Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN TUGAS KHUSUS

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN
PERIODE 03 JANUARI – 28 FEBRUARI 2017

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


Memperoleh Gelar Apoteker (Apt)
Program Studi Profesi Apoteker

PEMANTAUAN TERAPI OBAT


PADA PASIEN PPOK DAN HIPERTENSI PULMONALE
DI RUANG PERAWATAN ANGGREK BAWAH

Disusun Oleh :

KHAIRUNNISAH
1543700288

ANGKATAN XXXVI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2017

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
A. Definisi Penyakit 3
B. Etiologi Penyakit 3
C. Patofisiologi 4
D. Manifestasi Klinis 4
E. Penatalaksanaan Pengobatan 5
F. Terapi Non Farmakologi 8
G. Uraian Obat Yang Digunakan 8
BAB III STUDI KASUS 16
A. Identitas Pasien 16
B. Anamnesa 16
C. Data Klinis 17
1. Data Subjectiv 17
2. Data Objectiv 17
D. Data Laboratorium 18
E. Profil Pengobatan Pasien 20
1. Obat Selama Pasien dirawat 20
2. Data Obat Pulang 21
F. Daftar Masalah Terkait Obat (DRP) 22
G. Data obat Yang digunakan 23
BAB IV PEMBAHASAN 27
BAB V PENUTUP 28
A. Kesimpulan 28
B. Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 adalah


keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 58 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pelayanan kefarmasian
merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan
menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan
dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi
paradigma baruyang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan
filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).
Keberadaan apoteker memiliki peran yang penting dalam mencegah
munculnya masalah terkait obat. Apoteker sebagai bagian dari tim pelayanan
kesehatan memiliki peran penting dalam PTO. Pengetahuan penunjang dalam
melakukan PTO adalah patofisiologi penyakit; farmakoterapi; serta
interpretasi hasil pemeriksaan fisik, laboratorium dan diagnostik.Selain itu,
diperlukan keterampilan berkomunikasi, kemampuan membina hubungan
interpersonal, dan menganalisis masalah. Proses PTO merupakan proses yang
komprehensif mulai dari seleksi pasien, pengumpulan data pasien, identifikasi
masalah terkait obat, rekomendasi terapi, rencana pemantauan sampai dengan
tindak lanjut. Proses tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan
sampai tujuan terapi tercapai (Menkes RI, 2014).
Dalam praktek ini, dilakukan pengambilan studi kasus untuk mencoba
menerapkan hal-hal yang berkaitan dengan farmasi kepada pasien rawat inap.
Studi kasus pada tugas khusus ini dilakukan di Ruang Anggrek Bawah RSUP

3
Persahabatan dengan diagnosa pasien yaitu Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) dan hipertensi pulmonal.
Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang
ditandai adanya keterbatasan jalan udara biasanya dapat progresif yang tidak
sepenuhnya pulih kembali. Keterbatasan jalan udara biasanya dapat progresif
dan terasosiasi dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel
asing atau gas. (Gold, 2017)
Hipertensi Pulmonal (HP) adalah suatu kelainan pembuluh darah paru
yang bersifat kronik yang ditandai dengan peningkatan resistensi pembuluh
darah paru yang progresif dan merupakan penyebab utama gagal jantung
kanan dan kematian. (Herlina dkk, 2012)

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit
1. Penyakit paru obstruktif kronik (Ppok)
Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai
adanya keterbatasan jalan udara biasanya dapat progresif yang tidak
sepenuhnya pulih kembali. Keterbatasan jalan udara biasanya dapat progresif
dan terasosiasi dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel
asing atau gas. (Gold, 2017).

2. Hipertensi pulmonal.
Hipertensi Pulmonal (HP) adalah suatu kelainan pembuluh darah paru
yang bersifat kronik yang ditandai dengan peningkatan resistensi pembuluh
darah paru yang progresif dan merupakan penyebab utama gagal jantung kanan
dan kematian.
B. Etiologi Penyakit
1. penyakit paru obstruktif kronik (Ppok)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya. (PDPI,2003).
2. Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal terbagi atas hipertensi pulmonal primer dan
sekunder. Hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak
diketahui penyebabnya sedangkan hipertensi pulmonal sekunder adalah
hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh kondisi medis lain.
Hipertensi pulmonal primer yang sekarang dikenal dengan hipertensi
arteri pulmonal idiopatik (IPAH) adalah hipertensi arteri pulmonal (HAP) yang
secara histopatologi ditandai dengan lesi angioproliferatif fleksiform sel-sel

5
endotel, muskularis arteriol-arteriol prekapiler, proliferasi sel-sel intima dan
penebalan tunika media yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos
vaskuler. Sehingga meningkatkan tekanan darah pada cabang-cabang arteri
kecil dan meningkatkan tahanan vaskuler dari aliran darah di paru. (Herlina,
dkk.2012)
C. Patofisiologi penyakit

