menyusun bukti, memberikan alasan
terhadap kebenaran solusi
Siswa belum mampu dalam menarik kesimpulan dari pernyataan, tidak
mampu menyusun bukti dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dengan
tepat. Hal ini dapat terlihat dari jawaban siswa yang menunjukkan bahwa siswa tidak
memahami soal dengan baik, jawaban siswa sangat singkat dan tidak tepat, siswa
juga tidak dapat menjelaskan langkah-langkah penyelesaian yang tepat.
d. Memeriksa kesahihan suatu argument
Siswa belum mampu memeriksa kesahihan suatu argument dengan tepat,
karena siswa tidak paham dengan soal yang diberikan. Hal ini terlihat dari hasil
jawaban siswa dimana siswa tidak memahami cara menghitung keliling dari persegi
yang diberikan. Sehingga siswa kesulitan dalam mencari keliling persegi tersebut dan
menyebabkan jawaban siswa menjadi tidak benar dan terlihat asal dalam
menjawabnya.
e. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis
Siswa belum mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis karena
siswa tidak mampu menganalisis soal dengan baik yang menyebabkan jawaban siswa
menjadi tidak tepat. Sehingga siswa kesulitan dalam menemukan pola
3.2.2 Siswa perempuan dengan gaya belajar visual 1 (VP-1)

Gambar3. 7. Jawaban Subyek VP-1


Kemudian, untuk jawaban dari VP-1, siswa menyelesaikan soal dengan
menggambarkan persegi 5 × 5 terlebih dahulu, akan tetapi siswa keliru dalam
menjawab soal, dimana soal yang ditanyakan adalah mencari keliling persegi 5 × 5
bukan mencari luas persegi, tetapi disini siswa malah mencari luas persegi ke-n.

20
Berdasarkan wawancara, siswa menjelaskan bahwa siswa keliru dalam memahami
soal, terutama mengenai apa yang ditanyakan pada soal tersebut.
Untuk analisis kemampuan penalaran matematis siswa perempuan dengan
gaya belajar visual dapat dilihat sebagai berikut:
a. Mengajukan dugaan
Berdasarkan hasil jawaban VP-1 diatas, terlihat bahwa siswa belum mampu
dalam mengajukan dugaan dengan jawaban yang tepat karena siswa keliru dalam
memahami soal, dimana soal yang ditanyakan adalah mencari keliling persegi 5 × 5
bukan mencari luas persegi
b. Melakukan manipulasi matematika
Siswa belum mampu melakukan manipulasi matematika. Hal ini dapat dilihat
dari jawaban siswa, dimana siswa belum mampu melakukan manipulasi dalam
menentukan panjang sisi dari persegi tersebut sehingga dalam menentukan luasnya
jawaban siswa kurang tepat. Namun, disini siswa tidak memahami soal dengan baik,
dimana yang ditanyakan dalam soal bukan mencari luas persegi tetapi mencari
keliling persegi.
c. Menarik kesimpulan dari pernyataan , menyusun bukti, memberikan alasan
terhadap kebenaran solusi
Siswa belum mampu dalam menarik kesimpulan dari pernyataan, tidak
mampu menyusun bukti dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dengan
tepat. Dari jawaban siswa sudah terlihat bahwa siswa tidak memahami soal dengan
baik, siswa tidak dapat memberikan jawaban yang tepat dan tidak dapat menjelaskan
langkah-langkah penyelesaian yang tepat.
d. Memeriksa kesahihan suatu argument
Siswa belum mampu memeriksa kesahihan suatu argument dengan tepat,
karena siswa tidak teliti dalam membaca soal yang diberikan maka langkah
penyelesaiannya pun menjadi salah dan jawaban siswa pun menjadi tidak tepat.
e. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis

21
Siswa belum mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis karena
siswa tidak mampu menganalisis soal dengan baik yang menyebabkan jawaban siswa
menjadi tidak tepat. Sehingga siswa tidak menemukan pola
3.2.3 Siswa laki-laki dengan gaya belajar auditori 1 (AL-1)

