Disusun Oleh :
KHAIRUNNISAH
1543700288
ANGKATAN XXXVI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2017
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
A. Definisi Penyakit 3
B. Etiologi Penyakit 3
C. Patofisiologi 4
D. Manifestasi Klinis 4
E. Penatalaksanaan Pengobatan 5
F. Terapi Non Farmakologi 8
G. Uraian Obat Yang Digunakan 8
BAB III STUDI KASUS 16
A. Identitas Pasien 16
B. Anamnesa 16
C. Data Klinis 17
1. Data Subjectiv 17
2. Data Objectiv 17
D. Data Laboratorium 18
E. Profil Pengobatan Pasien 20
1. Obat Selama Pasien dirawat 20
2. Data Obat Pulang 21
F. Daftar Masalah Terkait Obat (DRP) 22
G. Data obat Yang digunakan 23
BAB IV PEMBAHASAN 27
BAB V PENUTUP 28
A. Kesimpulan 28
B. Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Persahabatan dengan diagnosa pasien yaitu Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) dan hipertensi pulmonal.
Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang
ditandai adanya keterbatasan jalan udara biasanya dapat progresif yang tidak
sepenuhnya pulih kembali. Keterbatasan jalan udara biasanya dapat progresif
dan terasosiasi dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel
asing atau gas. (Gold, 2017)
Hipertensi Pulmonal (HP) adalah suatu kelainan pembuluh darah paru
yang bersifat kronik yang ditandai dengan peningkatan resistensi pembuluh
darah paru yang progresif dan merupakan penyebab utama gagal jantung
kanan dan kematian. (Herlina dkk, 2012)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Penyakit
1. Penyakit paru obstruktif kronik (Ppok)
Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai
adanya keterbatasan jalan udara biasanya dapat progresif yang tidak
sepenuhnya pulih kembali. Keterbatasan jalan udara biasanya dapat progresif
dan terasosiasi dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel
asing atau gas. (Gold, 2017).
2. Hipertensi pulmonal.
Hipertensi Pulmonal (HP) adalah suatu kelainan pembuluh darah paru
yang bersifat kronik yang ditandai dengan peningkatan resistensi pembuluh
darah paru yang progresif dan merupakan penyebab utama gagal jantung kanan
dan kematian.
B. Etiologi Penyakit
1. penyakit paru obstruktif kronik (Ppok)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya. (PDPI,2003).
2. Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal terbagi atas hipertensi pulmonal primer dan
sekunder. Hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak
diketahui penyebabnya sedangkan hipertensi pulmonal sekunder adalah
hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh kondisi medis lain.
Hipertensi pulmonal primer yang sekarang dikenal dengan hipertensi
arteri pulmonal idiopatik (IPAH) adalah hipertensi arteri pulmonal (HAP) yang
secara histopatologi ditandai dengan lesi angioproliferatif fleksiform sel-sel
5
endotel, muskularis arteriol-arteriol prekapiler, proliferasi sel-sel intima dan
penebalan tunika media yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos
vaskuler. Sehingga meningkatkan tekanan darah pada cabang-cabang arteri
kecil dan meningkatkan tahanan vaskuler dari aliran darah di paru. (Herlina,
dkk.2012)
C. Patofisiologi penyakit
D. Manifestasi Klinik
1. Penyakit paru obstruktif kronik (Ppok)
Gejala awal PPOK adalah batuk kronik dan produksi sputum; pasien
dapat mengalami gejala ini selama beberapa tahun sebelum berkembangnya
dispnea. Pasien dengan PPOK yang memburuk dapat mengalami dispnea yang
lebih parah, peningkatan volume sputum, atau peningkatan kandungan nanah
pada sputum. Tanda umum lain dari PPOK yang memburuk termasuk sempit,
6
peningkatan kebutuhan bronkodilator, tidak enak badan, lelah, dan penurunan
toleransi latihan fisik.
2. Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal primer sering timbul dengan gejala-gejala yang tidak
spesifik. Gejala-gejala itu sukar untuk dipisahkan sehubungan dengan penyebab
apakah, dari paru atau dari jantung (primer atau sekunder), kesulitan utama
adalah gejala umumnya berkembang secara gradual. Gejala yang paling sering
adalah dispnu saat aktifitas 60%, fatique 19% dan sinkop 13%, yang
merefleksikan ketidakmampuan menaikan curah jantung selama aktifitas.
Angina tipikal juga dapat terjadi meskipun arteri koroner normal tetapi
disebabkan oleh karena stretching arteri pulmonalis atau iskemia ventrikel
kanan.
E. Penatalaksanaan Pengobatan
1. Penyakit paru obstruktif kronik (Ppok)
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit.
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan
pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang (
longacting ). Macam - macam bronkodilator
1) Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali
perhari).
2) Golongan agonis beta – 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai
obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
7
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
3) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mempermudah penderita.
4) Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa
atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka
panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan
minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan
Lini Ii adalah amoksisilin dan makrolid . Lini II adalah amoksisilin dan
asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih Amoksilin dan klavulanat,
Sefalosporin generasi II & III injeksi, Kuinolon per oral. Ditambah dengan
yang anti pseudomonas, Aminoglikose per injeksi, Kuinolon per injeksi
dan Sefalosporin generasi IV per injeksi
8
d. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin
2. Hipertensi pulmonal
a. Oksigenase
Oksigen merupakan vasodilator pulmonal yang potensial.
Suplementasi oksigen nocturnal merupakan. Indikasi jika dijumpai adanya
desaturasi oksigen nocturnal sistemik yang menimbulkan tekanan pada
arteri pulmonalis.
b. Antikoagulan
Penggunaan antikoagulan jangka panjang pada anak belum diteliti
secara luas, namun sering direkomendasikan. Antikoagulan berguna untuk
mencegah terbentuknya thrombus akibat melambatnya aliran darah karena
penurunan CO2. Contoh obatnya : warfarin .
c. Calcium-channel-blocker
CCB (Calcium-channel-blocker) (nifedipine/ diltiazem) sebaiknya
diberikan pada penderita yang respon dengan tes vasodilator
(NO/prostasiklin). Contoh obatnya : Nifedipin, Amlodipin.
d. Prostasiklin
Prostasiklin merupakan salah satu pilihan jika calcium-channel-
blocker tidak memberikan perbaikan klinis. Prostasiklin intravena jangka
panjang dapat memperpanjang harapan hidup, meningkatkan kapasitas
latihan serta kualitas hidup.
e. Terapi bedah
Atrial septostomi adalah membuat suatu right-to-left interatrial shunt
untuk mengurangi tekanan dan volume overload di jantung kanan.
F. Penatalaksanaan non farmakologi
1. PPOK
9
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan.
b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari)
c. Nutrisi
2. Hipertensi pulmonal
a. Kurangi merokok
b. Nutrisi.
G. Uraian Obat yang digunakan
1. Sukralfate (BNF Vol 70, 2016)
10
memecah ikatan disulfida pada mukoprotein,
memfasilitasi pengeluaran sekret melalui batuk.
Dosis Oral (kaplet, granul atau tablet effervescent) (3) : 200
mg 2-3 kali sehari. Anak 1-2 th : 100 mg 2 kali sehari;
anak 2-7 th : 200 mg 2 kali sehari.
Kontraindikasi Hipersentifitas asetilsistein
Mekanisme kerja Kortikosteroid bekerja dengan memblok enzim
fosfolipase-A2, sehingga menghambat pembentukan
mediator peradangan seperti prostaglandin dan
leukotrien. Selain itu berfungsi mengurangi sekresi
mukus dan menghambat proses peradangan.
Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan
nafas secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi
reaktifitas otot polos disekitar saluran nafas,
meningkatkan sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi
frekuensi keparahan asma jika digunakan secara teratur.
Komposisi Ranitidin Tablet 75 mg, 150 mg, Kaplet 300 mg, Sirup
75 mg/5ml (60 ml, 100 ml, 150 ml), Ampul 25 mg/ml (2
ml).