1. Penyakit paru obstruktif kronik (Ppok)


Proses patofisiologi lainya termasuk stress oksidatif dan
ketidakseimbangan antara system pertahanan agresif dan protektif diparu-paru.
Peningkatan oksidator dari asap rokok bereaksi dengan dan merusak berbagai
protein dan lipid, yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Oksidator
juga memudahkan inflamasi secara langsung dan memperparah
ketidakseimbangan protease-antiprotease dengan menginhibisi aktivitas
antiprotease.
2. Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal disebabkan oleh peningkatan aliran darah atau
peningkatan resistensi arteri pulmonalis.Tekanan sistolik arteri pulmonal
normal saat istirahat adalah 18-15 mmHg, dengan tekanan pulmonal rata-rata
yang bervariasi antara 12-16 mmHg. Tekanan yang rendah ini diakibatkan oleh
luasnya daerah persilangan dari sirkulasi pulmonal, sehingga resistensi menjadi
rendah.

D. Manifestasi Klinik
1. Penyakit paru obstruktif kronik (Ppok)
Gejala awal PPOK adalah batuk kronik dan produksi sputum; pasien
dapat mengalami gejala ini selama beberapa tahun sebelum berkembangnya
dispnea. Pasien dengan PPOK yang memburuk dapat mengalami dispnea yang
lebih parah, peningkatan volume sputum, atau peningkatan kandungan nanah
pada sputum. Tanda umum lain dari PPOK yang memburuk termasuk sempit,

6
peningkatan kebutuhan bronkodilator, tidak enak badan, lelah, dan penurunan
toleransi latihan fisik.
2. Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal primer sering timbul dengan gejala-gejala yang tidak
spesifik. Gejala-gejala itu sukar untuk dipisahkan sehubungan dengan penyebab
apakah, dari paru atau dari jantung (primer atau sekunder), kesulitan utama
adalah gejala umumnya berkembang secara gradual. Gejala yang paling sering
adalah dispnu saat aktifitas 60%, fatique 19% dan sinkop 13%, yang
merefleksikan ketidakmampuan menaikan curah jantung selama aktifitas.
Angina tipikal juga dapat terjadi meskipun arteri koroner normal tetapi
disebabkan oleh karena stretching arteri pulmonalis atau iskemia ventrikel
kanan.
E. Penatalaksanaan Pengobatan
1. Penyakit paru obstruktif kronik (Ppok)

a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit.
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan
pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang (
longacting ). Macam - macam bronkodilator
1) Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali
perhari).
2) Golongan agonis beta – 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai
obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek

7
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
3) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mempermudah penderita.
4) Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa
atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka
panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan
minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan
Lini Ii adalah amoksisilin dan makrolid . Lini II adalah amoksisilin dan
asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih Amoksilin dan klavulanat,
Sefalosporin generasi II & III injeksi, Kuinolon per oral. Ditambah dengan
yang anti pseudomonas, Aminoglikose per injeksi, Kuinolon per injeksi
dan Sefalosporin generasi IV per injeksi

8
d. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin
2. Hipertensi pulmonal
a. Oksigenase
Oksigen merupakan vasodilator pulmonal yang potensial.
Suplementasi oksigen nocturnal merupakan. Indikasi jika dijumpai adanya
desaturasi oksigen nocturnal sistemik yang menimbulkan tekanan pada
arteri pulmonalis.
b. Antikoagulan
Penggunaan antikoagulan jangka panjang pada anak belum diteliti
secara luas, namun sering direkomendasikan. Antikoagulan berguna untuk
mencegah terbentuknya thrombus akibat melambatnya aliran darah karena
penurunan CO2. Contoh obatnya : warfarin .

c. Calcium-channel-blocker
CCB (Calcium-channel-blocker) (nifedipine/ diltiazem) sebaiknya
diberikan pada penderita yang respon dengan tes vasodilator
(NO/prostasiklin). Contoh obatnya : Nifedipin, Amlodipin.
d. Prostasiklin
Prostasiklin merupakan salah satu pilihan jika calcium-channel-
blocker tidak memberikan perbaikan klinis. Prostasiklin intravena jangka
panjang dapat memperpanjang harapan hidup, meningkatkan kapasitas
latihan serta kualitas hidup.
e. Terapi bedah
Atrial septostomi adalah membuat suatu right-to-left interatrial shunt
untuk mengurangi tekanan dan volume overload di jantung kanan.
F. Penatalaksanaan non farmakologi

1. PPOK

9
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan.
b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari)
c. Nutrisi
2. Hipertensi pulmonal
a. Kurangi merokok
b. Nutrisi.
G. Uraian Obat yang digunakan
1. Sukralfate (BNF Vol 70, 2016)

Komposisi Sukralfat Tablet 500mg, 1 gram, suspensi 500mg/5ml


Indikasi Tukak Lambung dan tukak duodenum
Dosis 1 gram 6 kali Sehari (maksimum 8 gram perhari)
Dosis suspensi : Sukralfat 200 mg per 1 ml Antepsin
1g / suspensi oral 5ml
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap sukralfat atau komponen lain
dalam formulasi
Mekanisme kerja Sucralfate adalah obat lain untuk tukak lambung dan
duodenum, kerjanya melindungi mukosa dari serangan
pepsin asam. Senyawa ini merupakan kompleks
aluminium hidroksida dan sukrosa sulfat dengan sifat
antasida minimal

2. Acetylsisteine (BNF Vol 70, 2016)

Komposisi Larutan injeksi 20% (30 ml).