Gambar 3.8. Jawaban Subyek AL-1

Berdasarkan hasil jawaban dari AL-1 diatas, terlihat bahwa jawaban yang
diberikan tidak tepat. Seperti terlihat pada gambar 3.8. Pada AL-1, siswa
menyelesaikannya dengan menggambarkan terlebih dahulu persegi 5 × 5 kemudian
siswa memperkirakan panjang sisi dari persegi yang kecil untuk mendapatkan
kelilingnya. Akan tetapi, disini siswa kurang tepat dalam mencari panjang sisi dari
persegi kecil tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah dapat memahami soal
dengan baik, tetapi belum sepenuhnya menguasai indikator kemampuan penalaran
matematis. Kemudian berdasarkan wawancara, siswa menjelaskan bahwa siswa
mencoba menggambar persegi berukuran 5 × 5, akan tetapi siswa salah dalam
menduga panjang sisi persegi kecil dengan tepat. siswa menganggap bahwa ukuran
panjang sisi persegi kecil adalah 5 cm dan kelilingnya adalah 50 cm, sedangkan
menurut peneliti panjang sisi persegi kecil adalah 2 cm dan keliling persegi berukuran
5 × 5 yang benar adalah 40 cm.

Untuk analisis kemampuan penalaran matematis siswa laki-laki dengan gaya


belajar auditori dapat dilihat sebagai berikut:
a. Mengajukan dugaan
Berdasarkan hasil jawaban AL-1 diatas, terlihat bahwa siswa sudah mampu
mengajukan dugaan. Hal ini terlihat dimana ketika siswa akan menentukan keliling
persegi 5 × 5, siswa membuat gambar persegi 5 × 5 terlebih dahulu kemudian siswa
menduga ukuran panjang sisi persegi kecil yang nantinya digunakan untuk mencari

22
kelilingnya. Akan tetapi, siswa salah dalam mengajukan dugaan. Siswa menduga
panjang sisi persegi kecil tersebut adalah 5 cm padahal seharusnya panjang sisi nya
adalah 2 cm.

b. Melakukan manipulasi matematika


Siswa belum mampu melakukan manipulasi matematika. Hal ini dapat dilihat
dari jawaban siswa, dimana jawaban siswa begitu singkat dan siswa belum mampu
menjelaskan langkah-langkah melakukan manipulasi dalam menentukan panjang sisi
dari persegi 5 × 5.
c. Menarik kesimpulan dari pernyataan , menyusun bukti, memberikan alasan
terhadap kebenaran solusi
Siswa belum mampu dalam menarik kesimpulan dari pernyataan, tidak
mampu menyusun bukti dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dengan
tepat. Hal ini dikarenakan siswa tidak mampu memberikan jawaban yang tepat.
d. Memeriksa kesahihan suatu argument
Siswa belum mampu memeriksa kesahihan suatu argumen dengan tepat. Hasil
jawaban siswa tergolong singkat, siswa kurang memahami cara menghitung keliling
persegi
e. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis
Siswa belum mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis karena
siswa belum mampu menganalisis soal dengan tepat yang menyebabkan jawaban
siswa menjadi tidak tepat. Sehingga siswa tidak menemukan pola.
3.2.4 Siswa perempuan dengan gaya belajar auditori 1 (AP-1)

Gambar 3.9. Jawaban Subyek AP-1

Kemudian, untuk jawaban dari AP-1 sama dengan AL-1 dimana siswa juga
menggambarkan terlebih dahulu persegi 5 × 5, lalu siswa menduga ukuran panjang

23
sisi persegi kecilnya untuk mencari keliling nya. Akan tetapi, disini siswa kurang
tepat dalam mencari panjang sisi dari persegi kecil tersebut. Siswa menganggap
bahwa panjang sisi persegi kecilnya adalah 5 cm padahal panjangnya yang benar
adalah 2 cm. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah dapat memahami soal
dengan baik, tetapi belum sepenuhnya menguasai indikator kemampuan penalaran
matematis.