Indikasi Tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis,
dispepsia episodikkronis, tukak akibat AINS, tukak
duodenum karena H.pylori, sindrom, Zollinger-Ellison,
kondisi lain dimana pengurangan asam lambung akan
bermanfaat.
Dosis 2x300 mg sehari.
Dosis injeksi Intervena: 50 mg
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap ranitidin atau bahan-bahan
lain dalam formulasi
Mekanisme kerja Menghambat secara kompetitif histamin pada reseptor
11
H2 sel-sel pariental lambung, menghambat sekresi asam
lambung , volume lambung dan konsentrasi ion
hidrogen berkurang, tidak mengurangi sekresi pepsin,
sekresi faktor intrinsik yang distimulasi oleh
pentagastrin atau serum gastrin.
12
Dosis Dosis : 80-160 mg sehari.
Kontraindikasi Hipersensitif salisilat, NSAID lainnya, atau komponen
formulasi, asma, rinitis, polip hidung, gangguan
perdarahan (termasuk faktor VII dan faktor IX
defisiensi), jangan digunakan pada anak-anak (<16
tahun) untuk viral infeksi (cacar air atau gejala flu),
dengan atau tanpa demam, karena hubungan potensial
dengan sindrom Reye, kehamilan (trimester ke-3
khususnya)
Mekanisme kerja Hidrolisa ke salisilat (aktif) oleh esterases di GI mukosa,
sel darah merah, cairan sinovial, dan darah,
metabolisme salisilat terjadi terutama oleh hati
konjugasi.
13
3 minggu; dosis pemeliharaan 10 mg ( apabila
ditoleransi) 1x/hari atau dalam 2 dosis terbagi.
Kontraindikasi Hipersensitifitas pada ramipril/ramiprilat/komponen lain
dalam sediaan, mempunyai sejarah angioedema
terhadap ACEI lain. penggunaan bersama aliskiren pada
pasien dengan diabetes atau gangguan ginjal (GFR < 60
mL/menit/1,73 m2).
Mekanisme kerja merupakan ACE inhibitor, seperti ACEI yang lain
bekerja dengan blok pada konversi angiotensin 1
menjadi angiotensin 2 yang merupakan vasokonstriktor
poten. dimana dengan blok pada angiotensin 2 dapat
berdampak pada penurunan sekresi aldosteron,
penurunan tahanan perifer serta efek vasodilatasi dan
penurunan tekanan darah.
14
Komposisi Larutan injeksi 25 mg/ml 10 ml dan 20 ml, tablet 100
mg dan 200 mg
Indikasi Bronkodilator pada obstruksi jalan napas reversibel
karena asma atau PPOK, dan meningkatkan
kontraktilitas diafragma.
Dosis Pengobatan bronkospasme akut : i.v :dosis awal (pada
pasien yang tidak menerima aminofilin atau teofilin) : 5
mg/kg (berdasarkan aminofilin) diberikan i.v lebih dari
20-30 menit, laju pemberian tidak boleh melebihi 25
mg/menit (aminofilin).
Kontraindikasi Hipersensitifitas terhadap teofilin dan etilendiamin.
Mekanisme kerja Mekanisme aksi yang utama belum diketahui secara
pasti. Diduga efek bronkodilasi disebabkan oleh adanya
penghambatan 2 isoenzim yaitu phosphodiesterase
(PDE III) dan PDE IV. Sedangkan efek selain
bronkodilasi berhubungan dengan aktivitas molekular
yang lain.
15
produksi dan pelepasan mediator inflamasi dan zat
biologis aktif lainnya (gistamina, prostaglandin,
leukotrien, Sitokin).
Komposisi Levofloxacin
Indikasi Pengobatan infeksi ringan, sedang dan berat yang
disebabkan oleh organisme yang sensitive, neumoniae
nosokomial; bronchitis kronis; sinusitis bakteri akut;
infeksi saluran urin dengan atau tanpa komplikasi,
termasuk juga pyelonepritis akut yang disebabkan oleh
E.coli; prostatitis (cronic bacterimia).