Larutan inhalasi 10% (4 ml, 10 ml, 30 ml) 100 mg/ml,
20% (4 ml, 10 ml, 30 ml) 200 mg/ml.
Indikasi Mengurangi kekentalan viskositas sekret dengan

10
memecah ikatan disulfida pada mukoprotein,
memfasilitasi pengeluaran sekret melalui batuk.
Dosis Oral (kaplet, granul atau tablet effervescent) (3) : 200
mg 2-3 kali sehari. Anak 1-2 th : 100 mg 2 kali sehari;
anak 2-7 th : 200 mg 2 kali sehari.
Kontraindikasi Hipersentifitas asetilsistein
Mekanisme kerja Kortikosteroid bekerja dengan memblok enzim
fosfolipase-A2, sehingga menghambat pembentukan
mediator peradangan seperti prostaglandin dan
leukotrien. Selain itu berfungsi mengurangi sekresi
mukus dan menghambat proses peradangan.
Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan
nafas secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi
reaktifitas otot polos disekitar saluran nafas,
meningkatkan sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi
frekuensi keparahan asma jika digunakan secara teratur.

3. Ranitidine (BNF Vol 70, 2016)

Komposisi Ranitidin Tablet 75 mg, 150 mg, Kaplet 300 mg, Sirup
75 mg/5ml (60 ml, 100 ml, 150 ml), Ampul 25 mg/ml (2
ml).
Indikasi Tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis,
dispepsia episodikkronis, tukak akibat AINS, tukak
duodenum karena H.pylori, sindrom, Zollinger-Ellison,
kondisi lain dimana pengurangan asam lambung akan
bermanfaat.
Dosis 2x300 mg sehari.
Dosis injeksi Intervena: 50 mg
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap ranitidin atau bahan-bahan
lain dalam formulasi
Mekanisme kerja Menghambat secara kompetitif histamin pada reseptor

11
H2 sel-sel pariental lambung, menghambat sekresi asam
lambung , volume lambung dan konsentrasi ion
hidrogen berkurang, tidak mengurangi sekresi pepsin,
sekresi faktor intrinsik yang distimulasi oleh
pentagastrin atau serum gastrin.

4. Methyl prednisolon (BNF Vol 70, 2016)

Komposisi Tablet Metil prednisolon 4 mg, 8 mg, 16 mg


Injeksi :40 mg, 125mg, 500mg, 1 gr
Indikasi Rheumatic, dermatologic, oftalmologik, hematologic,
pernafasan, GI dan system saraf; kondisi alergi,
meningitis.
Dosis Tablet : awal 4-8 mg/hari
IM : Dewasa: 40-120 mg, kemudian 40-120 mg setelah
2-3 minggu jika diperlukan, untuk disuntikkan ke dalam
otot gluteal
Kontraindikasi Infeksi jamur sistemik, penggunaan jangka panjang
pada tukak duodenum dan tukak peptic, osteoporosis
dan riwayat psikosis
Mekanisme kerja Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas
dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat
beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik,
inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi
otot polos secara langsung.

5. Miniaspi (BNF Vol 70, 2016)

Komposisi Tablet : 80 mg, 100 mg, 160 mg, 500 mg


Indikasi Mencegah agregasi pratelet pada infark miokard &
angina tak stabil; mencegah serangan iskemik.

12
Dosis Dosis : 80-160 mg sehari.
Kontraindikasi Hipersensitif salisilat, NSAID lainnya, atau komponen
formulasi, asma, rinitis, polip hidung, gangguan
perdarahan (termasuk faktor VII dan faktor IX
defisiensi), jangan digunakan pada anak-anak (<16
tahun) untuk viral infeksi (cacar air atau gejala flu),
dengan atau tanpa demam, karena hubungan potensial
dengan sindrom Reye, kehamilan (trimester ke-3
khususnya)
Mekanisme kerja Hidrolisa ke salisilat (aktif) oleh esterases di GI mukosa,
sel darah merah, cairan sinovial, dan darah,
metabolisme salisilat terjadi terutama oleh hati
konjugasi.

6. Tenapril (BNF Vol 70, 2016)

Komposisi Kapsul 1,25 mg, 2,5 mg, 5 mg, 10 mg.


