Oleh:
HESTI SUKESIH
A1C215029
Dosen Pengampu :
Sri Winarni, S.Pd., M.Pd
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.2 Contoh jawaban siswa pada kelompok satu dan empat kelas
eksperimen ............................................................................................................... 14
Gambar 3.4 Contoh jawaban salah satu kelompok dari kelas control .............. 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
siswa pasti memiliki ketiga modalitas ini, namun seseorang biasanya memiliki hanya
satu jenis modalitas yang lebih menonjol.
Selain gaya belajar, perbedaan gender juga memungkinkan dapat
mempengaruhi kemampuan penalaran matematis siswa. Menurut Cixous (Tong
2004:41), gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan yang dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Sedangkan menurut
Krutetski (Amir, 2013: 24), perbedaan laki-laki dan perempuan dalam belajar
matematika adalah laki-laki lebih unggul dalam penalaran, sedangkan perempuan
lebih unggul dalam ketepatan, ketelitian, kecermatan dan keseksamaan berpikir.
Dalam hal ini, kemampuan penalaran matematis siswa kemungkinan terdapat
perbedaan jika ditinjau dari siswa laki-laki dan perempuan.
2
susah untuk memikirkan jawaban dari soal yang diberikan. Selain itu, masalah-
masalah matematika terbuka (open problems) sendiri jarang disentuh pada saat
penyajian soal-soal dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Akibatnya
bila ada soal atau permasalahan seperti itu dianggap ’salah soal’ atau soal yang tidak
lengkap. Padahal, soal seperti itu menuntut kreativitas siswa dalam menjawabnya dan
siswa dituntut untuk berpikir lebih daripada hanya mengingat prosedur baku dalam
menyelesaikan suatu masalah.
3
1.2 Masalah atau Topik Bahasan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, topik bahasan pada
makalah ini yaitu:
1. Apakah terdapat pengaruh pemberian soal open-ended terhadap kemampuan
penalaran matematis siswa?
2. Apakah terdapat pengaruh pemberian soal open-ended terhadap kemampuan
penalaran matematis siswa ditinjau dari gaya belajar dan gender?
4
BAB II
LANDASAN TEORI
5
pengetahuan tentang hal yang umum berlaku untuk banyak/semua. Sedangkan
Jhonson (2009) mengungkapkan penalaran deduktif adalah proses mental membuat
kesimpulan yang logis dari hal yang umum ke hal yang khusus. (Maarif, 2015 : 257).
2.2 Masalah Open-Ended
Menurut Ngalimun (2017: 332), pembelajaran dengan problem (masalah)
terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan
berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency).
Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinalitas ide, kreativitas,
kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi.
Siswa dituntut untuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan
yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjutnya
siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan
demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang
akan membentuk pola pikir, keterpuasan, keterbukaan, dan ragam berpikir. Sajian
masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar,
diagram, table), kembangkan permasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir
siswa, kaitkan dengan materi selanjutnya, siapkan rencana bimbingan (sedikit demi
sedikit dilepas mandiri). Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian
pembelajaran, perhatikan dan catat respon siswa, bimbingan dan pengarahan,
membuat kesimpulan.
Menurut Lefudin (2017: 245), pembelajaran dengan open-ended biasanya
dimulai dengan memberikan problem terbuka kepada peserta didik, dan kegiatan
pembelajaran harus membawa peserta didik dalam menjawab permasalahan dengan
banyak cara dan mungkin juga banyak jawaban.
Menurut Takahashi (Safitri dan Rahaju, 2014: 17), soal terbuka (open-ended
problem) adalah soal yang mempunyai banyak solusi atau strategi penyelesaian. Pada
masalah atau soal open-ended, jawaban yang benar dapat lebih dari satu dan strategi
atau metode penyelesaiannya pun lebih dari satu karena bergantung pada hasil
pemikiran dan penalaran siswa.
6
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
masalah open-ended (masalah terbuka) merupakan suatu masalah atau persoalan yang
dalam penyelesaiannya mempunyai banyak penyelesaian atau dapat diselesaikan
dengan banyak strategi atau cara
Mahmudi (Safitri dan Rahaju, 2014: 17) menyatakan dasar keterbukaan soal
open ended diklasifikasikan dalam 3 tipe, yakni (1) prosesnya terbuka, maksudnya
masalah itu memiliki banyak cara penyelesaian yang benar, (2) hasil akhirnya yang
terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak jawaban yang benar, dan (3) cara
pengembangan lanjutannya terbuka, maksudnya ketika siswa telah menyelesaikan
masalahnya, mereka dapat mengembangkan masalah baru yaitu dengan cara merubah
kondisi masalah sebelumnya.
7
4. Membantu individu untuk merencanakan tujuan dari belajarnya, serta
menganalisis tingkat keberhasilan seseorang.
Gaya belajar merupakan sebuah cara pembelajaran unik yang dimiliki setiap
individu dalam proses pembelajaran yaitu menyeleksi, menerima, menyerap,
menyimpan, mengolah dan memproses informasi (Ridwan, 2017).
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
gaya belajar adalah suatu kebiasaan yang dilakukan siswa dalam menangkap stimulus
atau informasi guna membantu mereka dalam belajar dengan situasi yang telah
dikondisikan.
Menurut DePorter dan Hernacki (2015:113)terdapat tiga jenis gaya belajar
berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi
(perceptual modality):
1. Visual (Visual Leraners)
Gaya belajar Visual (Visual Leraners) menitikberatkan pada ketajaman
penglihatan. Artinya bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar
mereka paham. Gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu
buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya..
Adapun beberapa ciri-ciri individu yang bertipe visual learner seperti yang
dikemukakan oleh Deporter dan Hernacki (2015: 116) adalah : (1) Rapi dan teratur,
(2) Berbicara dengan cepat, (3) Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik, (4)
Teliti terhdap detail, (5) Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun
presentasi, (6) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam
pikiran mereka, (7) Mengingat apa yang dilihat, dari pada yang didengar, (8)
Mengingat dengan asosiasi visual, (9) Biasanya tidak terganggu oleh keributan, (10)
Mempunyai masalah untuk mengingat intruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering
kali minta bantuan orang untuk mengulanginya, (11) Pembaca cepat dan tekun, (12)
Lebih suka membaca dari pada dibacakan, (13) Membutuhkan pandangan dan tujuan
yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang
suatu masalah atau proyek (14) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat
ya atau tidak, (15) Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada berpidato.
8
2. Auditori (Auditory Learner)
Siswa yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan
menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang dikatakan guru. Hal ini
sejalan dengan yang dikatakan Khuluqo (2017:31) seseorang yang begaya auditori
mengandalakan kesukaan belajarnya melalui telinga. Peserta didik yang mempunyai
gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal
dan mendengarkan apa yang pendidik katakan.
Ciri-ciri gaya belajar auditori adalah (1) saat bekerja suka berbicara kepada
diri sendiri, (2) penampilan rapi, (3) mudah terganggu oleh keributan, (4) belajar
dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat,
(5) senang membaca dengan keras dan mendengarkannya, (6) menggerakkan bibir
mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca, (7) biasanya ia pembicara
yang fasih, (8) lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya, (9) lebih
suka gurauan lisan daripada membaca komik, (10) mempunyai masalah dengan
pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visual, (11) berbicara dalam irama yang
berpola, (12) dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan berwarna-
warna.
3. Kinestik (Tactual Learner)
Menurut Rusman (2017:106) Tactual Learner adalah siswa belajar dengan
cara melakukan, menyentuh, merasa, bergerak, dan mengalami. Anak yang
mempunyai gaya belajar kinerstik mengandalkan belajar melalui bergerak,
menyentuh, dan melakukan tindakan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam
berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktivitas dan eksplorasi sangatlah
kuat.
Ciri-ciri siswa dengan gaya belajar kinestik menurut De Porter dan Hernacki
(2015:118) adalah (1) Berbicara dengan perlahan, (2) Menanggapi perhatian fisik, (3)
Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka, (4) Berdiri dekat ketika
berbicara dengan orang, (5) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak, (6)
Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar, (7) Belajar melalui manipulasi
dan praktik, (8) Menghafal dengan cara bejalan dan melihat, (9) Menggunakan jari
9
sebagai penunjuk ketika membaca banyak menggunakan isyarat tubuh, (10) Tidak
dapat duduk diam waktu lama.
Penggolongan siswa ke dalam masing-masing jenis gaya belajar salah satunya
dilakukan dengan memberikan suatu tes. Tes gaya belajar merupakan tes yang
dikembangkan oleh Bobbi DePorter pada tahun 2010. Seseorang yang menjalani tes
ini dihadapkan pada sekumpulan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang terkait
dengan ciri-ciri gaya belajar visual, auditori, dan kinestik yang harus dijawab (diberi
tanda checklist), Kemudian dari setiap jawaban dijumlahkan untuk menentukan nilai.