Dosis Oral, IV: dewasaSinusitis bakteri (akut): 500 mg setiap
24 jam untuk 10-14 hari atau 750 mg setiap 24 jam
untuk 5 hari. Bronkitis kronis (bakteri eksaserbasi akut):
500 mg setiap 24 jam untuk 7 hari. antrax inhalasi: 500
mg setiap 24 jam untuk 60 hari; dimulai sejak terpapar.
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap levofloksasin dan hipersensitif
terhadap komponen dalam sediaan.
Mekanisme kerja Menghambat DNA-girase pada organisme yang
sensitif ; menghambat relaksasi superkoloid DNA dan
memicu kerusakan untai ganda DNA .
16
BAB III
STUDI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. SP
No. RM : 138XXXX
Tanggal Lahir : 30 april 1960
Berat badan : 37 Kg
Tinggi badan : 165 Cm
Jenis Kelamin : laki-laki
Ruangan : Anggrek bawah
Tanggal masuk RS : 17 Februari 2017
Tanggal keluar RS : 23 Februari 2017
Diagnosa : PPOK dan Hipertensi pulmonal.
B. Anamnesa
a. Keluhan utama
Sesak nafas 3 hari SMRS
b. Keluhan tambahan
Batuk berdahak, nyeri ulu hati, mual dan muntah.
c. Riwayat penyakit sekarang :
Penyakit paru obstruksi kronik (Ppok)
d. Riwayat penyakit terdahulu :
17
Hipertensi Pulmonal
e. Riwayat pengobatan :
Tenapril, Miniaspi dan symbicor.
f. Riwayat alergi
Tidak ada alergi
C. Data Klinis
1. Data Subjectif
Nyeri dada + + + + + - -
Batuk + + + + + + -
Dahak + + + + + - -
Mual + + + + + - -
Muntah + - - - - - -
Sesak nafas + + + + + + -
Keterangan :
+ = Masih ada
- = Tidak ada
2. Data objectif
18
D. Data Laboratorium
1. Pemeriksaan Gas Darah
Jenis pemeriksaan Satuan Nilai Hasil
pemeriksaan
16/2/2017
P CO2 mmHg 35,00 - 45,00 ↓31.81
P O2 mmHg 75,00 - 100,00 ↑112.70
O2 Saturation mmol/L 95,00 - 98,00 ↑99.10
Standard HCO3 mmol/L 22.0 - 24.0 C24.1
Keterangan : ↑ = Hasil Laboratorium melebihi nilai normal
↓ = Hasil Laboratorium rendah nilai normal
2. Pemeriksaan hematologi
Hasil
Jenis pemeriksaan Satuan Nilai pemeriksaan
16/2/2017
Hemoglobin g/DL 13,0 – 18,0 ↓11,7
Hematokrit % 40 – 52 ↓35,2
MCV/VER Juta/UI 150 – 440 ↓71,4
3
MCH/HER Ribu/mm 26 – 36 ↓23,7
Jumlah trombosit Ribu/mm3 150 – 440 ↑12.50
Eosinofil % 50 – 70 ↑5,1
Limfosit % 25 – 40 ↓16,4
Monosit % 2–8 ↑12,5
Keterangan : ↑ = Hasil Laboratorium melebihi nilai normal
↓ = Hasil Laboratorium rendah nilai normal
Implikasi Klinik Hasil Laboratorium Yang Tidak Normal :
- Sel darah merah meningkat pada polisitemia vera, polisitemia sekunder, diare/dehidrasi, olahraga berat,
19
luka bakar, orang yang tinggal didataran tinggi. (Kemkes, 2011)
- nilai MCV terlihat pada pasien Anemia, kekurangan besi, anemia pernisiosa dan talasemia, disebut juga
anemia mikrositik.
- Peningakatan leukosit pendarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis,
toksin, leukemia, dan keganasan adalah penyebab lain leukositosis.
- Eosipenia adalah penurunan jumlah eosinofil dalam sirkulasi Eosipenia dapat terjadi pada saat tubuh
merespon sters (peningkatan produksi glukokortikosteroid).
- Neutrofilia, yaitu peningkatan persentase neutrofil, disebabkan oleh infeksi bakteri dan parasit,
gangguan metabolit, perdarahan dan gangguan myloproliferatif. (Kemkes, 2011)
- Penurunan Limfosit limfopenia dapat terjadi pada penyakit Hodgkin, luka bakar dan trauma.
1. Pemeriksaan elektrolit darah
20
B. Profil Pengobatan Pasien
1. Obat selama pasien di rawat
21
2. Data obat pulang pasien
22
C. Daftar Masalah Terkait Obat (Drug Related Problem/DRP)
Obat Plan/Rekomendasi
Nama obat Rute Aturan Assesment (Identifikasi Plan Monitoring Keterangan
pakai DRP)
Miniaspi Oral 1x1 Interaksi obat: Pemantauan tekanan darah Memonitoring Dari hasil pemantauan
Miniaspi + tenapril melalui hasil laboratorium tekanan darah. pemberian obat
Dapat menurunkan efek tekanan darah pasien
antihypertensi.
normal.
Combiven Intravena 4x1 Interaksi obat: Pemantauan kadar Kalium Memonitoring Dari hasil pemantauan
Methylprednisolon Intravena 3x1 Combivent + dalam darah melalui hasil kadar kalium. pemberian obat kadar
methylprednisolon laboratorium kalium pasien normal.
Dapat meningkatkan
resiko Hipokalemia
Levofloxacin Intravena 1x1 Interaksi obat: Konfirmasi ke dokter Memonitoring Dari hasil pemantauan
Levofloxacin + resiko dapat menyebabkan kejang. (Tidak pemberian obat pasien
methylprednisolon terjadinya kejang terjadi kejang). tidak kejang.
Dapat meningktkan
resiko kejang.
Miniaspi Oral 1x1 Interaksi obat : Memantau terjadinya Memonitoring Dari hasil pemantauan
Miniaspi + gastrointestinal lihat hasil Sudah diberikan pemberian obat pasien
methylprednisolon laboratorium. obat ranitidine sudah diberikan
Dapat meningkatkan injeksi.
ranitidin.
resiko gastrointestinal.
23
D. Data Obat yang digunakan
24
mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi kemudian 40-120 mg setelah
otot polos secara langsung. 2-3 minggu jika
diperlukan, untuk disuntikkan
ke dalam otot gluteal
Levofloxacin Menghambat DNA-gyrase pada organisme Pengobatan infeksi ringan, Dosis umum bagi dewasa
yang peka, menghambat relaksasi superkoloid sedang dan berat yang adalah 500 mg per hari.
Dosis biasanya akan
DNA dan memicu kerusakan DNA bakteri. disebabkan oleh organisme yang
disesuaikan dengan
DNA gyrase (topoisomerase II) adalah enzim sensitive, meliputi bronchitis
keparahan penyakit. Bagi
esensial bakteri yang berfungsi untuk kronis;
jenis infeksi tertentu, dosis
memperbaiki struktur superhelik DNA yang sinusitis bakteri akut
250 mg per hari sudah cukup.
diperlukan untuk replikasi, transkripsi,
Levofloxacin diberikan
rekombinasi dan transposisi
selama 3-14 hari.
Combivent Antikolinergik mencegah peningkatan Bronkospasme pada penyakit Dewasa: 0,5/2,5 mg 3-4 kali
konsentrasi siklik GMP intrasel yang paru obstruktif kronik sehari
disebabkan oleh interaksi antara asetilkolin
dengan reseptor muskarinik di otot polos
bronkus. Salbutamol sulfat adalah obat
adrenergik-beta2 yang bekerja merelaksasi otot
polos saluran napas.
N-Acetylsisteine Terapi tambahan untuk pasien dengan sekresi Mengurangi kekentalan Oral (kaplet, granul atau
25
mukus abnormal / kental pada kondisi viskositas sekret dengan tablet effervescent) (3) : 200
bronchopulmonary akut dan kronik memecah ikatan disufida pada mg 2-3 kali sehari. Anak 1-2
(pneumonia, bronkitis, emfisema, mukoprotein, memfasilitasi th : 100 mg 2 kali sehari;
tracheobronchitis, chronic asthmatic bronchitis, pengeluaran sekret melalui anak 2-7 th : 200 mg 2 kali
tuberkulosis, bronchiectasis, primary batuk. sehari.
amyloidosis of the lung); atelectasis yang
disebabkan oleh obstruksi mukus
Aminofilin Menghilangkan & mencegah gejala-gejala menekan stimulan yang terdapat Injeksi IV 250-500mg (5
asma & bronkhospasme yang bersifat pada jalan nafas (suppression of mg/kg)
Asma akut berat : IV infus
reversibel yang berhubungan dengan bronkhitis airway stimuli)
meningkatkan kontraksi otot 500 mcg/kg/jam
kronis & emfisema.
diafragma dengan cara
peningkatan uptake Ca melalui
Adenosin-mediated Chanels
Miniaspi merupakan ACE inhibitor, seperti ACEI yang Mencegah agregasi pratelet pada Dosis : 80-160 mg sehari.
lain bekerja dengan blok pada konversi infark miokard & angina tak
angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 yang stabil; mencegah serangan
merupakan vasokonstriktor poten. dimana iskemik.
dengan blok pada angiotensin 2 dapat
berdampak pada penurunan sekresi aldosteron,
penurunan tahanan perifer serta efek
26
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
Tenapril Obat golongan ACE inhibitor yang mencegah Hipertensi dengan gagal jantung, Dosis : Awalnya, 1,25 mg
pembentukan angiotensin II dari angiotensin I infark miokard, risiko penyakit sekali sehari pada pasien
dan menunjukkan efek farmakologis yang koroner tinggi, diabetes mellitus, dengan ClCr <40 mL / menit
mirip dengan kaptopril (Captopril). Tenapril gagal ginjal kronis, dan / atau per 1,73 m2. Titrasi sampai
harus menjalani saponifikasi enzimatik oleh penyakit serebrovaskular. BP (tekanan darah)
esterase dalam hati menjadi metabolit biologis dikendalikan atau dosis
aktif. maksimum 5 mg sehari.
Flixotidine Flutikason propionat menghambat proliferasi Pengobatan penyakit paru Dosis awal asma bronkial
sel mast, eozinofilov, limfosit, makrofag, obstruktif kronik pada orang aliran mudah – oleh 100-250
neutrofil, mengurangi produksi dan pelepasan dewasa. g 2 kali / hari, moderat – oleh
mediator inflamasi dan zat biologis aktif 250-500 g 2 kali / hari, parah
lainnya (gistamina, prostaglandin, leukotrien, – oleh 500-1000 g 2 kali /
Sitokin) hari.
27
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
28
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pasien didiagnosa mengalami PPOK dan Hipertensi pulmonal
2. Terapi Pengobatan yang diberikan di temukan adanya DRP(Drug Related
Promblem) berupa adanya interaksi Obat : (Miniaspi + tenapril), (Combivent +
Methyl prednisolon), (Levofloxacin+Methylprednisolon) dan
(Miniaspi+methyl prednosolon).
B. Saran
1. Perlu adanya koordinasi antara dokter, apoteker dan perawat untuk mencegah
efek yang tidak diinginkan agar pengobatan mencapai hasil yang aman, efektif
dan efisien.
2. Memberikan edukasi pada keluarga pasien untuk pemberian terapi pada saat
pasien pulang perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
BNF, 2016.British National Formulary 70th Edition. BMJ Publishing Group. London
29
Departemen Kesehatan RI, 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronil (PPOK).
Himpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta.
Herlina dkk, 2012. Jurnal Tatalaksana Hipertensi Pulmonal. Jakarta.
Mentri Kesehatan RI, 2014. Peraturan Mentri Kesehatan nomor 58 tahun 2014
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit. Jakarta Priyanto,
2009. Framakologi dan Terminologi Medi. Jakarta.
Oemiati, Ratih, 2013. Kajian epidemiologis Penyakit Paru obstruktif kronis (PPOK).
Jakarta.
30