Indikasi Hipertensi, Gagal jantung kongesti - Infark miokard,
Mengurangi risiko kardiovakular pada pasien dengan
risiko tinggi kardiovakular.
Dosis Dosis Oral Dewasa :Hipertensi (belum menerima
diuretik)
Dosis awal 2,5 mg 1x/hari; dosis pemeliharaan 2,5-20
mg 1x/hari ata dalam 2 dosis terbagi. Dosis awal 1,25
mg dapat diberikan apabila diuretik juga digunakan.
Penurunan risiko kardiovaskular pada pasien dengan
risiko, tinggi ,kardiovaskular. Dosis awal 2,5 mg 1x/hari
selama 1 minggu lalu diikuti dosis 5 mg 1x/hari selama

13
3 minggu; dosis pemeliharaan 10 mg ( apabila
ditoleransi) 1x/hari atau dalam 2 dosis terbagi.
Kontraindikasi Hipersensitifitas pada ramipril/ramiprilat/komponen lain
dalam sediaan, mempunyai sejarah angioedema
terhadap ACEI lain. penggunaan bersama aliskiren pada
pasien dengan diabetes atau gangguan ginjal (GFR < 60
mL/menit/1,73 m2).
Mekanisme kerja merupakan ACE inhibitor, seperti ACEI yang lain
bekerja dengan blok pada konversi angiotensin 1
menjadi angiotensin 2 yang merupakan vasokonstriktor
poten. dimana dengan blok pada angiotensin 2 dapat
berdampak pada penurunan sekresi aldosteron,
penurunan tahanan perifer serta efek vasodilatasi dan
penurunan tekanan darah.

7. Combivent (BNF Vol 70, 2016)

Komposisi Ipratropium Bromida 21 mcg, salbutamol sulfat 120


mcg tiap hirupan; ipratropium bromide 0,5 mg,
salbutamol sulfat 2,5 mg/ 2,5 ml vial unit dosis
Indikasi Bronkospasme pada penyakit paru obstruktif kronik
Dosis Dewasa: 0,5 / 2,5 mg 3-4 kali sehari
Kontraindikasi Hipersensitivitas pada ipratropium, atropin dan
derivatnya, atau komponen lain dalam formulasi
Mekanisme kerja Antikolinergik mencegah peningkatan konsentrasi siklik
GMP intrasel yang disebabkan oleh interaksi antara
asetilkolin dengan reseptor muskarinik di otot polos
bronkus. Salbutamol sulfat adalah obat adrenergik-beta2
yang bekerja merelaksasi otot polos saluran napas

8. Aminofilin (BNF Vol 70, 2016)

14
Komposisi Larutan injeksi 25 mg/ml 10 ml dan 20 ml, tablet 100
mg dan 200 mg
Indikasi Bronkodilator pada obstruksi jalan napas reversibel
karena asma atau PPOK, dan meningkatkan
kontraktilitas diafragma.
Dosis Pengobatan bronkospasme akut : i.v :dosis awal (pada
pasien yang tidak menerima aminofilin atau teofilin) : 5
mg/kg (berdasarkan aminofilin) diberikan i.v lebih dari
20-30 menit, laju pemberian tidak boleh melebihi 25
mg/menit (aminofilin).
Kontraindikasi Hipersensitifitas terhadap teofilin dan etilendiamin.
Mekanisme kerja Mekanisme aksi yang utama belum diketahui secara
pasti. Diduga efek bronkodilasi disebabkan oleh adanya
penghambatan 2 isoenzim yaitu phosphodiesterase
(PDE III) dan PDE IV. Sedangkan efek selain
bronkodilasi berhubungan dengan aktivitas molekular
yang lain.

9. Flixotidine (BNF Vol 70, 2016)

Komposisi Flutikason propionat


Indikasi Pengobatan penyakit paru obstruktif kronik pada orang
dewasa.
Dosis Dosis awal asma bronkial aliran mudah – oleh 100-250
g 2 kali / hari, moderat – oleh 250-500 g 2 kali / hari,
parah – oleh 500-1000 g 2 kali / hari.
Kontraindikasi
Bronkospasme akut, Status asma (sebagai prioritas
sarana), Sifat Bronchitis neastmaticheskoy, Anak-anak
sampai usia 1 tahun.
Mekanisme kerja Flutikason propionat menghambat proliferasi sel mast,
eozinofilov, limfosit, makrofag, neutrofil, mengurangi

15
produksi dan pelepasan mediator inflamasi dan zat
biologis aktif lainnya (gistamina, prostaglandin,
leukotrien, Sitokin).

10. Levofloxacin (BNF Vol 70, 2016)

Komposisi Levofloxacin
Indikasi Pengobatan infeksi ringan, sedang dan berat yang
disebabkan oleh organisme yang sensitive, neumoniae
nosokomial; bronchitis kronis; sinusitis bakteri akut;
infeksi saluran urin dengan atau tanpa komplikasi,
termasuk juga pyelonepritis akut yang disebabkan oleh
E.coli; prostatitis (cronic bacterimia).
Dosis Oral, IV: dewasaSinusitis bakteri (akut): 500 mg setiap
24 jam untuk 10-14 hari atau 750 mg setiap 24 jam
untuk 5 hari. Bronkitis kronis (bakteri eksaserbasi akut):
500 mg setiap 24 jam untuk 7 hari. antrax inhalasi: 500
mg setiap 24 jam untuk 60 hari; dimulai sejak terpapar.
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap levofloksasin dan hipersensitif
terhadap komponen dalam sediaan.
Mekanisme kerja Menghambat DNA-girase pada organisme yang
sensitif ; menghambat relaksasi superkoloid DNA dan
memicu kerusakan untai ganda DNA .

16
BAB III
STUDI KASUS

A. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. SP
No. RM : 138XXXX
Tanggal Lahir : 30 april 1960
Berat badan : 37 Kg
Tinggi badan : 165 Cm
Jenis Kelamin : laki-laki
Ruangan : Anggrek bawah
Tanggal masuk RS : 17 Februari 2017
Tanggal keluar RS : 23 Februari 2017
Diagnosa : PPOK dan Hipertensi pulmonal.
B. Anamnesa
a. Keluhan utama
Sesak nafas 3 hari SMRS
b. Keluhan tambahan
Batuk berdahak, nyeri ulu hati, mual dan muntah.
c. Riwayat penyakit sekarang :
Penyakit paru obstruksi kronik (Ppok)
d. Riwayat penyakit terdahulu :

17
Hipertensi Pulmonal
e. Riwayat pengobatan :
Tenapril, Miniaspi dan symbicor.
f. Riwayat alergi
Tidak ada alergi

C. Data Klinis

1. Data Subjectif

Keluhan pasien Perkembangan tanda-tanda vital


17/2/2017 18/2/2017 19/2/2017 20/2/2017 21/2/2017 22/2/2017 23/2/2017

Nyeri dada + + + + + - -
Batuk + + + + + + -
Dahak + + + + + - -
Mual + + + + + - -
Muntah + - - - - - -
Sesak nafas + + + + + + -
Keterangan :
+ = Masih ada
- = Tidak ada

2. Data objectif

Parameter Satuan Nilai Perkembangan tanda vital


17/2/2017 18/2/2017 19/2/2017 20/2/2017 21/2/2017 22/2/2017 23/2/2017
rujukan
Tekanan darah mmHg 120/80 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70
Pernafasan x/ menit 14-20 22 23 20 23 24 24 22
Nadi x/menit 60-100 96 90 95 90 90 108 102
Suhu ◦c 36-37 36 36 36.5 36 37 36 36

18
D. Data Laboratorium
1. Pemeriksaan Gas Darah
Jenis pemeriksaan Satuan Nilai Hasil
pemeriksaan
16/2/2017
P CO2 mmHg 35,00 - 45,00 ↓31.81
P O2 mmHg 75,00 - 100,00 ↑112.70
O2 Saturation mmol/L 95,00 - 98,00 ↑99.10
Standard HCO3 mmol/L 22.0 - 24.0 C24.1
Keterangan : ↑ = Hasil Laboratorium melebihi nilai normal
↓ = Hasil Laboratorium rendah nilai normal

Implikasi Klinik Hasil Laboratorium Yang Tidak Normal : (Kemkes, 2011)


- Saturasi oksigen digunakan untuk mengevaluasi kadar oksigenasi hemoglobin dan kecukupan
oksigen pada jaringan
- Peningkatan nilai PaO2 dapat terjadi pada peningkatan penghantaran O2 oleh alat bantu (contoh:
nasal prongs, alat ventilasi mekanik), hiperventilasi, dan polisitemia (peningkatan sel darah merah
dan daya angkut oksigen).
- Peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada muntah yang parah, emfi sema, dan aldosteronisme

2. Pemeriksaan hematologi
Hasil
Jenis pemeriksaan Satuan Nilai pemeriksaan
16/2/2017
Hemoglobin g/DL 13,0 – 18,0 ↓11,7
Hematokrit % 40 – 52 ↓35,2
MCV/VER Juta/UI 150 – 440 ↓71,4
3
MCH/HER Ribu/mm 26 – 36 ↓23,7
Jumlah trombosit Ribu/mm3 150 – 440 ↑12.50
Eosinofil % 50 – 70 ↑5,1
Limfosit % 25 – 40 ↓16,4
Monosit % 2–8 ↑12,5
Keterangan : ↑ = Hasil Laboratorium melebihi nilai normal
↓ = Hasil Laboratorium rendah nilai normal
Implikasi Klinik Hasil Laboratorium Yang Tidak Normal :
- Sel darah merah meningkat pada polisitemia vera, polisitemia sekunder, diare/dehidrasi, olahraga berat,

19
luka bakar, orang yang tinggal didataran tinggi. (Kemkes, 2011)
- nilai MCV terlihat pada pasien Anemia, kekurangan besi, anemia pernisiosa dan talasemia, disebut juga
anemia mikrositik.
- Peningakatan leukosit pendarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis,
toksin, leukemia, dan keganasan adalah penyebab lain leukositosis.
- Eosipenia adalah penurunan jumlah eosinofil dalam sirkulasi Eosipenia dapat terjadi pada saat tubuh
merespon sters (peningkatan produksi glukokortikosteroid).
- Neutrofilia, yaitu peningkatan persentase neutrofil, disebabkan oleh infeksi bakteri dan parasit,
gangguan metabolit, perdarahan dan gangguan myloproliferatif. (Kemkes, 2011)
- Penurunan Limfosit limfopenia dapat terjadi pada penyakit Hodgkin, luka bakar dan trauma.
1. Pemeriksaan elektrolit darah

Jenis pemeriksaan Satuan Nilai Hasil


pemeriksaan
16/2/2017
Natrium(Na) darah mEq/L 135 – 145 ↓132
Kalium (K) Darah mEq/L 3,5 – 5 3,8.0
Clorida (Cl) Darah mEq/L 98 – 107 99.0
Keterangan : ↑ = Hasil Laboratorium melebihi nilai normal
Implikasi Klinik Hasil Laboratorium Yang Tidak Normal : (Kemkes, 2011)
- Hipokalemia, adalah konsentrasi kalium dalam serum darah kurang dari 3,5 mmol/L.
Penurunan konsentrasi klorida dalam serum dapat disebabkan oleh muntah, gastritis, diuresis yang
agresif, luka bakar, kelelahan, diabetik, asidosis, infeksi akut.
- Hipokalemia, adalah konsentrasi kalium dalam serum darah kurang dari 3,5 mmol/L.
- Penurunan konsentrasi klorida dalam serum dapat disebabkan oleh muntah, gastritis, diuresis yang
agresif, luka bakar, kelelahan, diabetik,asidosis, infeksi akut.

20
B. Profil Pengobatan Pasien
1. Obat selama pasien di rawat

Nama obat Rute Kekuatan Aturan


pakai Tanggal penggunaan obat
17/2/2017 18/2/2017 19/2/2017 20/2/2017 21/2/2017 22/2/2017 23/2/201
7
Sukralfate Susp PO 60 ml 2x1 C √ √ √ √ √ √ √
N-Acetylsisteine PO 200 mg 3x1 √ √ √ √ √ √ √
Tenapril PO 2,5 mg 1x1 √ √ √ √ √ √ √
Miniaspi PO 80 mg 1x1 √ √ √ √ √ √ √
Ranitidine IV 50 mg 3x1 √ √ √ √ √ √ √
Methylprednisolon IV 30 mg 3x1 √ √ √ √ √ √ √
Levofloxacin IV 750 mg 1x1 √ √ √ √ √ √ √
Nacl 0,9 % IV 500 ml 12 jam √ √ √ √ √ √ √
Aminofilin IV 240 mg 12 jam √ √ √ √ √ √ √
Combivent Inhaler 125 mg 4x1 √ √ √ √ √ √ √
Flixotidine Inhaler 2x1 √ √ √ √ √ √ √
Keterangan :
√ = Obat diberikan
PO = PerOral
IV = IntraVena

21
2. Data obat pulang pasien

No Nama obat Dosis Regimen Rute


1 Acetylsisteine 200 mg 3x1 PO
2 Methyl prednisolon 4 mg 3x1 PO
3 Sucralfate Susp 60 ml 3x1 C PO
4 Lansoprazole 30 mg 2x1 PO
5 Tenapril 2.5 mg 1x1 PO
6 Miniaspi 80 mg 1x1 PO
7 Spiriva 4xsehari Inhaler

22
C. Daftar Masalah Terkait Obat (Drug Related Problem/DRP)

Obat Plan/Rekomendasi
Nama obat Rute Aturan Assesment (Identifikasi Plan Monitoring Keterangan
pakai DRP)
Miniaspi Oral 1x1 Interaksi obat: Pemantauan tekanan darah Memonitoring Dari hasil pemantauan
Miniaspi + tenapril melalui hasil laboratorium tekanan darah. pemberian obat
Dapat menurunkan efek tekanan darah pasien
antihypertensi.
normal.
Combiven Intravena 4x1 Interaksi obat: Pemantauan kadar Kalium Memonitoring Dari hasil pemantauan
Methylprednisolon Intravena 3x1 Combivent + dalam darah melalui hasil kadar kalium. pemberian obat kadar
methylprednisolon laboratorium kalium pasien normal.
Dapat meningkatkan
resiko Hipokalemia
Levofloxacin Intravena 1x1 Interaksi obat: Konfirmasi ke dokter Memonitoring Dari hasil pemantauan
Levofloxacin + resiko dapat menyebabkan kejang. (Tidak pemberian obat pasien
methylprednisolon terjadinya kejang terjadi kejang). tidak kejang.
Dapat meningktkan
resiko kejang.
Miniaspi Oral 1x1 Interaksi obat : Memantau terjadinya Memonitoring Dari hasil pemantauan
Miniaspi + gastrointestinal lihat hasil Sudah diberikan pemberian obat pasien
methylprednisolon laboratorium. obat ranitidine sudah diberikan
Dapat meningkatkan injeksi.
ranitidin.
resiko gastrointestinal.

23
D. Data Obat yang digunakan

Nama Obat Mekanisme kerja obat Indikasi Dosis


Sukralfate Sucralfate adalah obat lain untuk tukak Tukak Lambung dan tukak Dosis:1 gram 6 kali Sehari
lambung dan duodenum, kerjanya melindungi duodenum (maksimum 8 gram perhari)
mukosa dari serangan pepsin asam. Senyawa Dosis suspensi : Sukralfat
ini merupakan kompleks aluminium hidroksida 200 mg per 1 ml Antepsin
dan sukrosa sulfat dengan sifat antasida 1g / suspensi oral 5ml
minimal.
Ranitidine Menghambat secara kompetitif histamin pada Tukak lambung dan tukak Dosis : 2 x 300 mg sehari.
Dosis intra vena : 50 mg.
reseptor H2 sel-sel pariental lambung, duodenum, refluks esofagitis,
menghambat sekresi asam lambung , volume dispepsia episodikkronis, tukak
lambung dan konsentrasi ion hidrogen akibat AINS, tukak duodenum
berkurang, tidak mengurangi sekresi pepsin, karena H.pylori, sindrom,
sekresi faktor intrinsik yang distimulasi oleh Zollinger-Ellison, kondisi lain
pentagastrin atau serum gastrin. dimana pengurangan asam
lambung akan bermanfaat.
Methyl prednisolon Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan Penekanan gangguan inflamasi IV infus : Dewasa : Hingga 1
aktivitas dari sel yang terinflamasi dan dan alergi g sehari sampai 3 hari
meningkatkan efek obat beta adrenergik
dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi IM : Dewasa: 40-120 mg,

24
mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi kemudian 40-120 mg setelah
otot polos secara langsung. 2-3 minggu jika
diperlukan, untuk disuntikkan
ke dalam otot gluteal
Levofloxacin Menghambat DNA-gyrase pada organisme Pengobatan infeksi ringan, Dosis umum bagi dewasa
yang peka, menghambat relaksasi superkoloid sedang dan berat yang adalah 500 mg per hari.
Dosis biasanya akan
DNA dan memicu kerusakan DNA bakteri. disebabkan oleh organisme yang
disesuaikan dengan
DNA gyrase (topoisomerase II) adalah enzim sensitive, meliputi bronchitis
keparahan penyakit. Bagi
esensial bakteri yang berfungsi untuk kronis;
jenis infeksi tertentu, dosis
memperbaiki struktur superhelik DNA yang sinusitis bakteri akut
250 mg per hari sudah cukup.
diperlukan untuk replikasi, transkripsi,
Levofloxacin diberikan
rekombinasi dan transposisi
selama 3-14 hari.
Combivent Antikolinergik mencegah peningkatan Bronkospasme pada penyakit Dewasa: 0,5/2,5 mg 3-4 kali
konsentrasi siklik GMP intrasel yang paru obstruktif kronik sehari
disebabkan oleh interaksi antara asetilkolin
dengan reseptor muskarinik di otot polos
bronkus. Salbutamol sulfat adalah obat
adrenergik-beta2 yang bekerja merelaksasi otot
polos saluran napas.
N-Acetylsisteine Terapi tambahan untuk pasien dengan sekresi Mengurangi kekentalan Oral (kaplet, granul atau

25
mukus abnormal / kental pada kondisi viskositas sekret dengan tablet effervescent) (3) : 200
bronchopulmonary akut dan kronik memecah ikatan disufida pada mg 2-3 kali sehari. Anak 1-2
(pneumonia, bronkitis, emfisema, mukoprotein, memfasilitasi th : 100 mg 2 kali sehari;
tracheobronchitis, chronic asthmatic bronchitis, pengeluaran sekret melalui anak 2-7 th : 200 mg 2 kali
tuberkulosis, bronchiectasis, primary batuk. sehari.
amyloidosis of the lung); atelectasis yang
disebabkan oleh obstruksi mukus
Aminofilin Menghilangkan & mencegah gejala-gejala menekan stimulan yang terdapat Injeksi IV 250-500mg (5
asma & bronkhospasme yang bersifat pada jalan nafas (suppression of mg/kg)
Asma akut berat : IV infus
reversibel yang berhubungan dengan bronkhitis airway stimuli)
meningkatkan kontraksi otot 500 mcg/kg/jam
kronis & emfisema.
diafragma dengan cara
peningkatan uptake Ca melalui
Adenosin-mediated Chanels
Miniaspi merupakan ACE inhibitor, seperti ACEI yang Mencegah agregasi pratelet pada Dosis : 80-160 mg sehari.
lain bekerja dengan blok pada konversi infark miokard & angina tak
angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 yang stabil; mencegah serangan
merupakan vasokonstriktor poten. dimana iskemik.
dengan blok pada angiotensin 2 dapat
berdampak pada penurunan sekresi aldosteron,
penurunan tahanan perifer serta efek