2.4 Gender
Kata gender berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin. Menurut
Cixous dalam Tong (2004:41), gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak
antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”.
Sedangkan menurut Kristeva dalam Tong (2004:42) dijelaskan bahwa gender adalah
“suatu konsep cultural yang merujuk pada karakteristik yang membedakan antara
laki-laki dan perempuan baik secara biologis, perilaku, mentalitas, dan social
budaya”.
Menurut Muhtar (Froom, 2002:56) gender dapat diartikan sebagai “jenis
kelamin social aau konotasi masyarakat untuk menentukan peran social berdasarkan
jenis kelamin”. Sedangkan menurut Fakih dalam Analisis Gender dan Transformasi
Sosial (2008:8) mendefinisikan gender sebagai “suatu sifat yang melekat pada kaum
laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural”
Dari beberapa definisi tentang gender dapat ditarik kesimpulan bahwa gender
merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan baik secara kultural dan
emosional namun memiliki hak yang sama.
Pada proses pembelajaran di kelas melibatkan siswa laki-laki maupun
perempuan. Secara biologis laki-laki dan perempuan berbeda. Perbedaan biologis
laki-laki dan perempuan oleh adanya hormon yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan. Selain faktor biologis, faktor lain yang mempengaruhi kemampuan
pemecahan masalah matematika adalah faktor psikologis. Secara psikologis laki-laki
dan perempuan berbeda. Faktor psikologis terkait dengan intelegensi, perhatian,
10
minat, bakat, motivasi, kematangan, dan kesiapan dalam belajar. Perbedaan jenis
kelamin bukan hanya berakibat pada perbedaan kemampuan dalam matematika,
tetapi cara memperoleh pengetahuan matematika juga terkait.
3.5 Keterkaitan kemampuan penalaran matematis, masalah open-ended,
gaya belajar dan gender
Menurut Awaludin (Ruslan & Santoso,2013), pembelajaran dengan
pemberian soal-soal open ended dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa.
Serta menurut Nohda (Ruslan & Santoso,2013) juga menyatakan bahwa untuk
menumbuhkembangkan kemampuan siswa dalam penalaran dan berpikir strategis
sebaiknya pembelajaran diarahkan pada problem based dan proses penyelesaian yang
diberikan harus terbuka, jawaban akhir dari masalah itu terbuka, dan cara
menyelesaikannya pun terbuka.
Jadi berdasarkan perdapat ahli diatas dapat dikatakan bahwa untuk
meningkatkan kemampuan penalaran matematis dapat dilakukan dengan pemberian
soal-soal open-ended. Soal open-ended (masalah terbuka) dapat memberi rangsangan
kepada siswa untuk meningkatkan cara berpikirnya, siswa memiliki kebebasan untuk
mengekspresikan hasil eksplorasi daya nalar dan analisanya secara aktif dan kreatif
dalam upaya menyelesaikan suatu permasalahan.
Dalam belajar matematika, siswa satu dengan yang lainnya mempunyai
perbedaan dalam berbagai aspek. Diantaranya adalah gaya belajar masing-masing
siswa yang berbeda. Selain gaya belajar perbedaan gender juga mempengaruhi dalam
belajar matematika. Perbedaan gaya belajar dan gender ini berakibat pada perbedaan
kemampuan dalam matematika, salah satunya yaitu perbedaan kemampuan penalaran
matematisnya.
11
BAB III
PEMBAHASAN
12
ended adalah permasalahan yang diformulasikan mempunyai banyak jawaban yang
benar. Sehingga jawaban setiap kelompok pun berbeda. Berikut adalah contoh soal
yang terdapat dalam LKS:
Gambar 3.2 Contoh jawaban siswa pada kelompok satu dan empat kelas
eksperimen
13
Pada gambar 3.2 Terlihat bahwa, jawaban yang diberikan siswa pada masing-
masing kelompok beragam. Jawaban dari kedua kelompok ini sudah tepat. Siswa
sudah memenuhi indikator penalaran matematis dimana siswa sudah dapat
mengidentifikasi permasalahan secara matematis, hal ini dapat dilihat pada jawaban
siswa dimana siswa sudah dapat menjelaskan permasalahan yang ditemukan dalam
soal dengan menyebutkan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Kemudian,
siswa juga sudah dapat memberikan penjelasan dengan model dimana siswa sudah
dapat menggunakan komponen yang diketahui dalam soal dengan memasukkannya
ke dalam model matematika berupa rumus untuk mencari keliling dari komedi putar.
Siswa juga sudah dapat membuat pola hubungan antar pernyataan. Hal ini dapat
dilihat dimana siswa membuat hubungan dari jawaban sebelumnya yaitu keliling dari
komedi putar untuk mencari banyaknya tempat duduk yang mungkin dari komedi
putar dengan keliling tersebut. Selanjutnya, siswa sudah dapat membuat pernyataan
yang mendukung atau menyangkal argument dengan membuat kesimpulan dari hasil
yang didapat.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pada kelas eksperimen dengan
pemberian soal open-ended, siswa sudah dapat memenuhi indikator penalaran
matematis dalam menjawab. Akan tetapi, masih terdapat sedikit kesalahan siswa
dalam menjawab soal yaitu siswa tidak menuliskan satuan panjang pada jari-jari dan
keliling lingkaran. Hal ini mengakibatkan siswa belum dapat memberikan penjelasan
dengan menggunakan model secara keseluruhan. Meskipun, siswa sudah dapat
menggambarkan ke dalam rumus kelilingnya, namun jika siswa tidak menuliskan
satuan dari kelilingnya berarti jawaban yang diberikan belum benar karena satuan
dari kelilingnya juga merupakan jawaban akhir dari penyelesaiannya.
Mengingat belum tercapainya kemampuan penalaran matematis siswa ini,
maka perlu dilakukan perbaikan pembelajaran dengan pemberian soal open-ended di
pertemuan selanjutnya untuk melihat peningkatan kemampuan penalaran matematis
siswa. Diharapkan dalam pemberian soal open-ended ini hendaknya intensitas
perlakuan ditingkatkan sehingga dapat optimal melatih kemampuan penalaran
matematis siswa.
14
Selanjutnya, pada akhir kegiatan selalu diadakan refleksi untuk secara
bersama-sama saling berbagi informasi dan mengoreksi jawaban masing-masing.
Dengan refleksi inilah kemampuan penalaran setiap kelompok dapat terlihat melalui
jawaban yang dituliskan di papan tulis.
Gambar 3.4. Contoh jawaban salah satu kelompok dari kelas control
15
Jawaban salah satu kelompok pada soal di Gambar 3.3. dapat dilihat pada
Gambar 3.4. Pada jawaban siswa ini secara prosedur dan alur penyelesaiannya sudah
baik, namun pada saat menentukan luas daerah mengalami sedikit kekeliruan dimana
siswa menjawab : “Luas daerah A = luas lingkaran besar - luas 9 lingkaran kecil”.
Jawaban yang diberikan siswa ini kurang tetap, seharusnya :
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 − 𝑙𝑢𝑎𝑠 9 𝑙𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙
Luas daerah A = 4
Dalam hal ini siswa tidak melihat kejelasan soal sehingga ia keliru dalam
membuat keputusan yang tepat. Siswa menduga bahwa luas daerah A adalah luas
keseluruhan dari lingkaran besar yang sudah dikurangkan dengan 9 lingkaran
kecilnya, padahal luas daerah A yang dimaksud disini adalah seperempat dari luas
lingkaran besar yang dikurangkan dengan luas 9 lingkaran kecil. Hal ini
mengakibatkan jawaban siswa belum sesuai dengan indikator penalaran yaitu
memberikan penjelasan dengan menggunakan model karena siswa belum tepat dalam
menggunakan pemodelan matematika dan siswa juga belum membuat pernyataan
yang mendukung atau menolak argument berupa kesimpulan akhir dari jawaban yang
diperoleh. Hal ini disebabkan siswa belum terbiasa dengan menggunakan model pada
saat menyelesaikan soal.
Dari hasil diskusi kelompok dalam menyelesaikan soal pada LKS yang
diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan penalaran matematis, dimana pada kelas eksperimen menunjukan bahwa
pemberian soal open-ended lebih baik, karena soal-soal open ended memberikan
peluang kepada siswa untuk memberikan banyak pemecahan masalah dengan banyak
cara atau strategi dalam menyelesaikannya, sehingga dengan beragamnya jawaban
yang diberikan siswa tersebut guru dapat mendeteksi kemampuan berpikir siswa.
Meskipun pada awalnya, seperti dalam gambar-gambar di atas belum menunjukkan
jawaban siswa yang sesuai dengan indikator penalaran matematis akan tetapi dengan
pemberian soal-soal open ended pada setiap pertemuan dapat meningkatkan
kemampuan penalaran matematis siswa. Hal ini juga dapat dilihat pada hasil
penelitian yang telah didapat yaitu perbedaan berdasarkan pemberian soal
ditunjukkan dalam tabel berikut:
16
Pada tabel 1. Terlihat bahwa F hitung adalah 5,334 dengan probabilitas 0,026
karena probabilitas = 0,026 < 0,05 maka Ho ditolak atau menerima Ha. Dengan
demikian terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa
antara kelas yang diberikan soal open-ended dan kelas yang diberikan soal rutin.
3.2 Pengaruh pemberian soal open-ended terhadap kemampuan penalaran
matematis siswa ditinjau dari gaya belajar dan gender.
Selanjutnya, penelitian dilakukan oleh Eti Nurhayati & Fitrianto Eko Surbekti
tentang deskripsi kemampuan penalaran matematis siswa ditinjau dari gaya belajar
dan gender. Adapun subjek penelitian tersebut adalah kelas VII semester 2 SMP
Muhammadiyah Sumbang. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan
angket, tes, wawancara dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil pengisian angket gaya belajar kelas VII A dan VII D, siswa
dikelompokkan menjadi enam kelompok yaitu: 1) Siswa laki-laki tipe gaya belajar
visual, 2) Siswa laki-laki tipe gaya belajar auditori, 3) Siswa laki-laki tipe gaya
belajar kinestetik, 4) Siswa perempuan tipe gaya belajar visual, 5) Siswa perempuan
tipe gaya belajar auditori, dan 6) Siswa perempuan tipe gaya belajar kinestetik.
Berikut tabel inisial siswa yang digunakan sebagai subjek penelitian, yaitu:
17
Hasil analisis kemampuan penalaran matematis siswa pada materi segiempat
didasarkan pada hasil tes kemampuan penalaran matematis dan hasil wawancara
mendalam. Tes kemampuan penalaran matematis berupa tes tertulis dengan indikator
kemampuan penalaran matematis. Adapun indikator yang digunakan oleh peneliti
adalah sebagai berikut: 1) kemampuan mengajukan dugaan; 2) kemampuan
melakukan manipulasi matematika; 3) kemampuan menarik kesimpulan, menyusun
bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi; 4) kemampuan
memeriksa kesahihan suatu argumen; dan 5) kemampuan menemukan pola dari suatu
gejala matematis. Analisis kemampuan penalaran matematis dilaksanakan pada setiap
langkah atau proses jawaban siswa di setiap butir soal. Berdasarkan data-data yang
diperoleh dari hasil penelitian akan dijabarkan pendeskripsian jawaban siswa dari
hasil tes kemampuan penalaran matematis dan hasil wawancara siswa.
18
tetapi juga mempunyai banyak jawaban. Sehingga, jawaban yang diberikan siswa
nantinya akan mempunyai banyak solusi atau penyelesaiannya sesuai dengan
kemampuan penalaran matematisnya. Untuk pendeskripsian jawaban siswa
berdasarkan gaya belajar dan gender nya adalah sebagai berikut:
3.2.1 Siswa laki-laki dengan gaya belajar visual 1 (VL-1)
19
menentukan panjang sisi dari persegi tersebut untuk mencari kelilingnya. Siswa disini
juga cenderung mengarang dalam menuliskan jawabannya.
c. Menarik kesimpulan dari pernyataan , menyusun bukti, memberikan alasan
terhadap kebenaran solusi
Siswa belum mampu dalam menarik kesimpulan dari pernyataan, tidak
mampu menyusun bukti dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dengan
tepat. Hal ini dapat terlihat dari jawaban siswa yang menunjukkan bahwa siswa tidak
memahami soal dengan baik, jawaban siswa sangat singkat dan tidak tepat, siswa
juga tidak dapat menjelaskan langkah-langkah penyelesaian yang tepat.
d. Memeriksa kesahihan suatu argument
Siswa belum mampu memeriksa kesahihan suatu argument dengan tepat,
karena siswa tidak paham dengan soal yang diberikan. Hal ini terlihat dari hasil
jawaban siswa dimana siswa tidak memahami cara menghitung keliling dari persegi
yang diberikan. Sehingga siswa kesulitan dalam mencari keliling persegi tersebut dan
menyebabkan jawaban siswa menjadi tidak benar dan terlihat asal dalam
menjawabnya.
e. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis
Siswa belum mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis karena
siswa tidak mampu menganalisis soal dengan baik yang menyebabkan jawaban siswa
menjadi tidak tepat. Sehingga siswa kesulitan dalam menemukan pola
3.2.2 Siswa perempuan dengan gaya belajar visual 1 (VP-1)
20
Berdasarkan wawancara, siswa menjelaskan bahwa siswa keliru dalam memahami
soal, terutama mengenai apa yang ditanyakan pada soal tersebut.
Untuk analisis kemampuan penalaran matematis siswa perempuan dengan
gaya belajar visual dapat dilihat sebagai berikut:
a. Mengajukan dugaan
Berdasarkan hasil jawaban VP-1 diatas, terlihat bahwa siswa belum mampu
dalam mengajukan dugaan dengan jawaban yang tepat karena siswa keliru dalam
memahami soal, dimana soal yang ditanyakan adalah mencari keliling persegi 5 × 5
bukan mencari luas persegi
b. Melakukan manipulasi matematika
Siswa belum mampu melakukan manipulasi matematika. Hal ini dapat dilihat
dari jawaban siswa, dimana siswa belum mampu melakukan manipulasi dalam
menentukan panjang sisi dari persegi tersebut sehingga dalam menentukan luasnya
jawaban siswa kurang tepat. Namun, disini siswa tidak memahami soal dengan baik,
dimana yang ditanyakan dalam soal bukan mencari luas persegi tetapi mencari
keliling persegi.
c. Menarik kesimpulan dari pernyataan , menyusun bukti, memberikan alasan
terhadap kebenaran solusi
Siswa belum mampu dalam menarik kesimpulan dari pernyataan, tidak
mampu menyusun bukti dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dengan
tepat. Dari jawaban siswa sudah terlihat bahwa siswa tidak memahami soal dengan
baik, siswa tidak dapat memberikan jawaban yang tepat dan tidak dapat menjelaskan
langkah-langkah penyelesaian yang tepat.
d. Memeriksa kesahihan suatu argument
Siswa belum mampu memeriksa kesahihan suatu argument dengan tepat,
karena siswa tidak teliti dalam membaca soal yang diberikan maka langkah
penyelesaiannya pun menjadi salah dan jawaban siswa pun menjadi tidak tepat.
e. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis
21
Siswa belum mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis karena
siswa tidak mampu menganalisis soal dengan baik yang menyebabkan jawaban siswa
menjadi tidak tepat. Sehingga siswa tidak menemukan pola
3.2.3 Siswa laki-laki dengan gaya belajar auditori 1 (AL-1)
Berdasarkan hasil jawaban dari AL-1 diatas, terlihat bahwa jawaban yang
diberikan tidak tepat. Seperti terlihat pada gambar 3.8. Pada AL-1, siswa
menyelesaikannya dengan menggambarkan terlebih dahulu persegi 5 × 5 kemudian
siswa memperkirakan panjang sisi dari persegi yang kecil untuk mendapatkan
kelilingnya. Akan tetapi, disini siswa kurang tepat dalam mencari panjang sisi dari
persegi kecil tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah dapat memahami soal
dengan baik, tetapi belum sepenuhnya menguasai indikator kemampuan penalaran
matematis. Kemudian berdasarkan wawancara, siswa menjelaskan bahwa siswa
mencoba menggambar persegi berukuran 5 × 5, akan tetapi siswa salah dalam
menduga panjang sisi persegi kecil dengan tepat. siswa menganggap bahwa ukuran
panjang sisi persegi kecil adalah 5 cm dan kelilingnya adalah 50 cm, sedangkan
menurut peneliti panjang sisi persegi kecil adalah 2 cm dan keliling persegi berukuran
5 × 5 yang benar adalah 40 cm.
22
kelilingnya. Akan tetapi, siswa salah dalam mengajukan dugaan. Siswa menduga
panjang sisi persegi kecil tersebut adalah 5 cm padahal seharusnya panjang sisi nya
adalah 2 cm.
Kemudian, untuk jawaban dari AP-1 sama dengan AL-1 dimana siswa juga
menggambarkan terlebih dahulu persegi 5 × 5, lalu siswa menduga ukuran panjang
23
sisi persegi kecilnya untuk mencari keliling nya. Akan tetapi, disini siswa kurang
tepat dalam mencari panjang sisi dari persegi kecil tersebut. Siswa menganggap
bahwa panjang sisi persegi kecilnya adalah 5 cm padahal panjangnya yang benar
adalah 2 cm. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah dapat memahami soal
dengan baik, tetapi belum sepenuhnya menguasai indikator kemampuan penalaran
matematis.
24
e. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis
Siswa belum mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis karena
siswa belum mampu menganalisis soal dengan tepat yang menyebabkan jawaban
siswa menjadi tidak tepat. Sehingga siswa tidak menemukan pola.
3.2.5 Siswa laki-laki dengan gaya belajar kinestetik 1 (KL-1)
25
c. Menarik kesimpulan dari pernyataan , menyusun bukti, memberikan alasan
terhadap kebenaran solusi
Siswa belum mampu dalam menarik kesimpulan dari pernyataan, tidak
mampu menyusun bukti dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dengan
tepat. Dari jawaban siswa sudah terlihat bahwa siswa tidak memahami soal dengan
baik, siswa tidak dapat memberikan jawaban yang tepat dan tidak dapat menjelaskan
langkah-langkah penyelesaian yang tepat.
d. Memeriksa kesahihan suatu argument
Siswa belum mampu memeriksa kesahihan suatu argument dengan tepat,
karena siswa tidak teliti dalam membaca soal yang diberikan maka langkah
penyelesaiannya pun menjadi salah dan jawaban siswa pun menjadi tidak tepat.
e. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis
Siswa belum mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis karena
siswa tidak mampu menganalisis soal dengan baik yang menyebabkan jawaban siswa
menjadi tidak tepat. Sehingga siswa tidak menemukan pola
3.2.6 Siswa perempuan dengan gaya belajar kinestetik 1 (KP-1)
26
Untuk analisis kemampuan penalaran matematis siswa perempuan dengan
gaya belajar kinestetik dapat dilihat sebagai berikut:
a. Mengajukan dugaan
Berdasarkan hasil jawaban KP-1 diatas, terlihat bahwa siswa sudah mampu
mengajukan dugaan dengan jawaban yang tepat. Siswa dapat memperkirakan
jawabannya dalam menentukan keliling persegi ukuran berikutnya.
b. Melakukan manipulasi matematika
Siswa sudah mampu melakukan manipulasi matematika, hal ini dapat dilihat
dari jawaban siswa dimana siswa sudah dapat menentukan cara mencari keliling
persegi 3 × 3 dan 4 × 4 dengan benar yang digunakan juga untuk mencari keliling
persegi 5 × 5 dan hasilnya pun benar.
c. Menarik kesimpulan dari pernyataan , menyusun bukti, memberikan alasan
terhadap kebenaran solusi
Siswa sudah mampu dalam menarik kesimpulan dari pernyataan, mampu
menyusun bukti dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dengan tepat. Dari
jawaban siswa sudah terlihat bahwa siswa menarik kesimpulan dari cara yang ia
gunakan untuk mencari keliling persegi 3 × 3 dan 4 × 4 untuk digunakan dalam
mencari keliling persegi 5 × 5. Siswa juga sudah menyusun bukti atau alasan yang ia
dapatkan dari kebenaran jawaban keliling dari persegi 3 × 3 dan 4 × 4
d. Memeriksa kesahihan suatu argument
Siswa sudah mampu memeriksa kesahihan suatu argument karena jawaban
yang diberikan oleh siswa sudah tepat dan benar.
e. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis
Siswa sudah mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis. Hal ini
terlihat dari jawaban siswa dimana siswa menemukan cara mencari keliling dari
persegi 3 × 3 dan 4 × 4 yang hasilnya benar sehingga untuk mencari keliling persegi 5
× 5 siswa tinggal mengikuti pola dari mencari keliling persegi 3 × 3 dan 4 × 4.
27
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Pemberian soal open-ended ditujukan untuk mendorong siswa
mengembangkan krativitas dan daya nalar siswa. Dengan pemberian soal
open-ended dapat memberi rangsangan kepada siswa untuk meningkatkan
cara berpikirnya, siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan
eksplorasi daya nalar dan analisanya secara aktif dan kreatif dalam
menyelesaikan suatu permasalahan.
4.1.2 Siswa laki-laki dengan gaya belajar visual belum menguasai semua
indikator kemampuan penalaran matematis. Terlihat dari hasil jawaban
siswa yang tidak tepat dalam menjawab soal sesuai dengan yang
diharapkan. Siswa perempuan dengan gaya belajar visual belum memenuhi
semua indikator kemampuan penalaran matematis. Terlihat siswa tidak
memahami soal dengan baik, sehingga jawaban tidak sesuai dengan
pertanyaan. Siswa laki-laki dengan gaya belajar auditori menguasai satu
indikator dari kemampuan penalaran matematis yaitu mengajukan dugaan.
Hal ini dapat dibuktikan bahwa siswa sudah dapat mengajukan dugaan
penyelesaian dengan menduga kemungkinan yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Akan tetapi terdapat
kesalahan siswa saat mengajukan dugaan sehingga jawaban siswa belum
tepat. Siswa perempuan dengan gaya belajar auditori menguasai satu
indikator dari kemampuan penalaran matematis yaitu mengajukan dugaan.
Tetapi juga masih terdapat kesalahan siswa saat mengajukan dugaan
sehingga jawaban siswa belum tepat. Siswa laki-laki dengan gaya belajar
kinestetik belum menguasai semua indikator kemampuan penalaran
matematis. Terlihat dari hasil jawaban siswa yang tidak tepat dalam
menjawab soal sesuai dengan yang diharapkan. Siswa kurang cermat dan
teliti ketika membaca soal yang diberikan. Siswa perempuan dengan gaya
28
belajar kinestetik sudah menguasai semua indikator dari kemampuan
penalaran matematis. Hal ini terlihat dari jawaban siswa yang sudah tepat
dan siswa sudah dapat memberikan penjelasan dari jawaban yang di dapat
dengan jelas dan tepat.
4.2 Saran
Berdasarkan pembahasan mengenai pengaruh pemberian soal open-ended
terhadap kemampuan penalaran matematis siswa ditinjau dari gaya belajar dan
gender, saran yang dapat diberikan penulis yaitu sebaiknya guru dapat menggunakan
soal open-ended untuk meningkatkan kreativitas dan daya nalar siswa. Kemudian di
setiap sekolah seharusnya diadakan tes gaya belajar, agar guru tahu gaya belajar
masing-masing siswa sehingga dalam KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) guru dapat
menyesuaikan gaya mengajar dengan berbagai metode yang sekiranya cocok dengan
gaya belajar siswa, dan setiap siswa diberikan pengertian mengenai gaya belajar
sehingga mereka dapat menyesuaikan gaya belajar yang dimilikinya.
29
DAFTAR PUSTAKA
Deporter & Henarcki. 2015. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
Eti Nurhayati & Febrianto Eko S. 2017. Deskripsi Kemampuan Penalaran Matematis
Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar dan Gender.
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/alphamath/article/view/1935.
Volume 3 Nomor 1 Mei 2017 hal 78. Diakses tanggal 5 september 2018.
Khuluqo, E, I. 2017. Belajar dan Pembelajaran Konsep Dasar Metode dan Aplikasi
Nilai-Nilai Spiritualitas dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Lestari, Eka, Karunia. 2015. Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung: PT Refika
Aditama.
Lestari, Neny dkk. 2016. Pengaruh Pendekatan Open-Ended Terhadap Penalaran
Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Palembang.
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jpm/article/view/3284. Volume 10 No
1 Januari 2016. Diakses pada tanggal 28 September 2018.
Maarif, Syamsul.2015. Pembelajaran Geometri Berbantu Cabri 2 Plus (Panduan
Praktis Mengembangkan Kemampuan Matematis). Bogor : In Media.
Melianingsih, Nuning & Sugiman. 2015. Keefektifan Pendekatan Open-Ended dan
Problem Solving Pada Pembelajaran Bangun Ruang Sisi Datar di SMP.
http://journal.uny.ac.id/index.php/jrpm/article/view/7335. Volume 2 Nomor
2, November 2015, (211 - 223). Diakses pada tanggal 24 Agustus 2018.
Ngalimun. 2017. Strategi Pembelajaran, Dilengkapi dengan 65 Model Pembelajaran.
Bantul Yogyakarta: Penerbit Parama Ilmu.
Ridwan, M. 2017. Profil Kemampuan penalaran matematis siswa ditinjau dari gaya
belajar.
http://kalamatika.matematika-uhamka.com/index.php/kmk/article/view/88.
Volume 2, No 2, November 2017 hal 193-206. Diakses tanggal 3 september
2018.
Ruslan, A.S & Santoso,B.2013. Pengaruh pemberian soal open-ended terhadap
kemampuan penalaran matematis siswa.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kreano/article/view/3138. Volume 4
Nomor 2 Bulan Desember Tahun 2013. Diakses pada tanggal 28 agustus
2018.
Safitri, Nur, Aulia & Rahaju, Budi, Endah. 2014. Identifikasi Tingkat Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Soal Open-Ended Pada
Materi Segi Empat.
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/article/16442/30/article.pdf. Volume 3
Nomor 3. Diakses pada tanggal 24 Agustus 2018.
30