Untuk analisis kemampuan penalaran matematis siswa perempuan dengan


gaya belajar auditori dapat dilihat sebagai berikut:
a. Mengajukan dugaan
Berdasarkan hasil jawaban AP-1 diatas, terlihat bahwa siswa sudah mampu
mengajukan dugaan. Hal ini terlihat dimana ketika siswa akan menentukan keliling
persegi 5 × 5, siswa membuat gambar persegi 5 × 5 terlebih dahulu kemudian siswa
menduga ukuran panjang sisi persegi kecil yang nantinya digunakan untuk mencari
kelilingnya. Akan tetapi, siswa salah dalam mengajukan dugaan. Siswa menduga
panjang sisi persegi kecil tersebut adalah 5 cm padahal seharusnya panjang sisi nya
adalah 2 cm.

b. Melakukan manipulasi matematika


Siswa belum mampu melakukan manipulasi matematika. Hal ini dapat dilihat
dari jawaban siswa, dimana siswa belum mampu menjelaskan langkah-langkah
melakukan manipulasi dalam menentukan panjang sisi dari persegi 5 × 5.
c. Menarik kesimpulan dari pernyataan , menyusun bukti, memberikan alasan
terhadap kebenaran solusi
Siswa belum mampu dalam menarik kesimpulan dari pernyataan, tidak
mampu menyusun bukti dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dengan
tepat. Hal ini dikarenakan siswa tidak mampu memberikan jawaban yang tepat.
d. Memeriksa kesahihan suatu argument
Siswa belum mampu memeriksa kesahihan suatu argumen dengan tepat. Hasil
jawaban siswa tergolong singkat, siswa kurang memahami cara menghitung keliling
persegi

24
e. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis
Siswa belum mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis karena
siswa belum mampu menganalisis soal dengan tepat yang menyebabkan jawaban
siswa menjadi tidak tepat. Sehingga siswa tidak menemukan pola.
3.2.5 Siswa laki-laki dengan gaya belajar kinestetik 1 (KL-1)

Gambar 3.10. Jawaban Subyek KL-1

Berdasarkan jawaban KL-1, terlihat bahwa jawaban yang diberikan tidak


tepat. Pada jawaban KL-1, siswa tidak teliti dalam membaca soal dimana soal yang
ditanyakan adalah mencari keliling dari persegi 5 × 5, tetapi disini siswa menjawab
luas dari persegi 5× 5. Pada saat diwawancara siswa juga mengatakan bahwa siswa
tidak teliti dalam membaca soal.

Untuk analisis kemampuan penalaran matematis siswa laki-laki dengan gaya


belajar kinestetik dapat dilihat sebagai berikut:
a. Mengajukan dugaan
Berdasarkan hasil jawaban KL-1 diatas, terlihat bahwa siswa belum mampu
dalam mengajukan dugaan dengan jawaban yang tepat karena siswa keliru dalam
memahami soal, dimana soal yang ditanyakan adalah mencari keliling persegi 5 × 5
bukan mencari luas persegi
b. Melakukan manipulasi matematika
Siswa belum mampu melakukan manipulasi matematika. Hal ini dapat dilihat
dari jawaban siswa, dimana siswa belum mampu melakukan manipulasi dalam
menentukan panjang sisi dari persegi tersebut sehingga dalam menentukan luasnya
jawaban siswa kurang tepat. Namun, disini siswa tidak memahami soal dengan baik,
dimana yang ditanyakan dalam soal bukan mencari luas persegi tetapi mencari
keliling persegi.

25
c. Menarik kesimpulan dari pernyataan , menyusun bukti, memberikan alasan
terhadap kebenaran solusi
Siswa belum mampu dalam menarik kesimpulan dari pernyataan, tidak
mampu menyusun bukti dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dengan
tepat. Dari jawaban siswa sudah terlihat bahwa siswa tidak memahami soal dengan
baik, siswa tidak dapat memberikan jawaban yang tepat dan tidak dapat menjelaskan
langkah-langkah penyelesaian yang tepat.
d. Memeriksa kesahihan suatu argument
Siswa belum mampu memeriksa kesahihan suatu argument dengan tepat,
karena siswa tidak teliti dalam membaca soal yang diberikan maka langkah
penyelesaiannya pun menjadi salah dan jawaban siswa pun menjadi tidak tepat.
e. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis
Siswa belum mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis karena
siswa tidak mampu menganalisis soal dengan baik yang menyebabkan jawaban siswa
menjadi tidak tepat. Sehingga siswa tidak menemukan pola
3.2.6 Siswa perempuan dengan gaya belajar kinestetik 1 (KP-1)

Gambar 3.11. Jawaban Subyek KP-1


Kemudian, untuk jawaban KP-1 diatas terlihat bahwa jawaban sudah tepat.
Jawaban KP-1, siswa mencoba melakukan perhitungan pada persegi berukuran(3×3)
dengan menuliskan cara “(3+3) + (3+3) + (3+3) + (3+3)”, begitu juga pada persegi
berukuran (4×4), sehingga siswa melakukan cara yang sama pada persegi berukuran
(5×5) dan benar bahwa kelilingnya adalah 40 cm. Berdasarkan hasil wawancara,
siswa mengatakan bahwa siswa mencoba melakukan perhitungan pada persegi 3 × 3
dan 4 × 4 dan hasilnya benar. Lalu cara tersebut digunakan untuk melakukan
penyelesaian menghitung keliling persegi 5 ×5.

26
Untuk analisis kemampuan penalaran matematis siswa perempuan dengan
gaya belajar kinestetik dapat dilihat sebagai berikut:
a. Mengajukan dugaan
Berdasarkan hasil jawaban KP-1 diatas, terlihat bahwa siswa sudah mampu
mengajukan dugaan dengan jawaban yang tepat. Siswa dapat memperkirakan
jawabannya dalam menentukan keliling persegi ukuran berikutnya.
b. Melakukan manipulasi matematika
Siswa sudah mampu melakukan manipulasi matematika, hal ini dapat dilihat
dari jawaban siswa dimana siswa sudah dapat menentukan cara mencari keliling
persegi 3 × 3 dan 4 × 4 dengan benar yang digunakan juga untuk mencari keliling
persegi 5 × 5 dan hasilnya pun benar.
c. Menarik kesimpulan dari pernyataan , menyusun bukti, memberikan alasan
terhadap kebenaran solusi
Siswa sudah mampu dalam menarik kesimpulan dari pernyataan, mampu
menyusun bukti dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dengan tepat. Dari
jawaban siswa sudah terlihat bahwa siswa menarik kesimpulan dari cara yang ia
gunakan untuk mencari keliling persegi 3 × 3 dan 4 × 4 untuk digunakan dalam
mencari keliling persegi 5 × 5. Siswa juga sudah menyusun bukti atau alasan yang ia
dapatkan dari kebenaran jawaban keliling dari persegi 3 × 3 dan 4 × 4
d. Memeriksa kesahihan suatu argument
Siswa sudah mampu memeriksa kesahihan suatu argument karena jawaban
yang diberikan oleh siswa sudah tepat dan benar.
e. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis
Siswa sudah mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis. Hal ini
terlihat dari jawaban siswa dimana siswa menemukan cara mencari keliling dari
persegi 3 × 3 dan 4 × 4 yang hasilnya benar sehingga untuk mencari keliling persegi 5
× 5 siswa tinggal mengikuti pola dari mencari keliling persegi 3 × 3 dan 4 × 4.

27
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Pemberian soal open-ended ditujukan untuk mendorong siswa
mengembangkan krativitas dan daya nalar siswa. Dengan pemberian soal
open-ended dapat memberi rangsangan kepada siswa untuk meningkatkan
cara berpikirnya, siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan
eksplorasi daya nalar dan analisanya secara aktif dan kreatif dalam
menyelesaikan suatu permasalahan.
4.1.2 Siswa laki-laki dengan gaya belajar visual belum menguasai semua
indikator kemampuan penalaran matematis. Terlihat dari hasil jawaban
siswa yang tidak tepat dalam menjawab soal sesuai dengan yang
diharapkan. Siswa perempuan dengan gaya belajar visual belum memenuhi
semua indikator kemampuan penalaran matematis. Terlihat siswa tidak
memahami soal dengan baik, sehingga jawaban tidak sesuai dengan
pertanyaan. Siswa laki-laki dengan gaya belajar auditori menguasai satu
indikator dari kemampuan penalaran matematis yaitu mengajukan dugaan.
Hal ini dapat dibuktikan bahwa siswa sudah dapat mengajukan dugaan
penyelesaian dengan menduga kemungkinan yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Akan tetapi terdapat
kesalahan siswa saat mengajukan dugaan sehingga jawaban siswa belum
tepat. Siswa perempuan dengan gaya belajar auditori menguasai satu
indikator dari kemampuan penalaran matematis yaitu mengajukan dugaan.
Tetapi juga masih terdapat kesalahan siswa saat mengajukan dugaan
sehingga jawaban siswa belum tepat. Siswa laki-laki dengan gaya belajar
kinestetik belum menguasai semua indikator kemampuan penalaran
matematis. Terlihat dari hasil jawaban siswa yang tidak tepat dalam
menjawab soal sesuai dengan yang diharapkan. Siswa kurang cermat dan
teliti ketika membaca soal yang diberikan. Siswa perempuan dengan gaya

28
belajar kinestetik sudah menguasai semua indikator dari kemampuan
penalaran matematis. Hal ini terlihat dari jawaban siswa yang sudah tepat
dan siswa sudah dapat memberikan penjelasan dari jawaban yang di dapat
dengan jelas dan tepat.
4.2 Saran
Berdasarkan pembahasan mengenai pengaruh pemberian soal open-ended
terhadap kemampuan penalaran matematis siswa ditinjau dari gaya belajar dan
gender, saran yang dapat diberikan penulis yaitu sebaiknya guru dapat menggunakan
soal open-ended untuk meningkatkan kreativitas dan daya nalar siswa. Kemudian di
setiap sekolah seharusnya diadakan tes gaya belajar, agar guru tahu gaya belajar
masing-masing siswa sehingga dalam KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) guru dapat
menyesuaikan gaya mengajar dengan berbagai metode yang sekiranya cocok dengan
gaya belajar siswa, dan setiap siswa diberikan pengertian mengenai gaya belajar
sehingga mereka dapat menyesuaikan gaya belajar yang dimilikinya.

29
DAFTAR PUSTAKA
Deporter & Henarcki. 2015. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
Eti Nurhayati & Febrianto Eko S. 2017. Deskripsi Kemampuan Penalaran Matematis
Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar dan Gender.
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/alphamath/article/view/1935.
Volume 3 Nomor 1 Mei 2017 hal 78. Diakses tanggal 5 september 2018.
Khuluqo, E, I. 2017. Belajar dan Pembelajaran Konsep Dasar Metode dan Aplikasi
Nilai-Nilai Spiritualitas dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Lestari, Eka, Karunia. 2015. Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung: PT Refika
Aditama.
Lestari, Neny dkk. 2016. Pengaruh Pendekatan Open-Ended Terhadap Penalaran
Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Palembang.
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jpm/article/view/3284. Volume 10 No
1 Januari 2016. Diakses pada tanggal 28 September 2018.
Maarif, Syamsul.2015. Pembelajaran Geometri Berbantu Cabri 2 Plus (Panduan
Praktis Mengembangkan Kemampuan Matematis). Bogor : In Media.
Melianingsih, Nuning & Sugiman. 2015. Keefektifan Pendekatan Open-Ended dan
Problem Solving Pada Pembelajaran Bangun Ruang Sisi Datar di SMP.
http://journal.uny.ac.id/index.php/jrpm/article/view/7335. Volume 2 Nomor
2, November 2015, (211 - 223). Diakses pada tanggal 24 Agustus 2018.
Ngalimun. 2017. Strategi Pembelajaran, Dilengkapi dengan 65 Model Pembelajaran.
Bantul Yogyakarta: Penerbit Parama Ilmu.
Ridwan, M. 2017. Profil Kemampuan penalaran matematis siswa ditinjau dari gaya
belajar.
http://kalamatika.matematika-uhamka.com/index.php/kmk/article/view/88.
Volume 2, No 2, November 2017 hal 193-206. Diakses tanggal 3 september
2018.
Ruslan, A.S & Santoso,B.2013. Pengaruh pemberian soal open-ended terhadap
kemampuan penalaran matematis siswa.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kreano/article/view/3138. Volume 4
Nomor 2 Bulan Desember Tahun 2013. Diakses pada tanggal 28 agustus
2018.
Safitri, Nur, Aulia & Rahaju, Budi, Endah. 2014. Identifikasi Tingkat Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Soal Open-Ended Pada
Materi Segi Empat.
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/article/16442/30/article.pdf. Volume 3
Nomor 3. Diakses pada tanggal 24 Agustus 2018.

30

Anda mungkin juga menyukai