26
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
Tenapril Obat golongan ACE inhibitor yang mencegah Hipertensi dengan gagal jantung, Dosis : Awalnya, 1,25 mg
pembentukan angiotensin II dari angiotensin I infark miokard, risiko penyakit sekali sehari pada pasien
dan menunjukkan efek farmakologis yang koroner tinggi, diabetes mellitus, dengan ClCr <40 mL / menit
mirip dengan kaptopril (Captopril). Tenapril gagal ginjal kronis, dan / atau per 1,73 m2. Titrasi sampai
harus menjalani saponifikasi enzimatik oleh penyakit serebrovaskular. BP (tekanan darah)
esterase dalam hati menjadi metabolit biologis dikendalikan atau dosis
aktif. maksimum 5 mg sehari.
Flixotidine Flutikason propionat menghambat proliferasi Pengobatan penyakit paru Dosis awal asma bronkial
sel mast, eozinofilov, limfosit, makrofag, obstruktif kronik pada orang aliran mudah – oleh 100-250
neutrofil, mengurangi produksi dan pelepasan dewasa. g 2 kali / hari, moderat – oleh
mediator inflamasi dan zat biologis aktif 250-500 g 2 kali / hari, parah
lainnya (gistamina, prostaglandin, leukotrien, – oleh 500-1000 g 2 kali /
Sitokin) hari.

27
BAB IV
PEMBAHASAN

Kasus yang diambil Tn.SP yang dirawat di ruang Anggrek bawah


RSUP Persahabatan. Pasien Tn.SP masuk ke Rumah sakit dengan keluhan
sesak nafas 3 hari SMRS, batuk berdahak, nyeri ulu hati, mual dan muntah.
Menurut hasil pemeriksaan laboratorium, pada tanggal 16 Februari
2017 PCO2 Menurun 31.80 mgHg, PO2 meningkat 112.70 mgHg, Standard
HCO3 meningkat 24.4 mmol/L, Hemoglobin menurun 11.7 g/dL, Hematokrit
menurun 35,2 %, MCV/VER menurun 71,4 fL, MCH/HER 23,7 pg, Jumlah
trombosit meningkat 12.50, Eosinofil menurun 5.1 %, Monosit meningkat
12.5 % dan Natriun darah menurun 13,2 mEq/L. Pasien memiliki riwayat
Diabetes Melitus dan memiliki riwayat penyakit OAT tahun 2014 dan
dinyatakan sembuh.
Selama perawatan di rumah sakit, pasien diberikan terapi Sucralfate
sirup dimana obat ini diindikasikan untuk mengobati mual, acetylsistein untuk
mengencerkan dahak, ranitidine untuk mengatasi lambung, tenapril dan
miniaspi untuk mengatasi tekanan darah dan jantung pasien mengingat
riwayat penyakit terdahulunya adalah Hipertensi pulmonale.
Pasien mendapatkan terapi obat mulai tanggal 17 februari 2017 sampai
pasien pulang pada tanggal 23 februari 2017. Setelah dianalisa dari terapi obat
yang diberikan terdapat Drug Related Problem (DRP). DRP yang terjadi yaitu
interaksi obat (Miniaspi + tenapril) dapat menurunkan efek antihypertensi,
(Combinvent +Methyl prednisolon), dapoat meningkatkan resiko
hypokalemia, (Levofloxacin +methyl prednisolon) dapat meningkatkan resiko
kejang dan (miniaspi +methyl prednisolon) dapat meningkatkan resiko
gastrointestinal.

BAB V

28
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Pasien didiagnosa mengalami PPOK dan Hipertensi pulmonal
2. Terapi Pengobatan yang diberikan di temukan adanya DRP(Drug Related
Promblem) berupa adanya interaksi Obat : (Miniaspi + tenapril), (Combivent +
Methyl prednisolon), (Levofloxacin+Methylprednisolon) dan
(Miniaspi+methyl prednosolon).

B. Saran
1. Perlu adanya koordinasi antara dokter, apoteker dan perawat untuk mencegah
efek yang tidak diinginkan agar pengobatan mencapai hasil yang aman, efektif
dan efisien.
2. Memberikan edukasi pada keluarga pasien untuk pemberian terapi pada saat
pasien pulang perawatan.

DAFTAR PUSTAKA

BNF, 2016.British National Formulary 70th Edition. BMJ Publishing Group. London

29
Departemen Kesehatan RI, 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronil (PPOK).
Himpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta.
Herlina dkk, 2012. Jurnal Tatalaksana Hipertensi Pulmonal. Jakarta.
Mentri Kesehatan RI, 2014. Peraturan Mentri Kesehatan nomor 58 tahun 2014
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit. Jakarta Priyanto,
2009. Framakologi dan Terminologi Medi. Jakarta.
Oemiati, Ratih, 2013. Kajian epidemiologis Penyakit Paru obstruktif kronis (PPOK).
Jakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai