Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PLASENTA PREVIA

A. Definisi
Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya
abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir.
Menurut Manuaba (1998) mengemukakan bahwa plasenta previa adalah plasenta
dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian
atau seluruh ostium uteri internum.
Menurut Prawiroharjo, plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir
(prae = di depan ; vias = jalan). Jadi yang dimaksud plasenta previa ialah plasenta yang
implantasinya tidak normal, rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium
internum.
Menurut Cunningham, plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian
bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat
pembentukan segmen bawah rahim.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan
menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum (Saifuddin, 2002).

B. Klasifikasi
Menurut Manuaba (1998), klasifikasi plasenta previa secara teoritis dibagi dalam
bentuk klinis, yaitu: a) Plasenta Previa Totalis, yaitu menutupi seluruh ostium uteri
internum pada pembukaan 4 cm. b) Plasenta Previa Sentralis, yaitu bila pusat plasenta
bersamaan dengan kanalis servikalis. c) Plasenta Previa Partialis, yaitu menutupi
sebagian ostium uteri internum. d) Plasenta Previa Marginalis, yaitu apabila tepi plasenta
previa berada di sekitar pinggir ostium uteri internum.
Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir :
1. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
3. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan
menutupi sebagian ostium uteri internum.
Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa
berdasarkan pada pembukaan 4 – 5 cm yaitu :
1. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 – 5 cm teraba plasenta menutupi seluruh
ostium.
2. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 – 5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila sebagian
menutupi ostium bagian belakang, plasenta previa lateralis bila menutupi ostium
bagian depan, dan plasenta previa marginalis sebagian kecil atau hanya pinggir
ostium yang ditutupi plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan, misalnya
plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta
previa parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya plasenta previa harus
disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan (Wiknjosastro, 2002).
C. Etiologi
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat para
ahli, penyebab plasenta previa yaitu :
1. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah
rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima
implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk
mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang
persisten.
2. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas
operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.
D. Faktor Risiko
1. Faktor predisposisi
Menurut Manuaba (1998), faktor – faktor yang dapat meningkatkan kejadian
plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan
pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti :
bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta, perubahan endometrium pada
mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari
tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas persalianan berulang dengan jarak
kehamilan < 2 tahun dan kehamilan ≥ 2 tahun.
Menurut Mochtar (1998), faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1)
Umur dan paritas, pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah di Indonesia
plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini
disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium
masih belum matang. 2) Endometrium yang cacat, endometrium yang hipoplastis
pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan berulang – ulang dengan
jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual plasenta, dan
korpus luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
2. Faktor pendukung
Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi
plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya : 1)
Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut
(dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi). 2) Korpus luteum
bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3)
Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
Menurut Sastrawinata (2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta
yang besar dan yang luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau
kehamilan multipel. Sebab – sebab terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali
menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta kehamilan ganda yang
memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena
endometrium kurang subur (Manuaba, 2001).
Faktor pendorong Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa
menyebabkan perubahan atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon
monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama
pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari) Sastrawinata,(2005).
E. Patofisiologi
Menurut Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester
ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta
terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi
bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka
plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat
pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada waktu servik mendatar dan membuka ada
bagian tapak plasenta yang lepas.
Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal
yaitu ruang intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada plasenta previa
betapapun pasti akan terjadi oleh karena segmen bawah rahim senantiasa terbentuk
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat
segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah
uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding
uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat
dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi seperti pada plasenta letak normal (Mansjoer, 2001).
F. Tanda dan Gejala
Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :
1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang
2. Darah biasanya berwarna merah segar
3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas
4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin
5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali
bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent
bleeding) biasanya lebih banyak.
Perdarahan adalah gejala primer dari placenta previa dan terjadi pada mayoritas (70%-
80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu ke 20
kehamilan adalah karakteristik dari placenta previa. Biasanya perdarahan tidak
menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan
nyeri perut. Perdarahan mungkin mencakup dalam keparahan dari ringan sampai parah.
Pemeriksaan ultrasound digunakan untuk menegakkan diagnosis dari placenta previa.
Evaluasi ultrasound transabdominal (menggunakan probe pada dinding perut) atau
transvaginal (dengan probe yang dimasukan kedalam vagina namun jauh dari mulut
serviks) mungkin dilakukan, tergantung pada lokasi dari placenta. Adakalanya kedua
tipe-tipe dari pemeriksaan ultrasound adalah perlu. Adalah penting bahwa pemeriksaan
ultrasound dilakukan sebelum pemeriksaan fisik dari pelvis pada wanita-wanita dengan
placenta previa yang dicurigai, karena pemeriksaan fisik pelvic mungkin menjurus pada
perdarahan yang lebih jauh.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang keluar
melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan kedua. Ibu
dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai
terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan
berwarna merah segar. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi tanpa faktor pencetus,
meskipun latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan
terjadi karena pembesaran dari rahim sehingga menyebabkan robeknya perlekatan dari
plasenta dengan dinding rahim. Koagulapati jarang terjadi pada plasenta previa. Jika
didapatkan kecurigaan terjadinya plasenta previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan
Vaginal Tousche (pemeriksaaan dalam vagina) oleh dokter tidak boleh dilakukan kecuali
di meja operasi mengingat risiko perdarahan hebat yang mungkin terjadi.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta melapisi
cervik tidak biasa diungkapkan
2. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh
janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam
batas normal.
4. Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika
memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34
minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup
procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di
ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
5. Isotop Scanning
Atau lokasi penempatan placenta.
6. Amniocentesis
Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis
untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin atau spingomyelin [LS] atau
kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi
direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.
H. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2001) terdapat 2 macam terapi, yaitu :
1. Terapi Ekspektatif
Kalau janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya
kecil sekali. Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan
perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Syarat bagi terapi ini adalah keadaan
ibu masih baik (Hb-normal) dan perdarahan tidak banyak, besarnya pembukaan, dan
tingkat placenta previa.
2. Terapi Aktif
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan, adapun caranya: a)
Cara Vaginal Untuk mengadakan tekanan pada plasenta dan dengan demikian
menutup pembuluh – pembuluh darah yang terbuka (tamponade plasenta). b) Cara
Sectio caesarea, dengan maksud untuk mengosongkan rahim sehingga dapat
mengadakan retraksi dan menghentikan perdarahan dan juga untuk mencegah
terjadinya robekan cervik yang agak sering dengan usaha persalinan pervaginam pada
placenta previa. Menurut Winkjosastro (2002) prinsip dasar penanganan placenta
previa yaitu, setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi.
Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali atau boleh dikatakan tidak
pernah menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak diperiksa dalam. Biasanya
masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit, sebelum
terjadi perdarahan berikutnya yang hampir selalu akan lebih banyak daripada
sebelumnya, jangan sekali – kali melakukan pemeriksaan dalam keadaan siap operasi.
Apabila dengan penilaian yang tenang dan jujur ternyata perdarahan yang telah
berlangsung, atau yang akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan janin
(yang masih hidup) dan kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat
janin belum sampai 2500 gram, dan persalinan belum mulai, dapat dibenarkan untuk
menunda persalinan sampai janindapat hidup di luar kandungan lebih baik lagi
(Penanganan Pasif) sebaliknya, kalau perdarahan yang telah berlangsung atau yang
akan berlangsung akan membahayakan ibu dan atau janinnya, kehamilannya telah
cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin telah mencapai 2500 gram, atau persalinan
telah mulai, maka penanganan pasif harus ditinggalkan, dan ditempuh penanganan
aktif. Dalam hal ini pemeriksaan dalam dilakukan di meja operasi dalam keadaan siap
operasi (Winkjosastro, 2002).
I. Komplikasi
Plasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Menurut Manuaba
(2001), adapun komplikasi – komplikasi yang terjadi yaitu: a. Komplikasi pada ibu,
antara lain: perdarahan tambahan saat operasi menembus plasenta dengan inersio di
depan, infeksi karena anemia, robekan implantasi plasenta di bagian belakang segmen
bawah rahim, terjadinya ruptura uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui.
b. Komplikasi pada janin, antara lain: prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi, mudah infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah, asfiksia intrauterine
sampai dengan kematian.
Menurut Chalik (2002), ada tiga komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan janin antara
lain: 1) Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap terjadilah pelepasan tapak
plasenta dari insersi sehingga terjadi lah perdarahan yang tidak dapat dicegah berulang
kali, penderita anemia dan syok. 2) Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim
tipis sehingga dengan mudah jaringan trpoblas infasi menerobos ke dalam miometrium
bahkan ke parametrium dan menjadi sebab dari kejadian placenta akreta dan mungkin
inkerta. 3) Servik dan segmen bawah raim yang rapuh dan kaya akan pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak menyebabkan
mortalitas ibu dan perinatal.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Anamnesa
a) Identitas klien: Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan,
alamat, medicalrecord dll.
b) Keluhan utama: Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28
minggu/trimester III.
 Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang
 Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek;
terbentuknya SBR, terbukanya osteum/ manspulasi intravaginal/rectal.
 Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan
pembuluh darah dan placenta.
c) Inspeksi
 Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.
 Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia.
d) Palpasi abdomen
 Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.
 Sering dijumpai kesalahan letak
 Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala biasanya
kepala masih goyang/floating
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Obstetri
Memberikan imformasi yang penting mengenai kehamilan sebelumnya agar
perawat dapat menentukan kemungkinan masalah pada kehamilansekarang.
Riwayat obstetri meliputi:
 Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)
 Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi
 Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan penolong
persalinan
 Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
 Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi, dan perdarahan.
 Komplikasi pada bayi
 Rencana menyusui bayi
b) Riwayat mensturasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran
persalinan(TP). TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir
(HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHt dapat digunakan rumus
naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan dikurangi tiga, tahun disesuaikan.
c) Riwayat Kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada janin, ibu,
atau keduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada saat
kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi oral sebelum kelahiran dan
berlanjut pada kehamilan yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada
pembentukan organ seksual pada janin.
d) Riwayat penyakit dan operasi:
Kondisi kronis seperti dibetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal
bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya riwayat infeksi,
prosedur operasi, dan trauma pada persalinan sebelumnya harus di
dokumentasikan
e) Riwayat Psikososial
Pasien akan merasa cemas oleh karena kawatir akan kehamilan ibu dan
bayinya takut akan dioprasi takut apabila gambaran dirinya berubah serta
biaya oprasi dan perawatannya.
f) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas sehari-hari akan terganggu karena pendarahan pasien
harus bedrest dan setelah operasi masih terdapat efek anastesi serta adanya
perlukaan operasi yang menimbulkan nyeri
3) Pemeriksaan fisik
a) Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
(1) Rambut dan kulit
 Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea
nigra.
 Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
 Laju pertumbuhan rambut berkurang.Wajah
(2) Mata : pucat, anemis
(3) Hidung
(4) Gigi dan mulut
(5) Leher
(6) Buah dada / payudara
 Peningkatan pigmentasi areola putting susu
 Bertambahnya ukuran dan noduler
(7) Jantung dan paru
 Volume darah meningkat
 Peningkatan frekuensi nadi
 Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah
pulmonal.
 Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
 Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
 Diafragma meningga.
 Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
(8) Abdomen
 Menentukan letak janin
 Menentukan tinggi fundus uteri
(9) Vagina
 Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan ( tanda
Chandwick)
 Hipertropi epithelium
(10) System musculoskeletal
 Persendian tulang pinggul yang mengendur
 Gaya berjalan yang canggung
 Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan
diastasis rectal
b) Khusus
(1) Tinggi fundus uteri
(2) Posisi dan persentasi janin
(3) Panggul dan janin lahir
(4) Denyut jantung janin
B. Diagnosa
a. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan
b. Resti infeksi b.d insisi luka operasi
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d syok hipovolemik
d. Resti fetal distress b.d terlepasnya placenta
e. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
f. Resti konstipasi b.d penurunan peristaltik usus
g. Perubahan pola peran b.d adanya anggota keluarga baru
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Rasa nyeri pasien berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : Klien tidak gelisah, skala nyeri 1 – 2, tanda vital normal.
Intervensi :
a. Kaji karakristik, skala, lokasi, intensitas, dan frekuensi nyeri.
b. Monitor tanda vital pasien.
c. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
d. Anjurkan tirah baring dengan posisi datar berbaring.
e. Lakukan latihan nafas dalam
f. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
g. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik
2. Resti infeksi b.d insisi luka operasi
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil: Limfosit dalam batas normal, tanda vital normal dan tidak
ditemukan tanda infeksi.
Intervensi :
a. Kaji lokasi dan luas luka.
b. Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, dan perubahan fungsi).
c. Pantau tanda vital klien.
d. Kolaborasi pemberian antibiotik.
e. Ganti balut dengan prinsip steril.
f. Awasi pemeriksaan laboratorium (lekosit)
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d syok hipovolemik
Tujuan : Membaiknya keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria Hasil : Cairan dan elektrolit seimbang
Intervensi :
a. Monitor tanda vital.
b. Monitor urin meliputi warna hemates sesuai indikasi.
c. Pertahankan pencatatan komulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan.
d. Monitor berat badan tiap hari.
e. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, dan natrium urin).
f. Kolaborasi pemberian diuretik.
4. Resti fetal distress b.d terlepasnya placenta
Tujuan : Tidak terjadi distress janin
Intervensi :
a. Kaji DJJ, perhatikan frekuensi dan regularitas. Biarkan pasien memantau
gerakan janin.
b. Kaji adanya kontraksi uterus preterm, yang mungkin ataupun tidak disertai
dengan dilatasi cervik
c. Pantau kemajuan persalinan dan kecepatan turunnya janin
d. Siapkan klien atau tinjau ulang seri tes USG
e. Siapkan dan bantu dengan terminasi kehamilan dengan pervaginam atau SC
sesuai dengan indikasi
5. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
Tujuan : Ansietas berkurang dan dapat diatasi
Intervensi :
a. Jelaskan prosedur, intervensi dan tindakan yang dilakukan pada pasien.
b. Pertahankan komunikasi terbuka, diskusikan kemungkinan efek samping dan
hasil, pertahankan sikap optimis.
c. Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
d. Libatkan pasangan / keluarga untuk mendampingi pasien.
e. Kolaborasi dengan dokter pemberian sedatif bila tindakan lain tidak berhasil.
D. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri
dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan
kesehatan klien.
E. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan
rencana kegiatan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan perawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi dapat
berupa : masalah teratasi dan masalah teratasi sebagian.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Askep Placenta Previa. (Dalam :


http://sp1r1tgr4zy.wordpress.com/2013/04/04/askep-placenta-previa/). Diakses Minggu, 9
Maret 2014 pukul 10:45 WITA
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran , edisi ketiga . Media Aesculapius FKUI
.Jakarta
Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse, 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi,
edisi kedua. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Murah, Manoe dkk. 199. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri Dan Ginekologi. Bagian
/SMF obstetri dan ginekologi FK Unhas . Ujung Pandang.
Sandra M. Nettina. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku kedokteran EGC.
Jakarta.
Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai